Anda di halaman 1dari 21

Kelompok 3

Aisah (03)

MAKALAH ILMU
Aleyda Adisthy (04)

PATOLOGI SISTEM
Krisdianti (23)
XI Keperawatan 1

PENCERNAAN
SMKN 2 MALANG

Mengenai Definisi, Etiologi, Manifestasi Klinis,


Pemeriksaan Penunjang dan Penatalaksanaan dari
Patologi Gastritis, Gastroenteritis, Konstipasi dan
Kanker Kolon
KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati, puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang
telah melimpahkan karuniaNya, sehingga mendapatkan petunjuk dan
kesabaran dalam menyelesaikan tugas makalah ini. Tidak lupa shalawat serta
salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju
zaman yang terang benderang ini. Makalah ini berisi sedikit pengetahuan
tentang ilmu penyakit (ilmu patologi) meliputi pembahasan tentang
definisi,etiologi,manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, penatalaksaan
medis dari beberapa penyakit pada sistem Pencernaan. Selama pembuatan
makalah ini, telah banyak arahan dan petunjuk yang kami dapat dari guru
pembimbing kami. Namun dalam penulisan makalah ini, mungkin jauh dari
apa yang dikatakan sempurna karena masih dalam tahap belajar. Oleh sebab
itu, dengan senang hati atas saran dan kritiknya untuk disusun selanjutnya.

Demikianlah makalah sederhana ini kami susun, semoga dengan membaca


makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin..

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman judul
Kata pengantar
Daftar isi
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Gastritis
2.1.1 Definisi Gastritis
2.1.2 Etiologi Gastritis
2.1.3 Manifestasi Klinis Gastritis
2.1.4 Pemeriksaan Penunjang Gastritis
2.1.5 Penatalaksanaan Gastritis
2.2 Gastroenteritis
2.2.1 Definisi Gastroenteritis
2.2.2 Etiologi Gastroenteritis
2.2.3 Manifestasi Klinis Gastroenteritis
2.2.4 Pemeriksaan penunjang Gastroenteritis
2.2.5 Penatalaksanaan Gastroenteritis
2.3 Konstipasi
2.3.1 Definisi Konstipasi
2.3.2 Etiologi Konstipasi
2.3.3 Manifestasi klinis Konstipasi
2.3.4 Pemeriksaan penunjang Konstipasi
2.3.5 Penatalaksanaan Konstipasi

2.4 Kanker Kolon


2.4.1 Definisi Kanker Kolon
2.4.2 Etiologi Kanker Kolon
2.4.3 Manifestasi klinis Kanker Kolon
2.4.4 Pemeriksaan Penunjang Kanker Kolon
2.4.5 Penatalaksanaan Kanker Kolon

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu penyakit atau ilmu patologi adalah salah satu materi pembelajaran
yang penting dan wajib tersampaikan kepada siswa-siswi yang menjadi
tenaga kesehatan. Ilmu patologi dalam pembahasan kali ini adalah
mengenai patologi atau penyakit di dalam satu dari sebelas sistem yang
kita pelajari yaitu sistem pencernaan.
Mempelajari patologi dalam sistem pencernaan ini penting bagi siswa
untuk mengetahui jenis-jenis dan bagaimana pemeriksaan penunjang
dan penatalaksanaan penyakit pada sistem pencernaan, serta dapat
menambah pengetahuan tentang definisi, etiologi dan manifestasi klinis
suatu penyakit.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan suatu permasalahan,
yaitu :
1. Apa yang dimaksud Gastritis, Gastroenteritis, Konstipasi ,dan Kanker
Kolon?
2. Apa saja etiologi dari penyakit Gastritis, Gastroenteritis, Konstipasi,
dan Kanker Kolon?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit Gastritis, Gastroenteritis,
Konstipasi, dan Kanker Kolon?
4. Bagaimana pemeriksaan penunjang untuk Gastritis , Gastroenteritis,
Konstipasi, dan Kanker Kolon?
5. Bagaimana penatalaksanaan untuk penyakit Gastritis,
Gastroenteritis, Konstipasi dan Kanker Kolon?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi, etiologi, pemeriksaan penunjang, manifestasi
klinis dan penatalaksanaan dari penyakit Gastritis
2. Mengetahui definisi, etiologi, pemeriksaan penunjang, manifestasi
klinis, dan penatalaksaan dari penyakit Gastroenteritis
3. Mengetahui definisi, etiologi, pemeriksaan penunjang, manifestasi
klinis dan penatalaksanaan dari penyakit Konstipasi
4. Mengetahui definisi, etiologi, pemeriksaan penunjang, manifestasi
klinis, dan penatalaksanaan dari penyakit Kanker Kolon

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Gastritis
2.1.1 Definisi Gastritis
Gastritis adalah suatu inflamasi atau peradangan yang sering terjadi
pada dinding lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus atau local yang
disebabkan oleh beberapa kondisi yg kompleks dan saling berkaitan.Kondisi
yang menyebabkan gastritis adalah infeksi Helicobacter Plylori, trauma fisik,
stress, pola makan yang tidak teratur,dll.

2.1.2 Etiologi Gastritis


a. Gastritis akut
Penyebabnya adalah obat analgetik, antiinflamasi terutama aspirin
(aspirin yang dosis rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa lambung).
Bahan kimia misal: lisol, alkohol, merokok, kafein, lada, steroid dan digitalis.
b. Gastritis kronis
Penyebab dan patogenesisnya pada umumnya belum diketahui , biasanya
disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari lambung Helicobacter
plylori. Gastritis ini merupakan kejadian biasa pada orang tua, tapi diduga
pada peminum alkohol dan merokok.
2.1.3 Manifestasi klinis Gastritis
a. Gastritis akut
Mukosa lambung mampu memperbaiki diri sendiri setelah mengalami
gastritis. Kadang-kadang hemoragi memerlukan intervensi bedah. Bila
makanan pengiritasi tidak dimuntahkan tetapi mencapai usus,dapat
mengakibatkan kolik dan diare. Biasanya,pasien sembuh kira-kira sehari,
meskipun nafsu makan mungkin menurun selama 2 atau 3 hari kemudian.
b. Gastritis kronis
Pasien dengan gastritis tipe A secara khusus asimtomatik kecuali untuk
gejala difisiensi vitamin B12. Pada gastritis tipe B pasien mengeluh anoreksia,
nyeri ulu hati setelah makan, kembung, rasa masam dimulut atau mual dan
muntah.

2.1.4 Pemeriksaan penunjang Gastritis

Tes diagnostik

1. Endoskopi : akan tampak erosi multi yang sebagian biasanya berdarah dan
letaknya tersebar.
2. pemeriksaan hispatologi : akan tampak kerusakan mukosa karena erosi
tidak pernah melewati mukosa muskularis.
3. pemeriksaan radiologi
4. pemeriksaan laboratorium
 Analisis gaster : untuk mengetahui tingkat sekresi HCL, sekresi HCl
menurun pada klien gastritis kronik.
 Kadar serum vitamin B12 = nilai normalnya 200-1000 dg/ml kadar
vit B12 yang randah merupakan anemia megalostatik.
 Kadar hemoglobin, hematokrit, trombosis, leukosit dan albumin.
 Gastrocopy : untuk mengetahui permukaan mukosa (perubahan)
mengidentifikasi area perdarahan dan mengambil jaringan untuk
biopsy.
2.1.5 Penatalaksanaan Gastritis
A. Penatalaksanaan medis
Over the counter antacid dalam bentuk cair atau tablet adalah
penobatan umum untuk gastritis ringan. Antasida menetralisir asam
lambung dan dapat mengurangi rasa sakit dengan cepat. Ketika
antasida tidak cukup memberikan bantuan obat-obatan seperti
cimetidine, ranitidin, nizatidin atau femotidine yang mengurangi
jumlah asam lambung yang lebih efektif untuk membatasi produksi
asam lambung adalah asam penutup ”pompa” asam dalam lambung
mensekresi sel. Inhibitor pompa proton mengurangi asam dengan
menghalangi aksi pompa kecil ini. Antibiotik membantu dalam
menghancurkan bakteri dan asam bioker / menghambat pompa proton
mengurangiu rasa sakit dan mual, menyembuhkan peradangan dan
dapat meningkatkan efektifitas antibiotik.
Terapi
Pada umumnya gastritis kronik memerlukan pengobatan yamg
harus diperhatikan ialah penyakit-penyakit lain yang keluhannya dapat
dihubungkan dengan gastritis kronik. Kemungkinan itu seharusnya
dicari terlebih dahulu. Anemia yang disebabkan oleh gastritis kronik
biasanya bereaksi baik terhadap pemberian vitamin B12 atau preparat
besi, tergantung dari defesiansinya, kalau penyebabnya dapat
ditemukan misalnya refluk usus lambung sebaiknya dikoreksi.

B. Penatalaksanaan keperawatan
 Gastritis akut
Mengintrusikan pasien untuk menghindari alkohol dan makanan
sampai gejala berkurang. Bila pasien mampu makan melalui mulut, diet
mengandung gizi dianjurkan. Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan
secara parenteral. Bila pendarahan terjadi maka penatalaksanaan adalah
serupa dengan prosedur yang dilakukan untuk hemoragi saluran
gastrointestinal.
 Gastritis kronis
Faktor utama adalah dengan menghilangkan etiologinya dengan
pengaturan diet yaitu mengkonsumsi makanan lunak dalam porsi kecil
tapi sering, berhenti mengkonsumsi makanan yang pedas dan asam,
berhenti merokok, serta berhenti minum-minuman beralkohol.

2.2 Gastroenteritis

2.2.1 Definisi Gastroenteritis

Penyakit ini sering disebut diare dan juga sering disingkat dengan GE.


Yang dimaksud diare menurut organisasi kesehatan dunia (World Health
Organization/WHO) adalah kejadian buang air besar dengan bentuk tinja
yang lebih cair dari biasanya, dengan frekuensi lebih sering dari biasanya,
selama satu hari atau lebih.

2.2.2 Etiologi Gastroenteritis

Penyebab gastroenteritis secara umum adalah:

1. Infeksi virus: Virus Norwalk, Adenovirus, enterovirus, Rotavirus,


Norovirus, Cytomegalovirus (CMV), dll.
2. Infeksi Bakteri: Helikobacter pylori
3. Gangguan Nutrisi: Makanan Atau Air yang dicemari oleh bakteri atau
parasit
4. Reaksi terhadap makanan baru.
5. Efek samping dari pengobatan: OAINS/NSAID, konsumsi Alkohol,
Kortikosteroid/ kortison / kafein, Aspirin, atau Antibiotik.
6. Gangguan imunologik
7. Psikosomatik
8. Enzim mukolitik (lisozim), pepsin, Asam lambung
2.2.3 Manifestasi Klinis Gastroenteritis

Gastroenteritis akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah -


muntah, demam, nyeri perut atau kejang perut. Karena kehilangan cairan
seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, tulang
pipi menonjol.

2.2.4 Pemeriksaan penunjang Gastroenteritis

1.Pemeriksaan laboratorium

 Pemeriksaan tinja
 Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup, bila
memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah
atau astrup, bila memungkinkan
 Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui fungsi ginjal

2.Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum (EGD)

Untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kuantitatif, terutama


dilakukan pada penderita diare kronik

3. Pemeriksaan Radiologis seperti:

 Sigmoidoskopi
 Kolonoskopi

2.2.5 Penatalaksanaan Gastroenteritis

 Penanggulangan kekurangan cairan merupakan tindakan pertama


dalam mengatasi pasien diare. Hal sederhana seperti meminumkan
banyak air putih atau oral rehidration solution (ORS) seperti oralit
harus cepat dilakukan. Pemberian ini segera apabila gejala diare sudah
mulai timbul dan kita dapat melakukannya sendiri di rumah. Kesalahan
yang sering terjadi adalah pemberian ORS baru dilakukan setelah gejala
dehidrasi nampak.
Pada penderita diare yang disertai muntah, pemberian larutan elektrolit secara
intravena merupakan pilihan utama untuk mengganti cairan tubuh, atau
dengan kata lain perlu diinfus.

 Diare karena infeksi bakteri dan parasit seperti Salmonella sp, Giardia
lamblia, Entamoeba coli perlu mendapatkan terapi antibiotik yang
rasional, artinya antibiotik yang diberikan dapat membasmi kuman.

Oleh karena penyebab diare terbanyak adalah virus yang tidak memerlukan
antibiotik, maka pengenalan gejala dan pemeriksaan laboratorius perlu
dilakukan untuk menentukan penyebab pasti. Pada kasus diare akut dan
parah, pengobatan suportif didahulukan dan terkadang tidak membutuhkan
pemeriksaan lebih lanjut kalau kondisi sudah membaik.

2.3 Konstipasi

2.3.1 Definisi Konstipasi

Konstipasi biasanya disebut dengan susah buang air besar. Konstipasi


adalah kondisi tidak bisa buang air besar secara teratur atau tidak bisa sama
sekali. Jika mengalaminya, Anda biasanya akan mengalami gejala-gejala
tertentu. Misalnya tinja Anda menjadi keras dan padat dengan ukuran sangat
besar atau sangat kecil.

2.3.2 Etiologi Konstipasi

Penyebab konstipasi atau susah buang air besar yang sering di alami oleh


orang-orang yang menderita konstipasi.
1. Pola makan yang kurang baik, makanan yang kaya akan hewani (produk
susu, daging dan telur) dan gula akan tetapi kurang mengkonsumsi
makanan yang berserat seperti buah dan sayuran dapat menyebabkan
konstipasi.
2. Kurang minum air putih  juga dapat menyebabkan feses keras.
3. Minuman yang mengandung kafein dan alkohol dapat menyebabkan
kecing lebih sering. Tentunya hal ini dapat mengakibatkan kurangnya air
untuk menjaga agar feses tetap lembut.
4. Pola buang air besar yang kurang baik. Mengabaikan keinginan untuk
buang air dapat memulai siklus konstipasi atau susah buang air besar
karena jika dibiarkan lama, orang tersebut  juga dapat kehilangan
keinginan untuk buang air besar.
5. Obat Tertentu, obat maag yang mengandung aluminium hidroksida dan
kalsium hidroksida, obat antispasmodic, obat antidepresan, suplemen zat
besi, obat antikonvulsi, diuretik, obat penghilang rasa nyeri yang
mengandung narkotika di dalamnya.
6. Penggunaan pencahar secara berlebihan juga dapat menghilangkan reflek
normal untuk buang air besar.

2.3.3 Manifestasi klinis Konstipasi


Anamnesis yang terperinci merupakan hal terpenting untuk
mengungkapkan adakah konstipasi dan faktor resiko penyebabnya. Konstipasi
merupakan suatu keluhan klinis yang umum dengan berbagai tanda dan
keluhan lain yang berhubungan.
Pasien yang mengeluh konstipasi tidak selalu sesuai dengan patokan-
patokan yang obyektif. Misalnya jika dalam 24 jam belum BAB atau ada
kesulitan dan harus mengejan serta perasaan tidak tuntas untuk BAB sudah
mengira dirinya menderita konstipasi.
Beberapa keluhan yang mungkin berhubungan dengan konstipasi adalah :

1. Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB


2. mengejan keras saat BAB
3. Massa feses yang keras dan sulit keluar
4. Perasaan tidak tuntas saat BAB
5. Sakit pada daerah rektum saat BAB
6. Rasa sakit pada perut saat BAB
7. Adanya perembesen feses cair pada pakaian dalam
8. Menggunakan jari-jari untuk mengeluarkan feses
9. Menggunakan obat-obatan pencahar untuk bisa BAB

2.3.4 Pemeriksaan penunjang Konstipasi


1. Darah perifer lengkap
2. Glukosa dan elektrolit (terutama kalium dan kalsium) darah
3. Fungsi tiroid
4. CA
5. Anuskopi (dianjurkan dilakukan secara rutin pada semua pasien
dengan konstipasi untuk menemukan adanya fisura, ulkus, hemoroid
dan keganasan)
6. Foto polos perut, harus dikerjakan terutama pada penderita Konstipasi
akut untuk mendeteksi adanya implaksi feses
7. Pemeriksaan yang intensif dikerjakan secara selektif setelah 3-6 bulan
pengobatan
 Protosigmoidoskopi, biasanya dikerjakan pada konstipasi yg baru terjadi
sebagai prosedur penapisan adanya keganasan kolon-rektum
 Sinedefeografi adalah pemeriksaan radiologis daerah anorektal untuk
menilai evakuasi feses secara tuntas
 Uji manometri dikerjakan untuk mengukur tekanan pada rectum dan
saluran anus saat istirahat
 Pemeriksaan elektromiografi dapat mengukur: tekanan sfingter dan
fungsi saraf pudendus

2.3.5 Penatalaksanaan Konstipasi

Penggunaan obat pencahar jangka panjang terutama yang bersifat


merangsang peristaltik usus, harus dibatasi. Strategi pengobatan dibagi
menjadi :
1. Pengobatan non-farmakologis

1. Latihan usus besar : melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan
perilaku yang disarankan pada penderita konstipasi yang tidak jelas
penyebabnya. Penderita dianjurkan mengadakan waktu secara teratur
setiap hari untuk memanfaatkan gerakan usus besarnya. dianjurkan
waktu ini adalah 5-10 menit setelah makan, sehingga dapat
memanfaatkan reflex gastro-kolon untuk BAB. Diharapkan kebiasaan
ini dapat menyebabkan penderita tanggap terhadap tanda-tanda dan
rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau menunda dorongan
untuk BAB ini.
2. Diet : peran diet penting untuk mengatasi konstipasi terutama pada
golongan usia lanjut. data epidemiologis menunjukkan bahwa diet yang
mengandung banyak serat mengurangi angka kejadian konstipasi dan
macam-macam penyakit gastrointestinal lainnya, misalnya divertikel
dan kanker kolorektal. Serat meningkatkan massa dan berat feses serta
mempersingkat waktu transit di usus. untuk mendukung manfaa serat
ini, diharpkan cukup asupan cairan sekitar 6-8 gelas sehari, bila tidak
ada kontraindikasi untuk asupan cairan.
3. Olahraga : cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu
mengatasi konstipasi jalan kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan
sesuai dengan umur dan kemampuan pasien, akan menggiatkan
sirkulasi dan perut untuk memeperkuat otot-otot dinding perut,
terutama pada penderita dengan atoni pada otot perut

2. Pengobatan farmakologis
Jika modifikasi perilaku ini kurang berhasil, ditambahkan terapi
farmakologis, dan biasnya dipakai obat-obatan golongan pencahar. Ada 4 tipe
golongan obat pencahar :

1. memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain : Cereal, Methyl


selulose, Psilium.
2. melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan
tegangan permukaan feses, sehingga mempermudah penyerapan air.
Contohnya : minyak kastor, golongan dochusate.
3. golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk
digunakan, misalnya pada penderita gagal ginjal, antara lain : sorbitol,
laktulose, gliserin
4. merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus besar.
Golongan ini yang banyak dipakai. Perlu diperhatikan bahwa pencahar
golongan ini bisa dipakai untuk jangka panjang, dapat merusak
pleksusmesenterikus dan berakibat dismotilitas kolon.

Contohnya : Bisakodil, Fenolptalein.

Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidak dapat diatasi
dengan cara-cara tersebut di atas, mungkin dibutuhkan tindakan
pembedahan. Misalnya kolektomi sub total dengan anastomosis ileorektal.
Prosedur ini dikerjakan pada konstipasi berat dengan masa transit yang
lambat dan tidak diketahui penyebabnya serta tidak ada respons dengan 
pengobatan yang diberikan. Pada umumnya, bila tidak dijumpai sumbatan
karena massa atau adanya volvulus, tidak dilakukan tindakan pembedahan.
 

2.4 Kanker kolon


2.4.1 Definisi kanker kolon
Kanker kolon atau Kanker usus besar adalah jenis kanker yang
menyerang usus besar atau bagian terakhir pada sistem pencernaan manusia.
Penyakit ini dapat diidap oleh segala usia, meski 90 persen penderitanya
berusia di atas 60 tahun.

Sebagian besar kasus kanker usus besar diawali dengan pembentukan


gumpalan-gumpalan sel berukuran kecil yang disebut polip adenoma.
Gumpalan ini kemudian menyebar secara tidak terkendali seiring waktu.

2.4.2 Etiologi Kanker kolon

Pertumbuhan sel di area tubuh tertentu yang tidak terkendali dan


bersifat merusak merupakan penyebab kanker. Pada penyakit kanker usus
besar, pertumbuhan tersebut bermula di dalam gumpalan sel pada lapisan
usus bagian dalam, kemudian menjalar dan menghancurkan sel-sel lain di
dekatnya, atau bahkan hingga ke beberapa area tubuh lainnya.
Meski penyebab kanker usus besar tidak diketahui, beberapa faktor
berikut ini dapat meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit tersebut, di
antaranya:

 Terlalu banyak mengonsumsi daging merah dan

 Kekurangan serat.

 Mengonsumsi minuman beralkohol.

 Merokok

 Mengalami kelebihan berat badan atau obesitas.

 Berusia 60 tahun ke atas.

 Menderita penyakit gangguan pencernaan, salah satunya adalah kolitis


ulseratif atau radang kronis di usus besar.

 Menderita diabetes.

 Kurang berolahraga.

 Memiliki kerabat dekat, misalnya orang tua atau saudara kandung, yang
menderita kanker usus besar.

 Menderita sindrom Lynch.

 Menderita suatu masalah genetika yang menyebabkan tumbuhnya gumpalan-


gumpalan sel atau polip di dalam usus besar. Kondisi ini disebut familial
adenomatous polyposis (FAP).

2.4.3 Manifestasi klinis Kanker kolon

Berikut ini beberapa gejala yang dapat dirasakan penderita kanker usus
besar, di antaranya:

 Adanya darah pada kotoran atau bahkan pendarahan di anus.

 Berubahnya tekstur kepadatan kotoran.


 Menurunnya berat badan.

 Tubuh terasa lelah.

 Nyeri atau kram pada bagian perut.

 Perut kembung.

 Meningkatnya frekuensi buang air besar atau diare.

 Konstipasi.

 Hilang nafsu makan.

Tidak semua gejala tersebut akan dirasakan penderita. Sebagian ada


yang menjadi sering buang air besar dengan disertai darah pada kotorannya
dan sebagian ada yang tidak disertai darah, namun merasakan nyeri pada
perutnya.

Segera temui dokter jika Anda merasakan gejala-gejala kanker usus


besar, terutama jika mengalami diare bergantian dengan konstipasi selama
lebih dari tiga minggu. Harap waspada juga jika usia Anda telah mencapai 50
tahun ke atas dan merasakan gejala-gejala tersebut

2.4.4 Pemeriksaan penunjang Kanker kolon

1. Sigmoidoskopi merupakan alat berbentuk selang kecil yang dilengkapi


lampu dan kamera di ujungnya untuk dimasukkan ke usus besar
melalui anus. Melalui monitor, dokter dapat melihat apakah ada tanda-
tanda kanker usus besar.
2. Kolonoskopi. Konsep pemeriksaan ini sebenarnya sama seperti
sigmoidoskopi. Hanya saja pada kolonoskopi, alat yang digunakan lebih
panjang sehingga mampu menjangkau lebih dalam ke usus besar.
Kamera yang dipasang di ujung kolonoskopi mampu memberikan
gambar bagian-bagian usus besar yang tidak normal akibat serangan
kanker. Bahkan jika diperlukan, biopsi atau pengambilan sampel bisa
dilakukan dengan alat khusus yang disertakan pada kolonoskopi.
Sampel tersebut selanjutnya diteliti di laboratorium guna mendeteksi
adanya kanker. Sebelum melakukan kolonoskopi, pasien akan diberi
obat pencahar oleh dokter agar perutnya bersih dari kotoran, sehingga
hasil yang didapat dari proses pengamatan akan jauh lebih baik.
3. Kolonoskopi virtual. Pemeriksaan ini disebut juga dengan CT
colonography.  Biasanya pemeriksaan ini dilakukan jika pasien tidak
dapat menjalani kolonoskopi biasa karena alasan medis tertentu. Di
dalam kolonoskopi virtual, selang khusus akan dimasukkan ke anus. Gas
kemudian akan dipompakan melalui selang, sehingga usus pasien akan
sedikit mengembang. Setelah itu, dokter akan bisa mengamati keadaan
usus dari segala sudut dengan bantuan CT scan.

2.4.5 Penatalaksanaan Kanker kolon

1. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan cara untuk membunuh sel-sel kanker melalui
pemberian sejumlah obat-obatan. Obat-obatan ini dapat berbentuk tablet
yang diminum, infus, atau kombinasi keduanya. Beberapa contoh obat kanker
usus besar adalah cetuximab danbevacizumab.
Pada kasus kanker usus besar, kemoterapi biasanya dilakukan sebelum
operasi dengan tujuan untuk menyusutkan tumor, meredakan gejala yang
dirasakan pasien, atau memperlambat penyebaran kanker. Kemoterapi juga
bisa diberikan pascaoperasi untuk mencegah kanker kembali.

Waktu pelaksanaan kemoterapi biasanya dibagi menjadi beberapa


siklus, tergantung tingkat keparahan kanker. Sebagian besar pasien kanker
usus besar biasanya menjalani sesi infus kemoterapi selama beberapa jam atau
hari dalam waktu dua hingga tiga minggu sekali. Tiap siklus kemoterapi
dipisahkan oleh jeda waktu istirahat selama beberapa minggu dengan tujuan
agar penderita dapat memulihkan diri dari efek kemoterapi.

Beberapa efek samping kemoterapi adalah:


 Mual

 Muntah

 Lelah

 Kaki dan tangan terasa gatal atau panas

 Sariawan

 Diare

 Rambut rontok

Biasanya efek samping ini akan hilang setelah pengobatan kemoterapi


berakhir.

2. Radioterapi
Tujuan radioterapi sama seperti kemoterapi, yaitu untuk membunuh sel-
sel kanker. Namun pada radioterapi, metode pengobatan dilakukan dengan
menggunakan pancaran radiasi.

Sebelum operasi, radioterapi bisa dilakukan untuk memperkecil ukuran tumor


atau meringankan gejala apabila kanker telah menyebar ke bagian-bagian
tubuh yang lain. Sedangkan radioterapi yang dilakukan pascaoperasi
bertujuan untuk mencegah kanker supaya tidak kembali.

Beberapa efek samping radioterapi adalah:

 Menjadi sering buar air kecil

 Diare

 Lelah

 Mual

 Kulit di sekitar anus atau panggul terasa panas

Ada dua jenis radioterapi, di antaranya:


 Radioterapi eksternal. Pada metode ini sel-sel kanker dihancurkan dengan
memancarkan gelombang radiasi tingkat tinggi ke kanker Biasanya terapi ini
dilakukan sebanyak lima hari dalam seminggu, selama satu hingga lima
minggu. Tiap sesi pengobatan akan menghabiskan waktu sekitar sepuluh
hingga lima belas menit.
 Radioterapi internal. Pada metode ini kanker usus akan disusutkan dengan
menggunakan selang radioaktif yang diletakkan di sebelah kanker.
Radioterapi internal biasanya dilakukan sebanyak satu sesi sebelum operasi.

3. Operasi
Jenis operasi penanganan kanker usus besar dilakukan tergantung dari
tingkat keparahan penyebaran kanker itu sendiri. Jika kanker yang
terdiagnosis masih dalam tahap awal, biasanya operasi bisa dilakukan lewat
kolonoskopi untuk menghilangkan pertumbuhan kanker. Jika tidak bisa
melalui kolonoskopi, maka bisa diangkat melalui operasi ‘lubang kunci’ atau
laparoskopi.

Prosedur kedua dinamakan operasi kolostomi. Operasi ini dilakukan


jika kanker telah menyebar melalui dinding-dinding usus. Pada operasi ini,
bagian usus besar yang digerogoti kanker akan diangkat. Selain itu, kelenjar
getah bening di sekitarnya juga akan diangkat.

Jika kesehatan pasien sangat buruk akibat penyebaran kanker yang


sudah makin parah, maka tujuan pemberlakuan operasi adalah untuk
meringankan gejala pasien. Dengan dikombinasikan dengan kemoterapi atau
radioterapi, langkah ini diharapkan dapat meningkatkan peluang hidup
pasien.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai