Anda di halaman 1dari 2

Food-borne diseases in India

Wabah penyakit bawaan makanan merupakan penyakit yang diakibatkan dari


konsumsi makanan umum yang dikonfirmasi ketika terdapat agen penyebab, baik bakteri,
virus, protozoa dan cacing berdasarkan informasi klinis dan epidemiologis. WHO
melaporkan penyakit tersebut terdapat 10% kasus di negara maju dan 1% di negara
berkembang dan tersebar hingga ke India dengan keadaan morbiditas tinggi di daerah
perkotaan. Jaringan Program Penularan wabah dari laporan IDSP melalui makanan dengan
gejala penyakit diare akut. Keberadaan penyakit bawaan makanan termasuk kategori sistem
pengawasan yang pasif dengan mewakili puncak gunung es dikarenakan memiliki gejala
ringan dengan waktu singkat, tidak memerlukan perawatan dan pelaksanaan tes laboratorium.
Wabah penyakit bawaan makanan tercatat di India dari tahun 1980-2016 oleh
Staphylococcus aureus, Vibrio sp, Salmonella sp, E. coli, Yersinia enteroclitica dan virus
mirip Norwalk pada susu dan produk susu, sayuran, serta beberapa pangan hewani. Telur dan
wadah tempat telur dapat pula terkontaminasi di Coimbatore dengan 7,7% telur dan 7,5%
nampan telur oleh Salmonella serotipe dan Salmonella enteritidis. Indikator kebersihan
terlihat dalam jumlah total bakteri per gram pada makanan dengan variasi berbeda dari
organisme 0-400X106 / gram yaitu 1-75% di India. Terdapat infeksi virus Nipah dari
konsumsi jus kurma dengan kontaminasi virus kelelawar di Bangladesh.
Wabah bawaan makanan karena kontaminasi bahan kimia seperti halnya praktik
industri atau pertanian dengan penggunaan pestisida, pupuk menyebabkan masuknya logam
berat dengan efek jangka pendek dan jangka panjang. Patogen Dinoflagellata memberikan
racun laut secara sekunder pada moluska dan remis sehingga berbahaya ketika dikonsumsi.
Mikotoksin merupakan sekelompok bahan kimia alami yang diproduksi oleh jamur dan
berbagai tanaman serta bahan pangan yang penting bagi kesehatan dengan beberapa kasus di
India akibat wabah di India akibat mikotoksikosis melalui konsumsi jamur liar beracun pada
musim penghujan dan beberapa makanan atropin memiliki efek keracunan yang fatal.
Penyakit infeksi bawaan makanan dari kontaminasi bakteri, virus, atau parasit yang
menyebabkan infeksi pada saluran usus akibat konsumsi makanan atau minuman dan
biasanya sumber toksin berasal dari bakteri, bahan kimia beracun, dan racun alami bahan
pangan. Keracunan makanan kimia dapat terjadi akibat pemalsuan makanan dengan
penambahan zat terlarang yang menggantikan bahan sehat, contoh kesegaran pada makanan
dalam bentuk padat, bahan kimia atau cairan dan terbuat dari zat pewarna. Selain itu, India di
tengah transisi epidemiologi memiliki 60% dari total kematian pada tahun 2014 akibat
prevalensi obesitas meningkat yaitu 20% pria dan 18% sehingga keamanan pangan dan
otoritas standar India menahan munculnya penyakit tidak menular termasuk pelabelan
makanan yang sesuai dengan perbaikan konsumsi makanan.

Pathogenesis
Penyakit bawaan makanan diakibatkan oleh mikroorganisme atau racunnya yang
bermanifestasi dengan gejala gastro-intestinal dengan variasi tingkat keparahan dan durasi.
Penyebab infeksi dalam penyakit bawaan makanan tergantung pada ukuran inokulum
atau dosis infektif patogen dengan ukuran 10-100 bakteri atau kista untuk Shigella, Entero-
Haemorrhagic E. coli (EHEC), Giardia lamblia dan Entamoeba histolytica, memerlukan
penyimpangan kecil dalam kebersihan untuk transmisi feco-oral. Dosis infektif untuk Vibrio
cholerae yaitu 105 – 108, dan mungkin variabel untuk spesies Salmonella.
Penularan patogen dan toksin melalui makanan dapat terjadi selama produksi dan
pemrosesan makanan atau selama persiapan dan penanganan makanan, atau selama
penyimpanan. Produksi dan pemrosesan makanan pada semua jenis dapat terkontaminasi
patogen dari kotoran hewan yang secara alami menyimpan bakteri bawaan makanan sebagai
akibat penyakit pada manusia tetapi tidak berdampak pada hewan, contoh selama proses
penyembelihan. Persiapan dan penanganan makanan terhadap individu yang terinfeksi
dengan pembawaan infeksi patogen pada makanan yang terjadi akibat kontaminasi silang di
lingkungan sekitar dan suhu memasak yang tidak memadai, sehingga dapat memberikan
kesempatan bakteri berkembang biak dan stabil pada suhu panas yang menghasilkan racun di
dalam makanan.
Penyimpanan tidak tepat dapat berakibat penularan wabah dari patogen makanan yang
disimpan pada suhu hangat (10-50 °C). Kewaspadaan penularan penyakit dengan evaluasi
dan manajemen makanan. Riset terhadap riwayat klinis yang dilakukan sebagai pendugaan
awal penyakit pada pasien, baik kegiatan yang dilakukan, konsumsi makanan dan antibiotik,
etiologi, serta keadaan klinis kesehatan. Perhatian selama pemeriksaan klinis difokuskan pada
tanda vital, derajat dehidrasi dan pemeriksaan perut karena dapat mengalami hasil yang fatal.
Tanda penyakit diare ivasif yaitu demam, gejala sistemik, dan diare berdarah.

Anda mungkin juga menyukai