PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Retardasi mental merupakan masalah dunia dengan implikasi yang besar terutama bagi
Negara berkembang. Diperkirakan angka kejadian retardasi mental berat sekitar 0,3% dari
seluruh populasi dan hampir 3% mempunyai IQ dibawah 70.Sebagai sumber daya manusia
tentunya mereka tidak bias dimanfaatkan karena 0,1% dari anak-anak ini memerlukan
perawatan, bimbingan serta pengawasan sepanjang hidupnya.(Swaiman KF,
1989).Prevalensi retardasi mental sekitar 1 % dalam satu populasi. Di indonesia 1-3 persen
penduduknya menderita kelainan ini. Insidennya sulit di ketahui karena retardasi metal
kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan dimana retardasinya masih
dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak umur 10
sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki
dibandingkan dengan perempuan.
Sehingga retardasi mental masih merupakan dilema, sumber kecemasan bagi keluarga
dan masyarakat. Demikian pula dengan diagnosis, pengobatan dan pencegahannya masih
merupakan masalah yang tidak kecil.
B. Permasalahan
1. Bagaimana konsep teori retardasi mental?
2. Bagamana pula memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan retardasi
mental?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep teori retardasi mental pada anak.
2. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan retardasi mental.
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN TENTANG RETARDASI MENTAL
Jadi, Retradasi mental adalah suatu gangguan heterogen yang terdiri dari
gangguan fungsi intelektual dibawah rata-rata dan dan gangguan dalam keterampilan
adaptif yang ditemukan sebelum orang berusia 18 tahun.
B. Etiologi
Adanya disfungsi otak merupakan dasar dari retardasi mental. Untuk mengetahui
adanya retardasi mental perlu anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Penyebab dari retardasi mental sangat kompleks dan multifaktorial. Walaupun begitu
terdapat beberapa faktor yang potensial berperanan dalam terjadinya retardasi mental seperti
yang dinyatakan oleh Taft LT (1983) dan Shonkoff JP (1992) dibawah ini.
1. Organik
a. Faktor prekonsepsi : kelainan kromosom (trisomi 21/Down syndrome dan
Abnormalitas single gene (penyakit-penyakit metabolik, kelainan neuro-
cutaneos, dll.)
b. Faktor prenatal : kelainan petumbuhan otak selama kehamilan (infeksi, zat
teratogen dan toxin, disfungsi plasenta)
c. Faktor perinatal : prematuritas, perdarahan intrakranial, asphyxia
neonatorum, Meningitis, Kelainan metabolik:hipoglikemia,
hiperbilirubinemia, dll
d. Faktor postnatal : infeksi, trauma, gangguan metabolik/hipoglikemia,
malnutrisi, CVA (Cerebrovascularaccident) - Anoksia, misalnya tenggelam
2. Non organic
a. Kemiskinan dan klg tidak harmonis
b. Sosial kultural
c. Interaksi anak kurang
d. Penelantaran anak
3. Faktor lain
Keturunan; pengaruh lingkungan dan kelainan mental lain (15-20% ; AAP, 1984)
C. Klasifikasi
Menurut nilai IQ-nya, maka intelegensi seseorang dapat digolongkan sebagaiberikut
(dikutip dari Swaiman 1989):
Nilai IQ :
1. Sangat superior 130 atau lebih
2. Superior 120-129
3. Diatas rata-rata 110-119
4. Rata-rata 90-110
5. Dibawah rata-rata 80-89
6. Retardasi mental borderline 70-79
7. Retardasi mental ringan (mampu didik) 52-69
8. Retardasi mental sedang (mampu latih ) 36-51
9. Retardasi mental berat 20-35
10. Retardasi mental sangat berat dibawah 20
Yang disebut retardasi mental apabila IQ dibawah 70, retardasi mental tipe ringan
masih mampu didik, retardasi mental tipe sedang mampu latih, sedangkan retardasi mental
tipe berat dan sangat berat memerlukan pengawasan dan bimbingan seumur hidupnya.
Bila ditinjau dari gejalanya, maka Melly Budhiman membagi:
1. Tipe klinik
Pada retardasi mental tipe klinik ini mudah dideteksi sejak dini, karena kelainan fisis
maupun mentalnya cukup berat. Penyebabnya sering kelainan organik. Kebanyakan anak ini
perlu perawatan yang terus menerus dan kelainan ini dapat terjadi pada kelas sosial tinggi
ataupun yang rendah. Orang tua dari anak yang menderita retardasi mental tipe klinik ini
cepat mencari pertolongan oleh karena mereka melihat sendiri kelainan pada anaknya
2. Tipe sosio budaya
Biasanya baru diketahui setelah anak masuk sekolah dan ternyata tidak dapat men-
gikuti pelajaran. Penampilannya seperti anak normal, sehingga disebut juga retardasi enam
jam. Karena begitu rnereka keluar sekolah, mereka dapat bermain seperti anakanak yang
normal lainnya. Tipe ini kebanyakan berasal dari golongan sosial ekonomi rendah. Para
orang tua dari anak tipe ini tidak melihat adanya ketainan pada anaknya, mereka mengetahui
kalau anaknya retardasi dari gurunya atau dari psikolog, karena anaknya gagal beberapa kali
tidak naik kelas. Pada urnumnya anak tipe ini mempunyai taraf IQ golongan borderline dan
retardasi mental ringan.
D. Patofisiologi
Retardasi mental merujuk pada keterbatasan nyata fungsi hidup sehari-hari. Retardasi
mental ini termasuk kelemahan atau ketidakmampuan kognitif yang muncul pada masa
kanak-kanak ( sebelum usia 18 tahun ) yang ditandai dengan fungsi kecerdasan di bawah
normal ( IQ 70 sampai 75 atau kurang ) dan disertai keterbatasan-keterbatasan lain pada
sedikitnya dua area fungsi adaftif : berbicara dan berbahasa , kemampuan/ketrampilan
merawat diri, kerumahtanggaan, ketrampilan sosial, penggunaan sarana-sarana komunitas,
pengarahan diri , kesehatan dan keamanan , akademik fungsional, bersantai dan bekerja.
Penyebab retardasi mental bisa digolongkan kedalam prenatal, perinatal dan pasca natal.
Diagnosis retardasi mental ditetapkan secara dini pada masa kanak-kanak.
E. Manifestasi Klinik
Gejala klinis retardasi mental terutama yang berat sering disertai beberapa kelainan
fisik yang merupakan stigmata kongenital, yang kadang-kadang gambaran stigmata
mengarah kesuatu sindrom penyakit tertentu.
beberapa kelainan fisik dan gejala yang sering disertai retardasi mental(Swaiman, 1989):
1. Kelainan pada mata
2. Kejang
3. Kelainan kulit
4. Kelainan rambut
5. Kepala
6. Perawakan pendek
7. Distonia
Sedangkan gejala dari retardasi mental tergantung dari tipenya, adalah sebagai berikut:
1. Retradasi Mental Ringan
Keterampilan social dan komunikasinya mungkin adekuat dalam tahun-tahun
prasekolah. Tetapi saat anak menjadi lebih besar, deficit koognitif tertentu seperti
kemampuan yang buruk untuk berpikir abstrak dan egosentrik mungkin membedakan
dirinya dari anak lain seusianya.
2. Retradasi Mental Sedang
Keterampilan komunikasi berkembang lebih lambat. Isolasi social dirinya mungkin
dimulai pada usia sekolah dasar. Dapat dideteksi lebih dini jika dibandingkan retradasi
mental ringan.
3. Retradasi Mental Berat
Bicara anak terbatas dan perkembangan motoriknya buruk. Pada usia prasekolah
sudah nyata ada gangguan. Pada usia sekolah mungkin kemampuan bahasanya berkembang.
Jika perkembangan bahasanya buruk, bentuk komunikasi nonverbal dapat berkembang.
4. Retradasi Mental Sangat Berat
Keterampilan komunikasi dan motoriknya sangat terbatas. Pada masa dewasa dapat
terjadi perkembangan bicara dan mampu menolong diri sendiri secara sederhana. Tetapi
seringkali masih membutuhkan perawatan orang lain.
Terdapat ciri klinis lain yang dapat terjadi sendiri atau menjadi bagian dari gangguan
retradasi mental , yaitu hiperakivitas, toleransi frustasi yang rendah, agresi, ketidakstabilan
efektif , perilaku motorik stereotipik berulang, dan perilaku melukai diri sendiri.
F. Penatalaksanaan Medis
Terapi terbaik adalah pencegahan primer, sekunder dan tersier.
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau
menurunkan kondisi yang menyebabkan gangguan. Tindakan tersebut termasuk
pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum,
usaha terus menerus dari profesional bidang kesehatan untuk menjaga dan
memperbaharui kebijakan kesehatan masyarakat , aturan untuk memberikan
pelayanan kesehatan maternal dan anak yang optimal, dan eredekasi gangguan yang
diketahui disertai kerusakan system saraf pusat. Konseling keluarga dan genetic
dapat membantu.
2. pencegahan sekunder
pencegahan sekunder adalah untuk mempersingkat perjalanan penyakit.
3. pencegahan tersier
pencegahan tersier bertujuan untuk menekan kecacatan yang terjadi. Dalam
pelaksanaanya kedua jenis pencegahan ini dilakuakn bersamaan, yang meliputi
pendidikan untuk anak : terapi perilaku, kognitif dan psikodinamika ; pendidikan
keluarga; dan intervensi farmakologi. Pendidikan untuk anak harus merupakan
program yang lengkap dan mencakup latihan keterampilan adaptif, sosialn, dan
kejuruan. Satu hal yang penting dalam mendidik keluarga tentang cara
meningkatkan kopetensi dan harga diri sambil mempertahankan harapan yang
realistic.
Untuk mengatasi perilaku agresif dan melukai diri sendiri dapat digunakan
naltrekson. Untuk gerakan motorik stereotopik dapat dipakai antipsikotik seperti
haloperidol dan klorpromazin. Perilaku kemarahan eksplosif dapat diatasi dengan
penghambat beta seperti propranolol dan buspiron. Adapun untuk gangguan deficit
atensi atau hiperktivitas dapat digunakan metilpenidat.
G. Komplikasi
Menurut Betz, Cecily R (2002) komplikasi retardasi mental adalah :
1. Serebral palsi
2. Gangguan kejang
3. Gangguan kejiwaan
4. Gangguan konsentrasi / hiperaktif
5. Defisit komunikasi
6. Konstipasi (karena penurunan motilitas usus akibat obat-obatan, kurang
mengkonsumsi makanan berserat dan cairan).
H. Insiden
Prevalensi retardasi mental sekitar 1 % dalam satu populasi. Di indonesia 1-3
persen penduduknya menderita kelainan ini.4 Insidennya sulit di ketahui karena
retardasi metal kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan
dimana retardasinya masih dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak
sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali
lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan kromosom
2. Pemeriksaan urin, serum atau titer virus
3. Test diagnostik spt : EEG, CT Scan untuk identifikasi abnormalitas perkembangan
jaringan otak, injury jaringan otak atau trauma yang mengakibatkan perubahan.
J. Pencegahan
1. Imunisasi bagi anak dan ibu sebelum kehamilan
2. Konseling perkawinan
3. Pemeriksaan kehamilan rutin
4. Nutrisi yang baik
5. Persalinan oleh tenaga kesehatan
6. Memperbaiki sanitasi dan gizi keluarga
7. Pendidikan kesehatan mengenai pola hidup sehat
8. Program mengentaskan kemiskinan, dll
A. Asuhan keperawatan
1. Data demografi
a. Identitas Klien
b. Identitas Orang tua
2. Riwayat Kesehatan
Tanda dan gejala :
Mengenali sindrom seperti adanya mikrosepali
Adanya kegagalan perkembangan yang merupakan indicator RM seperti anak
RM berat biasanya mengalami kegagalan perkembangan pada tahun pertama
kehidupannya, terutama psikomotor
RM sedang memperlihatkan penundaan pada kemampuan bahasa dan bicara,
dengan kemampuan motorik normal-lambat, biasanya terjadi pada usia 2-3
tahun
RM ringan biasanya terjadi pada usia sekolah dengan memperlihatkan
kegagalan anak untuk mencapai kinerja yang diharapkan.
Gangguan neurologis yang progresif
Tingkatan/klasifikasi RM (APA dan Kapan; Sadock dan Grebb, 1994)
a. Ringan ( IQ 52-69; umur mental 8-12 tahun)
Karakteristik :
Usia presekolah tidak tampak sebagai anak RM, ttp terlambat dalam
kemampuan berjalan, bicara , makan sendiri, dll
Usia sekolah, dpt melakukan ketrampilan, membaca dan aritmatik, diarahkan
pada kemampuan aktivitas sosial.
Usia dewasa, melakukan ketrampilan sosial dan vokasional, diperbolehkan
menikah tidak dianjurkan memiliki anak. Ketrampilan psikomotor tidak
berpengaruh kecuali koordinasi.
b. Sedang ( IQ 35- 40 hingga 50 - 55; umur mental 3 - 7 tahun)
Karakteristik :
Usia presekolah, kelambatan terlihat pada perkembangan motorik, terutama
bicara, respon saat belajar dan perawatan diri.
Usia sekolah, dapat mempelajari komunikasi sederhana, dasar kesehatan,
perilaku aman, serta ketrampilan mulai sederhana, Tidak ada kemampuan
membaca dan berhitung.
Usia dewasa, melakukan aktivitas latihan tertentu, berpartisipasi dalam
rekreasi, dapat melakukan perjalanan sendiri ke tempat yg dikenal, tidak bisa
membiayai sendiri.
c. Berat ( IQ 20-25 s.d. 35-40; umur mental < 3 tahun)
Karakteristik :
Usia prasekolah kelambatan nyata pada perkembangan motorik,
kemampuan komunikasi sedikit bahkan tidak ada, bisa berespon dalam
perawatan diri tingkat dasar sepeti makan.
Usia sekolah, gangguan spesifik dlm kemampuan berjalan, memahami
sejumlah komunikasi/berespon, membantu bila dilatih sistematis.
Usia dewasa, melakukan kegiatan rutin dan aktivitas berulang, perlu
arahan berkelanjutan dan protektif lingkungan, kemampuan bicara
minimal, meggunakan gerak tubuh.
d. Sangat Berat ( IQ dibawah 20-25; umur mental seperti bayi)
Karakteristik :
Usia prasekolah retardasi mencolok, fungsi. Sensorimotor minimal,
butuh perawatan total.
Usia sekolah, kelambatan nyata di semua area perkembangan,
memperlihatkan respon emosional dasar, ketrampilan latihan kaki,
tangan dan rahang. Butuh pengawas pribadi. Usia mental bayi muda.
Usia dewasa, mungkin bisa berjalan, butuh perawatan total, biasanya
diikuti dengan kelainan fisik.
3. Pemeriksaan fisik :
a. Kepala : Mikro/makrosepali, plagiosepali (bentuk kepala tidak simetris)
b. Rambut : Pusar ganda, rambut jarang/ tidak ada, halus, mudah putus dan cepat
berubah
c. Mata : mikroftalmia, juling, nistagmus, dll
d. Hidung : jembatan/punggung hidung mendatar, ukuran kecil, cuping melengkung
keatas, dll
e. Mulut : bentuk “V” yang terbalik dari bibir atas, langit-langit lebar/ melengkung
tinggi
f. Geligi : odontogenesis yang tidak normal
g. Telinga : keduanya letak rendah; dll
h. Muka : panjang filtrum yang bertambah, hypoplasia
i. Leher : pendek; tidak mempunyai kemampuan gerak sempurna
j. Tangan : jari pendek dan tegap atau panjang kecil meruncing, ibu jari gemuk dan
lebar, klinodaktil, dll
k. Dada & Abdomen : terdapat beberapa putting, buncit, dll
l. Genitalia : mikropenis, testis tidak turun, dll
m. Kaki : jari kaki saling tumpang tindih, panjang & tegap/ panjang kecil meruncing
diujungnya, lebar, besar, gemuk.
4. Pemeriksaan penunjang
5. Pemeriksaan kromosom
6. Pemeriksaan urin, serum atau titer virus
7. Test diagnostic sepetti : EEG, CT Scan untuk identifikasi abnormalitas
perkembangan jaringan otak, injury jaringan otak atau trauma yang mengakibatkan
perubahan.
B. Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d kelainan fungsi Kognitif
2. Kerusakan komunikasi verbal b/d lambatnya keterampilan ekspresi dan resepsi
bahasa.
3. Risiko cedera b/d perilaku agresif/ koordinasi gerak tidak terkontrol
4. Gangguan interaksi sosial b/d kesulitan bicara /kesulitan adaptasi sosial
5. Gangguan proses keluarga b/d memiliki anak RM/
6. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian/ berhias, toileting b/d
ketidakmampuan fisik dan mental/ kurangnya kematangan perkembangan.
C. Rencana Intervensi :
1. Dx : Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d kelainan fungsi Kognitif
Tujuan : pertumbuhan dan perkembangan berjalan sesuai tahapan
Intervensi :
a. Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak
b. Identifikasi dan gunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi perkembangan
anak yang optimal.
c. Berikan aktivitas stimulasi yang sesuai dengan usia
d. Pantau pola pertumbuhan (tinggi badan, berat badan, lingkar kepala dan rujuk ke
ahli gizi untuk mendapatkan intervensi nutrisi)
2. Dx : kerusakan komunikasi verbal b/d lambatnya keterampilan ekspresi dan resepsi
bahasa.
Tujuan : komunikasi terpenuhi sesuai tahap perkembangan anak.
Intervensi :
a. Tingkatkan komunikasi verbal dan stimulasi taktil
b. Berikan intruksi berulang dan sederhana
c. Beri waktu yang cukup untuk berkomunikasi.
d. Dorong komunikasi terus menerus dengan dunia luar contoh Koran, televises,
radio, kalender, jam.
3. Dx : Risiko cedera b/d perilaku agresif/ koordinasi gerak tidak terkontrol
Tujuan : menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor
risiko dan untuk melindungi diri dari cedera.
Intervensi :
a. Berikan posisi yang aman dan nyaman.
b. Manajemen perilaku anak yang sulit
c. Batasi aktifitas yang berlebihan.
d. Ambulasi dengan bantuan ; berikan kamar mandi khusus.
4. Dx : Gangguan interaksi sosial b/d kesulitan bicara /kesulitan adaptasi social
Tujuan : meminimalkan gangguan interaksi social
Intervensi :
a. Bantu anak dalam mengidentifikasi kekuatan pribadi
b. Beri pengetahuan terhadap orang terdekat anak mengenai Retardasi Mental
c. Dorong anak untuk berpartisipasi dalam aktivitas bersama anak-anak dan
keluarga lain
d. Dorong anak mempertahankan hubungan dengan teman-teman
e. Berikan reinforcement positif atas hasil yang dicapai anak
5. Dx : Gangguan proses keluarga b/d memiliki anak RM
Tujuan : keluarga menunjukkan pemahaman tentang penyakit anak dan terapinya
Intervensi :
a. Kaji pemahaman keluarga tentang penyakit anak dan rencana perawatan
b. Tekankan dan jelaskan penjelasan tim kesehatan lain tentang kondisi anak, prosedur
dan terapi yang dianjurkan
c. Gunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan pemahaman keluarga tentang
penyakit dan terapinya
d. Ulangi informasi sesering mungkin
6. Dx : Defisit perawatan diri b/d ketidakmampuan fisik dan mental/ kurangnya
kematangan perkembangan.
Tujuan : melakukan perawatan diri sesuai tingkat usia dan perkembangan anak.
Intervensi :
a. Identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan.
b. Identifikasi kesulitan dalam perawatan diri, seperti keterbatasan gerak fisik,
penurunan kognitif.
c. Dorong anak melakukan perawatan sendiri
d. Pendidikan pada orangtua :
Perkembangan anak untuk tiap tahap usia
Dukung keterlibatan orangtua dalam perawatan anak
Bimbingan antisipasi dan manajemen menghadapi perilaku anak yang sulit
Informasikan sarana pendidikan yang ada dan kelompok, dll
D. Evaluasi
1. Anak berfungsi optimal sesuai tingkatannya.
2. Dapat berkomunikasi dengan baik sesuai usia.
3. Perilaku dan pola hidup anak jauh dari risiko cidera.
4. Anak berpartisipasi dalam aktivitas bersama anak-anak dan keluarga lain.
5. Keluarga menunjukkan pemahaman tentang penyakit anak dan terapinya.
6. Anak melakukan perawatan diri sesuai tingkat usia dan perkembangan
DAFTAR PUSTAKA
Noyes AP, Kolb LC, Modern Clinical Psychiatry Philadelphia, London : W.B. Saunders Co,
1963; pp 275 – 292.
Coleman JC. Abnormal Psychology and Modern Life,Bombay : D.B. Taraporevala Sons &
Co Private Ltd, 1964; pp 519 – 536.
Prasadio T. Gangguan psikiatrik pada anak-anak dengan Retardasi Mental. Disertasi, gelar
doktor dalam Ilmu Kedokteran, UNAIR, Surabaya. 1972.
Robinson HB et al. Mental Retardation Advanced Child Psychiatry, New York: Literature
Seminar 1974. Feb.
Potter HW. The needs of Mentally Retarded Chidren for child Psychiatry services,
Advanced Child Psychiatry. New York Literature Seminar 1974 Feb.
Valente M et al. Etiologic Factors in Mental Retardation A Psychi- atric Annals reprint. New
York : Insight Communications, Inc, 1974 Feb.
Kamera long shot : ke anggota keluarga psien dan dojkter yang sedang
menympaikan hasil pemeriksaan
Close up : rombongan keluarga psien dan dokter yng berdiri di depan ruanan
paien.
Close up : pada pasien dan perawat yang ada di ruangan rawat pasien.
Kamera lomg shot : perawat dan keluarga yang sedang ber komunikasi
Pada pagi hari dokter dan perawat berjalan menuju ke ruangan pasien
dan terlebih dahulu menemui keluarga pasien untuk memberi tahu bahwa
dokter dan perawat akan memeriksa kembali ke adaan pasien.setelah itu dokter
dan perawat masuk ke ruangan pasien.setelah itu dokter komunikasi terlebih
dahulu kpd pasien sebelum melakukan pemeriksaan.setelah itu perawat dan
dokter mulai memeriksa keadaan si pasien.
Cust XI : dokter,perawat
Bahwa keadaan pasien sudah sangat membaik dan sudah dibawak pulang hari
ini. Keluarga pasien yg mendengar itu sangat bahagia,dan dokter memberi
pengetahuan kepada keluarga pasien bagaimana teknik mengatasi pasien jika
pasien mengalami retardasi mental lagi. Setelah keluarga pasien mampu
memahami teknik yg disampaikan dokter tadi keluarga pasien mengucapkan
terimakasih kepada dokter sebagian pihak keluarga mengutus administrasi
sebelum meninggalkan rumah sakit. Dan sebagian pihak keluarga membantu
pasien berkemas kemudian pihak keluarga yg mengurus administrasi tadi
menebus resep obat yg diberikan dokter diapotik rs setelah itu seluruh
keluarga dan pasien meninggalkan rumah sakit untuk kembali kerumah.