Anda di halaman 1dari 23

Nama Kelompok :

Bafy Isza Aunillah 1914201004


Dena Tsabita Busroni 1914201008
Devi Syahfitri 1914201009
Absah Rizky 1914201013
Nindy Aulia 1914201102
Yulia Fatma 1914201040
MIASTENIA GRAVIS
Latar Belakang
Miastenia Gravis merupakan penyakit saraf yang
menyebabkan kelemahan otot. Seseorang yang menderita
penyakit ini akan mengalami masalah gerak tubuh karena
ototnya menjadi lemah. Penyebab terjadi penyakit ini belum
diketahui secara pasti. Seorang perawat perlu memahami
konsep penyakit ini, mulai dari pengertian, penyebab, tanda dan
gejala, komplikasi dan prognosis, patofisiologi, pengobatan
serta pencegahan. Peran utama perawat tidak dalam aspek
pengobatan. Hal tersebut diperlukan agar asuhan keperawatan
yang diberikan tepat sesuai dengan masalah yang dialami
pasien.
DEFENISI

Mistenia gravis merupakan penyakit autoimun, biasanya


mengenai orang berumur 20-40 tahun, dengan progresivitas
kelemahan yang fluktuasi, mengenai terutama otot okular, otot
bulbus, dan otot tungkai proksimal (J. C. E. Underwood, 2000: 906).
Pada penyakit ini terdapat antibodi terhadap reseptor asetilkolin pada
sinaps neuromuskular. Dapat disertai patologi timus, seperti
hiperplasia, atrofi, atau tumor-timoma (Lionel Ginsberg, 2005: 156).
Mistenia gravis juga dikatakan penyakit autoimun dimana
persambungan otot dan saraf (neuromuscular junction) berfungsi
tidak normal, menyebabkan kelemahan otot menahun, kelemahan
progresif dan sporadis, kelemahan abnormal pada otot skeletal, dan
bertambah buruk setelah latihan dan pengulangan gerakan.
ETIOLOGI

Kelainan primer pada miastenia gravis dihubungkan dengan


gangguan transmisi pada neuromuscular junction, yaitu
penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada ujung akson
motor neuron terdapat partikel-partikel globuler yang merupakan
penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada
ujung akson, partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan yang
dapat memindahkan gaya saraf yang kemudian bereaksi dengan
ACh Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini
membuka saluran ion pada membran seraf otot dan menyebabkan
masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan demikian
terjadilah kontraksi otot.
TANDA DAN
GEJALA

Tanda dan gejala yang muncul, yaitu:


1. ptosis fatig.
2. diplopia (persepsi adanya 2 bayangan) dengan keterbatasan
gerak mata.
3. kelemahan wajah yang meliputi ekspresi miastenik dan
kelemahan saat menutup mata.
4. gejala dan tanda bulbar yang meliputi disfagia (dengan
regurgitasi nasal cairan), dan disartria (suara hidung).
5. keterlibatan otot-otot pernapasan (gejala bulbar dan
pernapasan akut yang disebabkan oleh mistenia merupakan
keadaan gawat).
6. kelemahan otot leher dan ekstremitas gerak, memburuk pada
sore atau malam hari dan setelah berolahraga atau fatig abilitas
(Lionel Ginsberg, 2005: 156).
PATOFISIOLOGI

Otot rangka dan otot lurik dipersarafi oleh saraf besar


bermielin yang berasal dari sel konu anterior medula spinalis dan
batang otak. Saraf-saraf ini mengirimkan aksonnya dalam bentuk
saraf-saraf spinal dan kranial menuju ke perifer. Masing-masing
saraf bercabang banyak sekali dan mampu merangsang sekitar
2000 serabut otot rangka, gabungan antara saraf motorik dan
serabut- serabut otot yang dipersarafi dinamakan unit motorik.
Meskipun setiap neuron motorik dipersarafi banyak serabut otot,
tetapi setiap serabut otot dipersarafi oleh hanya satu meuron
motorik (Sylvia dan Wilson, 2001: 999).
Pengobatan
Miastenia gravis dapat diterapi dengan beberapa obat berikut, yaitu:
1. antikolinesterase, misal piridostigmin yang dapat memperbaiki gejala, dan
neostigmin untuk menghancurkan kolinesterase;
2. kortikosteroid, misal prednisolon diperlukan untuk penyakit yang sedang hingga
berat yang tidak responsif terhadap terapi lain;
3. imunosupresi, misal azatioprin, digunakan dalam kombinasi dengan kortikosteroid
untuk kekadaan berat;
4. timektomi jika terdapat timoma, dan pada pasien muda dilakukan pada awal
penyakit untuk mengurangi kebutuhan terapi medikamentosa, dan pada sebagian kecil
pasien untuk mencapai remisi total;
5. pertukaran plasma (plasmaferesis) atau imunoglobulin intravena untuk persiapan
timektomi dan pada penyakit sangat berat (Lionel Ginsberg, 2005: 156).
Pencegahan

Penyebab pasti miastenia gravis belum diketahui, jadi


tindakan pencegahan yang dapat dilakukanpun belum dapat
dipastikan. Pada keadaan miastenia gravis terjadi penurunan
jumlah asetilkolin yang berfungsi sebagai neurotransmitter
sinaps yang disampaikan ke otot. Jadi langkah kecil untuk
mencegah miastenia gravias adalah dengan mempertahankan
jumlah asetilkolin tidak berkurang. Penting juga untuk
menghindari cedera autoimun, karena cedera autoimun dapat
menyebabkan jumlah asetilkolin berkurang.
Pengkajian menurut Gordon, yaitu meliputi:
1. Persepsi kesehatan: pola penatalaksanaan kesehatan,
Perilaku mencari pelayanan kesehatan anak dan orang tua
Pandangan anak terhadap kondisi sakit
2. Nutrisi: Pola makan, Asupan gizi seimbang, Peran orang tua dalam
memberikan makanan seimbang, Rasa sakit ketika makan, Nafsu makan
anak ketika sakit
3. Pola eliminasi: Pola eliminasi defikasi, Pola eliminasi miksi
4. Aktivitas: pola latihan, Pola aktivitas, Kekuatan otot gerak, Pola bermain
5. Tidur: pola istirahat, Pola tidur, Waktu tidur dalam sehari, Gangguan
tidur
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien dengan mistenia
gravis, yaitu:
perubahan pola napas, berhubungan dengan gangguan sistem pernapasan.
gangguan rasa nyaman, berhubungan dengan nyeri tenggorokan saat
batuk.
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan
dengan penurunan keinginan makan;
perubahan pola aktivitas, berhubungan dengan kelemahan otot;
perubahan pola persepsi sensori, berhubungan dengan gangguan nervus II
(optik).
INTERVENSI
No. Diagnosa Intervensi Rasional
1. Dx 1 1. Kaji ulang pola, frekuensi dan 1. Mendapatkan data
kedalaman napas pernapasan yang aktual
2. Atur posisi fowler atau 2. Merperluas ekspansi paru
semifowler sehingga memudahkan
3. Bantu anak melakukan teknik bernapas
napas dalam 3. Membantu menarik
4. Kaji respon anak ( S dan O) oksigen lebih banyak dan
memudahkan bernnapas
5. Elaborasi untuk tindakan
4. Mengetahui keefektifan
oksigenasi
2. Dx 2 1. Kaji intensitas nyeri tenggorokan pasien 1. Mengetahui intensitas nyeri yang
dengan skala nyeri dirasakan pasien
2. Kaji koping pasien terhadap nyerinya 2. Mengetahui apa yang dilakukan
ketika batuk pasien ketika nyeri mulai terasa
3. Ajarkan teknik napas dalam 3. Membantu mencegah batuk yang

4. Ajarkan teknik relaksasi menyebabkan nyeri tenggorokan


4. Membantu pasien beradaptasi
5. Elaborasi dalam pemberian obat batuk
dengan rasa nyerinya
6. Libatkan orang tua
5. Mengobati batuk dan mengurangi
7. Kaji respon pasien (S dan O) rasa nyeri
6. Membantu memantau pasien
dalam minum obat
7. Mengetahui kefektifan tindakan
yang dilakukan
3. Dx 3 1. Kaji kemampuan 1. Mengetahui
mengunyah dan menelan kemampuan dan
2. Pantau asupan nutrisi gangguan menelan
setiap hari 2. Mengetahui
3. Alihkan perhatian pasien pemasukan nutrisi
dari rasa tidak nyaman setiap hari
menelan yang 3. Mencegah pasien
dirasakannya merasakan rasa
4. Pertahankan asupan nyerinya
nutrisi 4. Mempertahankan
asupan
nutri yang cukup dan
4 Dx 4 1. Kaji kekuatan motorik otot 1. Mengetahui kekuatan otot
2. Atur posisi nyaman dan lakukan terutama otot gerak
mobilitas secara teratur setiap 2. Memberikan rasa nyaman
hari pada anak dan melatih
3. Lakukan latihan ROM mobilisasi untuk
menghindari kaku
4. Kaji respon anak (S dan O)
3. Melatih mobilisasi dan
5. Libatkan orang tua dalam menghindari kaku
melakukan latihan 4. Mengetahui keefektifan
6. Pantau perkembangan pola tindakan yang dilakukan
aktivitas anak 5. Membantu anak
melakukan antivitas dan
latihan
6. Mnegetahui
5. Dx 5 1. Kaji adanya gangguan pada 1. Mengetahui gangguan
visual pada mata dan
2. Kaji koping anak terhadap penglihatan
kondisinya 2. Mengetahui tindakan
3. Elaborasi dalam pemberian yang dilakukan untuk
obat menghadapi
4. Kaji respon anak. masalahnya
3. Memberikan obat
untuk mengobati
gangguan visual
4. Mengetahui
keefektifan tindakan
yang dilakukan.
IMPLEMENTASI

No. Diagnosa Intervensi Implementasi


1. Dx 1 1. Kaji ulang pola, frekuensi dan 1. Telah melakukan pemeriksaan
kedalaman napas fisik pada frekuensi , pola dan
2. Atur posisi fowler atau semifowler kedalaman napas
3. Bantu anak melakukan teknik napas 2. Telah diberikan posisi fowler
dalam 3. Telah membantu anak
4. Kaji respon anak ( S dan O) melakukan teknik
5. Elaborasi untuk tindakan napas dalam
6. oksigenasi 4. Telah ditanyakan tanggapan
anak terhadap tindakan dan
mengkaji respon nonverbal
anak
Telah dilakukan pemberian
oksigenasi
2. Dx 2 1. Kaji intensitas nyeri tenggorokan pasien 1. Telah ditanyakan intensitas nyeri
dengan skala nyeri dengan menggunakan skala nyeri
2. Kaji koping pasien terhadap nyerinya ketika 1-10
batuk 2. Telah ditanyakan apa yang
3. Ajarkan teknik napas dalam dilakukan anak ketika nyeri
4. Ajarkan teknik relaksasi terasa
3. Telah diajarkan teknik napas
5. Elaborasi dalam pemberian obat batuk
dalam
6. Libatkan orang tua
4. Telah diajarkan teknik relaksasi
7. Kaji respon pasien (S dan O) 5. Telah dilakukan elaborasi dalam
menentukan pemberian obat
batuk
6. Telah meminta orang tua
memantau anak dalam minum
obat
7. Telah ditanyakan tanggapan
pasien dan dikaji respon
nonverbal pasien
3 Dx 3 1. Kaji kekuatan motorik otot 1. Telah dikaji kekuatan
2. Atur posisi nyaman dan lakukan motorik otot dengan
mobilitas secara teratur setiap hari diperiksa bergerak
3. Lakukan latihan ROM 2. Telah diberikan posisi
nyaman dan latihan bergerak
4. Kaji respon anak (S dan O)
3. Telah dilakukan latihan ROM
5. Libatkan orang tua dalam 4. Telah ditanyakan tanggapan
melakukan latihan dan respon nonverbal anak
6. Pantau perkembangan pola aktivitas 5. Telah meminta orang tua
anak untuk membantu melakukan
latihan
6. Telah dipantau
perkembangan pola
aktivitas anak secara
beekesinambungan.
5. Dx 5 1. Kaji adanya gangguan pada visual 1. Telah dilakukan
2. Kaji koping anak terhadap pemeriksaan mata dan
kondisinya penglihatan
3. Elaborasi dalam pemberian obat 2. Telah ditanyakan pada
4. Kaji respon anak. anak hal yang dilakukan
jika gangguan penglihatan
mulai timbul
3. Telah dilakukan
elaborasi dalam
pemberian obat
4. Telah ditanyakan
tanggapan dan respon
nonverbal anak.
Evaluasi
S: merupakan respon subjektif anak, misal anak sudah tidak
mengeluh sakit di tenggorokan lagi, tidak mengeluh
gangguan penglihatan, dan tidak mengeluh lemah untuk
beraktivitas.
O: merupakan respon objektif anak, misalnya pola, frekuensi
dan kedalaman napas.
A: merupakan analisis masalah pasien, misal masalah
teratasi, teratasi sebagian, timbul masalah baru atau tidak
teratasi.
P: rencana dilanjutkan, dihentikan atau dimodifikasi.
KESIMPULAN
 
Mistenia gravis merupakan penyakit autoimun, biasanya mengenai
orang berumur 20-40 tahun, dengan progresivitas kelemahan yang
fluktuasi, mengenai terutama otot okular, otot bulbus, dan otot
tungkai proksimal. Penyakit ini jarang terjadi. Faktor yang
menyebabkan terjadinya, yaitu karena gangguan neuromuskular
junction. Terjadi penurunan jumlah asetilkolin untuk disampaikan ke
otot dan kelenjar. Tanda dan gejala yang timbul, yaitu ptosis fatig,
diplopia, keterbatasan gerak mata, kelemahan wajah dan kelemahan
saat menutup mata, disfagia, dan disartria, keterlibatan otot-otot
pernapasan, kelemahan otot leher dan ekstremitas gerak.

Anda mungkin juga menyukai