FAKULTAS HUKUM
Nomor 429/SK/BAN-PT/Akred/S/XI/2014
OLEH:
NPM : 2012200021
PEMBIMBING
Penulisan Hukum
2016
PERNYATAAN INTEGRITAS AKADEMIK
Dalam rangka mewujudkan nilai-nilai ideal dan standar mutu akademik yang setinggi-tingginya,
maka Saya, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan yang bertandatangan
dibawah ini :
Dengan ini menyatakan dengan penuh kejujuran dan dengan kesungguhan hati dan pikiran, bahwa
karya ilmiah/ karya penulisan hukum yang berjudul :
adalah sungguh-sungguh merupakan karya ilmiah/ Karya Penulisan Hukum yang telah Saya susun
dan selesaikan atas dasar upaya, kemampuan dan pengetahuan akademik Saya pribadi, dan sekurang-
kurangnya tidak dibuat melalui dan atau mengandung hasil tindakan-tindakan yang :
a. Secara tidak jujur dan secara langsung atau tidak langsung melanggar hak-hak kekayaan
intelektual orang lain, dan atau
b. Dari segi akademik dapat dianggap tidak jujur dan melanggar nilai-nilai integritas akad dan
itikad baik;
Seandainya di kemudian hari ternyata bahwa Saya telah menyalahi dan atau melanggar pernyataan
Saya diatas, maka Saya sanggup menerima akibat-akibat dan atau sanksi-sanksi sesuai dengan
peraturan yang berlaku di lingkungan Universitas Katolik Parahyangan dan atau peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pernyataan ini Saya buat dengan penuh kesadaran dan kesukarelaan, tanpa paksaan dalam bentuk
apapun juga.
i
ABSTRAK
Bencana banjir besar yang terjadi di kawasan Bandung Selatan, tepatnya di daerah
Baleendah, Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung pada tahun 2016 ini merupakan yang paling
parah dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Penyebab bencana banjir di kawasan Bandung
Selatan ini disebabkan beberapa faktor, yakni meluapnya Sungai Citarum, perkembangan
pembangunan di Cekungan Bandung yang semakin pesat setiap tahunnya, dan penataan
ruang yang keliru, menyimpang dan tidak sesuai dengan standart yang ditetapkan dalam
pembangunan di Cekungan Bandung. Khususnya di Kawasan Bandung Utara.
Walaupun bencana banjir ini terjadi di wilayah Kabupaten Bandung, akan tetapi
karena Bandung merupakan satu kesatuan wilayah yang terdiri dari Kota Bandung,
Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung sendiri, seharusnya antar
pemerintah daerah tadi sebagaimana yang disebutkan di atas melakukan sinergi/kerjasama
antar daerah dengan dikoordinasikan oleh pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam rangka
melakukan kegiatan penataan ruang di Bandung Raya untuk bertanggung jawab dalam
menanggulangi bencana banjir Akan tetapi, sinergitas yang diharapkan tidak berjalan sesuai
yang diinginkan dan masing-masing daerah masih mementingkan kepentingan daerah
masing-masing tanpa memperdulikan wilayah lainnya. Hal itu terjadi tidak hanya di
kawasan hilir, tetapi juga terjadi di kawasan hulu, yakni kawasan Bandung Utara yang
terbentang dan masuk ke dalam wilayah administratif dari daerah-daerah yang telah
disebutkan di atas. Padahal, kawasan hulu tersebut perlu mendapatkan perhatian lebih
dikarenakan aspek perencanaan yang dibuat dalam regulasi tidak diikuti dengan
pemanfaatan serta pengendalian yang baik di lapangan. Metode penelitian dalam penelitian
ini ialah yuridis normatif, yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan
kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif dan juga melakukan wawancara
dengan pihak-pihak terkait untuk melihat fakta-fakta di lapangan.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan anugerah-Nya demi kemudahan serta kelancaran bagi penulis sehingga Penulisan Hukum
yang berjudul “IMPLIKASI HUKUM TATA RUANG TERHADAP BENCANA
BANJIR DI KAWASAN BANDUNG SELATAN” ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Adapun Penulisan Hukum ini disusun sebagai salah satu kelengkapan untuk
menyelesaikan Program Pendidikan Sarjana Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Katolik
Parahyangan.
1. Papah (Diar Irwana S.H.) dan Mamah (Yanti Susanti) selaku orang tua penulis yang
selalu memberikan doa dan dukungan yang begitu besar dan tak terhingga serta
membiayai segala hal dalam proses penyelesaian Penulisan Hukum ini. Tanpa doa
dan dukungan mereka, Penulis tidak dapat menyelesaikan Penulisan Hukum ini tepat
waktu. Oleh karena itu, Penulis mendedikasikan Penulisan Hukum ini kepada mereka;
2. Riska Fathia selaku adik Penulis yang senantiasa menjadi adik yang baik dan selalu
memberi semangat kepada Penulis untuk menyelesaikan Penulisan Hukum ini;
3. Dhena Febriana, yang selalu memberikan semangat, perhatian serta doa kepada
penulis untuk menyelesaikan Penulisan Hukum ini. Terimakasih telah menemani
penulis pada masa-masa sulit dan juga menyenangkan, dimulai dari masa SMA
hingga akhirnya Penulis dapat menyelesaikan studi perkuliahan di Fakultas Hukum
Universitas Katolik Parahyangan;
4. Bapak Prof. Dr. Asep Warlan Yusuf, S.H, M.H. selaku dosen pembimbing Penulisan
Hukum Penulis yang telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya untuk
memberikan arahan, masukan dan senantiasa membimbing dan membantu Penulis
dari awal pengerjaan Penulisan Hukum ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik;
5. Bapak Dr. Tristam Pascal Moeliono, S.H., M.H., LL.M selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Katolik Parahyangan;
iii
6. Ibu Feby Ivalerina Kartikasari, SH.,LL.M selaku dosen wali dan dosen pembimbing
proposal Penulisan Hukum yang telah membantu penulis untuk mengarahkan dari
awal konsep serta ide dalam proposal pengajuan Penulisan Hukum hingga pada
akhirnya penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum ini. Terimakasih atas
bimbingan, arahan, serta masukan selama penulis menjalani studi di Fakultas Hukum
ini;
7. Ibu Dr. W. M. Herry Susilowati, S.H., M.Hum. selaku dosen penguji Penulisan
Hukum yang telah memberikan arahan saran, serta masukkan kepada Penulis selama
sidang berlangsung;
10. Aditya Bima Shakti, Syahran Haffiyan, Dony Erlangga, dan Muhammad Rizki selaku
sahabat penulis yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam penyelesaian
Penulisan Hukum ini;
11. Teman-teman Penulis di Fakultas Hukum, Agung Aswin, Ignatius Adi, Danuja
Windraya, Prayogo Adiarto, Albert “Orick” Tawarikh, Dwiki Kristantio, Chrisman
Antonius, Tegar Algamar, Ananda Anggia Ramadhan, Aditya Hilmawan, Gabriel
Jesse, Fransiskus Sinurat, Jody Sumampouw, Azka Fadhillah, Astra Hansel, Bryan
Ganda, Pande, Vito, Gusti, Hendrikus, Robin, Dwi Estu, Tantri dan teman-teman
lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih telah menjadi teman-
teman yang baik dan menyenangkan selama penulis menjalani studi di Fakultas
Hukum ini;
iv
13. Teman-teman Fakultas Hukum angkatan 2012 yang namannya tidak dapat disebutkan
satu persatu;
14. Staff tata usaha serta pekarya Fakultas Hukum yang telah membantu penulis selama
menjalani studi di Fakultas Hukum ini;
15. Seluruh pihak yang secara langsung atau tidak langsung telah membantu penulis
dalam pengerjaan Penulisan Hukum ini.
Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum yang penulis selesaikan ini masih jauh
dari kata sempurna dan masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, Penulis dengan
senang hati bersedia menerima kritik, saran, serta masukan dari pihak pembaca untuk
perbaikan skripsi ini. Besar harapan penulis bahwa Penulisan Hukum ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK.................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN………………………………………………………… . 1
BAB II
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAHAN, PERIZINAN
DAN ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG
BAIK ……………………………………………….................................... 15
BAB III
PERATURAN DAERAH MENGENAI RENCANA PEMBANGUNAN
JANGKA PANJANG DAN MENENGAH SERTA RENCANA
TATA RUANG DAN WILAYAH YANG DIBUAT PEMERINTAH
vi
PROVINSI JAWA BARAT DAN KABUPATEN/KOTA
DI WILAYAH BANDUNG RAYA TERKAIT
PERMASALAHAN BANJIR ……………………………………………… 40
vii
Bandung Barat ....................................................................................... 85
3.6.2 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Barat..................... 87
3.6.3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten
Bandung Barat ...................................................................................... 89
BAB IV
ANALISIS IMPLIKASI HUKUM TATA RUANG TERHADAP
BENCANA BANJIR DI KAWASAN BANDUNG SELATAN.................... 92
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................ 117
viii
BAB I
PENDAHULUAN
Bagaimana tidak, dengan curah hujan yang tinggi, Bencana ini seolah
menjadi masalah klasik yang sulit diantisipasi. Akibatnya sebagian warga harus
rela mengungsi dari tempat tinggalnya, dan sebagian lagi memilih bertahan.2
Tercatat sekitar 35.000 rumah di Kecamatan Dayeuhkolot, Baleendah, dan
Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat yang termasuk kawasan Bandung
Selatan, terendam banjir luapan Sungai Citarum.3 Hal tersebut dapat disebabkan
oleh semakin pesatnya pembangunan di Bandung Selatan dimana Kecamatan
Baleendah dan Dayeuhkolot merupakan salah satu pusat kegiatan industri dan
memiliki peranan penting bagi pendapatan Kabupaten Bandung.4 Banjir
1
Kukuh Saokani, Warga Kabupaten Bandung: Ini Banjir Terparah Sejak Saya Tinggal,
http://regional.liputan6.com/read/2458227/warga-kabupaten-bandung-ini-banjir- terparah-sejak-
saya-tinggal. Diakses pada tanggal 31 Mei 2016 Pukul 16.17 WIB.
2
Tersedia di
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/03/160313_indonesia_banjir_jawabarat.
Diakses pada tanggal 31 Mei 2016 Pukul 16.12 WIB.
3
Tersedia di
http://regional.kompas.com/read/2016/03/13/14044831/Banjir.di.Kabupaten.Bandung.Terparah.d
alam.10.Tahun.Terakhir. Diakses pada tanggal 30 Mei 2016 Pukul 15.42 WIB.
4
Data yang ada di Badan Penanaman Modal dan Perijinan (BPMP) Kabupaten Bandung
menunjukan, sampai tahun 2009 jumlah usaha industri tercatat 776 buah. Sedangkan
1
merupakan bencana yang lumrah terjadi di Baleendah dan Dayeuhkolot karena
secara geografi merupakan daerah Daerah pelepasan air tanah Kabupaten
Bandung.5 Namun, semakin lama area yang terendam banjir semakin meluas dan
menyebabkan kerugian yang besar, diantaranya membuat aktivitas masyarakat
terganggu, kerusakan bangunan, munculnya wabah penyakit, dan terhambatnya
kegiatan ekonomi.
pertumbuhan industri mulai tahun 2000 s/d 2009 rata-rata mencapai 1,47 %. Adapun wilayah
yang sangat potensial dalam perkembangan industri, masing-masing Kecamatan Majalaya
sebanyak 109 buah, Margaasih 106 buah, Katapang 105 buah, Margahayu 78 buah, dan
Kecamatan dayeuhkolot 77 buah.
5
Wilayah Geografis Kabupaten Bandung dalam http://www.bandungkab.go.id/arsip/2359/aspek-
geografi. Diakses pada tanggal 31 Mei 2016 Pukul 16.46 WIB.
6
Dadan Ramdan, EKSPANSI BISNIS PROPERTI DAN KRISIS SOSIO-EKOLOGIS DI CEKUNGAN
BANDUNG, dalam jurnal di situs daring
https://www.academia.edu/19187182/Derita_Sosial_Ekologis_Cekungan_Bandung. Diakses
pada tanggal 31 Mei 2016 Pukul 16.38 WIB.
7
Dony Iqbal, Banjir, Masalah Klasik Di Bandung Raya. Apa Solusinya?,
http://www.mongabay.co.id/tag/tata-ruang/. Diakses pada tanggal 30 Mei 2016 Pukul 14.48
WIB.
2
daerah resapan air, menyebabkan persoalan di cekungan Bandung sulit teratasi
sehingga cakupan banjir di cekungan Bandung setiap tahun semakin meluas.8
Daerah Baleendah dan Dayeuhkolot yang merupakan daerah cekungan Bandung
yang dilewati oleh aliran sungai citarum terkena dampak dari rusaknya daerah
resapan air tersebut. Ditambah dengan beralih fungsi nya lahan di daerah Bandung
Selatan dan pembangunan di Kawasan Bandung Utara (selanjutnya disingkat
KBU).
8
Id.
9
Tersedia di http://www.rakyat.win/2016/05/soal-banjir-yang-melanda-bandung.html. Diakses
pada Tanggal 15 Agustus 2016 pukul 16.00 WIB.
10
Novianti Nurullilah, KOLOM BERITA, Lima Daerah Saling Tukas, PIKIRAN RAKYAT, 2
November, 2016, pada 1.
3
di Sungai Citarum yang sudah melebihi kapasitas dan berakibat pada bencana
banjir di Bandung Selatan. Lebih lanjut, beliau mempertanyakan keberadaan tol
air di Kota Bandung mengenai pembuangan air genangan banjir. Apakah memang
air yang tertampung untuk menangani banjir di Kota Bandung dibuang ke sungai
Citarum atau tidak. Apabila dibuang kembali ke sungai Citarum, tol air yang
dipergunakan ini pasti akan berdampak lebih lanjut kepada Kecamatan Baleendah
dan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung dan membuat genangan air di 2 kawasan
tersebut menjadi semakin tinggi.
11
Asep Warlan Yusuf, Kedudukan Hukum dalam Upaya Penanggulangan Banjir di Wilayah
Kabupaten Bandung dan Sekitarnya dalam http://lbhpengayoman.unpar.ac.id/notulensi-siaran-
radio-13-april-2016-kedudukan-hukum-dalam-upaya-penanggulangan-banjir-di-wilayah-
kabupaten-bandung-dan-sekitarnya/. Diakses pada tanggal 30 Mei 2016 Pukul 15.06 WIB.
4
21 kecamatan, 89 kelurahan, dan 16 desa. Luas KBU adalah kurang lebih
38.543,33 Ha12 dan terdapat Peraturan Daerah (selanjutnya disingkat PERDA)
Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengendalian Pemanfaatan
Ruang Kawasan Bandung Utara (selanjutnya disingkat KBU) yang beberapa
waktu ini disempurnakan kembali karena sebagaimana diakui Wakil Gubernur
Jawa Barat, Deddy Mizwar mengatakan kelemahan dari PERDA ini ialah tidak
bisa mengendalikan pembangunan KBU yang diplot sebagai daerah resapan bagi
Bandung Raya.13
Keadaan KBU sendiri pada saat ini mengalami pembangunan yang sangat
pesat dari sisi ekonomi sangatlah menguntungkan. Akan tetapi, terlepas dari
pesatnya pembangunan di kawasan tersebut, wilayah KBU merupakan Kawasan
Lindung dan Kawasan Budidaya dalam konsep penataan ruang wilayah Bandung
Raya yang harus dijaga keutuhan dan kelestariannya karena sebagai daerah hulu,
keberadaanya sangat penting. Apabila terjadi kerusakan atau pembangunan di
tempat yang rentan, hal ini akan menyebabkan bencana alam. Beberapa
pembangunan di KBU ditengarai tidak berizin/ilegal, seperti kasus pembangunan
hotel D’Areuy, di Desa Cikoneng, Kabupaten Bandung yang dibangun tanpa
dilengkapi izin mendirikan bangunan (IMB) yang dikeluarkan Pemerintah
Kabupaten Bandung14, dan juga rencana pembangunan apartemen di wilayah
Jalan Bangbayang Selatan, termasuk pembangunan perumahan di sekitar
Pasirimpun yang dampaknya dapat merusak lingkungan sekitar.15 Selain itu,
kerusakan yang dialami yaitu tiadanya pohon-pohon pelindung karena lahannya
beralih fungsi menjadi lahan perumahan mewah, dan perkebunan. Beralihnya
fungsi lahan juga disebabkan mudahnya perizinan untuk mendirikan
12
Tersedia di http://diskimrum.jabarprov.go.id/kbu/. Diakses pada tanggal 15 Agustus 2016 Pukul
19.47.
13
Ahmad Fikri, Revisi Perda, Jawa Barat Perketat Pembangunan Bandung Utara,
http://nasional.tempo.co/read/news/2015/12/05/058725106/revisi-perda-jawa-barat-perketat-
pembangunan-bandung-utara. Diakses pada tanggal 1 Agustus 2016 Pukul 13.27 WIB.
14
Tersedia di http://jabar.pojoksatu.id/bandung/2016/05/21/pemprov-jabar-kesulitan-data-
bangunan-kawasan-bandung-utara/ Diakses pada tanggal 1 Agustus 2016 Pukul 13.30 WIB.
15
Tersedia di http://dishut.jabarprov.go.id/?mod=detilBerita&idMenuKiri=&idBerita=3707.
Diakses pada tanggal 5 September 2016 pukul 16.08 WIB.
5
bangunan atau perumahan. Ataupula munculnya perumahan yang tidak
memperoleh izin terutama ketiadaan analisi dampak lingkungannya (AMDAL).16
Keberadaan suatu rencana tata ruang suatu wilayah, baik provinsi maupun
kabupaten/kota merupakan bagian dari rencana tata ruang nasional, provinsi
dalam bentuk satu kesatuan. Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
Tentang Penataan ruang, Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam
penataan ruang terdapat dalam ketentuan pasal 11 ayat (1) sampai dengan ayat (6).
Dan untuk merencanakan pembangunan penataan ruang di masing-masing
wilayah kewenangannya dan juga mengacu kepada PERDA KBU tadi,
pemerintah-pemerintah kabupaten/kota di kawasan Bandung Raya membuat
beberapa pengaturan mengenai perencanaan ruang dan wilayahnya. Seperti
Pemerintah Kabupaten Bandung (PERDA nomor 3 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Bandung), Kota Bandung (PERDA Nomor
10 Tahun 2015 Tentang Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi Kota
Bandung Tahun 2015 – 2035), Kabupaten Bandung Barat (PERDA Nomor 2
Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Barat
Tahun 2009-2029 ) dan Kota Cimahi (PERDA Nomor 4 tahun 2013 tentang
Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Cimahi).
16
Tersedia di http://jabarprov.go.id/index.php/artikel/detail_artikel/93/2014/03/11/Nasib-
Kawasan-Bandung-Utara. Diakses pada tanggal 15 Agustus 2016 Pukul 16.49 WIB.
17
JUNIARSO RIDWAN DAN ACHMAD SODIK, HUKUM TATA RUANG DALAM KONSEP KEBIJAKAN
OTONOMI DAERAH 86 ( Nuansa, Bandung, 2011 ).
6
juga terdapat pengaturan untuk melestarikan kawasan Bandung Utara di masing-
masing wilayah yang termasuk ke dalam wilayah administratifnya. Hal-hal yang
telah disebutkan di atas merupakan tujuan yang ingin diwujudkan oleh masing-
masing pemerintah yang juga tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah (RPJPD), dan juga Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD).
7
sama melakukan tindakan pencegahan, penertiban di KBU sebagai daerah hulu
karena pembangunan-pembangunan yang terjadi di kawasan tersebut, baik berizin
apalagi tidak berizin harus ditekan semaksimal mungkin karena kawasan tersebut
apabila tidak dirawat, maka akan terjadi bencana alam sebagaimana bencana alam
banjir di Bandung selatan.
20
Tersedia di http://www.soreangonline.com/2016/03/14/banjir-di-baleendah-dayeuhkolot-dan-
bojongsoang-kab-bandung-terparah.html. Diakses pada tanggal 30 Mei 2016 Pukul 15.40 WIB.
21
ERNAN RUSTIADI, SUNSUN SAEFULHAKIM, DAN DYAH R.PANUJU, PERENCANAAN DAN
PENGEMBANGAN WILAYAH 428 (Crestpent Press dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011).
8
Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah
Bandung Raya, dan berbagai macam pembangunan di kawasan Bandung Utara
yang menyebabkan rusaknya daerah hulu sehingga berdampak kepada daerah
hilir, utamanya ialah daerah Bandung Selatan.
9
Raya telah efektif untuk mencegah terjadinya bencana banjir di Bandung
Selatan serta dikaitakan juga dengan peraturan mengenai kawasan
Bandung utara sebagai kawasan hulu yang menyebabkan banjir di
kawasan hilir, yakni Bandung selatan.
10
1.5 Metode Penelitian
22
JOHNNY IBRAHIM, TEORI DAN METODOLOGI PENELITIAN HUKUM NORMATIF 295 (Bayumedia
Publishing, Malang, 2013).
23
Penelitian yuridis normatif juga bisa disebut sebagai peneltian hukum doktrinal. AMIRUDDIN &
ZAINAL ASIKIN, PENGANTAR METODE PENELITIAN HUKUM 118 (Rajawali Press, Jakarta, 2014).
24
LIONA NANANG SUPRIATNA, METODE PENELITIAN DAN PENULISAN HUKUM 13 ( Agustus 2009)
(Diktat Kuliah yang tidak diterbitkan, terdapat pada Fakultas Hukum Universitas Katolik
Parahyangan)
25
SOERJONO SOEKANTO & SRI MAMUDJI, PENELITIAN HUKUM NORMATIF: SUATU TINJAUAN
SINGKAT 12 (Rajawali Press, Jakarta, 2014).
11
Bahan Hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat berupa
peraturan-peraturan tertulis yang memiliki kerterkaitan kepada masalah yang akan
diteliti. Bahan hukum sekunder (rancangan undang-undang, hasil penelitian, karya
para sarjana) dan bahan hukum tersier (kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif)
adalah bahan-bahan yang dapat membantu memberikan penjelasan lebih
mendalam atas bahan hukum primer.26
Data yang digunakan dalam karya penulisan ini adalah data primer, data
sekunder, dan data tersier. Dalam penulisan ini, terdapat beberapa sumber
kepustakaan yang digunakan, yaitu:
26
Id., pada 13.
12
Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Bandung, Kota Bandung,
Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat yang
termasuk ke dalam wilayah Bandung Raya.
Dalam penulisan hukum ini akan dibagi ke dalam lima bab. Antara bab
satu dengan yang lainnya merupakan kesatuan yang utuh dan saling berkaitan.
13
Masing-masing bab terbagi dalam beberapa sub bab. Gambaran isi dari masing-
masing bab adalah sebagai berikut:
Bab I, Bab ini berisi uraian tentang latar belakang masalah yang mendasari
pentingnya diadakan penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, metode penulisan yang digunakan, serta sistematika penulisan.
Bab II, Dalam bab ini, penulis akan menjabarkan mengenai beberapa teori dari
tanggung jawab pemerintah berdasarkan data-data dari sumber hukum primer.
Selain itu, dalam bab ini akan dijabarkan mengenai teori perizinan dan Asas-Asas
Umum Pemerintahan Yang Baik beserta sejarah terbentuknya, serta macam-
macam bentuknya.
Bab III, Dalam bab ini, penulis akan membahas mengenai bagaimana instrumen-
instrumen hukum yang ada dan dibuat mengenai penataan ruang telah terdapat
komitmen, orientasi, konsekuensi, kepedulian serta mengakomodir penanganan
bencana banjir di kawasan Bandung Selatan yang dilakukan oleh pemerintah
provinsi Jawa Barat dan Kabupaten/Kota di wilayah Bandung Raya.
Bab IV, Dalam bab ini penulis akan membahas lebih lanjut tentang bentuk
tanggung jawab pemerintah dikaitkan dengan asas-asas umum pemerintahan yang
baik, serta keefektifan penerapan PERDA-PERDA mengenai perencanaan tata
ruang dan wilayah dan bagaimana bentuk tanggung jawab Pemerintah dalam
menangani permasalahan bencana banjir dikaitkan dengan Asas-Asas Umum
Pemerintahan Yang Baik.
Bab V, Dalam bab ini penulis akan memberi kesimpulan dan saran singkat
terhadap permasalahan yang dibahas.
14
BAB II
27
WJS. POERWADARMINTA, KAMUS UMUM BAHASA INDONESIA. 1014. (Balai Pustaka, Jakarta,
2003)
28
RIDWAN H.R., HUKUM ADMINISTRASI NEGARA, 335 ( RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006).
29
HENRY CAMPBELL BLACK, BLACK’S LAW DICTIONARY. 823 ( West Publishing Co, 1979)
15
ancaman, kejahatan, biaya, atau beban; kondisi yang menciptakan tugas untuk
melaksanakan undang-undang dengan segera atau pada masa yang akan datang).
30
Id., pada 1180
31
RIDWAN H.R., supra catatan no. 28, pada 338.
16
perbuatannya, dan ia dapat dituntut untuk melaksanakan secara layak apa yang
diwajibkan kepadanya.32
32
ARIFIN P. SOERIATMADJA, MEKANISME PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN NEGARA. 45
(Gramedia, Jakarta, 1986)
33
Mustamu Julista, DISKRESI DAN TANGGUNG JAWAB ADMINISTRASI
PEMERINTAHAN, 6 (April-Juni 2011) ( jurnal hukum Sasi Vol. 17 No. 2 yang dipublikasikan,
17
yang melekat pada jabatan ini dijalankan oleh manusia (natuurlijke persoon),
yang bertindak selaku wakil jabatan dan disebut pemangku jabatan atau pejabat.
Setiap penggunaan wewenang oleh pejabat selalu disertai dengan tanggung jawab,
sesuai dengan prinsip “deen bevoegdheid zonder verantwoordenlijkheid” (tidak
ada kewenangan tanpa pertanggungjawaban). Karena wewenang itu melekat pada
jabatan, namun dalam implementasinya dijalankan oleh manusia selaku wakil atau
fungsionaris jabatan, maka siapa yang harus memikul tanggung jawab hukum
ketika terjadi penyimpangan harus dilihat secara kasuistik karena tanggung jawab
itu dapat berupa tanggung jawab jabatan dan dapat pula berupa tanggung jawab
dan tanggung gugat pribadi.34
18
Tanggung jawab pemerintah kepada masyarakat yang dirugikan karena
lalainya pemerintah dalam menangani permasalahan yang ada akibat dari
kebijakannya dianut oleh setiap negara berdasarkan atas hukum yang mana sesuai
dengan salah satu prinsip negara hukum, yakni asas legalitas. Asas ini
mengandung makna bahwa tindakan hukum pemerintah harus berdasarkan pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku atau setiap tindakan hukum yang
dilakukan pemerintah harus berdasarkan kepada kewenangan yang diberikan oleh
perundang-undangan.36 Setiap tindakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah
sebagaimana yang ditegaskan dalam suatu peraturan perundang-undangan
mengandung makna penggunaan kewenangan, dimana di dalamnya terdapat
adanya kewajiban pertanggungjawaban atas tindakan yang telah diambil oleh
pemerintah.
36
Id, pada 357.
37
Id, pada 359.
19
Manusia sebagai subjek hukum dan memiliki jabatan dalam pemerintahan
yang berwenang untuk mengeluarkan suatu kebijakan sebagaimana telah
disebutkan dalam paragraf di atas memiliki tanggung jawab dalam wewenangnya
di pemerintahan, dimana tanggung jawab pemerintah ini terbagi menjadi 2 (dua),
yakni tanggung jawab jabatan dan pribadi. Jadi, telah jelas bahwa setiap
penggunaan kewenangan yang dilakukan oleh pemerintah pasti terkandung
pertanggung jawaban. Akan tetapi, harus secara jelas dikatakan bahwa bagaimana
setiap orang yang bekerja dalam pemerintahan memperoleh cara-cara untuk
melaksanakan kewenangan pemerintah, karena dengan seseorang memiliki
kewenangan, maka otomatis akan memikul tanggung jawab hukum.
38
Mustamu Julista. supra catatan no.33, pada 7
20
tindakan hukum pemerintahan yang dilakukan oleh pejabat untuk dan atas
nama jabatan (ambtshalve). Menurut F.R. Bothlingk, baik wakil maupun
yang diwakili adalah pelaku, namun tidak berarti bahwa keduanya
mempunyai tanggung jawab. Berkenan dengan perbuatan hukum,
jawabannya jelas. Meskipun kewenangan itu melekat pada jabatan yang
membawa konsekuensi melekatnya tanggung jawab pada jabatan yang
bersangkutan, namun dapat saja dalam pelaksanaan kewenangan itu
tanggung jawabnya dibebankan kepada pribadi (in persoon) pejabat.
39
UNDANG UNDANG R.I., No 37 Tahun 2008, OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA, .L.N.R.I Tahun
2008 No. 139, Pasal 1 angka 3.
21
persekongkolan, kolusi dan nepotisme, bertindak tidak adil, nyata-nyata
berpihak, pemalsuan, pelanggaran undang-undang, perbuatan melawan
hukum, diluar kompetensi, tidak kompeten, intervensi, penyimpangan
prosedur, bertindak sewenang-wenang, penyalahgunaan wewenang,
bertindak tidak layak/tidak patut, permintaan imbalan uang/korupsi,
penguasaan tanpa hak, dan penggelapan barang bukti.40 Secara ringkas
dapat dikatakan bahwa setiap penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
didalamnya terdapat unsur maladministrasi dan merugikan warga Negara,
tanggung jawab dan tanggung gugatnya dibebankan kepada pribadi orang
yang melakukan tindakan maladministrasi tersebut.
40
Mustamu Julista. supra catatan no.33, pada 8
41
UNDANG UNDANG R.I., No 26 Tahun 2007, PENATAAN RUANG, .L.N.R.I Tahun 2008 No. 68,
Pasal 7 ayat (1) dan (2)
42
ASEP WARLAN YUSUF, DALAM MATA KULIAH HUKUM TATA RUANG DI FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN. Pada tanggal 23 September 2016
22
urusan pemerintahan dalam penataan ruang disebut juga
bestuursbevoegheids.
43
UNDANG UNDANG R.I., No 26 Tahun 2007, PENATAAN RUANG, L.N.R.I Tahun 2008 No. 68,
Penjelasan Pasal 2 huruf f.
44
ASEP WARLAN YUSUF, Infra catatan no. 42
23
pemerintah harus melakukan pertanggungjawaban hukum atas
Responsibility yang telah diberikan kepada pemerintah selaku pemilik
kekuasaan tertinggi dalam suatu wilayah.
24
kepada masyarakat yang dirugikan. Sebelum membahas lebih mendalam,
alangkah baiknya penulis dalam kaitannya dengan penelitian yang sedang
dilakukan membahas singkat mengenai landasan teori perizinan yang dikeluarkan
oleh Pemerintah, baik Pusat, maupun daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.
2.2. Perizinan
Dari berbagai bentuk perizinan yang ada, penulis akan memfokuskan pada
teori mengenai perizinan yang dikeluarkan dalam suatu pembangunan yang
dilakukan di berbagai daerah dimaksudkan untuk memberikan kontribusi positif
bagi kegiatan perekonomian di suatu wilayah, terutama dalam hal pendapatan
daerah dan investasi. Izin juga dimaksudkan agar dapat menciptakan kondisi yang
aman dan tertib agar setiap kegiatan yang dilakukan atas izin dari pemerintah
sesuai dengan peruntukkannya. Tujuan dari perizinan bagi pemerintah juga
seringkali dikaitkan dengan pendapatan daerah. Ateng Syafrudin mengatakan
bahwa izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan.48 Izin dapat dikatakan
45
RIDWAN H.R., supra catatan no. 28 sebagaimana dikutip dari SJAHRAN BASAH, PENCABUTAN
IZIN SALAH SATU SANKSI HUKUM ADMNISTRASI, MAKALAH YANG DIPUBLIKASIKAN PADA
PENATARAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DAN LINGKUNGAN DI FAKULTAS HUKUM UNAIR,
SURABAYA. 1-2 ( UNAIR PRESS, 1995) pada 205.
46
JUNIARSO RIDWAN DAN ACHMAD SODIK, supra catatan no.17 Pada 105.
47
Id.
48
JUNIARSO RIDWAN DAN ACHMAD SODIK, supra catatan no.17 Sebagaimana dikutip dari ATENG
SYAFRUDIN, PERIZINAN UNTUK KEGIATAN TERTENTU. DALAM MAJALAH HUKUM MEDIA
25
sebagai perangkat hukum administrasi yang digunakan oleh pemerintah untuk
mengendalikan warganya. Izin juga merupakan suatu persetujuan dari penguasa
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan peraturan pemerintah, yang
dalam suatu keadaan tertentu menyimpang dari peraturan perundang-undangan.
Izin pada dasarnya memuat tentang larangan, persetujuan yang merupakan dasar
pengecualian. Pengecualian tersebut harus diberikan oleh undang-undang untuk
menunjukan legalitas sebagai suatu ciri negara hukum yang demokratis.49 Izin
sebagai suatu instrumen yang dikeluarkan oleh pemerintah dan diterapkan oleh
pejabat negara. Oleh karena itu, izin merupakan instrumen pengendalian dan alat
pemerintah untuk mencapai apa yang menjadi sasarannya. Suatu izin yang
dikeluarkan oleh pemerintah merupakan wewenang dari pejabat yang
mengeluarkan izin tersebut untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan dan
pejabat tersebut memiliki kewajiban apabila timbul permasalahan dari izin yang
dikeluarkan tersebut. Izin memiliki sifat-sifat seperti:50
a. Konkret, artinya obyek yang diputuskan dalam tata usaha negara itu tidak
abstrak, akan tetapi berwujud dan ditentukan;
b. Individual, artinya izin ditujukkan dan disebutkan secara jelas kepada
siapa izin tersebut diberikan; dan
c. Final, artinya seseorang telah mempunyai hak untuk melakukan suatu
perbuatan hukum sesuai dengan isinya yang secara definitif dapat
menimbulkan akibat hukum tertentu.
Izin yang dikeluarkan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah provinsi
dan Kabupaten/Kota ialah untuk menciptakan suatu kondisi yang aman, nyaman,
26
dan tertib dan agar sesuai dengan peruntukkan, pemanfaatan, dan agar lebih
berdaya guna dan berhasil guna dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan
pelaksanaan pembangunan di suatu wilayah. Izin juga merupakan suatu instrumen
yang penting dalam pelaksanaan pembangunan untuk mencapai beberapa tujuan
tertentu yang sangat penting keberadaannya dalam rangka pelaksanaan
pembangunan seperti yang dimaksud di atas, yakni adanya suatu kepastian
hukum, perlindungan kepentingan umum, pencegahan kerusakan atau pencemaran
lingkungan, dan pemerataan distribusi barang tertentu.52
52
Id. Pada 108.
53
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA 60 (Balai
Pustaka, Jakarta, 1999)
27
umum pemerintahan yang baik akan lebih baik apabila penulis memaparkan
terlebih dahulu secara singkat mengenai perkembangan zaman terbentuk nya asas-
asas umum pemerintahan yang baik yang disadur dari beberapa literatur.
54
RIDWAN H.R., supra catatan no. 28, pada 241.
55
HOTMA P. SIBUEA, ASAS NEGARA HUKUM DAN ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK.
151 (Erlangga, Bandung, 2010).
28
yang baik (good governance).56 AAUPB ini bukan merupakan suatu norma-norma
hukum, akan tetapi merupakan etika penyelenggara pemerintahan. Menurut
pendapat Ateng Syarifuddin, asas-asas umum pemerintahan yang layak (atau
baik) berlaku sebagai tendensi-tendensi etik yang menjadi dasar hukum bagi tata
usaha negara baik yang tertulis maupun tidak tertulis, termasuk praktik
pemerintahan.57 Jadi, AAUPB tidak memiliki kemampuan memaksa yang
mengikat yang kuat seperti norma hukum karena lebih menitikberatkan kepada
etika penyelenggaraan negara dan etika tidak ditegakkan oleh kekuasaan negara.
Meskipun AAUPB hanya bersifat normatif secara etika, asas-asas ini tetap
dapat berfungsi sebagai pedoman yang penting bagi pemerintah untuk
menetapkan suatu kebijakan yang akan diberlakukan di masyarakat. Maka dari
itu, AAUPB akan dipakai sebagai pedoman dan penuntun bagi pemerintah agar
pemerintah tidak melakukan tindakan yang dapat menimbulkan kerugian bagi
masyarakat.58 AAUPB akan berfungsi sebagai pedoman dan penuntun bagi
pemerintah untuk menerapkan kebijakan agar ketika kebijakan tersebut
diterapkan, tidak bertentangan dengan AAUPB. Selanjutnya, perkembangan
zaman menuntut pemerintah untuk memperhatikan aspek kepastian hukum dalam
penyelenggaraan pemerintahan demi ketentraman dan ketertiban kehidupan
masyarakat. Kedua aspek ini menjadi bagian aspek pelayanan pemerintahan
terhadap anggota masyarakat. Maka dari itu, pelayanan penyelenggaraan
pemerintah adalah penyelenggaraan yang bersifat taat (konsisten) dimana sifat ini
haruslah memegang peranan penting dalam penyelengaraan pemerintahan.59
56
Id
57
Id, sebagaimana dikutip dari ATENG SYARIFUDDIN, ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG
LAYAK BAGI PENGABDIAN KEPALA DAERAH, dalam Paulus Efendi Lotulung, HIMPUNAN ASAS-
ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK. (Citra Aditya Bakti, Bandung).
58
Id, pada 152.
59
Id
29
pemerintahan.60 Perkembangan ini membuat suatu tindakan pemerintah dalam
AAUPB tidak hanya menitikberatkan kepada suatu etika sebagai pedoman dan
penuntun dalam penyelenggaraan negara, melainkan juga menitikberatkan kepada
kebijakan yang bersifat taat atau konsisten. Di Indonesia sendiri, prinsip AAUPB
ini telah dituangkan ke dalam hukum positif, yakni diatur dalam Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dimana salah satu isi
undang-undang tersebut berisi tentang bagaimana penyelenggara pemerintahan
menerapkan AAUPB.
60
Id, pada 153.
61
RIDWAN H.R., supra catatan no. 28, pada 247-248 sebagaimana dikutip dari JAZIM HAMIDI,
PENERAPAN ASAS-ASAS UMUM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN YANG LAYAK DI
LINGKUNGAN PERADILAN ADMINISTRASI INDONESIA. 24 ( Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999)
30
karena diberi tugas untuk mensejahterakan kehidupan masyarakat. Maka dari itu,
pemerintah turut andil dan ikut campur ke dalam dinamika masyarakat dan
berperan aktif untuk mewujudkan tujuannya, yakni mensejahterakan kehidupan
masyarakat luas. Bentuk ideal dari campur tangan pemerintah ialah wajib
berpedoman kepada suatu undang-undang sebagaimana sesuai dengan asas
legalitas atau kepastian hukum. Akan tetapi, mengutamakan kepastian hukum
dalam suatu tindakan hukum pemerintah cenderung membuat tindakan
pemerintah menjadi lamban dalam bertindak. Sehingga, pemerintah diberi
kewenangan untuk berinisiatif sendiri untuk menyelesaikan suatu permasalahan
tanpa mendasarkan kepada aturan.62 Hal tersebut dinamakan freis ermeissen.
Markus Lukman mengatakan bahwa freis ermessen ini merupakan suatu sarana
yang memberikan ruang gerak bagi pejabat atau badan-badan administrasi negara
untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya kepada undang-
undang.63 Akan tetapi, tindakan freis ermessen ini memiliki kelemahan dimana
akan membuka suatu kemungkinan terjadinya penyalahgunaan kewenangan
akibat tanpa harusnya pejabat administrasi negara untuk terikat sepenuhnya
kepada suatu peraturan perundang-undangan64 seperti misalnya terjadinya
benturan kepentingan antara pejabat administrasi negara dengan masyarakat atau
rakyat yang merasa dirugikan akibat suatu tindakan pemerintah tersebut. Oleh
karena itu, untuk menilai bahwa apakah tindakan pemerintah telah sesuai dengan
asas negara hukum atau tidak, dapat dilihat dengan menggunakan asas-asas umum
pemerintahan yang baik.65
62
HOTMA P. SIBUEA. supra catatan no 55. pada 157
63
Id, sebagaimana dikutip dari MARKUS LUKMAN, FREIES ERMESSEN DALAM PROSES
PERENCANAAN DAN PELAKSANA RENCANA KOTA DI KOTAMADYA PONTIANAK. Tesis tidak
dipublikasikan (Universitas Padjajaran, Bandung, 1989)
64
Id.
65
Id, pada 158.
31
menyelenggarakan suatu pemerintahan yang baik (good governance)66 agar dapat
terselenggaranya kehidupan yang sejahtera di masyarakat. AAUPB menurut
Koentjoro Purbopronoto dan SF. Marbun, macam-macam asas-asas umum
pemerintahan yang baik yang akan dipaparkan sebagai berikut:67
66
HOTMA P. SIBUEA. Infra catatan no 55. pada 151.
67
RIDWAN H.R., supra catatan no. 28 sebagaimana dikutip dari KUNTJORO PURBOPRANOTO,
BEBERAPA CATATAN HUKUM TATA PEMERINTAHAN DAN PERADILAN ADMINISTRASI. 29-39 (
Alumni, Bandung, 1979) pada 258.
68
HOTMA P. SIBUEA. Supra catatan no 55. Pada 159
69
RIDWAN H.R., supra catatan no. 28. sebagaimana dikutip dari ATENG SYARIFUDDIN, ASAS-ASAS
UMUM PEMERINTAHAN YANG LAYAK BAGI PENGABDIAN KEPALA DAERAH, dalam Paulus Efendi
Lotulung, HIMPUNAN ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK. 43 (Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1993). Pada 258
70
RIDWAN H.R. Id.
32
sewaktu-waktu dapat dicabut karena tidak ada kepastian hukum, dan yang
paling penting bagi penyelenggaran negara dalam rangka menegakkan
good governance ialah kepercayaan masyarakat akan hilang karena tidak
ada konsistensi dalam tindakan pemerintah atau pejabat administrasi
negara.
Sedangkan, yang berkaitan dengan aspek formal dari asas ini merupakan
ketetapan yang memberatkan dan ketentuan yang terkait pada ketetapan-
ketetapan yang menguntungkan, harus disusun dengan kata-kata yang
jelas71. Aspek formal ini menonjol dalam pemberian surat kuasa atau surat
perintah secara tepat dan dengan tidak mungkin adanya berbagai tafsiran
yang dituju harus dapat terlihat, kewajiban-kewajiban apa yang
dibebankan kepadanya.72 Asas ini berkaitan dengan prinsip dalam hukum
administrasi, yakni presumtio justea causa dimana setiap keputusan atau
badan pejabat tata usaha negara yang dikeluarkan dianggap benar menurut
hukum selama belum dibuktikan sebaliknya.73
2. Asas keseimbangan
Asas keseimbangan ini menghendaki bahwa diperlukan adanya
keseimbangan antara hukuman jabatan dan kelalaian atau kealpaan
seorang pegawai. Asas ini juga menghendaki adanya kriteria yang jelas
mengenai jenis-jenis kealpaan yang dilakukan oleh seseorang sehingga
dalam penerapannya memudahkan dalam penyelesaian setiap kasus yang
ada seiring dengan persamaan perlakuan serta sejalan dengan kepastian
hukum.74 Jadi, terhadap pelanggaran atau kealpaan serupa yang dilakukan
oleh orang yang berbeda akan dikenai sanksi yang sama, sesuai dengan
kriteria yang ada dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.75
71
Id
72
Id. Pada 259
73
HOTMA P. SIBUEA. Supra catatan no 55. Pada 159.
74
RIDWAN H.R. Id pada 259.
75
Id.
33
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan asas
keseimbangan ini, yakni sebagai berikut:76
a. Perlu ada kriteria yang jelas mengenai macam-macam pelanggaran
atau kealpaan yang dilakukan seorang pegawai, supaya perbuatan
yang sama yang dilakukan oleh orang yang berbeda dikenai
hukuman yang sama sehingga keadilan dapat diselenggarakan;
b. Pegawai yang bersangkutan harus diberikan kesempatan untuk
membela diri; dan
c. Penegakkan hukum dan penjatuhan hukuman perlu dilaksanakan
oleh suatu instansi yang tidak memihak. Misalnya badan peradilan.
76
HOTMA P. SIBUEA. Supra catatan no 55. Pada 160.
77
RIDWAN H.R., supra catatan no. 28 sebagaimana dikutip dari PHILIPHUS M. HADJON, ET. AL.
PENGANTAR HUKUM ADMINISTRASI INDONESIA. 271 (Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta,1993) pada 260.
78
RIDWAN H.R., supra catatan no. 28 pada 261.
34
akibat-akibat hukum yang mungkin muncul dari tindakan pemerintah
tersebut. Akibat-akibat hukum yang mungkin muncul dari suatu tindakan
pemerintah tersebut dapat menimbulkan suatu kerugian bagi masyarakat
yang dapat terjadi dengan alasan-alasan sebagai berikut:79
a. Kerugian dapat timbul karena badan atau pejabat administrasi
negara melakukan suatu tindakan tertentu;dan
b. Kerugian dapat timbul karena badan atau pejabat administrasi
negara tidak melakukan sesuatu tindakan yang seharusnya
dilakukan.
79
HOTMA P. SIBUEA. Supra catatan no 55. Pada 160.
80
Hotma P. Sibuea. Supra catatan no 55 sebagaimana dikutip dari S.F. Marbun, PERADILAN
ADMINISTRASI NEGARA DAN UPAYA ADMINISTRATIF DI INDONESIA. 377 (Liberty, Jakarta, 1997)
pada 161.
81
Hotma P. Sibuea.Id. Pada 161.
35
pejabat pemerintahan haruslah digunakan sebaik mungkin dan
dipergunakan demi kepentingan umum.
82
Hotma P. Sibuea. Supra catatan no 55. Pada 162.
83
Ridwan H.R., supra catatan no. 28 pada 268.
84
Id. Pada 271.
85
Hotma P. Sibuea. Supra catatan no 55. Pada 162.
36
kembali meskipun tidak membawa keuntungan bagi pemerintah.86 Asas ini
muncul karena 2 (dua) sebab,87 yakni pertama ialah harapan-harapan dapat
terjadi dengan perundang-undangan, perundang-undangan semu, dengan
garis tetap keputusan-keputusan yang sampai detik itu tetap secara
konsisten dilakukan penguasa, penerangan, dan penjelasan-penjelasan
yang telah diberikan penguasa yang bersangkutan, kesanggupan-
kesanggupan yang telah dikeluarkan, beschikking yang sebelumnya
dikeluarkan, dan suatu perjanjian yang telah dibuat atau dengan perbuatan-
perbuatan faktual penguasa, dengan membiarkan keadaan ilegal berjalan
beberapa waktu. Dan yang kedua ialah syarat disposisi, atas dasar
kepercayaan yang ditimbulkan itu seseorang telah berbuat sesuatu yang
jika kepercayaan itu tidak ditimbulkan darinya, ia tidak akan berbuat
demikian.
86
Ridwan H.R., supra catatan no. 28 pada 272.
87
Ridwan H.R., Id sebagaimana dikutip dari INDROHARTO, ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN
YANG BAIK, 161-162. pada 272-273.
88
Ridwan H.R., supra catatan no. 28 pada 274.
37
pegawai negeri, dan juga tentunya hak kehidupan pribadi setiap warga
negara atau masyarakat sebagai konsekuensi negara hukum demokratis
yang menjungjung tinggi dan melindungi hak asasi setiap warga negara.89
Asas ini merupakan pengembangan dari salah satu prinsip negara hukum,
yakni perlindungan hak asasi. Perlindungan hak asasi wajib dilakukan oleh
pemerintah dalam rangka melindungi hak yang wajib diterima oleh warga
negara atau masyarakat.
89
Id.
90
Id, pada 276.
91
Id, sebagaimana dikutip dari KUNTJORO PURBOPRONOTO, BEBERAPA CATATAN HUKUM TATA
PEMERINTAHAN DAN PERADILAN ADMINISTRASI NEGARA. 35 ( Alumni, Bandung, 1975) .
38
wajib mengutamakan kepentingan umum, yakni kepentingan yang
mencakup semua aspek kehidupan orang banyak. Asas ini merupakan
cerminan dari konsep negara kesejahteraan (welfare state) yang mana
menempatkan pemerintah selaku pihak yang bertanggung jawab untuk
mewujudkan kesejahteraan umum (bestuurszog) warga negaranya.
Pemerintah dalam menjalankan berbagai kegiatan wajib didasarkan kepada
hukum tertulis yang berlaku (asas legalitas). Akan tetapi, kelemahan dan
kekurangan asas legalitas ini dapat disikapi oleh pemerintah dengan
bertindak atas dasar kebijaksanaan untuk menyelenggarakan kepentingan
umum.92 Penyelenggaaraan kepentingan umum dapat berwujud hal-hal
diantaranya:93
a. Memelihara kepentingan umum yang khusus mengenai
kepentingan negara, dimana contohnya tugas pertahanan dan
keamanan
b. Memelihara kepentingan umum dalam arti kepentingan bersama
dari warga negara yang tidak dapat dipelihara oleh warga negara
sendiri yang contohnya adalah persediaan sandang pangan,
perumahan, kesejahteraan, dan lain-lain.
c. Memelihara kepentingan bersama yang tidak seluruhnya dapat
dilakukan oleh warga negara sendiri, dalam bentuk bantuan negara.
Contohnya pendidikan dan pengajaran, kesehatan, dan lain-lain.
d. Memelihara kepentingan dari warga negara dan perseorangan yang
tidak seluruhnya dapat diselenggarakan oleh warga negara sendiri
dalam bentuk bantuan negara karena adakalanya negara
memelihara seluruh kepentingan perseorangan tersebut yang
contohnya ialah pemeliharaan fakir miskin, anak yatim, anak cacat,
dan lain-lain.
e. Memelihara ketertiban, keamanan, dan kemakmuran setempat.
Contohnya adalah peraturan lalu lintas, pembangunan, perumahan,
dan lain-lain.
92
RIDWAN H.R., supra catatan no. 28 pada 277
93
Id, sebagaimana dikutip dari KUNTJORO PURBOPRONOTO, Supra pada 39-40. pada 277
39
BAB III
Akan tetapi, bukan berarti bahwa Pemerintah Pusat lepas tangan begitu
saja. Keberadaan pemerintah pusat, dalam hal ini juga mencakup juga Menteri
yang berwenang untuk melakukan kebijakan penataan ruang (dalam hal ini
Menteri Agraria dan Tata Ruang) dapat melakukan pengawasan, pembinaan
terhadap kebijakan penataan ruang yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota. Dalam Undang-Undang Penataan Ruang ini,
dikatakan bahwa dalam rumusan pasal 7 ayat (1) mengatakan bahwa:95
“Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat.”
Hal ini menandakan bahwa pemerintah pusat berkewajiban untuk
menyelenggarakan kegiatan penataan ruang untuk kepentingan masyarakat
94
Asep Warlan Yusuf, Supra catatan no. 42.
95
UNDANG UNDANG R.I., No 26 Tahun 2007, PENATAAN RUANG, L.N.R.I Tahun 2008 No. 68,
Pasal 7 ayat 1.
40
banyak. Selain negara, menteri yang berwenang untuk mengurus dan
melaksankan tugas dalam kegiatan penataan ruang diatur dalam pasal 9 ayat (1)
yang mengatakan bahwa: 96
“Penyelenggaraan penataan ruang dilaksanakan oleh seorang Menteri.”
Dan juga pasal 9 ayat (2) yang mengatakan bahwa:97
“Tugas dan tanggung jawab Menteri dalam penyelenggaraan penataan ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pengaturan, pembinaan, dan
pengawasan penataan ruang, pelaksanaan penataan ruang nasional; dan koordinasi
penyelenggaraan penataan ruang lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas
pemangku kepentingan.”
Pelimpahan sebagian wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah diatur dalam pasal 7 ayat (2) yang mengatakan bahwa: 98
“Dalam melaksanakan tugasnya, negara memberikan kewenangan
penyelenggaraan penataan ruang kepada pemerintah dan pemerintah daerah”.
Wewenang yang dimaksud tadi juga dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yang
pertama adalah wewenang pemerintah daerah provinsi, dan yang kedua ialah
wewenang pemerintah daerah Kabupaten/Kota. Maka dari itu, kita sudah
mengetahui bahwa pemerintah daerah dan Kabupaten/Kota telah memiliki
wewenang secara mandiri dan bertanggung jawab atas urusan wilayahnya masing-
masing berdasarkan prinsip otonomi daerah. Wewenang pemerintah daerah
provinsi diatur dalam pasal 10 ayat (1) hingga (7) yang akan dipaparkan sebagai
berikut:99
1) Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam penyelenggaraan
penataan ruang meliputi:
a. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan
penataan ruang wilayah provinsi, dan kabupaten/kota, serta
terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi
dan kabupaten/kota;
b. Pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi;
96
UNDANG UNDANG R.I., No 26 Tahun 2007, PENATAAN RUANG, L.N.R.I Tahun 2008 No. 68,
Pasal 9 ayat 1.
97
UNDANG UNDANG R.I., No 26 Tahun 2007, PENATAAN RUANG, L.N.R.I Tahun 2008 No. 68,
Pasal 9 ayat 2.
98
UNDANG UNDANG R.I., No 26 Tahun 2007, PENATAAN RUANG, L.N.R.I Tahun 2008 No. 68,
Pasal 7 ayat 2.
99
UNDANG UNDANG R.I., No 26 Tahun 2007, PENATAAN RUANG, L.N.R.I Tahun 2008 No. 68,
Pasal 10 ayat 1 s/d 7.
41
c. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan
d. Kerja sama penataan ruang antarprovinsi dan pemfasilitasan kerja
sama penataan ruang antarkabupaten/kota.
2) Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam pelaksanaan penataan
ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. Perencanaan tata ruang wilayah provinsi;
b. Pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan
c. Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi.
3) Dalam penataan ruang kawasan strategis provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, pemerintah daerah provinsi
melaksanakan:
a. Penetapan kawasan strategis provinsi;
b. Perencanaan tata ruang kawasan strategis provinsi;
c. Pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi; dan
d. Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi.
4) Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang
kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf
c dan huruf d dapat dilaksanakan pemerintah daerah kabupaten/kota
melalui tugas pembantuan.
5) Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang wilayah provinsi,
pemerintah daerah provinsi dapat menyusun petunjuk pelaksanaan
bidang penataan ruang pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
6) Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), pemerintah daerah provinsi:
a. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan:
1. rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka
pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi;
2. arahan peraturan zonasi untuk sistem provinsi yang disusun
dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
provinsi; dan
3. petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang;
b. melaksanakan standar pelayanan minimal bidang penataan
ruang.
7) Dalam hal pemerintah daerah provinsi tidak dapat memenuhi standar
pelayanan minimal bidang penataan ruang, Pemerintah mengambil
langkah penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Wewenang yang kedua ialah wewenang yang dimiliki oleh pemerintah
daerah, dimana pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengurus
42
wilayahnya masing-masing untuk melakukan kegiatan penataan ruang yang diatur
dalam pasal 11 ayat (1) sampai (6) yang akan dipaparkan sebagai berikut:100
1) Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan
penataan ruang meliputi:
a. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan
penataan ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis
kabupaten/kota;
b. Pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota;
c. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan
d. Kerja sama penataan ruang antarkabupaten/ kota.
2) Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan
penataan ruang wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b meliputi:
a. perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/ kota;
b. pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; dan
c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.
3) Dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, pemerintah daerah
kabupaten/kota melaksanakan:
a. penetapan kawasan strategis kabupaten/kota;
b. perencanaan tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota;
c. pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan
d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis
kabupaten/kota.
4) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2), pemerintah daerah kabupaten/kota mengacu pada pedoman
bidang penataan ruang dan petunjuk pelaksanaannya.
5) Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4), pemerintah daerah kabupaten/kota:
a. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan rencana umum
dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan
ruang wilayah kabupaten/kota; dan
b. melaksanakan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.
6) Dalam hal pemerintah daerah kabupaten/kota tidak dapat memenuhi
standar pelayanan minimal bidang penataan ruang, pemerintah daerah
provinsi dapat mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
100
UNDANG UNDANG R.I., No 26 Tahun 2007, PENATAAN RUANG, L.N.R.I Tahun 2008 No. 68,
Pasal 11 ayat 1 s/d 6.
43
pemerintah provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Bandung karena
bencana banjir di Bandung Selatan terjadi di kecamatan Dayeuhkolot, dan
Baleendah yang termasuk dalam kawasan administratif Kabupaten Bandung.
Akan tetapi, bencana banjir yang terjadi tidak dapat dilepaskan juga dari adanya
kerusakan serta alih fungsi lahan di kawasan Bandung Utara sebagai kawasan
hulu.
Kawasan yang memiliki luasan 38.543 hektare itu sekitar 75%-nya dalam
kondisi kritis.101 Pelanggaran di wilayah KBU sebagai kawasan konservasi dan
merupakan kawasan lindung (kawasan resapan air, suaka alam, taman nasional,
taman wisata alam)102 berdampak besar terhadap kehidupan jutaan orang di
wilayah Cekungan Bandung, termasuk kawasan Bandung Selatan ini. KBU juga
menyediakan 70 persen cadangan air tanah dan berpengaruh signifikan bagi iklim
mikro di Cekungan Bandung. Selain penyedia oksigen dan udara segar, reservoir
air dan sebagai bendung alamiah, KBU juga menyerap emisi karbon yang
disebabkan aktivitas pembangunan dan transportasi di Cekungan Bandung dan
101
Berdasarkan Audit Bangunan Di Kawasan Bandung Utara yang dilakukan oleh Pemerintah
Provinsi Jawa Barat, Tersedia di http://sp.beritasatu.com/home/audit-bangunan-di-kawasan-
bandung-utara/46262. Diakses pada tanggal 8 September 2016 Pukul 11.45 WIB
102
SURAT KEPUTUSAN GUBERNUR No. 181 Tahun 1982, PERUNTUKKAN LAHAN DI WILAYAH INTI
BANDUNG RAYA BAGIAN UTARA.
44
Kota Bandung. Karena itu, kerusakan KBU berdampak pada kian meluasnya
banjir di Bandung selatan.103 Undang-Undang Penataan Ruang ini memiliki
pengaturan ruang pada kawasan-kawasan yang dinilai rawan bencana dan atau
kondisi lingkungan yang strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam
dengan skala besar dan juga pengaturan mengenai perlindungan terhadap kawasan
konservasi dan kawasan lindung. Pengaturan tersebut terdapat dalam perencanaan
tata ruang wilayah provinsi dan perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten/Kota
yang jangka waktunya berlaku 20 (dua puluh tahun).104
45
keadaan dimana pemerintah tidak mampu untuk mengendalikan pembangunan-
pembangunan yang tidak sesuai dengan daya dukung, daya tampung, dan
peruntukkannya serta dilakukan di kawasan tersebut sehingga mendukung
terjadinya suatu bencana alam dengan skala besar, seperti bencana banjir di
Bandung Selatan ini. Maka, karena terdapat berbagai ketimpangan dalam
pelaksanaanya dan RTRW dirasa tidak mampu lagi untuk keadaan ruang pada
saat ini, RTRW yang dimaksud wajib untuk ditinjau kembali lebih dari (1) satu
kali dalam 5 (lima) tahun.
106
UNDANG UNDANG R.I., No 26 Tahun 2007, PENATAAN RUANG, L.N.R.I Tahun 2008 No. 68,
Pasal 23 ayat 5.
46
taman wisata alam)107 sebagai salah satu penyebab banjir di Bandung Selatan
sebagaimana telah disebutkan di atas juga diatur penerapan serta perlindungan 2
(dua) kawasan tersebut dalam undang-undang penataan ruang ini. Kawasan
lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan.108 Sedangkan kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan
fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya
alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.109
Dari kedua definisi tadi, dapat dipahami bahwa suatu kawasan lindung dan
budidaya merupakan kawasan yang wajib pemerintah, baik pusat, dan daerah
provinsi serta Kabupaten/Kota untuk dilestarikan, dimanfaatkan, dan
didayagunakan secara baik dan benar agar keberadaannya yang mencakup sumber
daya alam dan sumber daya buatan berfungsi bagi masyarakat secara keseluruhan
dan dipergunakan secermat mungkin agar tidak mengalami kerusakan yang dapat
membahayakan wilayah lain. Artinya, pemanfaatan ruang di kawasan budidaya
serta kawasan lindung diperbolehkan dengan syarat dipergunakan secermat
mungkin, baik oleh pemerintah maupun masyarakat dan pemerintah selaku
pemegang tugas dan kewenangan untuk mengatur hal tersebut wajib membuat
suatu regulasi yang wajib dipatuhi oleh semua pihak terkait kawasan lindung dan
kawasan budidaya tersebut. Pengaturan mengenai kawasan lindung serta kawasan
budidaya untuk pemanfaatan ruang dan wilayah haruslah dimuat oleh pemerintah
daerah provinsi dan Kabupaten/Kota dalam pembuatan RTRW Provinsi dan
Kabupaten/Kota sebagaimana tercantum dalam pasal 23 ayat (1) huruf c yang
mengatakan bahwa:110
107
SURAT KEPUTUSAN GUBERNUR No. 181 Tahun 1982, PERUNTUKKAN LAHAN DI WILAYAH INTI
BANDUNG RAYA BAGIAN UTARA.
108
UNDANG UNDANG R.I., No 26 Tahun 2007, PENATAAN RUANG, L.N.R.I Tahun 2008 No. 68,
Pasal 1 angka 21.
109
UNDANG UNDANG R.I., No 26 Tahun 2007, PENATAAN RUANG, L.N.R.I Tahun 2008 No. 68,
Pasal 1 angka 22.
110
UNDANG UNDANG R.I., No 26 Tahun 2007, PENATAAN RUANG, L.N.R.I Tahun 2008 No. 68,
Pasal 23 ayat (1) huruf c.
47
“rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung dan
kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis provinsi”
Dan pasal 26 ayat (1) huruf c untuk RTRW Kabupaten yang mengatakan
bahwa:111
“rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten
dan kawasan budi daya kabupaten.”
Perencanaan tata ruang wilayah Kota berlaku mutatis mutandis dengan
perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten, yang artinya terdapat perubahan yang
penting telah dilakukan dengan ditambahkan rencana penyediaan dan
pemanfaatan ruang terbuka hijau, rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang
terbuka nonhijau, dan rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana
jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang
evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota
sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah.112
Ketentuan ruang terbuka hijau ini diatur dalam peraturan menteri pekerjaan umum
nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang
Terbuka Hijau Di Kawasan Perkotaan dimana tujuan dari diadakannya Ruang
Terbuka Hijau adalah menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air,
menciptakan aspek planalogis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan
alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat, dan
meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman
lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar indah, dan bersih. Juga fungsi
dari ruang terbuka hijau ini salah satunya ialah sebagai penyerap air hujan. Ruang
terbuka hijau memegang peranan penting dalam keberadaanya di suatu kota
karena apabila suatu kota lebih banyak dilakukan pembangunan gedung-gedung
bertingkat dan mengindahkan ruang terbuka hijau, maka lingkungan dan keadaan
kota tersebut tidak akan seimbang dan rentan menimbulkan bencana alam. Maka
dari itu, keberadaan ruang terbuka hijau dan kawasan budidaya serta kawasan
111
UNDANG UNDANG R.I., No 26 Tahun 2007, PENATAAN RUANG, L.N.R.I Tahun 2008 No. 68,
Pasal 26 ayat (1) huruf c.
112
UNDANG UNDANG R.I., No 26 Tahun 2007, PENATAAN RUANG, L.N.R.I Tahun 2008 No. 68,
Pasal 28 .
48
lindung sangatlah penting dalam kehidupan masyarakat di wilayah
Kabupaten/Kota.
49
infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.114 Sedangkan penerapan
insentif ialah keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan,
sewa ruang, dan urun saham, pembangunan serta pengadaan infrastruktur,
kemudahan prosedur perizinan, dan/atau pemberian penghargaan kepada
masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah.115 pengaturan tersebut sangat
penting untuk diterapkan karena sebagaimana yang telah disebutkan bahwa
kawasan lindung dan budidaya memegang peranan penting bagi kehidupan
masyarakat banyak dan pemerintah selaku pengemban tugas dan kewenangan
wajib membuat regulasi yang baik mengenai kawasan tersebut.
114
UNDANG UNDANG R.I., No 26 Tahun 2007, PENATAAN RUANG, L.N.R.I Tahun 2008 No. 68,
Pasal 38 ayat (3).
115
UNDANG UNDANG R.I., No 26 Tahun 2007, PENATAAN RUANG, L.N.R.I Tahun 2008 No. 68,
Pasal 38 ayat (2).
116
UNDANG UNDANG R.I., No 26 Tahun 2007, PENATAAN RUANG, L.N.R.I Tahun 2008 No.68,
pasal 10 ayat (1) s/d (7).
50
c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi.
d. pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan
e. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi.
3) Dalam penataan ruang kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, pemerintah daerah provinsi melaksanakan:
a. penetapan kawasan strategis provinsi;
b. perencanaan tata ruang kawasan strategis provinsi;
c. pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi; dan
d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi.
4) Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang
kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c
dan huruf d dapat dilaksanakan pemerintah daerah kabupaten/kota melalui
tugas pembantuan.
5) Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang wilayah provinsi,
pemerintah daerah provinsi dapat menyusun petunjuk pelaksanaan bidang
penataan ruang pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
6) Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), pemerintah daerah provinsi:
a. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan:
1. rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka
pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi;
2. arahan peraturan zonasi untuk sistem provinsi yang disusun dalam
rangka pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan
3. petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang;
b. melaksanakan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.
7) Dalam hal pemerintah daerah provinsi tidak dapat memenuhi standar
pelayanan minimal bidang penataan ruang, Pemerintah mengambil
langkah penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3.3.1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Barat
51
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dimana dalam RPJPD, penataan
ruang dan pengembangan wilayah merupakan isu yang penting dalam kaitannya
dengan perencanaan penataan ruang. Dalam RPJPD yang dirumuskan dalam
Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2010, tata ruang dan pengembangan wilayah
dan kaitannya dalam pengendalian pemanfaatan ruang menjadi kendala dalam
tidak terkendalinya pertumbuhan lahan terbangun di kawasan konservasi, dan
terjadinya pergeseran tutupan lahan hutan dan sawah menjadi permukiman dan
industri merupakan permasalahan dalam upaya pengendalian tata ruang dan dalam
kaitannya dengan bencana banjir yang terjadi di Bandung selatan, terdapat faktor-
faktor dominan yang menyebabkan terjadinya penurunan daya dukung
lingkungan, yakni terdapatnya alih fungsi lahan dari kawasan resapan air menjadi
kawasan persawahan, dan terjadinya pencemaran serta sedimentasi sungai yang
juga menjadi salah satu faktor terjadinya bencana banjir, dan malah menjadi
meningkat frekuensi terjadinya bencana alam.117
117
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT, No 24 Tahun 2010, RENCANA PEMBANGUNAN
JANGKA PANJANG PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2005-2025. L.D. Jawa Barat Tahun 2010
No.24.
118
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT, No 24 Tahun 2010, RENCANA PEMBANGUNAN
JANGKA PANJANG PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2005-2025. L.D. Jawa Barat Tahun 2010
No.24.
52
pelaksanaan kegiatan pembangunan di Jawa Barat telah sesuai dengan rencana
tata ruang dan keseimbangan lingkungan dapat terjaga, meningkatkan lahan
kawasan lindung dan budidaya, serta meningkatkan daya dukung serta daya
tampung lingkungan hidup agar terciptanya keberlanjutan pembangunan dan
penyelenggaraan penataan ruang dilaksanakan melalui koordinasi dan sistematis
yang baik dalam pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan
ruang di semua tingkat pemerintahan (Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota).119
119
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT, No 24 Tahun 2010, RENCANA PEMBANGUNAN
JANGKA PANJANG PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2005-2025. L.D. Jawa Barat Tahun 2010
No.24.
120
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT, No 22 Tahun 2010 RENCANA TATA RUANG DAN
WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2009-2029.. L.D. Jawa Barat Tahun 2010 No.22, Pasal
5 ayat (1).
121
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT, No 22 Tahun 2010 RENCANA TATA RUANG DAN
WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2009-2029.. L.D. Jawa Barat Tahun 2010 No.22, Pasal
34.
53
kecamatan Baleendah dan Dayeuhkolot. Dalam RTRW ini terdapat arahan zonasi
untuk kawasan rawan bencana banjir yang ditetapkan untuk memperhatikan
penetapan batas dataran banjir, pemanfaatan dataran banjir bagi RTH dan
pengendalian pembangunan fasilitas umum dengan kepadatan rendah, ketentuan
mengenai pelarangan kegiatan untuk fasilitas umum dan pengendalian
permukiman di kawasan rawan banjir.122 Sedangkan berkaitan dengan kawasan
Bandung Utara sebagai kawasan hulu yang juga merupakan salah satu faktor
penyebab terjadinya banjir dan juga sebagai kawasan budidaya, lindung, dan
konservasi memiliki arahan zonasi struktur ruang untuk sistem perkotaan dan
sistem infrastruktur wilayah, disusun dengan memperhatikan Pengendalian
pemanfaatan ruang di sekitar jaringan infrastruktur wilayah nasional dan daerah,
serta untuk mendukung berfungsinya sistem perkotaan nasional dan daerah,
ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang yang menyebabkan gangguan terhadap
fungsi sistem perkotaan dan sistem infrastruktur wilayah nasional dan daerah,
Pembatasan intensitas pemanfaatan ruang agar tidak mengganggu fungsi sistem
perkotaan dan sistem infrastruktur wilayah nasional dan daerah.123
122
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT, No 22 Tahun 2010 RENCANA TATA RUANG DAN
WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2009-2029.. L.D. Jawa Barat Tahun 2010 No.22, Pasal
83.
123
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT, No 22 Tahun 2010 RENCANA TATA RUANG DAN
WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2009-2029.. L.D. Jawa Barat Tahun 2010 No.22, Pasal
65
54
bencana alam geologi124. Sedangkan, kawasan budidaya meliputi kawasan
budidaya pertanian, dan kawasan permukiman warga. Hal-hal yang diatur dalam
pasal tersebut menandakan bahwa keberadaan Bandung Utara ini sangat penting
dan memegang peranan penting bagi kehidupan masyarakat Bandung raya.
Pada saat ini telah terjadi perubahan kawasan terbangun yang semakin luas
dan cenderung tidak terkendali, sehingga mengakibatkan penurunan daya dukung
kawasan Bandung Utara sebagai daerah resapan air bagi daerah hilir. Karena
KBU merupakan daerah aliran sungai (DAS) Cikapundung, Cimahi, Citarik hilir,
Cigugur, Cibeureum, Citepus dan beberapa aliran sungai lainnya yang bermuara
di sungai citarum.126 Hal inilah yang memicu terjadinya bencana banjir di
Bandung Selatan. maka dari itu, diperlukan upaya pengendalian yang ketat dan
124
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT, NO. 1 tahun 2008 , PENGENDALIAN
PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA, L.D. Jawa Barat Tahun 2008 No.1.
125
UNDANG UNDANG R.I., No 26 Tahun 2007, PENATAAN RUANG, L.N.R.I Tahun 2007 No.68,
Pasal 3
126
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT, NO. 1 tahun 2008 , PENGENDALIAN
PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA, L.D. Jawa Barat Tahun 2008 No.1,
Bagian Umum dalam Penjelasan.
55
tepat terhadap pembangunan di Kawasan Bandung Utara dalam rangka
mengembalikan kondisi hidrologis terutama pada lahan dengan kondisi kritis.
Diperlukannya peraturan mengenai KBU ini dikarenakan banyak sekali
pembangunan yang merusak lingkungan, pembiaran, pengabaian, dan melalaikan
pemanfaatan ruang,127 dan bangunan-bangunan liar yang sulit ditertibkan128
dimana bangunan tersebut tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari
Pemerintah Daerah, baik Kabupaten/Kota di wilayah Bandung Raya. Padahal, izin
mendirikan bangunan di kawasan tersebut telah dipersulit karena apabila hendak
membangun di kawasan Bandung Utara, sebelum dikeluarkan izin oleh
pemerintah daerah, dalam hal ini Bupati/Walikota, juga memerlukan rekomendasi
dan izin dari Gubernur Jawa Barat.129
127
Tersedia di http://daerah.sindonews.com/read/988233/151/pemda-tak-berdaya-soal-kbu-
1428807494. Diakses pada tanggal 22 Agustus 2016 Pukul 15.51 WIB.
128
Friska Yolanda, Satpol PP Kewalahan Tertibkan Bangunan Liar KBU,
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/12/02/nyq429370-satpol-pp-
kewalahan-tertibkan-bangunan-liar-kbu. Diakses pada tanggal 22 Agustus 2016 Pukul 15.54
WIB.
129
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT, NO. 1 tahun 2008, PENGENDALIAN
PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA, L.D. Jawa BaraTahun 2008 No.1, Pasal
21 ayat 2.
56
banyaknya pembangunan-pembangunan yang dilakukan di kawasan tersebut dan
meningkatkan perekonomian dari masyarakat di kawasan tersebut walaupun
memiliki dampak yang merugikan bagi lingkungan sekitar.
130
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT, No 25 Tahun 2013, RENCANA PEMBANGUNAN
JANGKA PANJANG PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2005-2025. L.D. Jawa Barat Tahun 2013
No.25, Bab II, Gambaran Kondisi Daerah Jawa Barat.
131
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT, No 25 Tahun 2013, RENCANA PEMBANGUNAN
JANGKA PANJANG PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2005-2025. L.D. Jawa Barat Tahun 2013
No.25, Bab II, Gambaran Kondisi Daerah Jawa Barat.
57
lindung dengan arah kebijakan peningkatan kualitas pengelolaan kawasan lindung
hutan dan non hutan, meningkatkan proses perencanaan, pemanfaatan dan
pengendalian pemanfaatan ruang untuk mewujudkan tata ruang wilayah yang
efisien, berkelanjutan dan berdaya saing dengan arah kebijakan perwujudan
harmonisasi dalam pemanfaatan, penataan dan pengendalian ruang pada seluruh
Kawasan Strategis Provinsi (KSP), peningkatan kinerja perencanaan ruang,
peningkatan kinerja pemanfaatan ruang, dan peningkatan kinerja pengendalian
pemanfaatan ruang.132
132
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT, No 25 Tahun 2013, RENCANA PEMBANGUNAN
JANGKA PANJANG PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2005-2025. L.D. Jawa Barat Tahun 2013
No.25, Bab VI, Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Daerah.
58
menyumbang terjadinya bencana banjir dikarenakan terdapat lahan kritis dan
pembangunan di kawasan tersebut yang tidak sesuai daya dukung, daya tampung,
dan peruntukkannya.
133
UNDANG UNDANG R.I., No 26 Tahun 2007, PENATAAN RUANG, L.N.R.I Tahun 2008 No.68,
pasal 11 ayat (1) s/d (6).
59
d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis
kabupaten/kota.
4) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2), pemerintah daerah kabupaten/kota mengacu pada
pedoman bidang penataan ruang dan petunjuk pelaksanaannya.
5) Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), pemerintah daerah kabupaten/kota:
a. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan rencana
umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan
penataan ruang wilayah kabupaten/kota; dan
b. melaksanakan standar pelayanan minimal bidang penataan
ruang.
6) Dalam hal pemerintah daerah kabupaten/kota tidak dapat memenuhi
standar pelayanan minimal bidang penataan ruang, pemerintah daerah
provinsi dapat mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2011,
wilayah Kabupaten Bandung ini menduduki peringkat keempat dalam wilayah
yang termasuk tingkat rawan bencana di antara 194 Kabupaten yang ada di
Indonesia dan pada tingkat Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Bandung menempati
rangking ketiga setelah Kabupaten Garut dan Kabupaten Tasikmalaya.134 Maka
dari itu, pemerintah Kabupaten Bandung membuat suatu regulasi berupa RPJPD,
RTRW, dan RPJMD dimana salah satu fungsi dari regulasi tersebut ialah sebagai
indikator pencapaian pembangunan, pencegahan dan penanggulangan bencana
alam. Salah satunya ialah bencana banjir.
134
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG, No 7 Tahun 2016, RENCANA PEMBANGUNAN
JANGKA MENENGAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2016-2021. L.D. Kabupaten Bandung
Tahun 2016 No.7.
60
Wilayah (RTRW) Jawa Barat. RPJPD Kabupaten Bandung dirumuskan dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Bandung nomor 7 tahun 2011 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2005-2025.
135
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG, No7 Tahun 2011, RENCANA PEMBANGUNAN
JANGKA PANJANG KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2005-2025. L.D. Kabupaten Bandung Tahun
2011 No.7, Bab II, Gambaran Umum Kabupaten Bandung
136
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG, No7 Tahun 2011, RENCANA PEMBANGUNAN
JANGKA PANJANG KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2005-2025. L.D. Kabupaten Bandung Tahun
2011 No.7, Bab II, Gambaran Umum Kabupaten Bandung
61
terjadinya banjir tahunan di desa-desa sekitar Citarum, yakni kawasan Bandung
Selatan. Banjir juga disebabkan karena tidak adanya rehabilitasi lahan dan
kawasan hutan sepanjang sungai Citarum. Maka dari itu, untuk menangani
masalah banjir, Kabupaten Bandung membuat grand design penanganan bencana
banjir di sepanjang sungai Citarum.137
137
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG, No7 Tahun 2011, RENCANA PEMBANGUNAN
JANGKA PANJANG KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2005-2025. L.D. Kabupaten Bandung Tahun
2011 No.7, Bab II, Gambaran Umum Kabupaten Bandung
138
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG, No7 Tahun 2011, RENCANA PEMBANGUNAN
JANGKA PANJANG KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2005-2025. L.D. Kabupaten Bandung Tahun
2011 No.7, Bab V, Arah Dan Kebijakan Wilayah Kabupaten Bandung
62
termasuk ke dalam rawan bencana banjir yang akan dibahas lebih lanjut dalam
muatan pasal-pasalnya.
139
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG, No Tahun 2016, PERUBAHAN ATAS PERATURAN
DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG
WILAYAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2007-2027. L.D. Kabupaten Bandung Tahun 2016.
Pasal 21 huruf h.
140
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG, No Tahun 2016, PERUBAHAN ATAS PERATURAN
DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG
WILAYAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2007-2027. L.D. Kabupaten Bandung Tahun 2016.
Pasal 34 ayat (1) huruf b.
141
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG, No Tahun 2016, PERUBAHAN ATAS PERATURAN
DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG
WILAYAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2007-2027. L.D. Kabupaten Bandung Tahun 2016.
Pasal 35 ayat (2) huruf e.
142
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG, No Tahun 2016, PERUBAHAN ATAS PERATURAN
DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG
WILAYAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2007-2027. L.D. Kabupaten Bandung Tahun 2016.
Pasal 40 ayat (1).
143
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG, No Tahun 2016, PERUBAHAN ATAS PERATURAN
DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG
63
Dari rumusan pasal di atas, penulis melihat bahwa pemerintah Kabupaten
Bandung memiliki kebijakan pengendalian, pelestarian, dan rehabilitasi kawasan
rawan bencana alam, salah satunya ialah bencana banjir di Bandung Selatan,
tepatnya di kecamatan Dayeuhkolot dan Baleendah. Hal ini menandakan bahwa
pemerintah Kabupaten Bandung memiliki acuan yang jelas dalam rangka
pelaksanaan menanggulangi bencana banjir dimana kawasan rawan bencana
merupakan prioritas untuk pembangunan yang berkelanjutan.
WILAYAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2007-2027. L.D. Kabupaten Bandung Tahun 2016.
Pasal 86 ayat (1).
64
banjir di daerah hilir.144 Bencana banjir ini merupakan salah satu isu strategis di
Kabupaten Bandung dimana bencana ini memiliki dampak yang besar dan luas
bagi daerah dan masyarakat apabila tidak segera ditangani dan Pemerintah
Kabupaten Bandung dalam RPJMD terbaru mengakui bahwa penanganan bencana
banjir yang dilakukan oleh pemerintah belum optimal.145
144
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG, No 7 Tahun 2016, RENCANA PEMBANGUNAN
JANGKA MENENGAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2016-2021. L.D. Kabupaten Bandung
Tahun 2016 No.7, Bab II Gambaran Kondisi Daerah
145
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG, No 7 Tahun 2016, RENCANA PEMBANGUNAN
JANGKA MENENGAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2016-2021. L.D. Kabupaten Bandung
Tahun 2016, Bab IV Analisis Isu Strategis.
65
metode non struktur, yaitu melakukan manajemen daerah rawan banjir (sistem
peringatan dini, diseminasi peringatan ancaman dan sistem evakuasi banjir,
pembuatan peta bahaya banjir, peningkatan kapasitas dan partisipasi masyarakat
untuk penanggulangan banjir, asuransi bencana banjir) dan manajemen daerah
aliran sungai (penataan ruang, pengendalian erosi di hulu DAS, pengendalian alih
fungsi lahan, pengendalian perijinan pemanfaatan lahn, pengendalian kualitas air
sungai, kelembagaan/otoritas DAS Citarum Hulu, pembuatan peta kawasan
lindung, peningkatan kapasitas dan partisipasi masyarakat untuk konservasi hulu
DAS). Secara sosial dan budaya melalui mata pencaharian, perubahan perilaku
permukiman sehat dan menghidupkan kembali kearifan lokal yang positif.
Program penanganan banjir yang diharapkan dilakukan di Cekungan Bandung
untuk 20 tahun ke depan adalah tanggap darurat daerah banjir Dayeuh kolot,
Baleendah dan Sekitarnya, perbaikan drainase di Cieunteung dan Andir,
pembuatan Situ di Cieunteung serta relokasi penduduk, pemeliharaan berkala
sungai Citarum, Citepus, Cisangkuy dan Cikapundung, tersusunnya FS dan DED
Pengelolaan Banjir Cekungan Bandung, pembuatan waduk-waduk kecil,
penanggulangan erosi dan sedimentasi di hulu.146
66
dimana wilayah-wilayah yang berbatasan ini seringkali menimbulkan persoalan-
persoalan yang pelik, khususnya dalam penanganan banjir. Maka dari itu,
pemerintah Kabupaten Bandung telah melakukan pelaksanaan kerja sama dengan
Pemerintah Kota Bandung yang dituangkan dalam Kesepakatan Bersama Nomor
130/2786 – Bag.KS/2016 dan Nomor 130/13-Permum/ 2016 dimana salah satu
poin kesepakatan bersama tadi ialah penanggulangan bencana banjir.147
147
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG, No 7 Tahun 2016, RENCANA PEMBANGUNAN
JANGKA MENENGAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2016-2021. L.D. Kabupaten Bandung
Tahun 2016 No.7, Bab IV Analisis Isu Strategis.
148
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG, No 7 Tahun 2016, RENCANA PEMBANGUNAN
JANGKA MENENGAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2016-2021. L.D. Kabupaten Bandung
Tahun 2016 No.7, Bab IV Analisis Isu Strategis.
67
lahan sayuran. Termasuk, Puncak Gunung Bedil- Pangalengan dan gambung
sedaningsih149.
149
Edi Yusuf, Tersedia di http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/16/03/14/o40jjq354-
ini-penyebab-banjir-di-bandung-selatan-makin-parah. diakses pada tanggal 31 Mei 2016 Pukul
17.03 WIB.
150
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT, NO. 1 tahun 2008 , PENGENDALIAN
PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA, L.D. Jawa Barat Tahun 2008 No. 1,
Pasal 6 huruf a.
68
menyebutkan bahwa Pemanfaatan ruang kawasan lindung di KBU dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut151:
a. Pemanfaatan ruang harus tetap mempertahankan fungsi kawasan
lindung/konservasi;
b. Wilayah-wilayah yang layak dan potensial dikembangkan untuk
kegiatan budidaya dapat diarahkan sebagai kawasan budidaya dengan
tetap mempertahankan fungsi lindung.
Sebagaimana kita tahu, bahwa kawasan Bandung Utara merupakan
kawasan perbukitan yang memiliki pengaruh cukup besar bagi tata air wilayah
Bandung Raya karena sebagai daerah hulu memegang peranan penting bagi
daerah hilir. Dalam RPJMD, strategi dan arah kebijakan yang dilakukan oleh
Pemerintah Kabupaten Bandung ialah dengan upaya meningkatnya pemanfaatan
dan pengendalian pemanfaatan ruang dengan mengatur pola penggunaan lahan
pada wilayah yang berkembang pesat serta meningkatkan peran serta masyarakat
dalam perencanaan tata ruang dan menyediakan dokumen rencana tata ruang
sesuai dengan kebutuhan.152 Cara-cara yang digunakan ialah dengan memperketat
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan mengatur pola penggunaan lahan pada
wilayah yang berkembang pesat.
69
kebencanaan dan diharapkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan tadi dapat
setidaknya mengurangi bencana alam yang terjadi, salah satunya ialah bencana
banjir di Bandung Selatan, Kecamatan Baleendah dan Dayeuhkolot.
Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa baik RPJPD, RTRW, serta
RPJMD yang dibuat oleh pemerintah Kabupaten Bandung mengatur dengan baik,
dan mengakomodir pengendalian bencana banjir Bandung Selatan ini. Hal ini
terlihat dengan adanya arah kebijakan strategi pengendalian, pemanfaatan lahan
kritis, serta dapat dilakukan secara filosofis, normatif, dan sosial budaya
sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya serta terdapat komitmen dari
pemerintah Kabupaten Bandung untuk mengurangi serta meminimalisir dampak
bencana banjir di kawasan Bandung Selatan dan berkomitmen untuk
menyelesaikan permasalahan bencana banjir Bandung Selatan yang juga
diakibatkan rusaknya kawasan hulu, yakni kawasan Bandung Utara yang
menyumbang terjadinya bencana banjir dikarenakan terdapat lahan kritis dan
pembangunan di kawasan tersebut yang tidak sesuai daya dukung, daya tampung,
dan peruntukkannya. Selain itu, RTRW Kabupaten Bandung Nomor 3 Tahun
2008 pada tahun ini mengalami revisi atau perubahan dan disesuaikan dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 17/PRT/M/2009 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota. Dalam RTRW
terbaru yang belum disahkan dan diberlakukan ini, RTRW terbaru mengalami
berbagai perubahan yang signifikan, dimana selain terdapat pergeseran dan
perubahan pasal-pasal dari RTRW sebelumnya, RTRW terbaru secara spesifik
mengatur perencanaan, pemanfaatan, serta pengendalian bencana banjir di
Bandung Selatan.
70
sebagai kawasan banjir. Kota Bandung yang termasuk salah satu kota terpadat di
Jawa Barat berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2014 karena berpenduduk
sekitar 2.470.802 jiwa153 dengan luas wilayah sebesar 16.731 hektar154. Berbicara
permasalahan banjir Bandung Selatan di Kecamatan Baleendah, dan Dayeuhkolot
yang termasuk ke dalam wilayah administratif Kabupaten Bandung tidak dapat
dilepaskan dari keberadaan pembangunan di Kota Bandung yang berkembang
begitu pesat. Selain pembangunan-pembangunan yang dilakukan di Kota
Bandung, Sungai Citarum yang merupakan sungai yang melintas di antara 2
wilayah tersebut seringkali meluap karena masih banyaknya penduduk dan
pabrik-pabrik membuang sampah dan limbah ke Sungai Citarum yang seringkali
mengakibatkan akses jalan dari Kabupaten Bandung menuju Kota Bandung di
daerah Baleendah dan Dayeuhkolot seringkali terputus itu adalah masalah yang
dihadapi di daerah hilir akibat bencana banjir Bandung Selatan.
Apabila kita melihat kepada daerah hulu, yakni wilayah Kota Bandung
yang termasuk kawasan Bandung Utara sebagai kawasan resapan air utama bagi
daerah-daerah yang ada di bawahnya, banyak sekali pembangunan-pembangunan
yang tidak mengindahkan lingkungan sekitar, dimana dampak kerusakan yang ada
akibat dari pembangunan di kawasan hulu sudah dapat dirasakan oleh masyarakat,
salah satunya ialah banjir di Bandung Selatan ini. Serupa dengan kewenangan
yang dimiliki oleh Kabupaten Bandung sebelumnya, sesuai dengan prinsip
otonomi daerah, Kota Bandung memiliki kewenangan untuk mengurus
wilayahnya sendiri dan memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan kegiatan
penataan ruang sesuai dengan ketentuan pasal 11 ayat (1) hingga ayat (7) undang-
undang nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang. Maka dari itu, pemerintah
Kota Bandung memiliki kewenangan untuk membuat RPJPD, RTRW, serta
RPJMD.
153
Berdasarkan data dari BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BANDUNG, Tersedia di
https://bandungkota.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/9. Diakses pada tanggal 5 September
2016 Pukul 13.54 WIB.
154
Tersedia di http://ppid.bandung.go.id/profil-kota-bandung/. Diakses pada tanggal 5 September
2016 Pukul 14.00 WIB.
71
3.5.1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota Bandung
Berdasarkan data dari Dinas Pengairan Kota Bandung 2006, terlihat bahwa
sebagian besar debit maksimum sungai yang melintas di Kota Bandung lebih dari
20 m3, sementara debit minimumnya kurang dari 1 m3. Untuk Cikapundung yang
merupakan sungai utama di Kota Bandung, debit maksimumnya sekitar 250 m3
sementara debit minimumnya hanya sekitar 12 m3, dan untuk Sungai Cibeunying,
debit maksimumnya sekitar 64 m3 sementara debit minimumnya hanya 0,60
m3155. Dalam hal ini, dalam RPJPD, pemerintah kota Bandung mengakui bahwa
155
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA BANDUNG TAHUN 2005-
2025. Bab II , Gambaran Kondisi Daerah Kota Bandung
72
rusaknya kawasan resapan air di Bandung Utara menjadi penyebab terjadinya
bencana banjir dengan mengkaitkannya dengan permasalahan debit air sungai.
156
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA BANDUNG TAHUN 2005-
2025. Bab II , Gambaran Kondisi Daerah Kota Bandung.
157
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA BANDUNG TAHUN 2005-
2025. Bab II, Gambaran Kondisi Daerah Kota Bandung.
158
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT, NO. 1 tahun 2008 , PENGENDALIAN
PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA, L.D. Jawa Barat Tahun 2008 No.1. Pasal
6 huruf B
73
1) Kecamatan Sukasari (terbagi menjadi 4 kelurahan,yakni Sarijadi,
Sukarasa, Gegerkalong, dan Isola),
2) Kecamatan Sukajadi (5 kelurahan, yakni sebagian pasteur, sebagian
cipedes, Sukawarna, sebagian Sukagalih, dan sebagian Sukabungah),
3) Kecamatan Cicendo (2 Kelurahan, yakni sebagian Sukaharja, dan
Sebagian Husein Sastranegara)
4) Kecamatan Cidadap (3 kelurahan, yakni Kelurahan
Hegarmanah,Ciumbuleuit, dan Ledeng)
5) Kecamatan Coblong (5 kelurahan, yakni Kelurahan Dago, sebagian
Cipaganti, sebagian Lebak Gede, Sebagian Sekeloa, dan sebagian
Lebak Siliwangi)
6) Kecamatan Cibeunying Kaler ( sebagian kelurahan Cigadung)
7) Kecamatan Mandalajati (3 Kelurahan, yakni Sebagian Jatihandap,
Sindangjaya, dan Pasir Impun)
8) Kecamatan Cibeunying Kidul ( Kelurahan Pasirluyung)
9) Kecamatan Ujungberung (sebagian kelurahan Pasirwangi, Pasirjati,
dan Pasanggrahan)
10) Kecamatan Cibiru ( sebagian kelurahan Cisurupan, Palasari, dan
Pasirbiru)
Jadi, dikatakan bahwa dalam RPJPD Kota Bandung, pengaturan mengenai
banjir Bandung Selatan yang diteliti oleh penulis tidak terlihat pengaturan secara
spesifik, komitmen, serta pengaturan mengenai penyelesaian bencana banjir di
Bandung Selatan dan penulis hanya melihat terdapat pengaturan mengenai
kawasan Bandung Utara sebagai daerah resapan air utama di cekungan Bandung
yang membawa dampak bagi kawasan hilir yang berada di bawahnya. dimana
pemerintah kota Bandung mengakui bahwa kawasan Bandung Utara tidak
berfungsi sebagaimana mestinya, yakni sebagai kawasan hulu.
74
yang dituangkan ke dalam Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2015 Tentang
Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi Kota Bandung Tahun 2015 –
2035.
Peraturan Daerah tersebut mengatur tentang Rencana Tata Ruang dan
Wilayah (RTRW) Kota Bandung yang mana di dalamnya terdapat pengaturan
mengenai kawasan Bandung Utara sebagai kawasan lindung dan daerah resapan
air utama bagi kawasan yang berada di bawahnya. Pengaturan mengenai tata
ruang di dalam PERDA tersebut mengacu kepada PERDA Provinsi Jawa Barat
Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang Di Kawasan
Bandung Utara. 10 Kecamatan yang termasuk wilayah administratif Kota
Bandung di kawasan Bandung Utara merupakan kawasan zona perlindungan bagi
daerah yang ada di bawahnya159. Kawasan zona perlindungan sendiri mengacu
kepada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 ialah Wilayah yang ditetapkan
dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumber daya alam dan sumber daya buatan160. Perwujuan rencana zona
perlindungan wilayah sebagaimana dimaksud dalam pasal 49 ayat (1) di atas
mencakup 4 hal, yakni zona perlindungan setempat, cagar budaya, Ruang Terbuka
Hijau (RTH), dan rawan bencana. Hal ini diperlukan karena sebagai kawasan hulu
yang wajib dilindungi oleh pemerintah kota Bandung dan masyarakat karena
sebagaimana dikatakan pada paragraf-paragraf sebelumnya, pembangunan di
Bandung Utara, baik yang berizin maupun tidak berizin akan berdampak pada
kawasan yang ada di bawahnya. Maka dari itu, perlu dibuat payung hukum seperti
PERDA Nomor 10 Tahun 2015 ini.
159
PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG, NO. 10 TAHUN 2015, RENCANA DETAIL TATA RUANG
DAN PERATURAN ZONASI KOTA BANDUNG TAHUN 2015 – 2035. L.D. Kota Bandung Tahun
2015 No.242, Pasal 49 ayat (1).
160
UNDANG-UNDANG R.I., NO 26 TAHUN 2007, PENATAAN RUANG, L.N.R.I TAHUN 2007 NO.68,
PASAL 1 NOMOR 21.
75
Ciumbuleuit). Di 2 wilayah tersebut memang memiliki daya tarik sendiri dan
dekat dengan pusat kota dan perbelanjaan di Kota Bandung. Namun, terdapat
pembangunan-pembangunan yang tidak dilengkapi dengan Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) ataupun rekomendasi dari Gubernur sebagaimana yang
seharusnya disyaratkan dalam pembangunan di kawasan Bandung Utara. Hal ini
menjadi suatu masalah karena pemerintah Kota Bandung dan Pemerintah provinsi
Jawa Barat telah lalai dalam pengendalian pemberian izin yang diajukan oleh
pihak perorangan/perusahaan. Dampak dari pembangunan yang tidak berizin tadi
ialah iklim yang berubah ekstrem dan kondisi lingkungan yang semakin rusak
yang mengakibatkan bencana dan salah satunya ialah bencana banjir di Bandung
Selatan sebagai daerah hilir. Hal ini menimbulkan permasalahan yang sangat
besar karena pembangunan yang tidak berizin dan lingkungan yang telah rusak
akibat lingkungan harus sesegera mungkin dikendalikan agar setidaknya tidak
terjadi lagi dampak dari bencana yang merugikan masyarakat banyak. Selain itu,
peruntukkan ruang yang tidak sesuai diakibatkan dengan tidak adanya izin baik
dari pemerintah Kota Bandung maupun rekomendasi Gubernur Jawa Barat terkait
pembangunan di kawasan Bandung Utara sebagaiamana yang disyaratkan dalam
ketentuan pasal 21 ayat 2 PERDA Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2008
tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang Di Kawasan Bandung Utara.
76
air utama belum berjalan efektif karena banyaknya aktivitas pembangunan
sehingga daerah aliran air hujan tidak dapat tertampung di kawasan hulu dan
berakibat bagi kawasan hilir yang berada di bawahnya. Untuk itu, dalam rangka
menanggulangi kerusakan di kawasan Bandung Utara, dalam RPJMD ini
dikatakan prinsip perencanaan tata ruang adalah integrasi dalam satu ekosistem.
Integrasi semacam ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan ruang yang
nyaman, produktif dan berkelanjutan. Pengabaian terhadap prinsip ini akan
mengakibatkan kerusakan di wilayah lainnya.
77
3.6 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Dan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Serta Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Cimahi
Kota Cimahi merupakan salah satu kota terkecil di wilayah Bandung
Raya, luas kota ini secara keseluruhan mencapai 4.103,73 Ha162. Kota ini dilihat
dari fungsi kota dan letak geografis yang berbatasan langsung dengan Kota dan
Kabupaten Bandung, Kota Cimahi memiliki peran dan posisi yang cukup
strategis. Kondisi tersebut juga mendorong lajunya tingkat pertumbuhan kota
yang menimbulkan berbagai permasalahan klasik, sebagaimana dialami oleh kota-
kota yang tengah berkembang. Selain itu, sebagai daerah industri 163 masalah
pencemaran cairan limbah dan volume sampah sangat tinggi. Karena masalah ini
merupakan ekses dari Kota dan Kabupaten Bandung maka terhadap permasalahan
tersebut dilakukan secara bersama-sama.
162
Tersedia di http://www.cimahikota.go.id/page/detail/4. Diakses pada tanggal 8 September 2016
Pukul 11.20 WIB.
163
Cimahi telah lama dikenal sebagai kota industri, terutama industri tekstil dan MANUFAKTUR.
Pada saat ini, perekonomian Kota Cimahi bertumpu pada sektor industri dan sektor
perdagangan dan jasa. Kedua sektor ini telah tumbuh dan menyumbangkan lebih dari 80 persen
total pendapatan produk domestik bruto (PDRB) Kota Cimahi.
78
Cimahi, pemerintah Kota Cimahi mengakui bahwa perencanaan penataan ruang di
Kota Cimahi kurang optimal, dimana masih terdapat beberapa ketidaksesuaian
baik dalam aspek struktur maupun pola ruang. Hal ini terkait dengan
perkembangan dan pertumbuhan aktivitas sosial ekonomi masyarakat Kota
Cimahi yang cepat dan sangat dinamis.164 Lebih lanjut, dalam RPJPD Kota
Cimahi menyebutkan bahwa pengaturan tata ruang sesuai peruntukan merupakan
tantangan pada masa yang akan datang yang harus dihadapi untuk mengatasi
krisis tata ruang yang telah terjadi. Untuk itu diperlukan penataan ruang yang baik
dan berada dalam satu sistem yang menjamin konsistensi antara perencanaan,
pemanfaatan, dan pengendalian tata ruang.
Penataan ruang yang baik diperlukan bagi arahan lokasi kegiatan, batasan
kemampuan lahan, termasuk didalamnya adalah daya dukung lingkungan dan
kerentanan terhadap bencana alam, efisiensi dan sinkronisasi pemanfaatan ruang
dalam rangka penyelenggaraan berbagai kegiatan, upaya terus menerus untuk
membangun Ruang Terbuka Hijau Publik dari luas kota sesuai dengan ketentuan.
Penataan ruang yang baik juga harus didukung dengan regulasi tata ruang yang
serasi, dalam arti tidak saling bertabrakan antarsektor, dengan tetap
memperhatikan keberlanjutan dan daya dukung lingkungan, serta kerentanan
wilayah terhadap terjadinya bencana. Tantangan yang dihadapi di masa depan
untuk lingkungan hidup adalah bagaimana menyeimbangkan antara daya dukung
dan daya tampung lingkungan dengan pemenuhan kebutuhan manusia, agar
didorong penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(RPPLH) untuk menginventarisir ekoregion Kota Cimahi.
164
PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI, RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KOTA
CIMAHI TAHUN 2005-2025. L.D. Kota Cimahi Tahun 2005 No.134.
79
Perangkat hukum lingkungan harus diperkuat baik dari segi peraturan maupun
pelaksanaan. Selain itu kerjasama antar daerah dalam pengendalian kerusakan
lingkungan harus ditingkatkan, mengingat masalah lingkungan bukan hanya
masalah bagi suatu daerah, tapi saling terkait antara satu daerah dengan daerah
lainnya. Konservasi sumber daya alam juga menjadi tantangan utama bagi sektor
lingkungan hidup. Prinsip pembangunan yang berkelanjutan merupakan salah satu
cara dalam konservasi sumber daya alam, dimana pemanfaatan sumber daya alam
direncanakan dengan baik dan disertai dengan upaya-upaya pemulihan sumber
daya alam tersebut.165
165
PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KOTA
CIMAHI TAHUN 2005-2025. L.D. Kota Cimahi Tahun 2005 No.134.
80
3.6.2 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Cimahi
166
PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI, NO. 4 TAHUN 2013, RENCANA TATA RUANG KOTA CIMAHI
2012-2032. L.D. Kota Cimahi , Tahun 2013 No. 160, Pasal 5.
167
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT, NO. 1 tahun 2008 , PENGENDALIAN
PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA, L.D. Jawa Barat Tahun 2008 No. 1,
Pasal 6 huruf B
81
Pembangunan di kawasan Bandung Utara yang termasuk ke dalam
wilayah Cimahi pun semakin tahun semakin marak dan imbasnya, pembangunan
tersebut mengakibatkan lahan di kota Cimahi semakin tergerus. Keterserdiaan
lahan di Cimahi merupakan imbas dari tumbuhnya kawasan industri dan
pembangunan di wilayah Kawasan Bandung Utara (KBU). Sejak jaman dulu, tata
ruang Kota Cimahi memang merupakan warisan zaman Belanda yang tidak
disiapkan untuk kawasan penduduk168. Namun hal tersebut, bukan berarti
pembangunan di wilayah tersebut tidak dapat dikendalikan karena pembangunan
yang dilakukan banyak sekali menimbulkan akibat bagi masyarakat, yakni
lingkungan hidup yang semakin rusak dan bencana banjir yang terjadi di Bandung
Selatan karena kota Cimahi berbatasan langsung dengan Kota dan Kabupaten
Bandung dan juga merupakan satu kesatuan wilayah dalam cekungan Bandung.
“Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud dalam pada ayat berada di Kawasan
Bandung Utara yang meliputi lahan pertanian perkotaan dan ruang terbuka hijau
di kawasan perumahan bagian utara kota (Kelurahan Cipageran, Kelurahan
Citeureup, Kelurahan Cibabat dan Kelurahan Pasirkaliki) seluas 58 (lima puluh
delapan) hektar”.
Wilayah kota Cimahi yang termasuk kawasan Bandung Utara sebagai
daerah hulu memiliki tanggung jawab untuk melindungi kawasan yang berada
dibawahnya. Oleh karena itu, RTRW kota Cimahi ini dijelaskan bahwa
pemerintah kota Cimahi memiliki rencana pengelolaan meliputi170 :
168
Tersedia di http://www.lensanews.id/berita-marak-pembangunan-di-wilayah-utara-lahan-kota-
cimahipun-kian-tergerus.html. Diakses pada tanggal 8 September 2016 Pukul 12.21 WIB.
169
PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI, NO. 4 TAHUN 2013, RENCANA TATA RUANG KOTA CIMAHI
2012-2032. L.D. Kota Cimahi , Tahun 2013 No 160, Pasal 32 ayat (3).
170
PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI, NO. 4 TAHUN 2013, RENCANA TATA RUANG KOTA CIMAHI
2012-2032. L.D. Kota Cimahi , Tahun 2013 No.160, Pasal 32 ayat (4).
82
b. Perlindungan dan pengembangan ruang terbuka hijau; dan
c. Mempertahankan kawasan resapan air dengan membatasi
pengembangan pemukiman pada kawasan resapan air di Kawasan
Bandung Utara.
Dari rumusan pasal-pasal di atas, bahwa pemerintah kota Cimahi memiliki
kesadaran bahwa kawasan Bandung Utara memiliki peranan penting dalam
kehidupan masyarakat Bandung raya. Karena, apabila kawasan Bandung Utara
mengalami kerusakan yang semakin parah dari tahun ke tahun, maka kehidupan
masyarakat generasi sekarang maupun generasi yang akan datang akan terancam.
Dalam RTRW kota Cimahi ini juga dijelaskan mengenai kawasan rawan bencana
alam dimana dalam salah satu rumusan pasalnya menyebutkan bahwa kecamatan
Cimahi Utara dan Selatan sebagai kawasan hulu merupakan kawasan yang rawan
terjadinya bencana alam banjir maupun tanah longsor171.
171
PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI, NO. 4 TAHUN 2013, RENCANA TATA RUANG KOTA CIMAHI
2012-2032. L.D. Kota Cimahi , Tahun 2013 No. 160, Pasal 36 ayat (2).
83
rencana tata ruang, dan pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan terkait.
172
Tersedia di http://www.bandungbaratkab.go.id/content/geografis-kbb. Diakses pada tanggal 8
September 2016 Pukul 17.16 WIB.
173
Tersedia di http://www.bandungbaratkab.go.id/content/jumlah-penduduk-di-kbb-kebanyakan-
laki-laki. Diakses pada tanggal 8 September 2016 Pukul 17.23 WIB.
84
3.6.1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Bandung Barat
Kabupaten Bandung Barat sebagai salah satu wilayah yang paling baru di
Cekungan Bandung memerlukan perencanaan pembangunan jangka panjang
sebagai landasan, arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh, yang
dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan, maka dari itu dibentuklah suatu
RPJPD yang dituangkan dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2009 tentang
RPJPD Kabupaten Bandung Barat Tahun 2007-2027 sebagai masterplan
perencanaan pembangunan di wilayah tersebut yang juga mengacu kepada
peraturan yang berada di atasnya, yakni Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang penataan ruang, serta RPJPD, RTRW, dan RPJMD Provinsi Jawa Barat
agar perencanaan pembangunan yang dilakukan sesuai dengan peraturan yang
berada di atasnya.
85
Dalam bab II selanjutnya, Kabupaten Bandung Barat menyadari bahwa
aspek penataan ruang sangat penting dan memiliki tantangan untuk
menyelesaikan permasalahan ruang, dan salah satunya ialah aspek pengendalian
tata ruang menjadi prioritas terkait dengan tidak terkendalinya pembangunan di
beberapa kawasan terutama di Kawasan Bandung Utara. Sebagaimana telah
dijelaskan dalam bab sebelumnya, wilayah Kabupaten Bandung Barat yang
termasuk ke dalam kawasan Bandung Utara merupakan kawasan yang banyak
dibangun berbagai pembangunan, baik yang telah berizin maupun yang tidak
berizin. Hal-hal inilah yang memicu terjadinya kerusakan dan ketidakmampuan
dari pemerintah Kabupaten Bandung Barat sendiri untuk menyelesaikan
permasalahan di Bandung Utara.
86
terjadi. Hal ini yang membuat penanganan bencana banjir di Bandung Selatan
belum berjalan secara maksimal.
174
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT, NO. 1 tahun 2008 , PENGENDALIAN
PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA, L.D. Jawa Barat Tahun 2008 No.1, Pasal
6 huruf d
87
Perkembangan pembangunan di Kabupaten Bandung Barat yang termasuk
pada kawasan Bandung Utara semakin tahun semakin pesat. Menurut Sekretaris
Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kabupaten Bandung
Barat Ade Zakir, tercatat pada tahun 2015 yang lalu mengalami peningkatan
hingga 75 persen di wilayah kecamatan Lembang, yakni sejak awal tahun hingga
Oktober 2015 lalu, BPMPT sudah menerbitkan 81 Izin Mendirikan Bangunan di
kawasan Bandung utara, dimana sejumlah bangunan tersebut di antaranya 1 unit
ruko, 49 rumah tinggal, 1 perkantoran, 13 perumahan, 1 sarana pendidikan Polri,
2 sarana pendidikan umum, 1 rumah sakit, dan 2 hotel.175 Pembangunan-
pembangunan yang dilakukan pasti menimbulkan dampak bagi masyarakat di
kemudian hari walaupun diberikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Hal ini
patut dicermati oleh pemerintah ketika hendak memberikan izin kepada pihak
perorangan ataupun pihak perusahaan. Dan berdasarkan penuturan Ade Zakir
selanjutnya, salah satu bangunan hotel di Lembang yang tengah dalam evaluasi
BPMPPT karena diduga terjadi pelanggaran dalam proses pembangunannya.
Bangunan tersebut menutup saluran air di bawahnya.176 Padahal, sesuai dengan
aturannya, sebuah bangunan tidak boleh berdiri di atas saluran air.
88
ruang Kabupaten Bandung Barat salah satunya meliputi kawasan lindung dan
kawasan budidaya.177 Kawasan lindung yang dimaksud ialah meliputi kawasan
hutan lindung, kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam, pelestarian
alam dan cagar budaya,kawasan rawan bencana alam, kawasan lindung geologi.178
177
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT, NO. 2 TAHUN 2012, RENCANA TATA
RUANG DAN WILAYAH KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029, L.D. Kabupaten
Bandung Tahun 2012 No 2, Pasal 25 huruf a dan b
178
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT, NO. 2 tahun 2012, RENCANA TATA RUANG
DAN WILAYAH KABUPATEN BANDUNG UTARA TAHUN 2009-2029, L.D. Kabupaten Bandung
Tahun 2012 No 2, Pasal 26 huruf a,b,c,d,e,f,g,h
89
Berkaitan dengan permasalahan bencana banjir di Bandung Selatan,
Kabupaten Bandung. Dalam bab II mengenai gambaran kondisi daerah Kabupaten
Bandung Barat, tidak ditemukan pengaturan mengenai bencana banjir di kawasan
Bandung selatan Kabupaten Bandung karena memang selain tidak termasuk ke
dalam wilayah administratifnya, juga tidak ada pengaturan mengenai kerjasama
antar wilayah untuk menuntaskan permasalahan bencana banjir di Bandung Barat
tersebut. Akan tetapi, permasalahan bencana banjir selain yang terjadi di
Kabupaten Bandung, kawasan rawan banjir di Kabupaten Bandung Barat
umumnya juga disebabkan karena terdapat daerah di sepanjang tepi Sungai
Citarum bagian hulu. Hal ini terjadi karena rusaknya daya dukung lingkungan
yang diakibatkan oleh kegiatan pembangunan perumahan dan permukiman di
daerah resapan air, pembabatan hutan menjadi lahan pertanian dan bangunan serta
pertambangan yang mengakibatkan cepatnya aliran air menuju hilir.179 Berkaitan
dengan permasalahan tersebut, maka terdapat kebijakan penataan ruang yang
salah dikarenakan daerah resapan air yang semakin berkurang dan hal ini pun
menjadi isu analisis strategis yang terdapat dalam bab IV RPJMD ini, yakni
belum tertatanya dengan baik bangunan dan lingkungan pada Kawasan Bandung
Utara.180 Hal ini dikarenakan banyaknya pembangunan yang dilakukan di
kawasan Bandung Utara yang termasuk ke dalam wilayah administratif
Kabupaten Bandung Barat. Maka dari itu, upaya yang dilakukan oleh pemerintah
Kabupaten Bandung ialah dengan melakukan pembatasan izin mendirikan
bangunan dan melakukan pengawasan yang lebih ketat berkaitan dengan kawasan
Bandung Utara ini
179
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT, NO. 11 TAHUN 2013, RENCANA
PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2013-2018, L.D.
Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013. Bab II, Gambaran Kondisi Daerah Kabupaten
Bandung Barat.
180
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT, NO. 11 TAHUN 2013, RENCANA
PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2013-2018, L.D.
Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013. Bab IV, Analisis Isu Strategis.
90
wilayah Bandung Raya merupakan satu kesatuan wilayah yang mana sinergi dari
masing-masing wilayah sangatlah penting keberadaanya dalam penanganan
bencana banjir di Bandung Selatan. permasalahan yang terjadi ialah sinergi yang
belum dilakukan karena bukanlah prioritas pembangunan dari masing-masing
wilayah tersebut, baik jangka panjang maupun jangka menengah. Hal ini pun
terjadi di RPJMD Kabupaten Bandung Barat dimana sinergi penanganan bencana
banjir tidak tercantum dalam RPJMD nya dan penanganan kawasan Bandung
Utara sebagai salah satu kawasan yang menyebabkan terjadinya bencana banjir ini
pun terkesan berjalan sendiri-sendiri dan saling mengurus wilayah
administratifnya masing-masing. Maka, penanganan bencana banjir Bandung
Selatan hingga saat ini belum berjalan secara maksimal.
91
BAB IV
92
Kabupaten Bandung turut menyumbang terjadinya bencana banjir ini dikarenakan
kawasan yang seharusnya dapat menampung air hujan, karena telah beralih fungsi
sehingga tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Ketika standart-standart
tersebut tidak terpenuhi, maka lambat laun akan menimbulkan dampak kerusakan
yang parah bagi kondisi wilayah itu sendiri. Penulis berasumsi bahwa terdapat
kebijakan penataan ruang yang salah di wilayah Bandung Raya, tidak hanya di
Kabupaten Bandung semata, melainkan juga di Kota Bandung, Kota Cimahi, dan
Kabupaten Bandung Barat khususnya di kawasan Bandung Utara sebagai salah
satu wilayah administratif dan daerah hulu sehingga berdampak pada terjadinya
bencana banjir di Bandung Selatan.
181
Wawancara dengan Endang Damayanti, Fungsional Perencanaan dari Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Jawa Barat, di Bandung (2 November 2016)
93
penanganan banjir ini belum berjalan maksimal dikarenakan beberapa faktor yang
terjadi di lapangan dan salah satunya tindakan yang dilakukan oleh pemerintah
Kabupaten/Kota di Bandung Raya yang belum bersinergi secara baik untuk
menyelesaikan permasalahan bencana banjir ini dan cenderung saling
menyalahkan satu sama lain, sehingga hanya mementingkan pembangunan
internal di wilayahnya masing-masing (ego sektoral). Padahal, sinergi antar
wilayah ini sangat penting berkaitan dengan penyelesaian permasalahan banjir di
Bandung Raya, salah satu nya bencana banjir Bandung Selatan karena persoalan
bencana banjir ini tidak hanya melibatkan kebijakan sektoral Pemerintah
Kabupaten Bandung saja, melainkan juga melibatkan Pemerintah Kabupaten/Kota
di wilayah Bandung Raya karena Cekungan Bandung merupakan satu kesatuan
wilayah. Dan untuk menanggulangi keadaan bencana seperti ini, pemerintah antar
Kabupaten/Kota di wilayah Bandung Raya seharusnya mampu dan saling
bersinergi satu sama lain. Sinergi sangat penting sebagai salah satu ukuran yang
ingin dicapai dalam penanganan bencana banjir ini. Dan antar wilayah
Kabupaten/Kota seharusnya mementingkan aspek eco region. Hal ini yang
membuat penanganan banjir belum terintegrasi dengan baik karena setiap wilayah
di Bandung Raya menempuh cara-caranya sendiri dan bersifat parsial.
94
rencana dan regulasi nya belum disahkan. Jadi, beliau menuturkan bahwa dalam
aspek perencanaan terkait penanggulangan bencana banjir, rencana regulasi telah
ada dan menuju ke arah sinergi antar pemerintah daerah, akan tetapi pelaksanaan
teknis yang lamban membuat masyarakat awam bertanya-tanya mengenai
bagaimana keseriusan pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan bencana
banjir ini. Padahal, dibutuhkan proses yang panjang agar permasalahan
penyelesaian bencana banjir ini dapat diselesaikan dengan baik dan benar. Sinergi
antar wilayah di Bandung Raya sangatlah penting keberadaanya dalam rangka
penanganan bencana banjir Bandung Selatan ini dan sinegitas antar pemerintah
daerah sebagai salah satu komponen penting dalam upaya penanganan bencana
banjir belum diterapkan kebijakan-kebijakan kerjasama antar daerah di wilayah
Bandung Raya untuk penyelesaian bencana banjir ini. Selain memang regulasi-
regulasi yang mengatur mengenai sinergitas antar pemerintah di wilayah Bandung
Raya belum diatur dan dibuat, maka fakta-fakta yang ada lapangan pun belum
sesuai dengan yang diinginkan karena hanya pemerintah Kabupaten Bandung
yang mengurusi wilayahnya sendiri karena bencana yang terjadi terdapat di
wilayah administratifnya.
183
Wawancara dengan Endang Damayanti, Supra Catatan No 180.
95
pemerintah, maka kewenangan yang dimiliki akan terkotak-kotak, yang artinya
setiap pemerintah, baik Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota memiliki
kewenangannya masing-masing dan tidak dapat mengintervensi satu sama lain
karena akan berakibat fatal apabila dilakukan intervensi walaupun dalam keadaan
yang memang sangat mendesak. Diperlukan sinergi dan koordinasi antar
pemerintah untuk itu agar kebijakan yang dijalankan berjalan efektif.
96
Bentuk tanggung jawab pemerintah dalam kegiatannya menyelenggarakan
penataan ruang yang dikaitkan dengan prinsip asas-asas umum pemerintahan yang
baik tidak dapat dilepaskan dari 3 konsep tanggung jawab pemerintah sebagai
salah satu asas yang diemban oleh pemerintah berkaitan dengan 5 aspek
komponen ruang (ruang, kegiatan/aktivitas, sumber daya, hak yang melekat pada
ruang, dan wewenang pemerintahan) yakni Responsibility, Accountability, dan
Liability. Dalam bab sebelumnya, dikatakan bahwa Responsibility berbicara
mengenai tanggung jawab pemerintah yang meliputi bagaimana pemerintah
melaksanakan tugas dan kewajibannya berdasarkan kewenangan yang dimilikinya
dalam rangka menyelenggarakan penataan ruang dan/atau kewajiban bertanggung
jawab atas undang-undang yang dilaksanakan, memperbaiki, atau sebaliknya
memberi ganti rugi atas kerusakan apapun yang ditimbulkannya
184
(bestuursbevoegheids). Sedangkan accountability merupakan penyelenggaraan
penataan ruang dapat dipertanggungjawabkan baik prosesnya, pembiayaan,
maupun hasilnya. Selain itu juga dapat dimaknai untuk menetapkan ukuran,
derajat, dan agar dalam pelaksanannya terdapat batasan-batasan yang hendak
dicapai untuk memaksimalkan kegiatan di dalam ruang.185 Ukuran dan derajat
yang dimaksud agar mencapai tujuan yang hendak dicapai oleh pemerintah dan
pemerintah dapat dikatakan akuntabel apabila dapat menjalankan tanggung
jawabnya dengan baik. Dan liability merupakan suatu tanggung jawab hukum
yang diemban oleh pemerintah apabila kegiatan penyelengaraan penataan ruang
yang dilakukan oleh pemerintah tidak sesuai dengan harapan sehingga
menimbulkan kerugian bagi masyarakat.186
184
ASEP WARLAN YUSUF, Supra catatan no 43.
185
Id
186
Id
97
yang artinya tujuan serta ukuran yang hendak dicapai oleh pemerintah tidak
tercapai padahal telah memiliki kewenangan yang nyata untuk melakukan
kegiatan tersebut (responsibility), maka pemerintah dapat dimintakan
pertanggungjawaban hukum (liability). Pertanggung jawaban hukum dapat
dimintakan kepada pemerintah apabila terdapat keadaan dimana kebijakan yang
dilakukan oleh pemerintah dalam kegiatan penataan ruang merugikan masyarakat
banyak dan tidak sesuai dengan 6 ukuran akuntabilitas, yakni keadilan bagi
masyarakat, ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan, tidak ada
ketimpangan antar daerah, masyarakat tidak ditempatkan di kawasan bencana,
penataan ruang harus memiliki nilai tambah dari yang sebelumnya, dan adanya
penggantian yang layak bagi masyarakat.187 3 konsep yang telah disebutkan
berkaitan dengan tanggung jawab pemerintah dalam menyelenggarakan kegiatan
penataan ruang wajib dipegang oleh pemerintah ketika melakukan suatu kebijakan
penataan ruang.
187
Id
98
Daerah, Pemberi izin beserta penegak hukum wajib bertanggung jawab. Berkaitan
dengan hal tersebut, bentuk tanggung jawab pemerintah beserta fungsi hukum
yang diembannya mencakup 3 (tiga) hal penting, yakni pre emptive, preventive,
dan represive.
Dari penjelasan yang telah disebutkan di atas, pasal 7 ayat (1) merupakan
bentuk tanggung jawab hukum secara liability karena ketika suatu tindakan
pemerintah yang dilakukan dalam kegiatan penyelenggaraan penataan ruang tidak
akuntabel, maka pemerintah harus diminta pertanggungjawaban secara hukum
karena kegiatan penyelengaraan penataan ruang yang dilakukan oleh pemerintah
tidak sesuai dengan harapan sehingga menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
misalnya gugatan masyarakat ke pengadilan melalui mekanisme Citizen Law Suit
(gugatan warga negara). Dalam kasus mengenai bencana banjir di Bandung
Selatan ini, merupakan salah satu contoh dimana pemanfaatan ruang yang
dilakukan pasti terdapat kekeliruan, menyimpang, dan tidak sesuai dengan
standar-standar yang ditetapkan oleh pemerintah sendiri. Contohnya terjadi di
Kawasan Bandung Utara. Sudah dijelaskan bahwa dalam Peraturan Daerah
Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang Di Kawasan
Bandung Utara, Kawasan ini merupakan kawasan yang memiliki fungsi serta
peranan penting dalam menjamin keberlanjutan perkembangan kehidupan di
Cekungan Bandung dan Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota wajib
bertanggung jawab untuk mengendalikan pemanfaatan ruang kawasan Bandung
Utara. Pertanggung jawaban dari pemerintah Provinsi Jawa Barat dan
Kabupaten/Kota di Bandung Raya untuk mengendalikan atau membatasi aktivitas
pembangunan di Bandung Utara menurut penulis wajib dilakukan dengan cara
bersinergi dan bersama-sama menyelesaikan permasalahan kawasan Bandung
Utara. Hal ini diperlukan untuk mengurangi dampak bencana banjir yang terjadi
di Bandung Selatan, dan juga daerah-daerah lainnya di kawasan Cekungan
Bandung.
99
Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan kegiatan penataan ruang sebagaimana
disebutkan dalam pasal 11 ayat (1) huruf d dengan dikoordinasikan oleh
pemerintah provinsi yang dimana kewenangan yang dimiliki seperti yang
dimaksud meliputi aspek perencanaan, pemanfaatan, serta pengendalian.
100
Selatan yang merasakan dampak dari salah urus penataan ruang yang
dilakukan oleh pemerintah.
101
5. Penataan ruang harus memiliki nilai tambah dari yang sebelumnya. Hal ini
yang perlu dicermati lebih lanjut. Suatu peraturan yang baru menggantikan
peraturan yang lama dimaksudkan agar peraturan yang baru dapat berlaku
lebih efektif dari peraturan yang lama karena peraturan yang lama sudah
tidak mampu lagi mengikuti perkembangan yang ada di lapangan. Akan
tetapi, penulis melihat bahwa kegiatan penataan ruang yang baru
cenderung tidak memiliki nilai tambah dan tidak mengikuti perkembangan
yang ada. Hal ini terjadi di kawasan Bandung Utara dimana dengan
diberlakukannya Peraturan Daerah mengenai pengendalian Kawasan
Bandung Utara, perizinan yang tidak sesuai peruntukkan kawasan tersebut
masih terjadi dan pemerintah tidak melakukan pengawasan yang ketat
akan izin yang dikeluarkan tersebut.
102
raya memiliki kewenangan untuk itu. Hal ini menandakan bahwa responsibility
yang dimiliki tidak dijalankan dengan baik oleh pemerintah daerah
Kabupaten/Kota tersebut sehingga
103
administratifnya dikarenakan lahan-lahan yang ada merupakan hak milik dari PT.
Perhutani.
104
hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakkan, kecermatan, tidak menyalahgunakan
kewenangan, keterbukaan, kepentingan umum, dan pelayanan yang baik. AAUPB
yang memiliki fungsi sebagai pedoman pelaksanaan setiap tindakan pemerintah
dalam menjalankan kewenangan yang dimilikinya.188
188
Ridwan HR, Supra catatan No. 28 pada 290.
105
Dalam kaitannya dengan penanganan bencana banjir Bandung Selatan,
pemerintah pusat dengan melaksanakan koordinasi dengan pemerintah
provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Bandung seharusnya
memperhatikan hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat di Bandung
Selatan, khususnya di kecamatan Baleendah dan Dayeuhkolot dengan
melakukan kebijakan yang secara cepat tanggap di kawasan hilir seperti
penyodetan sungai, melakukan relokasi masyarakat ke kawasan yang jauh
dari ancaman bahaya banjir, perbaikan infrastuktur wilayah bencana banjir
dan lain-lain. Dan juga melakukan pemulihan serta pembatasan pemberian
izin sesegera mungkin di kawasan Bandung Utara dimana Pemerintah
Provinsi Jawa Barat beserta Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah
Bandung Raya melakukan sinergi dan bekerja sama untuk melaksanakan
kebijakan-kebijakan yang disepakati bersama, seperti membatasi
perizinan yang diajukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan terkait
pembangunan di ruang terbuka hijau, membatasi pembangunan dan
memperketat peraturan izin membangun agar pihak-pihak yang telah
memiliki izin wajib untuk membangun sesuai dengan peruntukkanya.
Semua kebijakan-kebijakan tersebut harus dilakukan agar dampak bencana
banjir tidak semakin meluas dan karena keadilan merupakan hak yang
dimiliki oleh setiap warga masyarakat.
106
dengan keselamatan dan kesejahteraan masyarakat banyak, seharusnya
pemerintah, dalam hal ini pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota
dituntut untuk bertindak cepat dan bijaksana dalam penyelesaian bencana
banjir. Hal ini yang menurut penulis belum terlihat dari tindakan
Pemerintah Pusat, Provinsi Jawa Barat, dan Kabupaten/Kota karena
sebagaimana telah disebutkan tadi, kewenangan yang terkotak-kotak
membuat tindakan yang dilakukan tidak bisa secara langsung, melainkan
harus berkoordinasi antar Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota.
107
tujuan-tujuan dari diselenggarakan kegiatan pemerintahan itu sendiri dan juga
sebagai salah bentuk tindakan pemerintah yang dituntut untuk aktif dalam
mengupayakan kesejahteraan masyarakat luas sesuai prinsip negara welfare state.
Prinsip welfare state menekankan pada perwujudan kesejahteraan kehidupan dari
masyarakat atau warga negara. Agar terwujudnya kesejahteraan seperti yang
dimaksud, pemerintah melakukan suatu tindakan dimana tindakan ini berupa
kebijakan-kebijakan yang diaplikasikan untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat. Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah merupakan bentuk
kekuasaan dan wewenang dari pemerintah sebagai penyelenggara negara untuk
mencapai tujuan yang diinginkan (responsibility).
Belum adanya tindakan yang nyata dari pemerintah, baik provinsi Jawa
Barat maupun daerah Kabupaten/Kota untuk memperketat aturan yang ada terkait
izin di kawasan Bandung Utara patut dicermati karena apabila dikaitkan dengan
tanggung jawab pemerintah dan juga prinsip AAUPB yang diemban oleh
pemerintah, pemerintah belum melaksanakan tanggung jawabnya sebagai pemilik
wewenang dan kekuasaan di suatu daerah dan juga tidak sesuai dengan prinsip
AAUPB. Permasalahan banjir ini berkaitan dengan kepentingan umum
masyarakat banyak sehingga apabila hal ini terus dibiarkan, pemerintah telah
melanggar prinsip ini dan pemerintah dianggap lalai dan tidak bertanggung jawab
dengan melaksanakan pembiaran akan keselamatan orang banyak. Maka dari itu,
pemerintah, baik pusat, Provinsi Jawa Barat, serta Kabupaten/Kota di wilayah
Bandung Raya wajib bertanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan
penanganan bencana banjir di Bandung Selatan dengan cara berkoordinasi dan
bersinergi untuk secara cepat menangani permasalahan bencana banjir ini serta
menerapkan AAUPB secara lebih baik lagi sebagai suatu pedoman atau penuntun
bagi pemerintah dalam rangka menyelenggarakan suatu pemerintahan yang baik
(good governance) agar terciptanya kesejahteraan bagi masyarakat banyak.
108
4.2 Penerapan Kebijakan-Kebijakan Berkaitan Dengan Penyelesaian
Penanganan Bencana Banjir Bandung Selatan
109
Salah satunya ialah melakukan rekayasa pembangunan dengan meningkatkan
infrastuktur pencegahan banjir dan pembangunan rumah susun dimana tindakan-
tindakan pemerintah tersebut telah terdapat dalam rancangan RTRW terbaru.189
Produk hukum yang ada saat ini menurut penulis belum dapat
mengakomodir penanganan bencana banjir, selain regulasi-regulasi mengenai
penanganan bencana banjir, yang mencakup banjir Bandung Selatan belum dibuat
karena belum adanya sinergi antar pemerintah di wilayah Bandung Raya. Seperti
contohnya ialah pembangunan dan perizinan di Kawasan Bandung Utara.
189
Wawancara dengan Puni Seruni, Supra catatan no. 183
110
Padahal, pembangunan sudah dibatasi dan diperketat dengan diberlakukannya
Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Kawasan Bandung Utara dimana dalam pasal 21 ayat (2) mengatakan bahwa
sebelum mendapat izin pemanfaatan ruang dari Bupati/Walikota, maka perlu
mendapat rekomendasi dari Gubernur. Akan tetapi, fakta di lapangan terjadi
keadaan dimana pembangunan-pembangunan yang ada dilakukan tanpa
menggunakan rekomendasi Gubernur dan hanya dengan mengantongi izin dari
Bupati/Walikota. Ini menimbulkan persoalan hukum dimana pemerintah Provinsi
Jawa Barat diharuskan untuk turun tangan karena ketika Pemerintah
Kabupaten/Kota sudah tidak mampu lagi untuk menertibkan pembangunan di
kawasan tersebut. Kebijakan-kebijakan hukum penataan ruang yang dibuat sudah
seharusnya lebih memperketat dan lebih difokuskan tidak hanya dalam
perencanaan semata, melainkan lebih difokuskan kepada pemanfaatan serta
pengendalian dan tentunya dilakukan pengawasan yang ketat oleh masing-masing
pemerintah, baik Provinsi Jawa Barat maupun Kabupaten/Kota di wilayah
Bandung Raya.
Izin yang dikeluarkan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah provinsi
dan Kabupaten/Kota memegang peranan penting ketika terjadi alih fungsi lahan
111
yang menyebabkan terjadinya suatu bencana. Tujuan izin sendiri ialah untuk
menciptakan suatu kondisi yang aman, nyaman, dan tertib dan agar sesuai dengan
peruntukkan, pemanfaatan, dan agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam
rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan di suatu
wilayah. Izin juga merupakan suatu instrumen yang penting dalam pelaksanaan
pembangunan untuk mencapai beberapa tujuan tertentu yang sangat penting
keberadaannya dalam rangka pelaksanaan pembangunan seperti yang dimaksud di
atas, yakni adanya suatu kepastian hukum, perlindungan kepentingan umum,
pencegahan kerusakan atau pencemaran lingkungan, dan pemerataan distribusi
barang tertentu.
112
banjir pun seperti BBWS yang merupakan lembaga pemerintah pusat dan bertugas
untuk penanganan luapan sungai Citarum yang menyebabkan bencana banjir
Bandung Selatan, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum-Ciliwung
(BPDAS), dan Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat
ditambah dengan pelaksana teknis yang diemban oleh DISPERTASIH Kabupaten
Bandung pun juga terhambat oleh pendanaan ini. Kebijakan membuat kolam
retensi yang dicanangkan oleh Pemerintah Kabupaten Bandung membutuhkan
biaya sebesar RP. 20.000.000.000 (dua puluh miliyar rupiah)190 sehingga masalah
pendanaan ini juga berakibat pada penanganan bencana yang lamban. Padahal
masyarakat setiap tahun sudah semakin terdesak dengan keadaan bencana banjir
yang cenderung setiap tahun semakin parah.
190
Id
113
atau tidak, telah mengantongi izin serta rekomendasi Gubernur Jawa Barat atau
tidak. Hal-hal tersebut wajib dilakukan dalam rangka penanganan dan
pengendalian kawasan Bandung Utara. Dan juga dapat mengurangi dampak
bencana banjir di Cekungan Bandung, salah satunya di Bandung Selatan.
114
Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Pengendalian dan Pemanfaatan di
Kawasan Bandung Utara dimana dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat telah
mengakomodir pengaturan mengenai perencanaan pembangunan. Akan tetapi,
permasalahan sesungguhnya berkaitan dengan masalah pemanfaatan,
pengendalian, serta pengawasan yang belum maksimal sehingga perencanaan
yang dibuat tidak berjalan efektif. Hal ini terlihat bahwa dalam penanganan
perizinan, terdapat banyak sekali bangunan yang menyalahi aturan, tidak berizin,
dan tidak sesuai dengan peruntukkan. Hal ini menandakan bahwa kurangnya
koordinasi yang dilakukan oleh pemerintah provinsi Jawa Barat dan Pemerintah
Kabupaten/Kota di wilayah Bandung Raya dalam menangani pembangunan yang
dilakukan di Bandung Utara sebagai kawasan hulu yang berakibat pada terjadinya
bencana banjir di kawasan hilir.
115
wilayahnya sendiri, dan belum ketatnya perizinan di kawasan Bandung Utara dan
juga di kawasan Bandung Selatan sendiri yang mana lahan tersebut bukan lahan
milik pemerintah provinsi dan Kabupaten/Kota sehingga penanganan bencana,
baik di hulu maupun di hilir belum berjalan maksimal. Sekali lagi, penulis
menekankan bahwa sinergi antar pemerintah sangat penting dalam rangka
penanganan bencana banjir ini dengan cara dibuatnya regulasi-regulasi bersama.
116
BAB V
5.1 Kesimpulan
117
pun menjadi hambatan yang paling utama khususnya di kawasan Bandung Utara
karena pengawasan yang lemah dari masing-masing pemerintah Kabupaten/Kota
di Bandung Raya membuat pihak-pihak, baik yang memiliki izin ataupun tidak
seringkali mendirikan bangunan di kawasan tersebut tanpa sesuai peruntukkan
ruangnya. Aspek-aspek ini merupakan aspek yang sangat penting dan perlu
diperhatikan oleh pemerintah, baik Provinsi Jawa Barat maupun Kabupaten/Kota
di Wilayah Bandung Raya dalam upaya penanganan bencana banjir. Karena
tujuan diberikannya izin sendiri sudah tidak sesuai dengan keadaan yang terjadi
saat ini.
5.2 Saran
118
bencana banjir di Bandung Selatan dengan membentuk lembaga penanganan
bencana banjir yang diberikan kewenangan tersendiri agar permasalahan bencana
banjir ini dapat ditanggulangi. Penulis menyarankan untuk melihat konsep
kerjasama di daerah-daerah lain di Indonesia, contohnya kerjasama antar
pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Cianjur yang
juga disebut JABODETABEKJUR. Diharapkan pula pergerakan dan tanggung
jawab Pemerintah Pusat dalam penanganan sungai Citarum yang seringkali
meluap untuk segera menuntaskan permasalahan ini dengan cara melakukan
pembebasan lahan melalui Balai Besar Wilayah Sungai Citarum agar wilayah
sungai Citarum meluas sehingga tidak akan meluap ke pemukiman masyarakat.
Kewenangan yang terkotak-kotak dalam penanganan bencana banjir sehingga
penanganannya terkesan lamban perlu dikoordinasikan secara cepat dan tanggap
oleh Pemerintah.
119
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Ridwan, Juniarso dan Achmad Sodik., Hukum Tata Ruang Dalam Konsep
Kebijakan Otonomi Daerah, Nuansa, Bandung, 2011;
120
Soemitro, Ronny Hanitjo., Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurimetri,
Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994, Cetakan V;
B. Data Primer
121
Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 3 tahun 2008 , Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Tahun 2007 Sampai
Tahun 2027, L.D. Kabupaten Bandung Tahun 2008;
Peraturan Daerah Kota Cimahi, No. 4 Tahun 2013, Rencana Tata Ruang
Kota Cimahi 2012-2032
Peraturan Daerah Kota Bandung No. 10 Tahun 2015, Rencana Detail Tata
Ruang Dan Peraturan Zonasi Kota Bandung Tahun 2015 – 2035
L.D. Kota Bandung Tahun 2015;
122
C. Data Sekunder
Yusuf, Asep Warlan. Bahan Mata Kuliah Hukum Tata Ruang; Unpar,
Bandung, 2016 (tidak dipublikasikan).
E. Situs Daring
123
Asep Warlan Yusuf, Kedudukan Hukum dalam Upaya Penanggulangan
Banjir di Wilayah Kabupaten Bandung dan Sekitarnya dalam
http://lbhpengayoman.unpar.ac.id/notulensi-siaran-radio-13-april-
2016-kedudukan-hukum-dalam-upaya-penanggulangan-banjir-di-
wilayah-kabupaten-bandung-dan-sekitarnya/. Diakses pada tanggal
30 Mei 2016 Pukul 15.06 WIB;
http://www.soreangonline.com/2016/03/14/banjir-di-baleendah-
dayeuhkolot-dan-bojongsoang-kab-bandung-terparah.html. Diakses
pada tanggal 30 Mei 2016 Pukul 15.40 WIB;
http://www.jabarprov.go.id/index.php/news/17589/2016/05/27/Alih-
Fungsi-Lahan-Penyebab-Banjir-Bandung-Selatan. Diakses pada
tanggal 30 Mei 2016 Pukul 16.24 WIB;
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/03/160313_indonesi
a_banjir_jawabarat. Diakses pada tanggal 31 Mei 2016 Pukul 16.12
WIB.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/16/03/14/o40jjq354-ini-
penyebab-banjir-di-bandung-selatan-makin-parah. Diakses pada
tanggal 31 Mei 2016 Pukul 17.03 WIB.
124
http://diskimrum.jabarprov.go.id/kbu/. Diakses pada tanggal 15 Agustus
2016 Pukul 19.47
http://nasional.tempo.co/read/news/2015/12/05/058725106/revisi-perda-
jawa-barat-perketat-pembangunan-bandung-utara. Diakses pada
tanggal 1 Agustus 2016 Pukul 13.27 WIB.
http://jabar.pojoksatu.id/bandung/2016/05/21/pemprov-jabar-kesulitan-
data-bangunan-kawasan-bandung-utara/. Diakses pada tanggal 1
Agustus 2016 Pukul 13.30 WIB.
http://jabarprov.go.id/index.php/artikel/detail_artikel/93/2014/03/11/Nasib
-Kawasan-Bandung-Utara. Diakses pada tanggal 15 Agustus 2016
Pukul 16.49 WIB.
http://regional.kompas.com/read/2016/03/13/14044831/Banjir.di.Kabupate
n.Bandung.Terparah.dalam.10.Tahun.Terakhir. Diakses pada
tanggal 30 Mei 2016 Pukul 15.42 WIB;
http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-
raya/2015/11/17/350265/pembangunan-di-kawasan-bandung-utara-
meningkat-75-persen. Diakses pada tanggal 8 September 2016
Pukul 18.10 WIB.
http://www.lensanews.id/berita-marak-pembangunan-di-wilayah-utara-
lahan-kota-cimahipun-kian-tergerus.html. Diakses pada tanggal 8
September 2016 Pukul 12.21 WIB.
125
http://www.antarajabar.com/berita/57481/kota-kabupaten-bandung-
rencanakan-mou-penanganan-banjir. Diakses pada tanggal 4
September 2016 Pukul 21.45 WIB.
126