Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KUALITAS


HIDUP PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI
TERAPI HEMODIALIS

OLEH
FENI SITI FAMELA
NIM.18089014025

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU


KESEHATAN BULELENG
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat-Nya penulis bisa menyelesaikan Proporal yang berjudul
“Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada
Penderita Hipertensi di Desa Patas Kecamatan Gerokgak Kabupaten
Buleleng” Proposal ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Proposal
Penelitian.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah


membantu sehingga Proposal ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Proposal ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis demi sempurnanya tugas
ini.

Semoga Proposal ini memberikan informasi bagi mahasiswa dan


bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan
bagi kita semua.
.

Bungkulan, 11 November 2021

Penulis,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................xi

DAFTAR ISI.................................................................................................................xiii

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................1

A. Lantar Belakang..................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...............................................................................................6

C. Tujuan Penelitian................................................................................................6

D. Manfaat Penelitian..............................................................................................7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................8

A. Konsep Teori......................................................................................................8

B. Kerangka Teori.................................................................................................27

BAB 3 KERANGKA KONSEP....................................................................................28

A. Kerangka Konsep.............................................................................................28

B. Desain Penelitian..............................................................................................30

C. Hipotesis Penelitian..........................................................................................30

D. Definisi Operasional.........................................................................................31

E. Klasifikasi Variabel Penelitian.........................................................................33

F. Populasi dan Sampel.........................................................................................33

G. Tempat Penelitian.............................................................................................36

H. Waktu Penelitian...............................................................................................36

I. Etika Penelitian.................................................................................................36

J. Alat Pengumpulan Data....................................................................................38

K. Prosedur Pengumpulan Data............................................................................38


L. Validitas dan Reliabilitas Data.........................................................................40

M. Pengolaan Data.................................................................................................42

N. Analisa Data.....................................................................................................44

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN....................................................46

A. Hasil Penelitian.................................................................................................46

B. Pembahasan Hasil Penelitian............................................................................51

C. Keterbatasan Penelitian....................................................................................58

BAB V PENUTUP.........................................................................................................60

A. Kesimpulan.......................................................................................................60

B. Saran.................................................................................................................61

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Kerangka Teori..............................................................................................27

Skema 3.1 Kerangka Konsep...........................................................................................29


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ginjal merupakan salah satu organ vital dalam tubuh, apabila
tubuh mengalami kekurangan atau kelebihan cairan dan elektrolit
dalam jangka waktu yang cukup lama maka dapat menyebabkan
kerusakan fungsi ginjal (Kemenkes RI, 2013).

Dari data WHO (World Health Organization 2018) gagal ginjal


kronik merupakan salah satu masalah kesehatan utama di dunia,
secara global sekitar 1 dari 10 populasi dunia teridentifikasi penyakit
ginjal kronis. Gagal ginjal kronis menurut ESRD Patients (End-Stage
Renal Disease) pada tahun 2011 sebanyak 2,786,000 orang, tahun
2012 sebanyak 3.018.860 orang dan tahun 2013 sebanyak 3.200.000
orang. Dari data tersebut disimpulkan adanya peningkatan angka
kesakitan pasien gagal ginjal kronis tiap tahunnya.

Dari data (Kemkes 2021) Sekitar 1 dari 10 populasi global


mengalami PGK pada stadium tertentu. Hasil systematic review dan
metaanalysis yang dilakukan oleh Hill et al, 2016, mendapatkan
prevalensi global PGK sebesar 13,4%. Menurut hasil Global Burden
of Disease tahun 2010, PGK merupakan penyebab kematian peringkat
ke-27 di dunia tahun 1990 dan meningkat menjadi urutan ke-18 pada
tahun 2010. Sedangkan di Indonesia, perawatan penyakit ginjal
merupakan ranking kedua pembiayaan terbesar dari BPJS kesehatan
setelah penyakit jantung.
Menurut Ratna (2010), dukungan keluarga merupakan Faktor
penting seseorang ketika menghadapi masalah (kesehatan) dan sebagai
strategi preventif untuk mengurangi stress dimana pandangan hidup
menjadi luas dan tidak mudah stress. Terdapat dukungan yang kuat
antara keluarga dan status kesehatan anggotanya dimana keluarga
sangat penting bagi setiap aspek perawatan, perawatan kesehatan
anggota keluarganya untuk mencapai suatu keadaan sehat hingga
tingkat optimum.

Kualitas hidup merupakan suatu persepsi yang hadir dalam


kemampuan, keterbatasan, gejala serta sifat psikososial hidup individu
baik dalam konteks lingkungan, budaya dan nilai dalam menjalankan
peran dan fungsinya sebagimana mestinya (Zadeh, Koople & Block,
2003).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian masalah yang peneliti uraikan dalam latar
belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
“Apakah ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas
hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa?”
C. Tujuan Penelitian

Bertujuan mengetahui Hubungan Dukungan Keluarga Dengan


Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi
Hemodialisa.

1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien
gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa.
2. Tujuan Khusus
a) Mengidentifikasi karakteristik responden yang menderita
Gagal Ginjal Kronik yang menjalani terapi hemodialisa.
b) Mengidentifikasi dukungan keluarga pada penderita
Gagal Ginjal Kronik yang menajalani terapi hemodialisa.
c) Mengidentifikasi Kualitas Hidup pada penderita Gagal

Ginjal Kronik yang menjalani terapi hemodialisa .

d) Mengidentifikasi adakah hubungan dukungan keluarga

dengan Kualitas Hidup pada penderita Gagal Ginjal

Kronik yang menjalani terapi hemodialisa.

D. Manfaat Teoritis
1. Manfaat Teoritis
Proposal ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi dan
pengembangan teori keperawatan tentang Hubungan Dukungan
Keluarga Dengan Kualitas Hidup pada penderita Gagal Ginjal
Kronik yang menjalani terapi hemodialisa.
2. Manfaat Praktis

a) Bagi Lembaga/Institusi Pendidikan

Hasil dari skripsi ini diharapkan mampu menjadi masukan


positif sehingga dapat diaplikasikan dalam meningkatkan
kualitas asuhan keperawatan khususnya pada pasien yang
mengalami Gagal Ginjal Kronik.

b) Bagi Tempat Peneliti

Sebagai masukan dan sumber informasi serta pertimbangan


bagi perawat dan tenaga medis lainnya, agar dapat
membuat perencanan dalam dukungan keluarga dengan
kualitas hidup pasien Gagal Ginjal Kronik yang menjalani
terapi hemodialisa.

c) Bagi Peneliti Selanjutnya


Diharapkan skripsi ini dapat dijadikan sumber informasi
dan acuan dalam melakukan penelitian mengenai
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup
Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi
Hemodialisa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori

1. Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronik

a. Definisi

Menurut Kemkes RI Penyakit Ginjal adalah kelainan yang


mengenai organ Ginjal. Penyakit ini timbul akibat berbagai faktor,
misalnya infeksi, tumor, kelainan bawaan, penyakit metabolik atau
degeneratif, dan lain-lain. Penyakit Ginjal kronis, biasanya timbul
secara perlahan dan sifatnya menahun.
Penyakit ginjal kronik (Chronic Kidney Desease) adalah
keadaan dimana terjadi penurunan fungsi ginjal yang cukup berat
secara perlahan – lahan (menahun) disebabkan oleh berbagai penyakit
ginjal. Peyakit ini bersifat progresif dan umumnya tidak dapat pulih
kembali (irreversibel). Gejala penyakit ini umumnya adalah tidak ada
nafsu makan, mual, muntah, pusing, sesak nafas, rasa Lelah, edema
pada kaki dan tangan serta uremia. Apabila nilai Glomerulo Filtration
Rate (GFR) atau Tes Kliren Kreatinin (TKK) < 25 ml/menit, diberikan
Diet Rendah Protein (Almatsier, 2004).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah kerusakan fungsi ginjal yang
progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu
memelihara metabolisme dan gagal memelihara keseimbangan cairan
dan elektrolit yang berakibat terjadinya peningkatan ureum (azotemia)
(Smeltzer, 2018) (Suharyanto & Madjid, 2012).

b. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik

Patofisiologi GGK (Gagal Ginjal Kronik) pada awalnya


tergantung dari penyakit yang mendasarinya. Namun, setelah itu
proses yang terjadi adalah sama. Pada diabetes melitus, terjadi
hambatan aliran pembuluh darah sehingga terjadi nefropati diabetik,
dimana terjadi peningkatan tekanan glomerular sehingga terjadi
ekspansi mesangial, hipertrofi glomerular. Semua itu akan
menyebabkan berkurangnya area filtrasi yang mengarah pada
glomerulosklerosis (Sudoyo, 2009). Tingginya tekanan darah juga
menyebabkan terjadi GGK. Tekanan darah yang tinggi menyebabkan
perlukaan pada arteriol aferen ginjal sehingga dapat terjadi penurunan
filtrasi (Rahman,dkk, 2013).

Pada pasien GGK, terjadi peningkatan kadar air dan natrium


dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena gangguan ginjal dapat
mengganggu keseimbangan glomerulotubular sehingga terjadi
peningkatan intake natrium yang akan menyebabkan retensi natrium
dan meningkatkan volume cairan ekstrasel. Reabsorbsi natrium akan
menstimulasi osmosis air dari lumen tubulus menuju kapiler
peritubular 12 sehingga dapat terjadi hipertensi .Hipertensi akan
menyebabkan kerja jantung meningkat dan merusak pembuluh darah
ginjal. Rusaknya pembuluh darah ginjal mengakibatkan gangguan
filtrasi dan meningkatkan keparahan dari hipertensi (Rahman, 2013).

c. Gejala Klinis Gagal Ginjal Kronik

Berdasarkan (Kementerian Kesehatan RI, 2019) gejala


penyakit Gagal Ginjal Kronik tergantung pada lokasi lesi, sehingga
dapat menunjukkan manifestasi klinis sebagai berikut:

1. Tekanan darah tinggi


2. Perubahan frekuensi dan jumlah buang air kecil dalam sehari
3. Adanya darah dalam urin
4. Lemah serta sulit tidur
5. Kehilangan nafsu makan
6. Sakit kepala
7. Tidak dapat berkonsentrasi
8. Gatal
9. Sesak
10. Mual & muntah
11. Bengkak, terutama pada kaki dan pergelangan kaki, serta pada
kelopak mata waktu pagi hari
d.Faktor-Faktor Penyebab Gagal Ginjal Kronik

1. Diabetes
2. Hipertensi
3. Riwayat Keluarga dengan Penyakit Ginjal
4. Penyakit Kardiovaskular
5. Infeksi HIV
6. Riwayat Batu Ginjal
7. Usia
8. Aktivitas Fisik
9. Merokok
10. Obesitas
e. Klarifikasi Gagal Ginjal Kronik
Klasifikasi Penyakit Gagal Ginjal Kronik (Corwin,2001)
Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif
GFR (Glomerulo Filtration Rate). Stadium-stadium gagal ginjal kronis
didasarkan pada tingkat GFR yang tersisa. Dan mencakup:

1. Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50%

dari normal.

2. Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-

35% dari normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan

mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang mereka

terima.
3. Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.
Semakin banyak nefron yang mati.

4. Penyakit ginjal stadium-akhir, yang terjadi apabila GFR menjadi

kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang

tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi

tubulus. Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage)

LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) dimana nilai normalnya adalah

125 ml/min/1,73 m2. Berikut adalah klasifikasinya:

Tabel 1. Klasifikasi GGK

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1,73 m2)


1 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau
normal
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau 60 – 89
ringan
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau 30 – 59
sedang
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau 15 – 29
berat
5 Gagal ginjal < 15 atau
dialisis

(Sumber : Sudoyo, 2006)

f. Terapi Gagal Ginjal Kronik


1. 1.Hemodialisis
Hemodialisis merupakan proses pembersihan darah dari
zat yang tidak diperlukan tubuh melalui proses
penyaringan di luar tubuh. Terapi ini dilakukan dengan
bantuan mesin di rumah sakit. Mesin akan menyaring
darah dan membuang zat beracun, lalu memasukkan
kembali darah ke dalam tubuh.

2.PeritonealDialysis
Continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD)
merupakan dialisis atau penyaringan darah yang
dilakukan lewat perut. Terapi ini dapat dilakukan
sendiri oleh pasien di rumah 2-4 kali sehariTerapi ini
menggunakan semacam cairan yang membuat membran
perut akan bekerja menyaring darah,,Selaput dalam
rongga perut atau peritoneum yang memiliki
permukaan luas dan banyak jaringan pembuluh darah
akan menjadi filter alami untuk membuang zat sisa.
3.Transplantasi
2. ginjalTransplantasi ginjal merupakan proses bedah
dengan mengganti organ ginjal yang mengalami
kerusakan dengan organ ginjal dari donor. Proses ini
memerlukan pemeriksaan kecocokan ginjal pendonor
dengan tubuh penerima donor.

Umumnya, transplantasi ginjal akan membuat fungsi


ginjal pada orang gagal ginjal akan kembali normal
dapat menjalankan aktivitas normal.

Aida menjelaskan tiga terapi ini merupakan terapi


terintegrasi yang dapat dilakukan bergantian dan juga
disesuaikan dengan kondisi pasien. Dokter akan
menentukan terapi yang tepat sesuai dengan kondisi
pasien.

2. Konsep Teori Dukungan Keluarga

a. Definisi

Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan,

kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan,

mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental,

emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga (Friedman, 2013).

Setiadi (2008) mengatakan bahwa keluarga adalah bagian dari masyarakat

yang peranannya sangat penting untuk membentuk kebudayaan yang


sehat. Friedman (2013) juga menyebutkan bahwa keluarga adalah dua

orang atau lebih yang disatukan oleh kebersamaan dan kedekatan

emosional serta yang mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari

keluarga. Definisi lain dari keluarga menurut U.S Bureau of the Census

dalam Friedman (2013) adalah terdiri atas individu yang bergabung

bersama oleh ikatan pernikahan, darah atau adopsi dan tinggal didalam

suatu rumah tangga yang sama. Dari beberapa pendapat ahli diatas, dapat

disimpulkan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang yang diikat oleh

hubungan darah, perkawinan, atau adopsi yang biasanya hidup bersama

atau jika terpisah mereka tetap saling memberikan perhatian, berinteraksi

satu sama lain yanbertujuan untuk menciptakan dan mempertahankan

budaya, meningkatkan perkembangan fisik,

Dari beberapa pendapat ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa

keluarga adalah sekumpulan orang yang diikat oleh hubungan darah,

perkawinan, atau adopsi yang biasanya hidup bersama atau jika terpisah

mereka tetap saling memberikan perhatian, berinteraksi satu sama lain

yang bertujuan untuk menciptakan dan mempertahankan budaya,

meningkatkan perkembangan fisik, psikologis dan sosial anggota

keluarga. psikologis dan sosial anggota keluarga.

2.2.2. Tipe-tipe keluarga

Tipe keluarga yang bergantung pada konteks keilmuan dan orang yang

mengelompokan dalam Setiadi (2008) terdiri atas:


a. Tradisional

Secara tradisional keluarga dikelompokkan menjadi 2 yaitu: (a) Keluarga Inti


(Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak yang
diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya. (b) Keluarga Besar
(Extended Family) adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang
masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek, paman-bibi).

b. Secara Modern

Secara Modern (berkembangnya peran individu dan berkembangnya

rasa individualisme maka pengelompokkan tipe keluarga selain diatas adalah:

(a) Tradisional Nuclear adalah keluarga inti (ayah, ibu dan anak) tinggal

dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam satu ikatan

perkawinan, satu atau keduanya dapat bekerja diluar rumah. (b) Reconstituted

Nuclear adalah pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan

kembali suami/istri, tinggal dalam pembentukan dalam satu rumah dengan

anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari

perkawinan baru, satu/keduanya dapat bekerja diluar rumah. (c) Niddle Age/

Aging Couple adalah Suami sebagai pencari uang, istri dirumah/kedua-

duanya bekerja dirumah, anak-anak sudah meninggalkan rumah

karena sekolah/perkawinan/meniti karir. (d) Dyadic Nuclear adalah

suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak yang keduanya

atau salah satunya bekerja diluar rumah. (e) Single Parent adalah satu orang

tua sebagai akibat perceraian atau kematian pasangannya dan anak-anaknya

dapat tinggal dirumah atau diluar rumah. (f) Dual Carrier adalah suami istri

atau keduanya orang karir atau tidak mempunyai anak. (g) Commuter
Married adalah suami istri atau keduanya orang karir dan tinggal terpisah

pada jarak tertentu. Keduanya saling mencari pada waktu tertentu. (h) Single

Adult adalah wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak

adanya keinginan untuk kawin. (i) Three Generation adalah tiga generasi atau

lebih tinggal dalam satu rumah. (j) Institusional Adalah anak-anak atau

orang-orang dewasa tinggal dalam suatu panti-panti. (k) Comunal adalah satu

rumah terdiri dari dua atau lebih pasangan yang monogami dengan anak-

anaknya dan bersama-sama dalam penyedian fasilitas. (l) Group Marriage

adalah satu perumahan terdiri dari orang tua dan keturunannya di dalam satu

kesatuan keluarga dan tiap individu adalah kawin dengan yang lain dan

semua adalah orang tua dari anak-anak. (m) Unmarried Parent and Child

adalah ibu dan anak dimana perkawinan tidak dikehendaki, anaknya diadopsi.

(n) Cohibing Coiple adalah dua orang atau satu pasangan yang tinggal

bersama tanpa kawin. (o) Gay and Lesbian Family adalah Keluarga yang

dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama. Gambaran tentang

bentuk keluarga diatas ini melukiskan banyaknya bentuk sruktur yang

menonjol dalam keluarga saat ini, yang penting adalah keluarga harus

dipahami dalam konteksnya, label dan jenisnya hanya berfungsi sebagai

referensi bagi penataan kehidupan keluarga dan sebuah kerangka kerja serta

setiap upaya perlu memperhatikan keunikan dari setiap keluarga.

2.2.3. Fungsi keluarga

Secara umum fungsi keluarga menurut Friedman (2013) adalah sebagai


berikut:

a) Fungsi afektif adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan


segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan
dengan orang lain.
b) Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan
menjaga kelangsungan keluarga.
c) Fungsi ekonomi adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk
mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

2.2.3. Tugas keluarga dalam bidang kesehatan

Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai

tugas dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan. Friedman

(2013) membagi 5 tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus

dilakukan, yaitu:

1. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya. Perubahan

sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak

langsung menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga, maka

apabila menyadari adanya perubahan perlu segera dicatat kapan

terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan seberapa besar

perubahannya.

2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi

keluarga. Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk


mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga,

dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai

kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga

maka segera melakukan tindakan yang tepat agar masalah

kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga

mempunyai keterbatasan sebaiknya meminta bantuan orang lain

dilingkungan sekitar keluarga.

3. Memberikan keperawatan anggotanya yang sakit atau yang tidak

dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang

terlalu muda. Perawatan ini dapat dilakukan dirumah apabila

keluarga memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk

pertolongan pertama atau kepelayanan kesehatan untuk

memperoleh tindakan lanjutan agar masalah yang lebih parah

tidak terjadi.

4. Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan

kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.

5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan

lembaga kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada).

Menurut Sheridan & Radmacher (1992), Safarindo (1998) serta Taylor

(1999) dalam Desita (2010) membagi dukungan keluarga ke dalam

beberapa bentuk, yaitu :

1. Dukungan instrumental
Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat

memberikan pertolongan langsung seperti pemberian uang, pemberian

barang, makanan serta pelayanan. Bentuk ini dapat mengurangi stres

karena individu dapat langsung memecahkan masalahnya yang

behubungan dengan materi. Dukungan instrumental sangat diperlukan

terutama dalam mengatasi masalah yang dianggap dapat dikontrol .

2. Dukungan informasional

Bentuk dukungan ini melibatkan pemberiaan informasi, saran atau

umpan balik tentang situasi dan kondisi individu. Jenis informasi

seperti ini dapat menolong individu untuk mengenali dan mengatasi

masalah dengan mudah.

3. Dukungan emosional

Bentuk dukungan ini membuat individu memiliki perasaan nyaman,

yakin, diperdulikan dan dicintai oleh keluarga sehingga individu dapat

menghadapi masalah dengan baik. Dukungan ini sangat penting dalam

menghadapi keadaan yang dianggap tidak dapat dikontrol.

4. Dukungan pengharapan

Dukungan pengharapan meliputi pertolongan pada individu untuk

memahami kejadian stres lebih baik dan juga sumber stres serta

strategi koping yang dapat digunakan dalam menghadapi stresor.

Dukungan sosial keluarga dapat membantu meningkatkan strategi


koping individu dengan menyarankan strategi-strategi alternatif yang

didasarkan pada pengalaman sebelumnya dan dengan mengajak

orang-orang berfokus pada aspek-aspek yang lebih positif dari situasi

tersebut. Individu diarahkan kepada orang yang sama yang pernah

mengalami situasi yang sama untuk mendapatkan nasihat dan

bantuan. Individu dibandingkan dengan orang lain yang mengalami

hal yang lebih buruk. Pada dukungan pengharapan keluarga bertindak

sebagai pembimbing dengan memberikan umpan balik.

5. Dukungan harga diri

Bentuk dukungan ini berupa penghargaan positif terhadap individu,

pemberian semangat, persetujuan terhadap pendapat individu,

perbandingan yang positif dengan individu lain. Bentuk dukungan ini

membantu individu dalam membangun harga diri dan kompetensi.

Menurut Friedman (2013) sumber dukungan keluarga terdapat

berbagai macam bentuk seperti :

1. Dukungan informasional
Dukungan informasional adalah keluarga berfungsi sebagai
pemberi informasi, dimana keluarga menjelaskan tentang
pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan
mengungkapkan suatu masalah.
2. Dukungan peniliaian atau penghargaan
Dukungan penilaian adalah keluarga yang bertindak membimbing
dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator
indentitas anggota keluarga diantaranya memberikan support,
penghargaan, perhatian.
3. Dukungan instrumental
Dukungan instrumental adalah keluarga merupakan sumber
kebutuhan keuangan, makan, minum dan istirahat.
4. Dukungan emosional
Dukungan emosional adalah keluarga sebagai tempat yang aman
dan damai untuk istirahat serta pemulihan dan membantu
penguasaan terhadap emosi. Dukungan emosional meliputi
dukungan yang diwujudkan dalam bentuk adanya kepercayaan
dan Perhatian.

2.2.5. Sumber dukungan keluarga

Sumber dukungan keluarga adalah sumber dukungan sosial

keluarga yang dapat berupa dukungan sosial keluarga secara internal

seperti dukungan dari suami atau istri serta dukungan dari saudara

kandung atau dukungan sosial keluarga secara eksternal seperti paman

dan bibi (Friedman, 2013).

2.2.8. Manfaat dukungan keluarga

Menurut Setiadi (2008), dukungan sosial keluarga memiliki efek

terhadap kesehatan dan kesejahteraan yang berfungsi secara bersamaan.

Adanya dukungan yang kuat berhubungan dengan menurunnya mortalitas,

lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik, dan kesehatan emosi.

Selain itu, dukungan keluarga memiliki pengaruh yang positif pada

pemyesuaian kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan stress.


Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang

masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial keluarga berbeda-beda

dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Namun demikian dalam semua

tahap siklus kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu

berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya hal ini

meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 2013).

2.2.9. Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga

Menurut Rahayu (2008) faktor – faktor yang mempengaruhi dukungan

keluarga adalah :

1. Faktor internal

a. Tahap perkembangan

Dukungan ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini merupakan

pertumbuhan dan perkembangan, artinya setiap rentang usia

mempunyai pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan

yang berbeda – beda.

a. Pendidikan atau tingkat pengetahuan

Keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan terbentuk oleh

variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan, latar belakang

pendidikan, dan pengalaman masa lalu. Kemempuan kognitif akan

membentuk cara berpikir seseorang termasuk kemampuan untuk


memahami faktor – faktor yang berhubungan dengan penyakit dan

menggunakan pengetahuan tentang kesehatan untuk menjaga

kesehatan dirinya.

b. Faktor spiritual

Aspek ini terlihat dari bagaimana seseorang menjalani kehidupannya,

mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungn dengan

keluarga dan teman, dan kemampuan mencari harapan dalam arti

hidup.

2. Faktor eksternal

a.Faktor sosioekonomi

Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit


dan mempengaruhi seseorang mendefenisikan dan bereaksi terhadap
penyakitnya. Seseorang biasanya akan mencari dukungan dari kelompok
sosialnya, hal ini akan mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara
pelaksanaannya. Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan
lebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit yang dirasakan dan segera
mencari pertolongan.

b. Latar belakang budaya

Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai, dan kebiasaan individu


dalam memberikan dukungan termasuk cara pelaksanaan kesehatan pribadi.
C. Konsep Teori

1. Konsep Teori Kualitas Hidup


a. Definisi

Menurut World Health Organozation (WHO) kualitas hidup

didefenisikan sebagai persepsi individu sebagai laki-laki ataupun perempuan

dalam hidup, ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka

tinggal, dan hubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan

perhatian mereka. Hal ini terangkum secara kompleks mencakup kesehatan

fisik, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial, dan hubungan

kepada karakteristik lingkungan Mereka.

Kualitas hidup menurut World Health Organozation Qualityof Life

(WHOQOL) dalam Nimas (2012), didefinisikan sebagai persepsi individu

mengenai posisi individu dalam hidup dalam konteks budaya dan sistem nilai

dimana individu hidup dan hubungannya dengan tujuan, harapan, standar

yang ditetapkan dan perhatian seseorang.

Menurut Suhud (2009) kualitas hidup adalah kondisi dimana pasien

kendati penyakit yang dideritanya dapat tetap merasa nyaman secara fisik,

psikologis, sosial maupun spiritual serta secara optimal memanfaatkan

hidupnya untuk kebahagiaan dirinya maupun orang lain.

Kualitas hidup merupakan persepsi subjektif dari individu terhadap

kondisi fisik, psikologis, sosial, dan lingkungan dalam kehidupan sehari-hari

yang dialaminya (Urifah, 2012). Donald (dalam Urifah, 2012) menyatakan


kualitas hidup merupakan suatu terminology yang menunjukkan tentang

kesehatan fisik, sosial dan emosi seseorang serta kemampuannya untuk

melaksanakan tugas

sehari-hari.

Menurut Cohan & Lazarus (dalam Handini, 2011) kualitas hidup adalah

tingkatan yang menggambarkan keunggulan seseorang individu yang dapat

dinilai dari kehidupan mereka. Keunggulan individu tersebut biasanya dilihat

dari tujuan hidupnya, kontrol pribadinya, hubungan interpersonal,

perkembangan pribadi, intelektual dan kondisi materi. Sedangkan Ghozali

juga mengungangkap faktorfaktor yang mempengaruhi kualitas hidup

diantaranya adalah mengenali diri sendiri, adaptasi, merasakan perhatian

orang lain, perasaan kasih dan sayang, bersikap optimis, mengembangkan

sikap empati.

Menurut Karangora (2012) mendefinisikan kualitas hidup sebagai

persepsi seseorang dalam konteks budaya dan norma yang sesuai dengan

tempat hidup seseorang tersebut serta berkaitan dengan tujuan, harapan,

standar dan kepedulian selama hidupnya. Kualitas hidup individu yang satu

dengan yang lainnya akan berbeda, hal itu tergantung pada definisi atau

interpretasi masing-masing individu tentang kualitas hidup yang baik.

Kualitas hidup akan sangat rendah apabila aspek-aspek dari kualitas hidup itu

sendiri masih kurang dipenuhi.


Kualitas hidup merupakan sesuatu yang bersifat subyektivitas dan

multidimensi. Subyektivitas mengandung arti bahwa kualitas hidup hanya

dapat ditentukan dari sudut pandang pasien itu sendiri dan ini dapat diketahui

hanya dengan bertanya langsung pada pasien sedangkan multidimensi

bermakna bahwa kualitas hidup dipandang dari seluruh aspek kehidupan

seseorang secara holistik meliputi aspek biologis/fisik, psikologis,

sosiokultural dan spiritual (Panthee & Kritpracha, 2011).

Dari beberapa uraian tentang kualitas hidup diatas maka dapat

ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan kualitas hidup dalam kontek

penelitian ini adalah persepsi individu terhadap posisi mereka dalam

kehidupannya baik dilihat dari konteks budaya maupun sistem nilai dimana

mereka tinggal dan hidup yang ada hubungannya dengan tujuan hidup,

harapan, standart dan fokus hidup mereka yang mencakup beberapa aspek

sekaligus, diantaranya aspek kondisi fisik, psikologis, sosial dan lingkungan

dalam kehidupan sehari-hari.

2.3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup

Raebun dan Rootman (Nimas, 2012) mengemukakan bahwa terdapat

delapan faktor yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang, yaitu:

1. kontrol, berkaitan dengan control terhadap perilaku yang dilakukan

oleh seseorang, seperti pembahasan terhadap kegiatan untuk menjaga

kondisi tubuh.
2. Kesempatan yang potensial, berkaitan dengan seberapa besar

seseorang dapat melihat peluang yang dimilikinya.

3. Keterampilan, berkaian dengan kemampuan seseorang untuk

melakukan keterampilan lain yang mengakibatkan ia dapat

mengembangkan dirinya, seperti mengikuti suatu kegiatan atau kursus

tertentu.

4. Sistem dukungan, termasuk didalamnya dukungan yang berasal dari

lingkungan keluarga, masyarakat maupun sarana-sarana fisik seperti

tempat tinggal atau rumah yang layak dan fasilitas-fasilitas yang

memadai sehinga dapat menunjang kehidupan.

5. Kejadian dalam hidup, hal ini terkait dengan tugas perkembangan dan

stress yang diakibatkan oleh tugas tersebut. Kejadian dalam hidup

sangat berhubungan erat dengan tugas perkembangan yang harus

dijalani, dan terkadang kemampuan seseorang untuk menjalani tugas

tersebut mengakibatkan tekanan tersendiri.

6. Sumber daya, terkait dengan kemampuan dan kondisi fisik seseorang.

Sumber daya pada dasarnya adalah apa yang dimiliki oleh seseorang

sebagai individu.

7. Perubahan lingkungan, berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada

lingkungan sekitar seperti rusaknya tempat tinggal akibat bencana.

8. Perubahan politik, berkaitan dengan masalah Negara seperti

krisimoneter sehingga menyebabkan orang kehilangan pekerjaan/mata

pencaharian.
Selain itu, kualitas hidup seseorang dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor diantaranya, mengenali diri sendiri, adaptasi,

merasakan pasienan orang lain, perasaan kasih dan sayang, bersikap

optimis, mengembangkan sikap empati.

2.3.3. Aspek-aspek kualitas hidup

Menurut World Health Organization Quality of Life (dalam Nimas,

2012) terdapat empat aspek mengenai kualitas hidup, diantaranya sebagai

berikut:

1. Kesehatan fisik, mencakup aktivitas sehari-hari, ketergantungan pada

obat-obatan, energi dan kelelahan, mobilitas, sakit dan

ketidaknyamanan, tidur/istirahat, kapasitas kerja.

2. Kesejahteraan psikologis, mencakup bodily image appearance,

perasaan negative, perasaan positif,self-esteem,

spiritual/agama/keyakinan pribadi, berpikir, belajar, memori dan

konsentrasi.

3. Hubungan sosial, mencakup relasi personal, dukungan sosial,

aktivitas seksual.

4. Hubungan dengan lingkungan mencakup sumber finansial,

kebebasan, keamanan dan keselamatan fisik, perawatan kesehatan dan

sosial termasuk aksesbilitas dan kualitas, lingkungan rumah,


kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru maupun

keterampilan, partisispasi dan mendapat kesempatan untuk melakukan

rekreasi dan kegiatan yang menyenangkan di waktu luang, lingkungan

fisik termasuk

polusi/kebisingan/lalu lintas/iklim serta transportasi.

2.3.4. Domain kualitas hidup pasien dialisis

World Health Organization/WHO dalam Nimas (2012) kualitas hidup

menyangkut dimensi yang lebih luas termasuk kesehatan fisik, psikologis, tingkat

kemandirian, hubungan sosial, keyakinan tentang penyakit yang diderita dan

lingkungan. Konsep kualitas hidup secara umum dibagi menjadi empat domain yaitu

domain kesehatan fisik dan fungsinya, domain sosial dan lingkungan, domain

psikologis, dan domain spiritual.

1. Domain kesehatan fisik

Domain pertama dalam kualitas hidup adalah domain kesehatan fisik dan

fungsiya. Domain ini mencakup beberapa elemen yaitu kemampuan melakukan

aktifitas sehari-hari, physical independence, ketergantungan pada obat-obatan

atau bantuan medis, nyeri, energi (kelelahan), istirahat dan tidur,

dan kemampuan fisik untuk melakukan pekerjaan yang

harus diselesekaikannya. Kesehatan fisik adalah hal yang harus dinilai dalam

mengevaluasi kualitas hidup individu.

2. Domain sosial dan lingkungan

Domain ini terkait dengan relasi personal, dukungan keluarga dan sosial

yang diterima dan aktivitas seksual. Domain ini terkait dengan keadaan keuangan
individu, menggambarkan tingkat keamanan individu yang dapat mempengaruhi

kebebasannya dirinya, meliputi kepuasan dengan kehidupan, kebahagiaan secara

umum, perawatan kesehatan yang diterima dan social care.

3. Domain psikologis

Domain ini menggambarkan bagaimana individu memandang dirinya

sendiri terkait dengan kemampuan tubuh dan penampilannya. Domain ini juga

menggambarkan tentang perasaan positif dan bagaimana individu menilai dirinya

sendiri, serta kemampuan belajar, berfikir dan berkonsentrasi.

4. Domain spiritual

Domain ini meliputi kepuasan dengan diri sendiri, tercapainya tujuan

pribadi, kedamaian dalam pikiran, penampilan pribadi dan kepercayaan kepada

Tuhan. Spiritualitas merupakan dimensi penting yang harus diperhatikan dalam

penilaian kualitas hidup karena gangguan spiritualitas akan menyebabkan

gangguan berat secara psikologis termasuk ingin bunuh

diri (Bele et al., 2012).

2.3.5. Komponen kualitas hidup

University of Toronto dalam Nimas (2012) menyebutkan kualitas hidup

dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu kesehatan, kepemilikan, dan harapan.

a. Kesehatan

Kesehatan dalam kualitas hidup dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu

secara fisik, psikologis, dan spiritual. Secara fisik yang terdiri dari kesehatan

fisik, personal hygiene, nutrisi, olahraga, pakaian dan penampilan fisik secara

umum. Secara psikologis yang terdiri dari kesehatan dan penyesuaian


psikologis, kesadaran, perasaan, harga diri, konsep diri dan kontrol diri. Secara

spiritual terdiri dari nilai-nilai pribadi, standar-standar pribadi dan kepercayaan

spiritual.

b. Kepemilikan

Kepemilikan (hubungan individu dengan lingkungannya) dalam

kualitas hidup di bagi menjadi 2 bagian yaitu secara fisik dan sosial. Secara

fisik terdiri dari rumah, tempat kerja/sekolah, tetangga/lingkungan dan

masyarakat. Secara sosial dekat dengan orang lain, keluarga, teman/rekan

kerga, lingkungan dan masyarakat.

c. Harapan

Merupakan keinginan dan harapan yang akan dicapai sebagai

perwujudan dari individu seperti terpenuhinya nilai (prestasi dan aspirasi

individu) sehingga individu tersebut merasa berharga atau dihargai di dalam

lingkungan keluarga maupun masyarakat sekitarnya melalui suatu tindakan

nyata yang bermanfaat dari hasi karyanya

2.3.6. Dampak hemodialisa terhadap kualitas hidup

Klien hemodialisa mempunyai respon fisik dan psikologis terhadap

tindakan hemodialisa. Respon tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor,

diantaranya karakteristik individu, pengalaman sebelumnya dan

mekanisme koping.Kelemahan berhubungan dengan gangguan pada kondisi

fisik, termasuk malnutrisi, anemia, uremia. Kelemahan fisik dapat menurunkan

motivasi. Kelemahan secara signifikan berhubungan dengan timbulnya gejala


gangguan masalah tidur, status kesehatan fisik yang menurun dan depresi yang

dapat mempengaruhi kualitas hidupnya. Seperti telah diuraikan sebelumnya,

tindakan hemodialisa sangat erat hubungannya dengan kualitas hidup pasien,

dimana kualitas hidup meliputi 4 aspek yaitu aspek fisik, psikologis, sosial dan

lingkungan(Bele et al., 2012).

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka konseptual

Kerangka konsep ini bertujuan untuk mengidentifikasi dukungan

keluarga (instrumental, informasional, emosional, pengharapan dan

harga diri yang akan dibagi mejadi tiga kategori dukungan keluarga

yaitu dukungan keluarga baik, cukup dan kurang ) dengan kualitas

hidup (kesehatan, kepemilikan dan harapan) pasien gagal ginjal kronis

yang menjalani terapi hemodialisa yang dipengaruhi oleh usia dan jenis

kelamin, sehingga didapat kualitas hidupnya baik dan buruk.

Konsep kerja dari penelitian ini digambarkan


sebagai berikut :
Dukungan Keluarga
1. Dukungan
instrumental
2. Dukungan
infor masional Dukungan Keluarga
3. Dukungan
1. Baik
emosional
Pasien Gagal 2. Cukup
4. Dukungan
Ginjal Kronik 3. Kurang
pengharapan
5. Dukungan Kualitas Hdiup
harga diri
1. Baik
Kualitas Hidup 2. Buruk

1. Kesehatan
2. Kepemilikan
3. Harapan

Skema 3.1. Kerangka Penelitian Dukungan Keluarga dan Kualitas Hidup Pasien
Gagal Ginjal Kronik

Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif yang

bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang dukungan keluarga dan

kualitas hidup pasien Gagal Ginjal Kronik yang menjalani terapi

hemodialisa.

Populasi dan sampel penelitian

Anda mungkin juga menyukai