Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
A. Lantar Belakang

Menurut (Ruru et al., 2018) TB Paru merupakan penyakit menular

yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia. Penyembuhan

total membutuhkan enam bulan pengobatan tanpa henti dengan berbagai obat

yang merupakan tantangan bagi pasien dan petugas kesehatan. Pengobatan TB

Paru yang tidak lengkap dapat menyebabkan penularan TB yang

berkepanjangan, peningkatan risiko pengembangan TB Paru yang resistan

terhadap obat, dan mortalitas yang lebih tinggi. Perlunya kepatuhan yang baik

terhadap pengobatan TB telah diakui dan ditekankan oleh strategi WHO /

IUATLD.

Dari data (World Health Organization, 2020) pada tahun 2020 setiap

tahun, 10.000.000 kasus terserang TB Paru. Nyawa di selamatkan sejak tahun

2000 sampai 2019 dengan upaya global untuk menghakiri TB sekitar

63.000.000 orang, orang jatuh sakit dengan TB 2019 yakni 10.000.000 orang,

orang meninggal karena TB di 2019 yakni 1.400.000 orang, dan orang jatuh

sakit dengan obat resisten TB pada 2019 yakni 465.000 orang secara global.

Secara geografis, penderita TB terbanyak pada tahun 2019 berada di wilayah

WHO di Asia Tenggara (44%), Afrika (25%) dan Pasifik Barat (18%), dengan

persentase yang lebih kecil di Mediterania Timur (8,2%), Amerika (2,9%) dan

Eropa (2,5%). Delapan negara dihitung untuk dua pertiga dari total global:

India (26%), Indonesia (8,5%), Cina (8,4%), Filipina (6,0%), Pakistan (5,7%),

Nigeria (4,4%), Bangladesh (3,6%) dan Afrika Selatan (3,6%). 22 negara

1
2

lainnya dalam daftar 30 WHO negara dengan beban TB tinggi menyumbang

21% dari global total.

Dari data (Kemenkes RI, 2020) pada tahun 2019 sekitar 845.000 orang

di Indonesia menderita penyakit TB, 543,874 orang ternotifikasi kasus TB,

35% kasus TB Paru tidak di laporkan, 11,993 orang meninggal akibat TB.

Kasus TB berdasarkan diagnosa terdapat TB Paru 488.163 (89%) orang dan

TB Ekstra Paru 55.711 (11%) orang. Indonesia berada di peringkat ke ketiga

dengan jumlah penderita terbanyak di dunia, Negara kita tetap berada di

bawah negara Cina dan juga India.

Berdasarkan data Dinkes Provinsi Bali pada tahun 2019 kasus TB


Paru terdapat 4310 orang dari semua Kabupaten Bali, dari yang terbanyak
Denpasar 1610 orang, Buleleng 703 orang, Badung 646 orang, Gianyar 353

orang, Karangasem 321 orang, Tabanan 274 orang, Jembrana 192 orang,

Klungkung 123 orang, Bangli 88 orang. Berdasarkan jumlah kasus, Buleleng

peringkat ke 2 untuk kasus TB Paru. (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2019).

Dari data Dinkes Buleleng pada tahun 2019 jumlah seluruh penderita

TB Paru sepanjang Tahun 2019 di Kabupaten Buleleng pada sebanyak 703

orang yang terdiri dari laki – laki sebanyak 429 kasus dan perempuan

sebanyak 274 kasus. Dari 703 orang penderita kasus tuberkulosis, ditemukan

kasus Tuberkulosis anak 0-14 tahun sebanyak 33 orang. Data peroleh di Poli

Paru RSUD Buleleng penderita TB Paru pada tahun 2018 sebanyak 78 orang

dan pada tahun 2019 menurun menjadi 41 orang, pada tahun 2020 meningkat

menjadi 47 orang (Dinkes Buleleng, 2019).


3

Pengobatan TB Paru membutuhkan waktu panjang untuk mencapai

penyembuhan dengan paduan (kombinasi) beberapa macam obat sehingga

tidak jarang pasien berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai

yang berakibat pada kegagalan dalam pengobatan TB Paru. Menurut (Humaidi

& Ratna Anggarini, 2020) pengobatan TB Paru aktif menggunakan panduan

obat anti tuberkulosis (OAT) dengan masa pengobatan 6-8 bulan. (Aliftitah et

al., 2020) menjelaskan salah satu upaya untuk mengendalikan dan

menanggulangi penderita TB Paru yaitu dengan pengobatan. Kecenderungan

penderita untuk bosan dan putus berobat saat pengobatan karena sudah

memakan waktu yang lama merupakan salah satu faktor ketidak patuhan itu

sendiri.

Hal ini ditunjukan dalam penelitian (Octaswari dalam (Maghfir

Ibnu Cholis, 2019) yang berjudul Hubungan Dukungan Keluarga Dengan

Kepatuhan Minum Obat Terhadap Klien Tuberkulosis Paru BTA Positif Di

Puskesmas Depok III Kabupaten Sleman, bahwa jumlah total pasien sebanyak

15 pasien, 11 pasien dinyatakan patuh dan 4 pasien yang tidak patuh minum

obat. Hal ini disebabkan oleh waktu minum obat yang yang cenderung lama

sehingga responden terkadang lupa meminum obat serta lupa mengambil obat,

dan ada salah satu pasien yang mengatakan tidak meminum obat. Dan

penelitian (Chen et al., 2020) yang berjudul The effects of family, society and

national policy support on treatment adherence among newly diagnosed

tuberculosis patients: a cross-sectional study di dalian, Cinta Timur Laut.

Hasilnya menujukan Sebanyak 481 pasien TB yang baru didiagnosis direkrut,


4

di antaranya 45,7% memiliki kepatuhan yang baik, dan 27,4% sedang, dan

26,8% memiliki kepatuhan rendah.

Menurut (Trilianto, 2020) dukungan keluarga merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi kepatuhan untuk pengobatan TB Paru, dimana

keluarga inti maupun keluarga besar berfungsi sebagai sistem pendukung bagi

anggota keluarganya. (Hutapea, (2008) dalam (Tinah & Triwibowo, 2020)

menyatakan bahwa dukungan keluarga dapat meningkatkan kepatuhan minum

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) penderita TB Paru. (Nasution & Tambunan,

2020) menjelaskan semakin tinggi dukungan dari keluarga maka tingkat

kepatuhan minum obat pada penderita TB Paru semakin tinggi pula. Namun di

satu sisi, masih ada anggota keluarga pasien yang tidak mendukung klien yang

mengalami TB Paru dan patuh untuk minum obat. Hal ini ditunjukan dalam

penelitian (Tukayo et al., 2020) yang berjudul Faktor Yang Mempengaruhi

Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis Pada Pasien Tuberkulosis Paru Di

Puskesmas Waena, dengan hasil bahwa dari 43 responden, sebanyak 13

responden memperoleh dukungan keluarga dalam kategori kurang.

Sementara itu, hasil berbeda dari penelitian (Nasution & Tambunan,

2020) yang berjudul Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan

Minum Obat Pada Penderita TB Paru Di Puskesmas Padang Bulan Medan,

dengan sampel 163 orang terdapat 45 orang (72,6%) menunjukkan mayoritas

keluarga yang mendukung dan penderita yang patuh minum obat sebanyak 38

orang (61,3%). Hasil uji chi-square di peroleh nilai p. value = 0,002


5

(α<0,005), menunjukkan bahwa Ada Hubungan Dukungan Keluarga dengan

Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita TB Paru.

Hal tersebut di tunjang juga dengan penelitian (Kusumoningrum et al.,

2020) yang berjudul Hubungan Dukungan Keluarga dan Kepatuhan Minum

Obat terhadap Kesembuhan Penderita Tuberkulosis (TB) di Kabupaten

Bantul, dengan 39 orang bahwa ada hubungan dukungan informasional dan

kepatuhan minum obat dengan nilai p = 0,008, ada hubungan antara dukungan

penghargaan dan kepatuhan minum obat dengan p = 0,006, ada hubungan

antara dukungan instrumental dan kepatuhan minum obat dengan p = 0,000,

ada hubungan antara dukungan emosional dan kepatuhan minum obat dengan

nilai p = 0,004 dan tidak ada hubungan antara kepatuhan minum obat dan

kesembuhan pada penderita TB dengan nilai p = 0,154.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di RSUD Buleleng pada tanggal

15 Desember 2020 dengan 10 orang klien TB Paru, di peroleh bahwa terdapat

4 orang menyatakan tidak patuh meminum obat di karenakan efek samping

pengobatannya, diantaranya adalah mual, muntah, tidak nafsu makan dan 6

orang menyatakan patuh minum obat.

Dari hasil dukungan keluarga terdapat 5 orang menyatakan bahwa dukungan

keluarganya berada pada kategori kurang karena tidak mensupport klien pada

waktunya untuk sembuh dan di jauhi karena penyakit yang di derita dan 5

orang berada dalam kategori baik dikarenakan selalu mensupport klien dalam

berobat. Melihat beberapa penderita TB Paru yang tidak patuh di sebabkan

dukungan keluarga yang kategori kurang maka peneliti tertarik untuk meneliti
6

tentang hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat anti

tuberkulosis (OAT) pada penderita TB Paru di RSUD Buleleng.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian masalah yang peneliti uraikan dalam latar belakang

tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada

hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat anti

tuberkulosis (OAT) pada penderita TB Paru ?”

C. Tujuan Peneliti

1. Tujuan umum

Bertujuan mengetahui Hubungan Dukungan keluarga Dengan


Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Pada Penderita TB
Paru di RSUD Buleleng.
2. Tujuan khusus

1) Mengidentifikasi karakteristik responden yang menderita TB Paru di

RSUD Buleleng.

2) Mengidentifikasi dukungan keluarga pada penderita TB Paru di RSUD

Buleleng.

3) Mengidentifikasi kepatuhan minum obat anti tuberkulosis (OAT) pada

penderita TB Paru di RSUD Buleleng.

4) Mengidentifikasi adakah hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan

minum obat anti tuberkulosis (OAT) pada penderita TB Paru di RSUD

Buleleng.
7

D. Maanfaat Peneliti

1. Manfaat teoritis

Skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi dan

pengembangan teori keperawatan tentang Hubungan Dukungan Keluarga

Dengan Pengetahuan Minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Pada

Penderita TB Paru.

2. Manfaat praktis

a. Bagi Lembaga/Institusi Pendidikan

Hasil dari skripsi ini diharapkan mampu menjadi masukan

positif sehingga dapat diaplikasikan dalam meningkatkan kualitas

asuhan keperawatan khususnya pada pasien yang mengalami TB Paru.

b. Bagi Tempat Peneliti

Sebagai masukan dan sumber informasi serta pertimbangan bagi

perawat dan tenaga medis lainnya, agar dapat membuat perencanan

dalam dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat OAT pada

TB Paru.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan skripsi ini dapat dijadikan sumber informasi dan

acuan dalam melakukan penelitian mengenai Hubungan Dukungan

Keluarga Dengan Pengetahuan Minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Pada Penderita TB Paru.

Anda mungkin juga menyukai