PENDAHULUAN
Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak. AO
pada anak jarang ditemukan dan di Indonesia juga belum banyak dilaporkan. Morgagni (1682--
1771) pertama kali melaporkan AO yang disebabkan oleh peradangan telinga. Pada beberapa
penderita dihubungkan dengan kelainan jantung bawaan sianotik. Mikroorganisme penyebab
abses otak meliputi bakteri, jamur dan parasit tertentu. Mikroorganisme tersebut mencapai
substansia otak melalui aliran darah, perluasan infeksi sekitar otak, luka tembus trauma kepala
dan kelainan kardiopulmoner. Pada beberapa kasus tidak diketahui sumber infeksinya.
Angka kejadian AO yang sebenarnya tidak diketahui. Laki-laki lebih sering daripada
perempuan dengan perbandingan 2:1. Goodkin dkk melaporkan prevalensi dari abses serebri di
Rumah Sakit Anak Boston dari tahun 1981 sampai tahun 2000 sekitar 386 pasien, 55 diantaranya
didiagnosa berdasarkan hasil CT-Scan dan juga biopsy. Berdasarkan data retrospektif terhadap
55 pasien ini diketahui range usia pasien adalah 5 hari sampai 34 tahun, dimana 7 pasien berusia
lebih muda dari 8 minggu, dan 5 pasien berusia lebih muda dari 1 bulan. Abses serebri dapat
terjadi di dua hemisfer, dan kira-kira 80% kasus dapat terjadi di lobus frontal, parietal, dan
temporal. Abses serebri di lobus occipital, serebelum dan batang otak terjadi pada sekitar 20%
kasus.
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar
otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma
kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap
bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang
perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.
Abses otak bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit
jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu
tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya
trombo-emboli.
1
Gejala klinik AO berupa tanda-tanda infeksi yaitu demam, anoreksi dan malaise,
peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal sesuai lokalisasi abses. Walaupun
teknik neuroimaging telah berkembang dengan pesat, abses otak sering sulit untuk didiagnosa,
dan terkadang membutuhkan intervensi bedah. Sumber utama infeksi sangat sulit untuk
diketahui, apalagi mikroorganisme yang mungkin menjadi etiologi abses. Terapi AO terdiri dari
pemberian antibiotik dan pembedahan. Tanpa pengobatan, prognosis AO dapat menjadi buruk.
1.3 Tujuan
Untuk meningkatkan pengetahuan dan mendapatkan informasi secara runtut dan lengkap
tengan asuhan keperawatan pada pasien abses selebrum.
2
1.4 Manfaat
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Abses otak adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir diantara
jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus dan protozoa.
Abses otak/serebri adalah penumpukan nanah akibat infeksi otak. Kondisi ini biasa
menyebabkan pembengkakan pada otak. Abses otak sering disebabkan oleh infeksi bakteri atau
jamur diotak yang dipicu oleh cedera kepala atau infeksi dijaringan tubuh lain yang menyebar ke
otak.
Berdasaran bakteri penyebab, maka etiologi dari abses otak dapat dibagi menjadi :
1. Organisme aerobik:
Faktor predisposisi dapat menyangkut host, kuman infeksi atau faktor lingkungan :
4
2. Faktor kuman
3. Faktor lingkungan
Faktor tersebut bersangkutan dengan transisi kuman. Yang dapat masuk ke dalam
tubuh melalui kontak antar individu, vektor, melaui air, atau udara.
2.4 PATOFISIOLOGI
Abses dimulai adanya pengumpulan di lesi otak yang terinfeksi, termasuk : sel darah putih,
bakteridan jamur (hidup dan mati) di area otak membentuk sebuah jaringan dan menciptakan
massa. Jaringan massa yang terbentuk menghalangi pembuluh darah ke otak.
Lokasi lesi primer mungkin disugestikan oleh lokasi abses itu sendiri. Namun, itu tergantung
pada sumber infeksi, termasuk flora mikroba spesifik. Sekitar 25% abses otak dihasilkan
pertumbuhan hematogen dari infeksi ekstra kranial.
5
Penetrasi trauma menyumbang hampir 10% kasus. Sekitar 20 sampai 30% kasus adalah
iodiopatik (sumber tidak jelas), dan tidak ada fokus jelas untuk bisa diidentifikasi.
2.5 PATHWAY
6
2.6 PENATALAKSANAAN MEDIS
Dasar pengobatan abses otak adalah mengurangi efek massa dan menghilangkan kuman
penyebab. Terapi definitif untuk abses melibatkan :
1. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat mengancam jiwa
2. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses
3. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)
4. Pengobatan terhadap infeksi primer
5. Pencegahan kejang
6. Neurorehabilitasi
Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang tepat dan pemilihan
antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan organisme yang memungkinkan terjadinya abses.
Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat digunakan kombinasi dari sefalosporin generasi ketiga
dan metronidazole.
Jika terdapat riwayat cedera kepala dan komplikasi pembedahan kepala, maka dapat
digunakan kombinasi dari napciline atau vancomycine dengan sephalosforin generasi ketiga dan
juga metronidazole. Antibiotik terpilih dapat digunakan ketika hasil kultur dan tes sentivitas
telah tersedia.
a. Laboratorium
b. Radiologi
7
2.8 ASUHAN KEPERAWATAN
CONTOH KASUS
Seorang perempuan usia 39 tahun dengan keluhan nyeri kepala berat. Nyeri kepala cekot-cekot,
mual, muntah, kejang, kesemutan, dan rasa baal dan lemas pada tangan dan tungkai kiri, gangguan
tidur dan gangguan perilaku disangkal.
ANAMNESA
Riwayat penyakit sekarang : 2 hari SMRS pasien mengeluh nyeri kepala yng hebat. Sakit kepala
dirasakan dibagian kepala belakang menjalar hingga kedepan. Nyeri kepala dirasakan terus menerus.
Rasa nyeri kepala cekot-cekot. Pusing berputar disangkal. Pasien juga merasakan mual, mual
dirasakan bersamaan dengan nyeri kepala. Tidak disertai dengan muntah, kejang disangkal, demam
pasien juga mengeluh anggota gerak kirinya sedikit melemah. Namun pasien masih kuat untuk
berjalan, kelemahan anggota gerak kiri diikuti dengan rasa kesemutan. Bicara pelo disangkal, BAB
dan BAK biasa.
1 hari SMRS pasien berobat ke klinik dokter untuk mengatasi keluhan nyeri kepalanya. Hasil
pemeriksaan tekanan darah tinggi, pasien diberi obat penurun tensi. Hingga malam hari pasien belum
ada perbaikan, nyeri kepala dirasakan semakin berat, mual muntah satu kali, muntahannya berupa
makanan yang dimakan. Pagi harinya pasien masih merasakan nyeri kepala, mual dan muntah
sebanyak 1 kali.
-+5 jam SMRS pasien dibawa ke IGD RS bina kasih. Keadaan pasien masih sadar saat perjalanan
pasien muntah. Di RS bina kasih dikonsulkan ke Sp.PD. Pasien jam 12 kejang dan pasien tidak sadar,
kejang seluruh tubuh dan kejang sekita 2 menit. Pasien diberikan infus dan steolid drip kemudian
pasien dirujuk ke RSUD Ambarawa. Dikelola oleh Sp.PD saran masuk ICU dikonsulkan ke bagian
saraf dengan diagnose hipertensi ensepalopati dan hemiparase sinisitra.
8
ANALISA DATA
DIAGNOSA KEPERAWATAN
No Diagnosis Paraf
1 Gangguan perfusi jaringan celerat b.d peradangan otak
ditandai dengan infeksi pada otak
2 Resiko injuri (jatuh) b.d penurunan kesadaran ditandai
dengan kehilangan keseimbangan
3 Kerusakan mobilitas fisik b.d kelemahan dan defisit
neurologik ditandai dengan melemahnya kekuatan otot
PRIORITAS MASALAH
9
Risiko injuri (jatuh) berhubungan dengan penurunan kesadaran dan kejang
Kerusakan mobilitas fisik berhungan dengan kelemahan dan defisit neurologi
INTERVENSI
10
Kejang tidak Orientasikan pasien ke intervensi lebih lanjur
terjadi/teratasi lingkungan dan mengurangi kejang
Inyuri tidak Kolaborasi dalam pemberian Mengetahui respon
terjadi/teratasi obat anti kejang setelah kejang
Setelah kejang
kemungkinan pasien di
orientasikan
Mengurangi resiko
kejang
3 Tujuan Mengkaji kemampuan mobilitas Mengetahui hemipaseri
Mobility level, Alihkan posisi pasien setiap 2 mungkin dapat terjadi
transer performent jam Menghindari kerusakan
active Lakukan masage bagian tubuh kulit
Kriteria hasil
yang tertekan Melancarkan aliran
Tidak terjadi
Lakukan vom pasive darah dan mencegah
atropikontrakter
Monitor trombo emboli dekubutus
Integritas utuh
konstipasi Menghindari
Pasien dapat
Konsultasi pada ahli fisroterapi kontraktur dan atrapi
memertahankan
jika diperlukan Komplikasi
mobilitasnya
immobilitas
Perencanaan yang
penting lebih lanjut
Implementasi
11
Memonitoring TTV dan temperatur setiap 2 jamKurangi aktivitas yan
dapt menimbulkan
Memberikan waktu istirahat yang cukup dan kurangi stimulus lingkungan
Meninggikan posisi kepala 300 - 400 pertahankan kepala pada posisi
neutral hindari fleksi leher
Mengkolaborasi dalam pemberian di uretikosmotik, steroid, oksigen dan
antibiotik
Evaluasi
No Data
06/04/2 S Klien masih mengatakan nyeri di bagian kepalannya, mual, muntah dan
0 lemah
O Klien masih terlihat nyeri di bagian kepalanya, mual, muntah, lemah
12
A Masalah keperawatan belum teratasi
P Lanjutkan intervensi nomor 1, 2, 4 dan 5
07/04/2 S Klien mengatakan penurunan kesadaran masih ada
O Klien masih mengalami penurunan keadaran
0
A Masalah keperawatan belum teratasi
P Lanjutkan intervensi nomor 1, 2, 3 dan 5
08/04/2 S Klien mengatakan sudah tidak lemah lagi
O Klien sudah bisa bergerak secar mandiri
0
A Masalah keperawatan belum teratasi
P Hentikan intervensi
09/04/2 S Klien mengatakan nyerinya sudah hilang
O Klien sudah tidak terlihat nyeri
0
A Masalah keperawatan belum teratasi
P Hentikan intervensi
10/04/2 S Klien mengatakan kesadaran mulai meningkat
O Klien mengalami peningkatan kesadaran
0
A Masalah keperawatan belum teratasi
P Hentikan intervensi
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Abses otak merupakan suatu proses infeksi dengan pernanahn terkolasir diantara
jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam bekteri, fungus dan protozoa,
kematiannya tinggi (rata-rata 40%), sehingga tergolong kelompok penyakit “life
threatening infection”. Sebgian besar penderita abses otak adalah laki-laki, dibandingkan
perempuan (3:1), yang berusia produktif (20-50) tahun.
Abses otak timbul akibat penyebaran langsung dari infeksi telinga tengah, sinusitis
dan mastoiditis. (35-65%). Abses dapat juga timbul secara hematogen, menurunnya system
13
kekebalan tubuh (akibat penyakit kronis, immunology), tretalogi fallot (abses multiple)
dan trauma luka tusuk keotak, parasit dan lain-lain.
Proses pembentukan abses otak memakan waktu 2 minggu dan terdiri dari 4 tahap.
Umumnya gejala-gejala yang timbul sama dengan gejala-gejala peninggian tekanan intra
cranial. Diagnosa ditegakkan dengan pemeriksaan fisik, rontgen, CT-scan dan
pemeriksaan laboratorium. Pengobatan umumnya dilakukan dengan tindakan bedah
(aspirasi atau eksisi) dan pemberian antibiotik yang tepat.
3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan, serta bermanfaat bagi
khalayak umum. Dan semoga makalah ini dapat membantu proses pembelajaran serta dapat
mengefektifkan kreatifitas mahasiswa keperawatan, dan kami masih butuh bimbingan yang
ekstra untuk mengembangkan makalah yang kami susun.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall & Moyet, Buku Saku; Diagnosis Keperawatan, 13th Edition, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2013
Nurarif, Amin Huda & Hardi Kusuma, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA; NIC-NOC, Mediaction Publishing, Jakarta, 2013
14
Ricard H, Setti S. Rengachary :”brain abcess”. aNeurosurg; Mc. Graw-Hill company, new york,
1985, vol,1.
15