1 (Juni 2021)
ISSN 2548-6462 (online), ISSN 2088-8740 (print)
DOI: 10.30644/rik.v8i2.516
Abstrak
Latar Belakang : Kepatuhan minum obat yang baik akan berdampak pada meningkatnya
kesembuhan pada pasien TB paru, sehingga risiko kasus TB resisten terhadap obat akan
dapat diminimalisir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepatuhan
minum obat terhadap kesembuhan pada pasien TB paru dewasadi Puskesmas Kemang
Kabupaten Bogor.
Metode : Penelitian yang dilakukan menggunakan desain yaitu korelasi dengan pendekatan
cross sectional. Populasi pada penelitian ini yaitu pasien Tuberkulosis paru dewasa di
Puskesmas Kemang Kabupaten Bogor yang sudah menerima terapi selama 5 sampai dengan
6 bulan. Teknik pengambilan sempel menggunakan total sampling dengan jumlah 50 orang
responden. Metode pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner pada bulan Februari
sampai Juli 2020.
Hasil : Pada penelitian ini dilakukan uji statistik contingency coefficient dengan α = 0,1 dan
diperoleh nilai signifikansi 0,072 maka Ho ditolak dan H1 diterima yang memiliki arti adanya
hubungan antara kepatuhan minum obat dan kesembuhan pada pasien Tuberkulosis paru
dewasa di Puskesmas Kemang Kabupaten Bogor, kemudian dilihat nilai contingency coefficient
didapatkan nilai sebesar 0,246 yang memiliki arti adanya hubungan yang lemah antara
kepatuhan dan kesembuhan.
Kesimpulan : Ada hubungan yang lemah antara kepatuhan minum obat dan kesembuhan
pada pasien Tuberkulosis paru dewasa di Puskesmas Kemang Kabupaten Bogor. Sehingga
semakin patuh pasiennya maka kemungkinan untuk sembuhnya meningkat.
Abstract
yang diobati dan dilaporkan yang angka ini Maka dari itu peneliti tertarik untuk
merupakan penjumlahan dari angka melakukan penelitian tersebut.
kesembuhan dan angka pengobatan
lengkap. WHO memutuskan bahwa standar METODE
untuk kesuksesan pengobatan yakni 85%. Jenis penelitian ini adalah penelitian
Angka kesembuhan cenderung mempunyai analitik observasional (non eksperimen)
gap dengan angka keberhasilan dengan menggunakan pendekatan cross
pengobatan, sehingga kontribusi pasien sectional. Penelitian dilakukan di Puskesmas
yang sembuh terhadap angka keberhasilan Kemang Kabupaten Bogor, dengan
pengobatan menurun dibandingkan tahun- mengambil responden TB yang telah
tahun sebelumnya. Dalam upaya ditetapkan berdasarkan kriteria inklusi dan
pengendalian penyakit, dari menurunnya eksklusi. Pengambilan data dilakukan pada
angka kesembuhan ini perlu mendapat bulan Februari sampai Juli 2020. Prosedur
perhatian besar karena mempengaruhi pengambilan data menggunakan kuesioner
penularan penyakit TB (3). dilakukan dengan menerapkan protokol
Dilihat dari kesembuhan pasien TB kesehatan Covid-19.
yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, Populasi yang diambil dalam penelitian
diantaranya adalah umur, tingkat pendidikan, ini adalah sebanyak 91 responden TB paru
status gizi, faktor lingkungan dan kepatuhan dewasa. Dari 91 pasien tersebut diambil 30
pasien dalam minum obat. Faktor yang pasien untuk uji validitas. Tersisa 61 pasien
terbesar dalam mempengaruhi kesembuhan untuk dijadikan sampel, setelah diseleksi
pasien TB adalah kepatuhan minum obat. berdasarkan kuisioner yang telah di isi oleh
Kepatuhan ini diartikan sebagai perilaku pasien terdapat 11 pasien yang masuk ke
pasien untuk minum obat sesuai dengan dalam kriteria eksklusi. Sehingga total
jenis, dosis, cara minum, waktu minum dan sampling yang didapat untuk di olah datanya
jumlah hari dalam meminum obat yang tersisa 50 pasien dan disesuaikan dengan
sesuai dengan pedoman nasional data rekam medik yang di ambil.
penanggulangan TB (5). Kriteria inklusi yaitu terdiagnosa
Pada penelitian Wibisana (2016) tuberkulosis, penderita TB paru dengan
menyebutkan bahwa terdapat hubungan umur >17 tahun, minimal pasien TB paru
yang signifikan antara kepatuhan terapi sudah menerima terapi selama 5 – 6 bulan,
dengan kesembuhan pasien TB paru (7). pasien TB Paru yang bersedia menjadi
Namun tidak dengan penelitian yang responden dalam penelitian. Kriteria eksklusi
dilakukan oleh Kusumoningrum (2020) yang yaitu responden yang tidak menjawab
menyebutkan bahwa tidak adanya hubungan dengan lengkap seluruh pertanyaan pada
yang signifikan antara kepatuhan berobat kuisioner, responden yang sudah berhenti
dengan kesembuhan penderita TB paru (8). berobat/drop out (DO), dan responden
Berdasarkan data yang diperoleh di pindah fasilitas pelayanan kesehatan.
Puskesmas Kemang Kabupaten Bogor, pada Prosedur pengumpulan data yaitu
tahun 2019 tercatat 585 kasus terduga pengurusan izin penelitian, izin penelitian
penyakit TB paru dengan kasus suspect TB ditujukan untuk kepala Puskesmas Kemang
tercatat 91 responden TB paru dewasa BTA Kabupaten Bogor agar mendapatkan izin
positif yang diobati di tahun 2020. Oleh untuk melakukan penelitian di puskesmas
karena itu, dengan meningkatkan kepatuhan tersebut. Peneliti melakukan pengambilan
dan kesembuhan pada pengobatan TB paru data dengan menerapkan protokol Covid-19.
merupakan hal yang penting untuk di Data yang pertama kali diambil adalah
analisis, serta sebelumnya pun belum ada menanyakan kepada pasien tentang
yang melakukan penelitian mengenai penyakit apa yang di deritanya, lalu
hubungan kepatuhan minum obat dengan menanyakan sudah berapa lama pasien
kesembuhan pada pasien TB paru Dewasa berobat untuk memastikan bahwa pasien
di Puskesmas Kemang Kabupaten Bogor. tersebut masuk kedalam kriteria inklusi. Lalu
Tabel 2. Hasil analisis kepatuhan minum obat dan kesembuhan pasien TB Paru dewasa
Kesembuhan
Kepatuhan Sembuh Tidak Sembuh Total
n % n %
Patuh 38 76 11 22 49
Tidak patuh 0 0 1 2 1
Total 38 76 12 24 50
3. Jenis Kelamin
Hal tersebut sama seperti hasil Berdasarkan dari hasil penelitian yang
penelitian yang dilakukan oleh Dotulong diperoleh dapat dilihat pada tabel 1
(2015), dikatakan bahwa penderita penyakit menunjukkan banyaknya penderita pria lebih
tuberkulosis paru terbanyak 67% pada besar dari pada perempuan, diketahui 30
kelompok usia <25 tahun (11). Hal ini responden penelitian adalah berjenis
diasumsikan karena dengan lingkungan kelamin pria (60%), sementara 20 responden
kerja yang padat serta berhubungan dengan adalah wanita (40%). Hal tersebut sesuai
banyak orang juga dapat meningkatkan dengan penelitian Ismah & Novita (2017),
resiko kejaidan TB paru. Lingkungan kerja bahwa jenis kelamin pria sebagai kelompok
tersebut mempermudah pekerja lebih paling banyak menderita TB 70% (12).
banyak menderita TB paru (11). Sesuai juga dengan penelitian Panjaitan
2012, bahwa perbandingan jenis kelamin
pria dan wanita yang menderita TB sebesar (16). Semakin tinggi tingkat pendidikan maka
3:2. Adapun beberapa penyebab pria semakin tinggi kemampuan seseorang untuk
berisiko dari pada perempuan seperti mengantur dan menjaga pola hidup dirinya.
imunitas wanita lebih besar dibanding pria. Hal ini dilakukan supaya tetap berbadan
Kemungkinan lainnya adalah karena perilaku sehat serta tidak terpapar penyakit.
kebiasaan merokok serta minum alkohol Demikian juga sebaliknya semakin rendah
pada pria. Merokok dapat menyebabkan tingkat pendidikan individu maka semakin
peningkatan risiko terkena TB menjadi dua rendah kecakapan individu untuk mengatur
kali lipat (10). dan menjaga pola hidup dirinya, sehingga
mudah terpapar penyakit.
4. Pendidikan Dengan hal ini tingkat pendidikan
Dari hasil yang didapat pada penelitian seseorang juga akan sangat mempengaruhi
dapat dilihat pada tabel 1 diketahui sebagian lingkungan yang memenuhi syarat
besar responden berpendidikan SMA kesehatan, sehingga dengan pengetahuan
sebesar 20 responden (40%). Penelitian yang baik maka individu akan berusaha agar
yang dilakukan oleh Ratnasari 2012 memiliki perilaku hidup yang sehat dan juga
responden (46%) berpendidikan tamat SLTA bersih. Selain itu tingkat pendidikan
pada penelitian di Balai Pengobatan seseorang akan mempengaruhi terhadap
Penyakit Paru (BP4) Yogyakarta Unit jenis pekerjaannya (17).
Minggiran (13). Sama halnya dengan
penelitian yang dilakukan oleh Jamaluddin 5. Pekerjaan
(2019), adalah tamatan SMA dengan hasil Hasil penelitian yang dapat dilihat pada
penelitian yang menunjukkan bahwa 70% tabel 1 menunjukkan banyaknya penderita
lebih responden sudah lulus pendidikan Tuberkulosis paru sebesar 18 orang (36%)
sekolah menengah atas sehingga responden yang tidak bekerja, hal ini disebabkan karena
dinilai sudah mampu menerima informasi jarak rumah ke tempat pelayanan kesehatan
tentang suatu penyakit, terutama pada sehingga tidak memiliki biaya untuk pergi
penyakit tuberkulosis paru membutuhkan berkunjung dan membuat program yang
pengetahuan yang baik untuk membantu harusnya berjalan enam bulan dan harus
keberhasilan pengobatan (14). Semakin dinyatakan sembuh akhirnya gagal. Akibat
tinggi tingkat pendidikan responden, maka hal tersebut sehingga berakibat pada
semakin baik penerimaan informasi tentang resistensi kuman atau Multi Drugs Resistent
pengobatan penyakitnya sehingga akan yang membuat kuman Tuberkulosis kebal
semakin teratur pengobatannya. terhadap pengobatan kategori I walaupun
Tingkat pendidikan yang rendah, program pengobatan tuberkulosis ini sudah
memiliki pengaruh pada pemahaman di gratiskan oleh pemerintah. Serta penderita
tentang penyakit tuberkulosis. Masyarakat yang tidak bekerja sangat minim sekali
yang tingkat pendidikannya tinggi, tujuh kali pengetahuan dan kebanyakan selalu
lebih waspada terhadap TB paru (gejala, mengabaikan kesehatan dirinya sendiri.
cara penularan, pengobatan) bila Sama hal nya dengan Penelitian yang
dibandingkan dengan masyarakat yang dilakukan oleh Laily et al. (2015)
hanya menempuh pendidikan dasar atau menyatakan bahwa responden yang tidak
lebih rendah. Tingkat pendidikan yang bekerja sebanyak 17 responden atau
rendah dihubungkan dengan rendahnya sebesar 47,2% (18). Dengan ini
tingkat kewaspadaan terhadap penularan TB menggambarkan bahwa keadaan ekonomi
paru (15). pasien tuberkulosis masih sangat rendah.
Menurut Notoadmodjo (2010), tingkat Pekerjaan dilingkungan yang
pendidikan mempengaruhi kemampuan dan memang berdebu dengan paparan partikel
pengetahuan seseorang dalam menerapkan debu di daerah terpapar akan
prilaku hidup sehat, terutama dalam mempengaruhi terjadinya gangguan pada
mencegah terjadinya penyakit Tuberkulosis saluran pernafasan. Paparan kronis udara
yang tercemar dapat meningkatkan responden sebesar 84,2% (5). Hal ini
morbiditas, terutama terjadinya gejala menunjukan kepatuhan dan kesembuhan
penyakit saluran pernafasan dan umumnya seorang penderita TB paru dipengaruhi oleh
TB paru (12). kemauan dan motivasi diri untuk sembuh.
Serta pasien mampu menyadari betapa
6. Hubungan Antara Kepatuhan bahayanya penyakit tuberkulosis kalau tidak
dengan Kesembuhan diobati. Maka dari itu responden minum obat
Dilihat berdasarkan tabel 2 didapatkan sesuai dengan jenis, dosis, cara minum,
nilai kepatuhan 98% tetapi untuk waktu minum dan jumlah hari minum obat
kesembuhan pengobatannya sebesar 76% yang sesuai dianjurkan oleh dokter.
dan yang tidak sembuh sebesar 24% serta Kepatuhan hanya salah satu yang
yang tidak patuh 2%. Dengan ini mempengaruhi kesembuhan. Adapun
kebanyakan pasien yang tidak sembuh terdapat faktor-faktor lain yang dapat
adalah pasien dengan BTA positif karena mempengaruhi kesembuhan pada pasien
pengobatannya lebih dari 6 bulan. Sehingga tuberkulosis seperti faktor dari sistem
semakin lama pengobatan tingkat kepatuhan kesehatan, faktor lingkungan, dukungan dari
pun berkurang. Berdasarkan banyaknya keluarga, pola makannya yang tidak teratur,
faktor yang menyebabkan pasien tidak kurangnya olahraga, dan kurang istirahat.
sembuh dalam berobat mungkin karena pola Sehingga membuat pasien tidak sembuh
makannya yang tidak teratur, kurangnya dalam berobat. tentunya dapat dilihat Dari
olahraga, dan kurang istirahat. beberapa faktor tersebut semuanya sangat
Hasil olah data yaitu hubungan antara mempengaruhi terhadap kesembuhan tetapi
kepatuhan minum obat dengan kesembuhan yang paling penting adalah dukungan dari
pada pasien TB paru Dewasa di Puskesmas keluarga, karena keluarga yang selalu
Kemang Kabupaten Bogor ditunjukan pada mendorong penderita agar patuh dalam
tabel 3. Berdasarkan uji statistik Contingency meminum obatnya, memberikan dorongan
Coefficient dengan tingkat kemaknaan (α) kesembuhan pengobatan dan tidak
0,1 diperoleh nilai signifikansi 0,072 maka menghindari penderita karena
hal tersebut menyatakan ada hubungan penyakitnya(20).
antara kepatuhan dengan kesembuhan,
namun nilai Contingency Coefficient KESIMPULAN
sebesar 0,246 menunjukkan hubungan yang Kesimpulan penelitian ini berdasarkan
lemah antara kepatuhan dengan uji statistik Contingency Coefficient dengan
kesembuhan. Sehingga semakin patuh tingkat kemaknaan (α) 0,1 diperoleh nilai
pasiennya maka kemungkinan untuk signifikansi 0,072 maka hal tersebut
sembuhnya meningkat. Berdasarkan Hal ini menyatakan ada hubungan antara
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh kepatuhan dengan kesembuhan, namun
Febryanto (2016) berdasarkan hasil nilai Contingency Coefficient sebesar 0,246
penelitian dengan uji statistik tingkat menunjukkan hubungan yang lemah antara
kemaknaan didapatkan hasil tolak Ho yang kepatuhan dengan kesembuhan. Sehingga
berarti terdapat suatu hubungan motivasi semakin patuh pasiennya maka
kesembuhan dengan kepatuhan minum obat kemungkinan untuk sembuhnya meningkat.
pada pasien TB paru Dewasa hubungannya
lemah (19). DAFTAR PUSTAKA
Sedangkan menurut penelitian 1. Menteri Kesehatan RI. Peraturan
Widiyanto (2017) didapatkan tentang Menteri Kesehatan Republik Indonesia
kepatuhan minum obat pasien tuberkulosis Nomor 67 Tahun 2016 Tentang
di Puskesmas Delanggu Klaten sebagian Penanggulangan Tuberkulosis
besar termasuk kategori patuh yaitu 25 [Internet]. Jakarta, 67 Kementerian
responden sebesar 65,8% dan untuk Kesehatan Republik Indonesia; Dec
kesembuhannya sangat baik dengan 32 22, 2016 p. 1–163.