Anda di halaman 1dari 28

Plagiarism Checker X - Report

Originality Assessment

Overall Similarity: 44%


Date: Dec 17, 2021
Statistics: 3308 words Plagiarized / 7466 Total words
Remarks: High similarity detected, you must need to improve the document.

v 8.0.1 - WML 3
FILE - CHEK PLAGIASI TA_DIKRY SADA_18700136.PDF
13 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tuberkulosis menjadi masalah utama

kesehatan global dengan perkiraan 10,4 juta kasus tuberkulosis baru di seluruh dunia.

Sebagian besar penderita tuberkulosis tinggal di negara berpenghasilan rendah (Diseases,

2017) Tuberkulosis menduduki peringkat 9 kematian di dunia dan menempati peringkat

tertinggi penyebab kematian dengan agen infeksi tunggal. Pada tahun 2016, di 1,7 juta

pada tahun 2000). 22 Kasus terbanyak tuberkulosis berada di Asia Tenggara dengan

presentase 45% , disusul dengan Afrika 25%, Pasifik Barat 17%, Timur tengah 7%, Eropa 3%

dan Negara-negara Amerika 3%. Sedangkan untuk peringkat 5 negara tertinggi penderita

tuberkulosis (56% kasus tuberkulosis Dunia) adalah 42 India, Indonesia, China, Filipina, dan

Pakistan (Frieden et al., 2014). Kuman yang menyebabkan tuberkulosis adalah

mycobacterium tuberculose yang merupakan bakteri tahan asam (BTA), menyerang

saluran pernafasan bagian bawah sehingga menyebabkan kerusakan pada Paru.

tuberkulosis juga menyerang beberapa organ lain selain paru seperti sumsum tulang

belakang, hepar, limfa, ginjal, tulang dan otak melalui rute hematogen. Menular melalui

kuman yang terdapat dalam dahak saat batuk dan bersin (airborne). (Sari et al., 2017)

Literatur terkini menyatakan bahwa Tuberkulosis biasanya menunjukkan gejala klasik,

sering kali seseorang baru mengetahui terkena Tuberkulosis setelah melakukan

pemeriksaan kesehatan ke pelayanan kesehatan atau karena keluhan lain. Gejala klasik

seperti batuk 18 berdahak lebih dari tiga hari yang tidak sembuh dengan pengobatan

biasa, demam, berkeringat dimalam hari. Jika tidak ditangani, tuberkulosis menyebabkan

kerusakan jaringan progresif dan pada akhirnya menyebabkan kematian (Oktavienty et al.,

2019) 7 Terapi Pengobatan tuberkulosis diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa

jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6 – 8 bulan. 10 Apabila tidak dapat

menyelesaikan pengobatannya secara tuntas maka resiko terjadi resistensi kuman

tuberkulosis terhadap obat tuberkulosis semakin besar

2 Ketidakpatuhan pasien terhadap ketentuan dan lamanya pengobatan secara teratur

untuk mencapai kesembuhan sebagai akibat tingkat pengetahuan masyarakat yang


rendah. Proses kesembuhan pasien tuberculosis cepat terwujud, jika kerja sama antara

pasien dan keluarganya dengan penyedia layanan kesehatan, khususnya dokter harus

terjalin dengan baik. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan

seseorang untuk meminum obat, yaitu antara lain: usia, pekerjaan, waktu luang,

pengawasan, jenis obat, dosis obat, dan penyuluhan dari petugas Kesehatan (Oktavienty et

al., 2019) Penulis tertarik untuk meneliti melalui review jurnal penelitian tentang Hubungan

Kepatuhan 18 pasien tuberkulosis paru karena dalam beberapa kasus terjadi resistensi obat

akibat dari terapi obat yang tidak tertib sehingga pengobatan harus menggunakan obat

yang lebih paten dan terapi yang lebih lama. Agar masyarakat sadar bahwa pengobatan

secara tuntas agar mempercepat pemulihan dan menekan biaya terapi. (Ait-Khaled &

Enarson, 2003) Rumusan Masalah Bagaimanakah tingkat kepatuhan 6 pasien tuberculosis

paru dengan tingkat kesembuhan ? Tujuan Penelitian Untuk Mengetahui Tingkat

Kepatuhan Pasien Tuberkulosis paru dengan tingkat kesembuhan Manfaat Penelitian 1.

Manfaat Bagi Institusi Hasil penelitian dapat digunakan sebagai kontribusi dalam

menanamkan minat, motivasi dan sikap dari mahasiswa sehingga dapat meningkatkan

prestasi belajar bagi mahasiswanya.

3 2. Manfaat Bagi Mayarakat Memberikan informasi tentang Tingkat kepatuhan

pengobatan Pasien Tuberculosis dengan tingkat kesembuhan. 3. Manfaat Bagi

Pengembangan Ilmu Memperoleh pengetahuan tentang tingkat kepatuhan pengobatan

Pasien Tuberculosis dengan tingkat kesembuhan.

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kepatuhan 1. Definisi 1 Secara umum, istilah

kepatuhan (compliance atau adherence) dideskripsikan dengan sejauh mana pasien

mengikuti instruksi-instruksi atau saran medis (Düsing et al., 2001). Terkait dengan terapi

obat, kepatuhan pasien didefinisikan sebagai derajat kesesuaian antara riwayat dosis yang

sebenarnya dengan rejimen dosis obat yang diresepkan. Oleh karena itu, pengukuran

kepatuhan pada dasarnya merepresentasikan perbandingan antara dua rangkaian kejadian,

yaitu bagaimana nyatanya obat diminum dengan bagaimana obat seharusnya diminum

sesuai resep (Düsing et al., 2001)Dalam konteks pengendalian tuberkulosis, kepatuhan


terhadap pengobatan dapat didefinisikan sebagai tingkat ketaatan pasien-pasien yang

memiliki riwayat pengambilan obat terapeutik terhadap resep pengobatan (Ait-Khaled &

Enarson, 2003) Kepatuhan rata-rata pasien pada pengobatan jangka panjang terhadap

penyakit kronis di negara maju hanya sebesar 50% sedangkan di negara berkembang,

jumlah tersebut bahkan lebih rendah (Ait-Khaled & Enarson, 2003) Tipe-tipe

ketidakpatuhan pasien menurut University of South Australia, 1998: 12 1. Tidak meminum

obat sama sekali. 2. Tidak meminum obat dalam dosis yang tepat (terlalu kecil atau

besar). 3. Meminum obat untuk alasan yang salah. 4. Jarak waktu meminum obat yang

kurang tepat. 5. Meminum obat lain 20 di saat yang bersamaan sehingga

menimbulkan interaksi obat. (Keperawatan et al., 2015)

5 2. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan Teori ini berdasarkan tindakan seseorang

yang mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan kepatuhanminum obat

dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu : (Widyastuti, 2016) a. 9 Faktor predisposisi (predisposing

factors), faktor yang mendahului perilaku seseorang yang akan mendorong untuk

berperilaku yaitu pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai dan persepsi

yangmendorong seseorang atau kelompok untuk melakukan tindakan. b. Faktor

pendukung atau pendorong (enabling factors), faktoryang memotivasi individu atau

kelompok untuk melakukan tindakan yang berwujud lingkungan fisik, tersedianya fasilitas

dan sarana kesehatan, kemudahan mencapai sarana kesehatan, waktu pelayanan, dan

kemudahan transportasi. c. Faktor penguat (reinforce factors), mencakup sikap dan

dukungan keluarga, teman, guru, majikan, penyedia layanan kesehatan, pemimpin serta

pengambil keputusan. B. Tuberculosis 1. Definisi 18 Tuberkulosis paru adalah Penyakit

menular yang disebabkan oleh basil Mikobakterium Tuberkulosis. 6 Tuberkulosis Paru

merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah Tuberkulosis Paru Primer,

adalah suatu keradangan yang terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik

terhadap basil mikobakterium tuberculosis. 38 Tuberkulosis paru primer sebagian besar

menyerang anak-anak pada usia 1-3 tahun. Tuberkulosis paru post-primer (reflection)

adalah keradangan jaringan paru akibat penularan ulang basil


6 tuberculosis kedalam tubuh yang telah mempunyai kekebalan spesifik. (prof. dr. hood

alsagaff, 2010) 2. Cara penularan dan faktor resiko Sebagian besar basil Mikobakterium

Tuberkulosis masuk kedalam jaringan paru mealui airborne 6 Infection dan selanjutnya

mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari Ghon. 28 Pada stadium

permulaan, setelah pembentukan focus primer, akan terjadi beberapa kemungkinan : -

Penyebaran bronkogen. - Penyebaran limfogen. - Penyebaran hematogen. Keadaan ini

hanya berlangsung beberapa saat. Penyebaran 27 akan berhenti bila jumlah kuman yang

masuk sedikit dan telah terbentuk daya tahan tubuh yang spesifik terhadap basil

tuberculosis. Mikobakterium tuberculosis tipe humanus 31 dan tipe bovinus adalah

mikobakterium yang paling banyak menimbulkan penyakit tuberculosis pada manusia. 23

Basil tersebut berbentuk batang, bersifat aerob, mudah mati pada air mendidih (5 menit

pada suhu 80℃, dan 20 menit pada suhu 60℃,dan mudah mati apabila terkena sinar

ultraviolet (sinar matahari) pada suhu basil tuberculosis tahan hidup berbulan bulan pada

suu kamar dan dalam ruangan lembab Penularan 20 yang sering terjadi ialah melalui

saluran yang dikenal sebakagi droplet infection dimana basil tuberkulosis dapat masuk

sampai ke alveol. Penularan Lebih mudah terjasi apabila 6 ada hubungan yang erat dan

lama dengan penderita tuberculosis aktif, yakni golongan penderita yang dikenal sebagai

open case. Bentuk penularan yang lain adalah melalui debu yang berterbangan di 7 udara

yang mengandung basil tuberculosis (prof. dr. hood alsagaff, 2010) 3. Manifestasi klinis

tuberculosis a. Tuberculosis primer yang potensial (potential primary tuberculosis)

7 Terjadi kontak dengan kasus terbuka, tetapi uji tuberculin masih negative (prof. dr.

hood alsagaff, 2010) b. Tuberkulosis primer laten (laten primary tuberculosis). 1) Tanda-

tanda 32 infeksi sudah kelihatan tetapi luas dan aktivitas penyakit tidak dapat diketahui. 2)

Uji kulit dengan tuberculin (PPD) masih negatif. 3) Radiologis tidak tampak kelainan c.

Tuberkulosis primer yang 34 manifest (manifest primary tuberculosis) uji kulit tuberculin

positif, terlihat kelainan radiologis 1) Tuberkulosis primer dengan perkapuran. Radiologis

ada klasifikasi di hilus atau parenkim paru 2) Tuberkulosis primer dengan 7 pembesaran

kelenjar limfe mediastinum, hilus dan para trakea. 3) Tuberkulosis primer dengan
komplikasi = Epituberkulosis. Akibat adanya proses endobronkial, pembesaran kelenjar,

sembab mukosa, penebalan jaringan granulasi, penyumbatan oleh secret yang kental,

perforasi atau steanosis 20 yang dapat menyebabkan kelainan parenkim paru, distal dari

bronkus dengan akibat atelectasis dan emfisema. 4) Tuberkulosis primer progresif dengan

penyebaran bronkogen : a) Merupakan gambaran akhir manifestasi penyakit tuberculosis.

b) Sumber penyebaran berasal dari parenkim paru atau dari caseus node yang pecah ke

bronkus. c) Klinis merupakan pneumonia yang menahun

8 4. Diagnosis tuberculosis a. Diagnosis Klinis Diagnosis Tuberkulosis ditegakkan

berdasarkan 7 anamnesis, pemeriksaan fisik b. 14 Diagnosis Bakteriologik Ditemukan

basil tahan asam dalam sputum Dalam kerangka DOTS (directly observed treatment short

course) WHO, maka diagnosis bakteriologik merupakan komponen penting dalam

diagnosis dan penatalaksanaan tuberkulosis, dengan cara 3 kali pemeriksaan hapusan basil

tahan asam dari sputum (SPS = sewaktu, pagi, sewaktu) c. Diagnosis Radiologis Gambaran

radiologis konsisten sebagai gambaran tuberkulosis paru aktif 5. Pengobatan 2 World

Health Organization merekomendasikan obat kombinasi dosis tetap (KDT) untuk

mengurangi risiko terjadinya tuberkulosis resisten obat akibat monoterapi. 19 Dengan KDT

pasien tidak dapat memilih obat yang diminum, jumlah butir obat yang harus diminum

lebih sedikit sehingga dapat meningkatkan ketaatan pasien dan kesalahan resep oleh

dokter juga diperkecil karena berdasarkan berat badan. Dosis harian KDT di Indonesia

distandarisasi menjadi empat kelompok berat badan 30-37 kg BB, 38-54 kg BB, 55-70 kg

BB dan lebih dari 70 kg BB.9 (Utarini et al., 2011)

9 a. 5 Tujuan Pengobatan 1. Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktifitas

serta kualitas hidup. 2. Mencegah terjadinya kematian oleh karena tuberkulosis atau

dampak buruk selanjutnya. 3. Mencegah terjadinya kekambuhan tuberkulosis. 4.

Menurunkan penularan tuberkulosis. 5. Mencegah terjadinya dan penularan tuberkulosis

resisten obat b. Prinsip Pengobatan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen

terpenting dalam pengobatan tuberkulosis. Pengobatan tuberkulosis adalah salah satu

upaya paling efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari kuman tuberkulosis.
Dengan prinsip : 1. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat

mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya. 2. Diberikan dalam

dosis yang tepat. 3. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO

(Pengawas Menelan Obat) sampai selesai pengobatan. 4. Pengobatan diberikan dalam

jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah

kekambuhan. c. Tahap Pengobatan (Utarini et al., 2011) Pengobatan tuberkulosis harus

selalu meliputi tahap awal dan tahap lanjutan dengan maksud :

10 1. Tahap Awal yaitu pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada

tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada

dalam tubuh pasien dan meminimalisisr pengaruh dari sebagian kecil kuman yang

mungkin sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan

tahap awal pasien baru harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya, dengan

pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat

menurun setelah pengobatan selama 2 minggu. 2. Tapap Lanjutan yaitu tahap yang

penting untuk membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman

persister sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan. d. Obat

Anti Toberkulosis (OAT) 1. Izoniazid (H) Isoniazid dikenal dengan INH, bersifat

tuberkulostatik dan tuberkulosid dengan KHM (kadar hambat minimum) sekitar 0,025-0,05

μg/ mL. Efek bakterisidnya hanya terlihat pada kuman yang sedang tumbuh aktif.

Mekanisme kerja isoniazid belum diketahui, namun ada pendapat bahwa efek utamanya

adalah menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid) yang merupakan unsur

penting penyusun dinding sel mikobakterium (Veryanti et al., 2019). Dosis harian yang

dianjurkan 5 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan

dengan dosis 10 mg/kg BB (Utarini et al., 2011)

11 Efek samping INH yang ringan dapat berupa tanda- tanda keracunan pada saraf tepi,

kesemutan 1 dan nyeri otot atau gangguan kesadaran. Efek ini dapat dikurangi dengan

pemberian piridoksin (vitamin B6 dengan dosis 5-10 mg perhari atau dengan vitamin B

kompleks). 3 Kelainan yang menyerupai defisiensi piridoksin (syndroma pellagra), dan


kelainan kulit yang bervariasi, antara lain gatal-gatal. Bila terjadi efek samping ini,

pemberian OAT dapat diteruskan sesuai dosis (Utarini et al., 2011) Efek samping berat

dari INH berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5 % penderita. Bila terjadi

ikterus, hentikan pengobatan sampai ikterus membaik. Bila tanda-tanda hepatitisnya berat

maka penderita harus dirujuk ke UPK (unit pelayanan kesehatan) spesialistik (Utarini et al.,

2011) 2. 1 Rifampisin (R) Rifampisin bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman

semidormant (persister) yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Rifampisin terutama aktif

terhadap sel yang sedang tumbuh. Kerjanya menghambat DNA-dependent RNA

polymerase dari mikobakteria dan mikroorganisme lain dengan menekan mula

terbentuknya rantai dalam sintesis RNA. Dosis rifampisin 10 mg/kg BB diberikan untuk

mengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu (Utarini et al., 2011) Efek samping

rifampisin yang ringan dapat berupa sindrom kulit (gatal gatal kemerahan), sindrom flu

(demam, menggigil, nyeri tulang), sindrom perut 3 (nyeri perut, mual, muntah, kadang-

kadang diare). Efek Samping ringan sering terjadi pada saat pemberian berkala dan dapat

sembuh sendiri atau hanya memerlukan pengobatan simtomatik. 1 Rifampisin dapat

menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata dan air liur. Hasil ini harus

diberitahukan kepada penderita agar penderita tidak khawatir. 3 Warna merah tersebut

terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya (Utarini et al., 2011) Efek

samping rifampisin yang berat berupa sindrom respirasi yang

12 ditandai dengan sesak napas, kadang-kadang disertai dengan kolaps, anemia

haemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin

harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi meskipun gejalanya sudah menghilang.

Sebaiknya segera dirujuk ke UPK spesialistik (Utarini et al., 2011) 3. 1 Pirazinamid (Z)

Pirazinamid bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan

suasana asam. Mekanisme kerja obat ini belum diketahui secara pasti. Dosis harian yang

dianjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu

diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB (Utarini et al., 2011) Efek samping utama dari

penggunaan pirazinamid adalah hepatitis. 3 Juga dapat terjadi nyeri sendi dan kadang-
kadang dapat menyebabkan serangan arthritis gout yang kemungkinan disebabkan

berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat, kadang-kadang terjadi reaksi

hipersensitivitas misalnya demam, mual, kemerahan 1 dan reaksi kulit yang lain (Utarini et

al., 2011) 4. Etambutol (E) Etambutol bersifat sebagai bakteriostatik. Obat ini bekerja

dengan cara menghambat pemasukan (incorporation) asam mikolat kedalam dinding sel

bakteri. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan

intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kg BB (Utarini et al., 2011) Etambutol

dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman penglihatan,

buta warna 3 untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler

tersebut tergantung pada dosis yang dipakai. 1 Efek samping jarang terjadi bila dosisnya

15-25 mg/kg BB per hari atau 30 mg/kg BB yang diberikan tiga kali seminggu (Utarini et al.,

2011) Setiap penderita yang menerima etambutol harus diingatkan bahwa bila terjadi

gejala-gejala gangguan penglihatan 3 supaya segera dilakukan pemeriksaan mata.

13 Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat

dihentikan. Karena risiko kerusakan okuler sulit dideteksi pada anak-anak, maka etambutol

sebaiknya tidak diberikan pada anak (Utarini et al., 2011) 5. Streptomisin 1 Streptomisin

bersifat bakterisid dengan mekanisme kerja menghambat sintesis protein sel mikroba, yaitu

mengubah bentuk bagian 30 S sehingga mengakibatkan salah baca kode mRNA (Veryanti

et al., 2019). Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan

intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama. Penderita berumur sampai 60

tahun dosisnya 0,75 gram/ hari sedangkan unuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan

0,50 gram/ hari (Utarini et al., 2011) Efek samping utama dari streptomisin adalah

kerusakkan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan 3 dan pendengaran.

Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang

digunakan dan umur penderita. Kerusakan alat keseimbangan biasanya terjadi pada 2

bulan pertama dengan tanda-tanda telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan

keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya

dikurangi menjadi 0,25 g, jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan
makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).Risiko ini terutama akan

meningkat pada penderita dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Reaksi hipersensitivitas

kadang-kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai dengan sakit kepala,

muntah dan eritema pada kulit. Hentikan pengobatan dan segera rujuk penderita ke UPK

spesialistik (Utarini et al., 2011). Efek samping sementara dan ringan misalnya reaksi

setempat pada bekas suntikan, rasa kesemutan pada sekitar mulut dan telinga yang

mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu (jarang

terjadi) maka dosis dapat dikurangi menjadi 0,25 g. Streptomisin dapat menembus barrier

14 plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanit hamil sebab dapat merusak saraf

pendengaran janin. (Utarini et al., 2011). Paduan 1 OAT yang digunakan oleh Program

Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia merupakan rekomendasi dari WHO

dan IUATLD (Internatioal Union Against Tuberculosis and lung Disease). Paduan OAT

disediakan dalam bentuk paket berupa obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT). Tablet OAT

KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan

dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien dalam

satu masa pengobatan (Utarini et al., 2011). Tabel II. 1: 5 OAT Lini Pertama Jenis Sifat

Efek samping Isoniazid Bakterisidal Neuropati perifer, psikosis toksik, gangguan fungsi hati,

kejang Rifampisin Bakterisidal Flu sindrome, gangguan gastrointetinal, urine berwarna

merah, gangguan fungsi hati, trombositopeni, demam, skinrash, sesak nafas, anemia

hemolitik Pirazinamid Bakterisidal Nyeri ditempat suntikan, gangguan keseimbangan dan

pendengaran, renjatananafilaktik, anemia, agranulositosis, trombositopeni Streptomisin

Bakterisidal Nyeri ditempat suntikan, gangguan keseimbangan dan pendengaran,

renjatananafilaktik, anemia, agranulositosis, trombositopeni Etambutol Bakteriostatik

Gangguan penglihatan, buta warna, neuritis perifer Sumber : (prof. dr. hood alsagaff, 2010)

15 Tabel II. 2: Dosis rekomendasi OAT lini pertama untuk dewasa OAT Dosis

rekomendasi Harian 3 kali per minggu Dosis (mg/kgB B) Maksimu m (mg) Dosis (mg/kgB B)

Maksimu m (mg) Isoniazid 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900 Rifampisin 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600

Pirazinamid 25 (2030) - 35 (3040) - Etambutol 15 (1520) - 30 (2535) - Streptomisin * 15


(1218) 15 (1218) 1000 Sumber : (Ait-Khaled & Enarson, 2003) *Pasien berusia di atas 60

tahun tidak dapat mentoleransi lebih dari 500-700 mg per hari, beberapa pedoman

merekomendasikan 21 dosis 10 mg/kg BB pada pasien kelompok usia ini. Pasien dengan

berat badan di bawah 50 kg tidak dapat mentoleransi dosis lebih dari 500-750 mg per

hari. Tabel II. 3: 24 OAT yang digunakan dalam Pengobatan tuberkulosis MDR Jenis Sifat

Efek samping Golongan 1 : OAT Lini pertama oral Pirazinamid Bakterisidal Gangguan

gatrointestinal, gangguan fungsi hati, gout artritis Etambutol Bakteriostatik Gangguan 11

penglihatan, buta warna, neuritis perifer Golongan 2 : OAT Suntikan Kanamycin (Km)

Bakterisidal Km, Am, Cm memberikan efek samping seperti streptomycin Amikacin (Am)

Bakterisidal Capreomycin (Cm) Bakterisidal Golongan 3 : Fluorokuinolon

16 Levofloksasin Bakterisidal Mual, muntah, sakit kepala, pusing, sulit tidur Moksifloksasin

Bakterisidal Mual, muntah, diare, sakit kepala, pusing, nyeri sendi Golongan 4 : OAT Lini

Kedua Oral Paraaminosalicylicacid (PAS) Bakteriostatik Gangguan gastrointestinal, 30

gangguan fungsi hati dan pembekuan darah Cycloserine Bakteriostatik Gangguan ssp, sulit

konsentrasi dan lemah, depresi, psikosis, neuropati perifer Ethionamide Bakterisidal

Gangguan gastrointestinal, anoreksia, gangguan fungsi hati, jerawatan, rambut

rontok,ginekomasti, gangguan siklus menstruasi Golongan 5 : obat yang masih belum jelas

manfaatnya dalam pengobatan tuberkulosis resisten obat Clofazimin, Linezolid, Amoxicillin,

Thioacetazone, Cilastatin, Isiniazid dosis tinggi, Clarithromycin, Bedaquilin Sumber : (Ait-

Khaled & Enarson, 2003) Paduan 1 OAT yang digunakan oleh Program Nasional

Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia, Depkes RI tahun 2011 terbagi menjadi 2 kategori,

yaitu: 1. Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3 Paduan OAT terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R),

Pirazinamid (Z), dan Etambutol (E). Regimen tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan

(2HRZE) pada tahap intensif, sedangkan Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) diberikan setiap 3

kali dalam seminggu selama 4 bulan (4(HR)3) pada tahap lanjutan. Paduan OAT ini

diberikan untuk pasien baru : a. Pasien baru 36 tuberkulosis paru BTA positif b. Pasien

tuberkulosis paru BTA negatif foto toraks positif c. Pasien tuberkulosis ekstra paru Tabel II.

4: Dosis untuk paduan 1 OAT KDT kategori 1


17 Berat Badan (kg) Tahap Intensif tiap hari selama 56 hari RHZE (150/75/400/275) Tahap

Lanjutan 3 kali seminggu selama 16 minggu RH (150/150) 30 – 37 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2

KDT 38 – 54 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT 55 – 70 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT ≥ 71 5

tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT Sumber : (Ait-Khaled & Enarson, 2003) 2. Kategori 2:

2(HRZE)S/(HRZE) / 5(HR)3E3 Paduan OAT diberikan dengan regimen pengobatan sebagai

berikut: a. Fase intensif diberikan selama 3 bulan yang terdiri dari 2 bulan

dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), dan Etambutol (E) dan suntikan

Streptomisin setiap hari. Setelah itu dilanjutkan 1 bulan dengan Isoniazid (H), Rifampisin

(R), Pirazinamid (Z), dan Etambutol (E) setiap hari. b. Fase lanjutan dilakukan selama 5

bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu. 35 Perlu diperhatikan bahwa

suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai menelan obat. Paduan OAT ini

diberikan untuk pasien 29 BTA positif yang telah diobati sebelumnya yaitu pasien kambuh,

pasien gagal, dan pasien dengan pengobatan setelah putus berobat. Tabel II. 5: Dosis

untuk paduan 1 OAT KDT kategori 2 Berat Badan (kg) Tahap intensif tiap hari selama 56

hari RHZE (150/75/400/275) + S Tahap lanjutan 3 x seminggu selama 16 minggu RH

18 (150/150) + E (275) Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu 30 – 37 2 tab 4

KDT + 500 mg Streptomisin injeksi 2 tab 4 KDT 2 tab 2 KDT + 2 tab Etambutol 38 – 54 3

tab 4 KDT + 750 mg Streptomisin injeksi 3 tab 4 KDT 3 tab 2 KDT + 3 tab Etambutol 55 –

70 4 tab 4 KDT + 1000 mg Streptomisin injeksi 4 tab 4 KDT 4 tab 12 2 KDT + 4 tab

Etambutol  ≥ 71 5 tab 4 KDT + 1000 mg Streptomisin injeksi 5 tab 4 KDT 5 tab 2 KDT + 5

tab Etambutol Sumber : (PENGENDALIAN, 2011) 6. Evaluasi pengobatan Tabel II. 6: Deinisi

hasil pengobatan Hasil Deinisi Sembuh Pasien tuberkulosis paru dengan konirmasi

bakteriologis pada awal pengobatan dan apusan dahak BTA negatif atau biakan negatif

pada akhir pengobatan dan / atau sebelumnya. 2 Pengobatan lengkap Pasien

tuberkulosis yang telah menyelesaikan pengobatan tetapi tidak memiliki bukti gagal

TETAPI tidak memiliki rekam medis yang menunjukkan apusan dahak BTA atau biakan

negatif pada akhir pengobatan dan satu kesempatan sebelumnya, baik karena tidak

dilakukan atau karena hasilnya tidak ada.


19 Pengobatan gagal Pasien tuberkulosis dengan apusan dahak atau biakan positif pada

bulan kelima atau setelahnya selama pengobatan. Termasuk juga dalam deinisi ini adalah

pasien dengan strain kuman resisten obat yang didapatkan selama pengobatan baik

apusan dahak BTA negatif atau positif. Meninggal Pasien tuberkulosis yang meninggal

dengan alasan apapun sebelum dan selama pengobatan. Putus obat (pada revisi guideline

who 2013 deisini ini direvisi menjadi “tidak dapat dilacak”) Pasien tuberkulosis yang tidak

memulai pengobatan atau menghentikan pengobatan selama 2 bulan berturut-turut atau

lebih. Dipindahkan (pada revisi guideline who 2013 deisini ini direvisi menjadi “tidak

dievaluasi”) Pasien yang dipindahkan ke rekam medis atau pelaporan lain dan hasil

pengobatannya tidak diketahui. Pengobatan sukses Jumlah pasien tuberkulosis dengan

status hasil pengobatan sembuh dan lengkap Sumber : (Utarini et al., 2011) a. Evaluasi

klinis Berat badan pasien harus dipantau setiap bulan dan dosis OAT disesuaikan dengan

perubahan berat badan. Respons pengobatan tuberkulosis paru dipantau dengan apusan

dahak BTA.2 Perlu dibuat rekam medis tertulis yang berisi seluruh obat yang diberikan,

respons bakteriologis, resistensi obat dan reaksi tidak diinginkan untuk setiap pasien pada

Kartu Berobat tuberkulosis. Tujuan pengobatan tuberkulosis adalah: - Menyembuhkan,

mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas pasien - Mencegah kematian akibat

tuberkulosis aktif atau efek lanjutan

20 - Mencegah kekambuhan tuberkulosis - Mengurangi penularan tuberkulosis kepada

orang lain - Mencegah perkembangan dan penularan resisten obat. b. Evaluasi

bakteriologi (0-2/9 bulan pengobatan) WHO merekomendasi pemeriksaan apusan dahak

BTA pada akhir fase intensif pengobatan untuk pasien yang diobati dengan OAT lini

pertama baik kasus baru dan pengobatan ulang. Apusan dahak BTA dilakukan pada akhir

bulan kedua (2RHZE/4RH) untuk kasus baru dan akhir bulan ketiga (2RHZES/1RHZE/5RHE)

untuk kasus pengobatan ulang. Rekomendasi ini juga berlaku untuk pasien dengan apusan

dahak BTA negatif.

21 Kepatuhan Minum obat Kesembuhan pasien Gambar III. 1 : Bagan Alur Pendekatan

Masalah BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain Penelitian ini adalah
Study Literatur review yang menggunakan penelitian sebelumnya sebagai acuan penarikan

kesimpulan hasil penelitian - penelitian sekarang. Kelebihan melakukan metode ini

yaitu bisa dengan mudah membuat keputusan 18 yang tidak memiliki banyak waktu

mencari berbagai bukti primer yang jumlahnya sangat banyak dan menelitinya satu

persatu. Studi literatur 7 ini bertujuan untuk mengetahui Tingkat kepatuhan minum obat

dengan kesembuhan pasien tuberkulosis paru BTA positif, dimana sumber dari database ini

diperoleh dari penelusuran ilmiah terpercaya dari rentang tahun 2011-2021 jurnal nasional

dan internasional. Beberapa referensi yang dapat dicari dalam jurnal untuk Study Literatur

ini ialah: 1. Analisis Faktor 2 yang Berhubungan dengan Kepatuhan PasienTuberkulosis

Paru 2. Tingkat Kepatuhan Penggunaan Obat pada Pasien Tuberkulosis 3. Kesembuhan 7

Pasien tuberkulosis paru BTA positif Penelusuran Literatur Tingkat kepatuhan minum obat

dalam kesembuhan pasien tuberkulosis paru Hubungan antara Kepatuhan dan

Kesembuhan Analisis kepatuhan minum obat pasien tuberkulosis paru dengan

kesembuhan Hasil dan kesimpulan

22 Pencarian pada situs proquest ( n =76 ) Gambar III. 2: Tahapan Literatur Review B.

Identifikasi Masalah Identifikasi masalah ialah suatu proses dan hasil dari pengenalan

masalah. Masalah penelitian (reseacrh problem) merupakan hal 37 yang penting di

antara proses yang lain, karena hal tersebut menentukan suatu kualitas penelitian. Dalam

penelitian ini akan mengkaji permasalahan- permasalahan melalui beberapa jurnal

penelitian dari 2 nasional maupun internasional yang berasal dari laporan-laporan

penelitian. C. Tahapan Literatur Review Tahapan dalam literatur review adalah: Jurnal

yang dapat di analisia sesuai dengan kriteria penelitian n = 4 Pencarian pada situs Google

Scholar ( n = 859 ) Pencarian pada situs Science Direct ( n = 76 ) Jumlah jurnal yang telah

diseleksi keseluruhan ( n = 1.011 ) Screening jurnal didapatkan hasil ( n = 25 ) Tahapan

screenning: 1. Tipe jurnal (Full text, review) 2. Jurnal terbit dalam waktu 10 tahun Jurnal

dengan Full text ( n = 25 ) Jurnal yang dapat diakses Penuh ( full text ) n = 1.011

23 Keterangan: n : adalah jumlah hasil yang dicari pada Science Direct, Google Scholar

dan Proquest D. Screening 16 Screening


adalah melakukan pemilihan atau penyaringan data yang gunanya unuk

memilih permasalahan dan pembahasan dalam Studi literatur ini. Menggunakan data

melalui website portal jurnal yang dapat diakses dengan menggunakan kata kunci yaitu

judul jurnal, tahun terbit, topic permasalahan dan tipe jurnal. Data di dapatkan dari

penyediaan laman jurnal internasional yang dapat diakses secara bebas. E. Penelitian 25

Kualitas Dalam penelitian kualitas pada metode literatur Review yang

dimaksud adalah penilaian sumber data jurnal yang layak dengan kriteria:

terdapat DOI, Peer Review, Journal Impact Factors (JIF), IP (impact paper). Kriteria

tersebut dapat membatalkan jurnal dan data yang sudah didapat untuk di analisa lebih

lanjut F. Ekstrasi Data Ekstrasi data 20 ini bisa dilakukan jika pada semua data-data yang

memenuhi syarat sudah diklasifikasikan untuk data-data yang sudah ada. Setelah proses

screening dikerjakan maka hasil dari ekstrasi data ini bisa diketahui pasti dari jumlah awal

data yang sudah dimiliki yang masih memenuhi syarat untuk selanjutnya di analisa lebih

relevan

24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil telaah jurnal

penelitian yang sudah dibuat oleh beberapa peneliti mengenai Tingkat Kepatuhan Minum

Obat Dalam Kesembuhan Pasien Tuberkulosis Paru Tabel IV.I No, Penulis, Tahun, Hasil

Penelitian no Peneliti Tahun Judul Hasil Pemelitian 1 Renny Wulan Apriliyasari, Fitria

Wulandari, Nurulistyawa n Tri Purnanto 2014 Hubungan Antara 6 Kepatuhan Minum Obat

Dengan Tingkat Kesembuhan Pengobatan Pasien Tuberculosis Paru Di BKPM Wilayah Pati

Kesembuhan Pasien Kepatuhan Sembuh Tidak Sembuh Total n % n % n % Patuh 41 91,1 1

2,4 42 93,3 Tidak Patuh 0 0 3 6,6 3 6,6 Jumlah 38 84,4 12 26,6 45 100 2 Aris Widiyanto

2016 Hubungan kepatuhan minum obat dengan kesembuhan Pasien tuberkulosis paru bta

positif di puskesmas Delanggu kabupaten klaten Kesembuhan Pasien Kepatuhan Sembuh

Tidak Sembuh Total 6 n % n % n % Patuh 24 63,2 1 2,6 25 65,8 Tidak Patuh 8 21,1 5 13,2

13 34,2 Jumlah 32 84,2 6 15,8 38 100 24

25 3 M. Kenli Kendi Tampoliu, Yunia Kartika, Gita Puspita Heryani 2021 Hubungan 7

kepatuhan minum obat terhadap kesembuhan pada pasien dewasa tuberkulosis paru di
Puskesmas Kemang Kabupaten Bogor Kesembuhan Pasien Kepatuhan Sembuh Tidak

Sembuh Total n % n 6 % n % Patuh 38 76 11 22 49 98 Tidak Patuh 13 0 0 2 1 2 Jumlah 38

76 12 24 50 100 4 Muhajir, Adius Kusnan, Arimaswati 2019 Hubungan Kepatuhan Minum

Obat Dan Status Gizi Dengan Kesembuhan PasienTuberk ulosis Paru Di Kecamatan Katobu

Kabupaten Muna Kesembuhan Pasien Kepatuhan Sembuh Tidak Sembuh Total n % n % n

% Patuh 19 31.1 6 9.8 25 41 Tidak Patuh 13 21.3 23 37.7 36 59 Jumlah 32 52,6 29 47,5 61

100 5 Tri Anisa Kusumoningr um, Nugroho Susanto, V. Utari Marlinawati, Theresia

Puspitawati 2020 Hubungan Dukungan Keluarga dan Kepatuhan Minum Obat terhadap

Kesembuhan Penderita Tuberkulosis (TB) di Kabupaten Bantul Kesembuhan Pasien

Kepatuhan Sembuh Tidak Sembuh Total n % n % n % Patuh 13 33,3 17 43,6 30 76,9 Tidak

Patuh 2 5,1 7 17,9 9 23,1 Jumlah 15 38,4 24 61,5 39 100

26 6 Masriati Lubis, Marince Panjaitan 2020 Hubungan Kepatuhan Pasien TBParu

untuk Minum Obat Dengan Kesembuhan Pasien TBParu Di Wilayah Kerja Puskesmas Aek

Kanopan Kabupaten Labuhanbatu Utara Kesembuhan Pasien Kepatuhan Sembuh Tidak

Sembuh Total 6 n % n % n % Patuh 10 25 26 65 36 90 Tidak Patuh 0 0 4 10 4 10 Jumlah

10 25 30 75 40 100 7 Nuha Muniroh, Siti Aisah, Mifbakhuddin 2013 Faktor-faktor yang

berhubungan dengan kesembuhan penyakit Tuberculosis (tbc) paru di wilayah kerja

puskesmas mangkang Semarang barat Kesembuhan Pasien Kepatuhan Sembuh Tidak

Sembuh Total n % n % n % Patuh 16 53,3 3 10 19 63,3 Tidak Patuh 2 6,7 9 30 11 36,7

Jumlah 18 60 12 40 30 100

27 B. Pembahasan Berikut gambar diagram batang pada hasil penelitian oleh Renny

Wulan Apriliyasari, Dkk 2014 terkait Hubungan 7 kepatuhan minum obat terhadap

kesembuhan Pengobatan Pasien Tuberkulosis Paru di BKPM Wilayah Pati. Pada Tabel IV.I.

Perbandingan Hasil Penelitian Nomor 1 Berikut gambar diagram batang pada hasil

penelitian oleh Aris Widiyanto 2017 terkait Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan

Kesembuhan Pasien Tuberkulosis Paru Bta Positif Di Puskesmas Delanggu Kabupaten

Klaten. Pada Tabel IV.I. Perbandingan Hasil Penelitian Nomor 2 Berikut gambar diagram

batang pada hasil penelitian oleh M. Kenli Kendi Tampoliu dkk, 2021 terkait Hubungan 6
kepatuhan minum obat terhadap kesembuhan 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 patuh tidak

Patuh Sembuh Tidak Sembuh 0 5 10 15 20 25 30 Patuh Tidak Patuh Sembuh Tidak Sembuh

28 pada pasien dewasa tuberkulosis paru di Puskesmas Kemang Kabupaten Bogor. Pada

Tabel IV.I. Perbandingan Hasil Penelitian Nomor 3 Berikut gambar diagram batang pada

hasil penelitian oleh Muhajir dkk, 2019 terkait Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dan

Status Gizi Dengan Kesembuhan PasienTuberkulosis Paru Di Kecamatan Katobu

Kabupaten Muna. Pada Tabel IV.I. Perbandingan Hasil Penelitian Nomor 4 Berikut

gambar diagram batang pada hasil penelitian oleh Tri Anisa Kusumoningrum dkk, 2020

terkait Hubungan Dukungan Keluarga dan 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Patuh Tidak Patuh

Sembuh Tidak Sembuh 0 5 10 15 20 25 Patuh Tidak Patuh Sembuh Tidak Sembuh

29 15 Kepatuhan Minum Obat terhadap Kesembuhan Penderita Tuberkulosis (TB) di

Kabupaten Bantul. Pada Tabel IV.I. Perbandingan Hasil Penelitian Nomor 5 Berikut

gambar diagram batang pada hasil penelitian oleh Masriati Lubis dkk, 2020 Hubungan

Kepatuhan Pasien TB-Paru untuk Minum Obat Dengan Kesembuhan Pasien TB-Paru Di

Wilayah Kerja Puskesmas Aek Kanopan Kabupaten Labuhanbatu Utara Pada Tabel IV.I.

Perbandingan Hasil Penelitian Nomor 6 Berikut gambar diagram batang pada hasil

penelitian oleh Nuha Muniroh dkk, 2013 terkait Faktor-faktor yang berhubungan

dengan kesembuhan penyakit Tuberculosis (tbc) paru di wilayah kerja puskesmas

mangkang Semarang barat Pada Tabel IV.I. Perbandingan Hasil Penelitian Nomor 7 0 5 10

15 20 25 6 Patuh Tidak Patuh Sembuh Tidak Sembuh 0 2 4 6 8 10 12 Patuh Tidak Patuh

Sembuh Tidak Sembuh

30 Dari beberapa penelitian diatas dapat diuraikan satu persatu dimulai dari penelitian

Penelitian Pertama Renny Wul, dkk (2014) yang 7 bertujuan untuk mengetahui Hubungan

kepatuhan minum obat terhadap kesembuhan Pengobatan Pasien Tuberkulosis Paru di

BKPM Wilayah Pati. 39 Jenis Penelitian yang digunakan adalah Deskriptif studi korelasi

(Correlation study) dengan rancangan Cross Sectional (belah lintang). 7 Pada penelitian

ini populasinya adalah pasien Tuberkulosis Paru dengan BTA positif yang melakukan

pemeriksaan di tanggal 2 Mei- 17 Juni Tahun 2014 di BKPM wilayah pati didapatkan hasil
45 Pasien yang dikelompokkan menjadi empat kelompok berdasarkan kategori yaitu

Patuh-Sembuh 41 pasien, Patuh-Tidak Sembuh 1 pasien, Tidak patuh-Sembuh 0 pasien,

Tidak Patuh-Tidak Sembuh 3 pasien. Berdasarkan Analisa hasil penelitian didapat

Kesimpulan 6 bahwa ada hubungan Hubungan kepatuhan minum obat terhadap

kesembuhan Pengobatan Pasien Tuberkulosis Paru di BKPM Wilayah Pati. Penelitian ke-

Dua Aris Widiyanto, dkk (2016) yang 7 bertujuan untuk mengetahui Hubungan Kepatuhan

Minum Obat Dengan Kesembuhan Pasien Tuberkulosis Paru Bta Positif Di Puskesmas

Delanggu Kabupaten Klaten. 6 Jenis penelitian yang digunakanadalah observasional

analitik dengan pendekatan cross sectional. Lokasipenelitian di wilayah puskesmas 0 2 4 6 8

10 12 14 16 18 Patuh Tidak Patuh Sembuh Tidak Sembuh

31 Delanggu Kabupaten Klaten. 4 Populasi dalam penelitian ini adalah pasien TB paru

BTApositif yang tercatat dalam register TB puskesmas Delanggu. Pengambilan sampel

menggunakan teknik purposive random sampling. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 38

responden yang dikelompokkan menjadi empat kelompok berdasarkan kategori yaitu

Patuh-Sembuh 24 pasien, Patuh-Tidak Sembuh 1 pasien, Tidak patuh-Sembuh 8 pasien,

Tidak Patuh-Tidak Sembuh 5 pasien. Berdasarkan Analisa Hasil diperoleh Kesimpulan

bahwa ada hubungan Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Kesembuhan Pasien

Tuberkulosis Paru Bta Positif Di Puskesmas Delanggu Kabupaten Klaten. Penelitian ke-Tiga

8 M. Kenli Kendi Tampoliu, dkk (2021) yang bertujuan untuk mengetahui Hubungan

kepatuhan minum obat terhadap kesembuhan pada pasien dewasa tuberkulosis paru di

Puskesmas Kemang Kabupaten Bogor. 6 Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik

observasional (non eksperimen) dengan menggunakan pendekatan cross sectional. 8

Penelitian dilakukan di Puskesmas Kemang Kabupaten Bogor, dengan mengambil

responden TB yang telah ditetapkan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan

data dilakukan pada bulan Februari sampai Juli 2020. Didapatkan Responden 50 Pasien

yang dikelompokkan berdasarkan Kategori yaitu Patuh-Sembuh 38 pasien, Patuh-Tidak

Sembuh 11 pasien, Tidak patuh-Sembuh 0 pasien, Tidak Patuh-Tidak Sembuh 1 pasien.

Berdasarkan Analisa Hasil diperoleh Kesimpulan bahwa ada 8 Hubungan kepatuhan


minum obat terhadap kesembuhan pada pasien dewasa tuberkulosis paru di Puskesmas

Kemang Kabupaten Bogor. Ke Empat Muhajir, Adius Kusnan,, dkk (2021) yang 4

bertujuan untuk mengetahui Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dan Status Gizi Dengan

Kesembuhan PasienTuberkulosis Paru Di Kecamatan Katobu Kabupaten Muna. Desain 6

penelitian ini adalah penelitian Observasional dengan pendekatan Cross Sectional.

Penelitian ini telah di laksanakan pada tanggal 23 sampai 30 Juli 2020 di Puskesmas Katobu

dan Klinik Aisyiyah yang terletak di

32 Kecamatan Katobu Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara. Populasi pada

penelitian 2 adalah pasien TB yang telah menjalani pengobatan TB paru selama 6 bulan

mulai Januari sampai Juni 2019. Didapatkan Responden 61 Pasien yang dikelompokkan

berdasarkan Kategori yaitu Patuh-Sembuh 19 pasien, Patuh-Tidak Sembuh 6 pasien, Tidak

patuh-Sembuh 13 pasien, Tidak Patuh-Tidak Sembuh 23 pasien.. Berdasarkan Analisa Hasil

diperoleh Kesimpulan 6 bahwa ada Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dan Status Gizi

Dengan Kesembuhan PasienTuberkulosis Paru Di Kecamatan Katobu Kabupaten Muna.

Penelitian ke-Lima Tri Anisa Kusumoningrum, dkk (2020) yang 4 bertujuan untuk

mengetahui Hubungan Dukungan Keluarga dan Kepatuhan Minum Obat terhadap

Kesembuhan Penderita Tuberkulosis (TB) di Kabupaten Bantul. 15 Jenis penelitian

menggunakan rancangan cross sectional untuk mencari hubungan antara Variabel

independen yaitu dukungan keluarga dan kepatuhan minum obat penderita TB dengan

Jenis penelitian menggunakan rancangan cross sectional untuk mencari hubungan antara

Variabel independen yaitu dukungan keluarga dan 6 kepatuhan minum obat penderita TB

dengan Variabel dependen Kesembuhan Penderita TB paru. Pengambilan sampel dilakukan

terhadap. 8 Penelitian dilakukan di puskesmas bantul, dengan mengambil responden TB

yang telah ditetapkan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan data dilakukan

pada bulan Februari sampai Juli 2020. Didapatkan Responden 39 Pasien yang

dikelompokkan berdasarkan Kategori yaitu Patuh-Sembuh 13 pasien, Patuh-Tidak Sembuh

17 pasien, Tidak patuh-Sembuh 2 pasien, Tidak Patuh-Tidak Sembuh 7 pasien. Berdasarkan

Analisa Hasil diperoleh Kesimpulan bahwa tidak ada Hubungan 7 kepatuhan minum obat
terhadap kesembuhan pada pasien dewasa tuberkulosis paru di Puskesmas puskesmas

bantul. Penelitian ke-Enam Masriati Lubis, dkk (2020) yang 4 bertujuan untuk mengetahui

Hubungan Kepatuhan Pasien TB-Paru untuk Minum

33 Obat Dengan Kesembuhan Pasien TB-Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Aek Kanopan

Kabupaten Labuhanbatu Utara. Jenis penelitian Desain penelitian ini korelasi dengan

metode pendekatan crosscesotional. Penelitian 40 dilakukan di Puskesmas Puskesmas Aek

Kanopan, dengan mengambil responden TB yang telah ditetapkan berdasarkan kriteria

inklusi dan eksklusi. Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari sampai Juli 2020.

Didapatkan Responden 40 Pasien yang dikelompokkan berdasarkan Kategori yaitu Patuh-

Sembuh 10 pasien, Patuh-Tidak Sembuh 26 pasien, Tidak patuh-Sembuh 0 pasien, Tidak

Patuh-Tidak Sembuh 4 pasien. Berdasarkan Analisa Hasil diperoleh Kesimpulan bahwa

tidak 4 ada Hubungan kepatuhan minum obat terhadap kesembuhan pada pasien

tuberkulosis paru di Puskesmas Aek Kanopan Kabupaten Labuhanbatu Utara. Penelitian

ke-Tujuh Nuha Muniroh, dkk (2013) yang bertujuan untuk mengetahui Faktor-faktor yang

berhubungan dengan kesembuhan penyakit Tuberculosis (tbc) paru di wilayah kerja

puskesmas mangkang Semarang barat. Jenis Penelitian ini merupakan 33 penelitian

kuantitatif dengan jenis penelitian observasional analitik dan rancangan penelitian ini

menggunakan Cross Sectional. Penelitian 4 dilakukan di Puskesmas Mangkang, dengan

mengambil responden TB yang telah menjalani pengobatan selama 6 bulan. Pengambilan

data dilakukan pada bulan Juli 2012. Didapatkan Responden 30 pasien yang

dikelompokkan berdasarkan Kategori yaitu Patuh-Sembuh 16 pasien, Patuh-Tidak Sembuh

3 pasien, Tidak patuh-Sembuh 2 pasien, Tidak Patuh-Tidak Sembuh 9 pasien. Berdasarkan

Analisa Hasil diperoleh Kesimpulan bahwa 4 ada Hubungan kepatuhan minum obat

terhadap kesembuhan pada pasien tuberkulosis paru di Puskesmas Mangkang Semarang

barat.

34 Dari 7 penelitian yang telah Saya amati didapatkan bahwa lima dari tujuh penelitian

memiliki hubungan antara kepatuhan berobat dengan kesembuhan pasien tuberculosis

Paru. Sedangkan 2 penelitian menyatakan tidak berhubungan, 20 hal tersebut dapat terjadi
dikarenakan banyak faktor seperti Status Gizi, Usia, Ekonomi, Keparahan sebelum berobat

yang juga mempengaruhi pemulihan pasien Tuberkulosis

35 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 4 Ada Hubungan antara Tingkat

kepatuhan minum obat dalam kesembuhan pasien tuberkulosis. B. Saran 1. Perlu

dilakukan penelitian lanjut mengenai Tingkat kepatuhan minum obat dalam kesembuhan

pasien tuberkulosis dengan metode yang lain. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih mendalam

Tingkat kepatuhan minum obat dalam kesembuhan pasien tuberkulosis agar bisa

digunakan di dunia medis.

36 Daftar pustaka Ait-Khaled, N., & Enarson, D. A. (2003). TUBERCULOSIS A Manual for

Medical Students. Who, 148. Ali, S. M., Kandaou, G. D., & Kaunang, W. P. J. (2019). Faktor -

Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru di Wilayah Kerja

Puskesmas Siko Kota Ternate. Stikes Graha Medika Nursing Journals, 2(1), 1–10.

http://journal.stikesgrahamedika.ac.id/index.php/nursing/article/view/69/ 48 Aljindan, R. Y.,

& Alkharsah, K. R. (2020). Pattern of increased antimicrobial resistance of Salmonella

isolates in the Eastern Province of KSA. Journal of Taibah University Medical Sciences, 15(1),

48–53. https://doi.org/10.1016/j.jtumed.2019.12.004 Andika, F., & Rosdiana, E. (2016).

Kepatuhan Berobat 7 Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Trienggadeng Kabupaten

Pidie Jaya Treatment Compliance of Tuberculosis Patients in Puskesmas Trienggadeng Pidie

Jaya District. 2(1), 59–66. Ariani, N. W., Rattu, A. J. M., & Ratag, B. (2015). 4 Faktor-Faktor

Yang Berhubungan Dengan Keteraturan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Paru Di

Wilayah Kerja Puskesmas Modayag, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Jikmu, 5(2),

157–168. Atika, I., Munir, S. M., & Inayah. (2015). Gambaran angka kesembuhan pasien

tuberkulosis (TB) paru di RSUD Petala Bumi Pekanbaru periode Januari 2011-Desember

2013. J Chem Inf Model, 53(9), 1689–1699. de Martino, M., Lodi, L., Galli, L., & Chiappini, E.

(2019). 2 Immune Response to Mycobacterium tuberculosis: A Narrative Review. Frontiers

in Pediatrics, 7(August), 1–8. https://doi.org/10.3389/fped.2019.00350 Diseases, N. (2017).

Public Health Action Campaign. I(4), 268–274. https://www.apha.org/policies-and-

advocacy/advocacy-for-publichealth/phact-campaign Düsing, R., Lottermoser, K., &


Mengden, T. (2001). Compliance with drug therapy - New answers to an old question.

Nephrology Dialysis Transplantation, 16(7), 1317–1321.

https://doi.org/10.1093/ndt/16.7.1317 Eufrasio, R. J., Correia, L., Roxo, P. C., & Rodrigues, A.

(2014). Pulmonary Tuberculosis- Resistance Pattern To 1st Line 17 Anti-Tuberculosis Drugs

In The Coimbra District , 2000-2011 Reproduced with permission of the copyright owner .

Further reproduction prohibited without. Fitri, L. D. (2018). 7 Kepatuhan Minum Obat pada

Pasien Tuberkulosis Paru. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 7(01), 33–42.

37 https://doi.org/10.33221/jikm.v7i01.50 Fogel, N. (2015). Tuberculosis: A disease

without boundaries. Tuberculosis, 95(5), 527–531.

https://doi.org/10.1016/j.tube.2015.05.017 Frieden, T. R., Brudney, K. F., & Harries, A. (2014).

Global tuberculosis: Perspectives, prospects, and priorities. In JAMA - 20 Journal of the

American Medical Association (Vol. 312, Issue 14). https://doi.org/10.1001/jama.2014.11450

Gendhis. 6 (2011). Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap Pasien Dan Dukungan Keluarga

Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien. Journal of Chemical Information and

Modeling, 53(9), 1689–1699. Gunawan, A. R. S., Simbolon, R. L., & Fauzia, D. (2017). Pasien

Terhadap 7 Pengobatan Tuberkulosis Paru Di Lima Puskesmas Se-Kota Pekanbaru. Jom

Fk, Gunawan, A(2), 1–20. Harding, E. (2020). WHO global progress report on tuberculosis

elimination. The Lancet. Respiratory Medicine, 8(1), 19.

https://doi.org/10.1016/S2213-2600(19)30418-7 Humaidi, F., & Ratna Anggarini, D. (2020).

6 Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis Pada Pasien Tbc Regimen Kategori I Di

Puskesmas Palengaan. JIFA : Jurnal Ilmiah Farmasi ATTAMRU, 01(01), 1.

http://journal.uim.ac.id/index.php/Attamru/article/download/917/598 Keperawatan, M. J.,

Akper, K., & Majalengka, Y. (2015). MEDISINA Jurnal Keperawatan dan Kesehatan AKPER

YPIB Majalengka#Volume I Nomor 2 Juli 2015. I. Kurniawan, Nurmasadi , Siti Rahmalia HD,

G. I. (2015). 6 Faktor Faktor yang mempengaruhi kesembuhan Tuberkulosis. 2(1). Laila, R.

(2016). FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMBUHAN PASIEN TB PARU

DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT SECARA TERATUR DI RUMAH SAKIT AGUNG

JAKARTA 2016 Tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian global . Dengan
upaya pengendalian yang telah tuberkulosis diperk. Mando, N. J., Widodo, D., &

Sutriningsih, A. (2018). 4 Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat

Pada Pasien TB Di Puskesmas Janti Kota Malang. Nursing News : Jurnal Ilmiah Keperawatan,

3(3), 550– 556. https://publikasi.unitri.ac.id/index.php/fikes/article/view/1363 Martino, M.

De, Lodi, L., Galli, L., Kesehatan, D. I., & Florence, U. (2019). Respon Kebal terhadap 6

Mycobacterium tuberculosis : Tinjauan Naratif. 7, 1–8. Mengkonsumsi, K., & Tuberkulosis, O.

(2016). 1 1,2,3. 15–25. Netty, N., Kasman, K., & Ayu, S. D. (2018). Hubungan Peran Petugas

Kesehatan 4 Dan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kepatuhan Minum

38 Obat Pada Penderita Tuberkulosis (Tb) Paru Bta Positif Di Wilayah Kerja Upt.

Puskesmas Martapura 1. An-Nadaa: 20 Jurnal Kesehatan Masyarakat, 5(1).

https://doi.org/10.31602/ann.v5i1.1728 Nimmo, C., Millard, J., van Dorp, L., Brien, K.,

Moodley, S., Wolf, A., Grant, A. D., Padayatchi, N., Pym, A. S., Balloux, F., & O’Donnell, M.

(2020). 26 Population-level emergence of bedaquiline and clofazimine resistanceassociated

variants among patients with drug-resistant tuberculosis in southern Africa: a phenotypic

and phylogenetic analysis. The Lancet Microbe, 1(4), e165–e174.

https://doi.org/10.1016/s2666-5247(20)300318 Oktavienty, O., Hafiz, I., & Khairani, T. N.

(2019). 4 Hubungan Tingkat Pengetahuan Terhadap Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien

Tuberkulosis Paru (TB) di UPT Peskesmas Simalingkar Kota Medan. Jurnal Dunia Farmasi,

3(3), 123–130. https://doi.org/10.33085/jdf.v3i3.4483 PENGENDALIAN, P. N. T. (2011).

Penanggulangan Nasipnal TB 2009 (P. Dr.Asik Surya,MPPM Dr. Carmelia basri, M.Epid Prof.

Dr.Sudijanto Kamso,MPH (ed.)). Kemenkes. prof. dr. hood alsagaff, dr. H. A. M. (2010). 6

Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Universitas Airlangga.

http://katalog.pustaka.unand.ac.id//index.php?p=show_detail&id=101635 Puspita, E.,

Christianto, E., & Indra, Y. (2013). Gambaran Status Gizi 7 Pada Pasien Tuberkulosis Paru

(Tb Paru) Yang Menjalani Rawat Jalan Di Rsud Arifin Achmad Pekanbaru. Journal of

Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699. Rusman, R., & Basri K, S. (2019). 4

Faktor yang Mempengaruhi Penderita TB Paru Terhadap Kepatuhan Minum Obat Anti

Tuberkulosis di Puskesmas Jatisawit Indramayu. Afiasi : 20 Jurnal Kesehatan Masyarakat,


4(1), 33–40. https://doi.org/10.31943/afiasi.v4i1.10 Safri, F. M., Sukartini, T., & Ulfiana, E.

(2019). 4 Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien Tb

Paru Berdasarkan Health Belief Model Di Wilayah Kerja Puskesmas Umbulsari, Kabupaten

Jember. Indonesian Journal of Community Health Nursing, 2(2), 12–20.

https://ejournal.unair.ac.id/IJCHN/article/view/11904 Saragih, F. L., & Sirait, H. (2020). 6

Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis

Pada Pasien Tb Paru Di Puskesmas Teladan Medan Tahun 2019. Jurnal Riset Hesti Medan

Akper Kesdam I/BB Medan, 5(1), 9–15. https://doi.org/10.34008/jurhesti.v5i1.131 Sari, I. D.,

Mubasyiroh, R., & Supardi, S. (2017). Hubungan Pengetahuan dan

39 Sikap dengan Kepatuhan Berobat pada Pasien TB Paru yang Rawat Jalan di Jakarta

Tahun 2014. Media Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, 26(4), 243–248.

https://doi.org/10.22435/mpk.v26i4.4619.243-248 Situmeang, L., Sulistiyani, S., & Utami, T.

F. C. T. (2020). 4 Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Berobat Penderita Tb Paru

Di Wilayah Puskesmas Kota Yapen Serui. Jurnal Keperawatan Tropis Papua, 3(1), 133–138.

https://doi.org/10.47539/jktp.v3i1.94 2 Treatment of tuberculosis. (2000). Prescrire

International, 9(48), 124–125. Tukayo, I. J. H., Hardyanti, S., & Madeso, M. S. (2020). 6

Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis Pada Pasien

Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Waena. Jurnal Keperawatan Tropis Papua, 3(1), 145–150.

https://doi.org/10.47539/jktp.v3i1.104 Utarini, A., Wilasto, B. W. C. B. C. N. D. H. I. M. J. V. N.

W. N., & Stop, Y. M. (2011). strategi nasional. In JKementerian 2 Kesehatan rePUBLiK

inDOnesia DireKtOrat JenDeraL PengenDaLian PenyaKit Dan Penyehatan LingKUngan (Vol.

12, Issue 2). https://doi.org/10.2459/JCM.0b013e32833e58e4 Veryanti, P. R., Dewi, N. P. K.,

& Pertiwi, D. (2019). 7 Potensi Interaksi Obat Anti Tuberkulosis di Instalasi Rawat Inap

RSUD X Jakarta Periode 2016. Saintech Farma: Jurnal Ilmu Kefarmasian, 12(1), 23–31.

Warliah, L., Rohman, A. S., & Rusmin, P. H. (2012a). Model Development of Air Volume and

Breathing Frequency in Human Respiratory System Simulation. Procedia - Social and

Behavioral Sciences, 67(November 2011), 260–268.

https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.11.328 Warliah, L., Rohman, A. S., & Rusmin, P. H.


(2012b). Model Development of Air Volume and Breathing Frequency in Human

Respiratory System Simulation. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 67(November

2011), 260–268. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.11.328 Welekidan, L. N., 41 Skjerve,

E., Dejene, T. A., Gebremichael, M. W., Brynildsrud, O., Tønjum, T., & Yimer, S. A. (2021).

Frequency 17 and patterns of first- and second-line drug resistance-conferring mutations

in Mycobacterium tuberculosis isolated from pulmonary tuberculosis patients in a cross-

sectional study in Tigray Region, Ethiopia. Journal of Global Antimicrobial Resistance, 24,

6–13. https://doi.org/10.1016/j.jgar.2020.11.017 WHO. (2006). 2 Guidance for National

Tuberculosis Programmes on the Management of Tuberculosis in Children. Malawi Medical

Journal : The Journal of Medical Association of Malawi, 19(2), 82–86. Widiyanto, A. (2017).

4 Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Kesembuhan Pasien Tuberkulosis Paru BTA

Positif Di Puskesmas

40 Delanggu Kabupaten Klaten. Interest : Jurnal Ilmu Kesehatan, 6(1), 7–12.

https://doi.org/10.37341/interest.v6i1.71 Widyastuti, H. (2016). Faktor-Faktor 2 yang

Berhubungan dengan Kepatuhan Berobat Pasien TB Paru di Balai Kesehatan Paru

Masyarakat Kota Pekalongan. Undergraduated Thesis, IlmumKesehatan Masyarakat.

Universitas Negeri Sema. Yamazaki, M. (1987). Administration of antituberculous drugs to

subjects with basic diseases. 2. Clinical studies of INH and RFP therapy on tuberculous

patients with liver diseases. In Kekkaku (Vol. 62, Issue 12). Yuda, A. (2018). Hubungan

karakteristik, pengetahuan, sikap dan tindakan 6 penderita tuberkulosis paru dengan

kepatuhan minum obat di Puskesmas Tanah Kalikedinding. In Journal of Chemical

Information and Modeling (Vol. 53, Issue 9). Zhan, L., Wang, J., Wang, L., & Qin, C. (2020).

The correlation 17 of drug resistance and virulence in Mycobacterium tuberculosis.

Biosafety and Health, 2(1), 18–24. https://doi.org/10.1016/j.bsheal.2020.02.004 Ματινα.

(2019). No TitleΕΛΕΝΗ. Αγαη, 8(5), 55.


Sources
https://123dok.com/document/zllv4voz-tinjauan-pustaka-disebabkan-mycobacterium-tuberculosis-
1 tuberculosis-kelompok-bakteri.html
INTERNET
9%
https://adoc.pub/pedoman-nasional-pelayanan-kedokteran-tata-laksana-
2 tuberkulo2641f687d26b7d859dcf75bb81c20ce373166.html
INTERNET
5%
https://123dok.com/article/efek-samping-obat-anti-tuberkulosis-dan-cara-mengatasinya.q2e8rjrq
3 INTERNET
5%
https://123dok.com/document/y8rvex5q-hubungan-kepatuhan-kesembuhan-tuberkulosis-positif-puskesmas-
4 delanggu-kabupaten.html
INTERNET
4%
https://text-id.123dok.com/document/4yrjo5moq-deinisi-pasien-tb-klasiikasi-dan-tipe-pasien-tb.html
5 INTERNET
4%
https://www.researchgate.net/publication/344716081_HUBUNGAN_PENGETAHUAN_DAN_SIKAP_DENGAN_KEP
ATUHAN_MINUM_OBAT_ANTI_TUBERKULOSIS_PADA_PASIEN_TB_PARU_DI_PUSKESMAS_TELADAN_MEDAN_TA
6 HUN_2019
INTERNET
3%
https://123dok.com/document/y90966dy-potensi-interaksi-pasien-tuberkulosis-rawat-soegiri-lamongan-
7 periode.html
INTERNET
2%
http://www.stikes-hi.ac.id/jurnal/index.php/rik/article/download/516/169/
8 INTERNET
1%
https://journal.fkm.ui.ac.id/arsi/article/download/2186/724
9 INTERNET
1%
http://ejournal.helvetia.ac.id/index.php/jdf/article/download/4483/288
10 INTERNET
1%
https://eprints.umm.ac.id/45992/3/BAB%20II.pdf
11 INTERNET
1%
https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1002106011-2-bab%202.pdf
12 INTERNET
1%
http://repository2.unw.ac.id/1599/7/bab%201%20-%20LaluAri%20Utisman.pdf
13 INTERNET
1%
https://www.academia.edu/7962883/TUBERKULOSIS_PARU
14 INTERNET
1%
http://formilkesmas.respati.ac.id/index.php/formil/article/download/299/109
15 INTERNET
1%
https://erepository.uwks.ac.id/9185/9/JURNAL%20KEDOKTERAN%20WK%20-%20IRA.pdf
16 INTERNET
<1%
https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0236362
17 INTERNET
<1%
https://sehat1000.wordpress.com/2021/11/15/tuberkulosis-paru-tb/
18 INTERNET
<1%
https://e-journal.unair.ac.id/JR/article/download/14313/8921
19 INTERNET
<1%
https://hmpskesmas.uinjkt.ac.id/articles/karya-tulis-ilmiah
20 INTERNET
<1%
https://wearepharmacistyourpartnerinhealt.blogspot.com/
21 INTERNET
<1%
http://repo.poltekkes-
medan.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/2762/REV.%20KARYA%20TULIS%20ILMIAH%20WINDA%20%2
22 81%29.docx?sequence=1&isAllowed=y
INTERNET
<1%
https://www.slideshare.net/ienksyahmacz/makalah-tbc-untuk-para-pekerja
23 INTERNET
<1%
https://eprints.umm.ac.id/45961/3/bab%202.pdf
24 INTERNET
<1%
https://eprints.umm.ac.id/70005/5/BAB%20IV.pdf
25 INTERNET
<1%
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32803174/
26 INTERNET
<1%
https://vedazuhera.blogspot.com/
27 INTERNET
<1%
https://core.ac.uk/download/pdf/235583417.pdf
28 INTERNET
<1%
http://hisfarsidiy.org/serba-serbi-obat-anti-tuberculosis/
29 INTERNET
<1%
https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1208505085-3-BAB%20II.pdf
30 INTERNET
<1%
https://udarajunior.blogspot.com/2012/02/
31 INTERNET
<1%
https://www.academia.edu/8255521/TB_Anak
32 INTERNET
<1%
http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/804/5/3.pdf
33 INTERNET
<1%
https://id.scribd.com/presentation/360786094/Tuberkulosis-Blok-2
34 INTERNET
<1%
https://kakaners.blogspot.com/2016/10/lifleat-tbc.html
35 INTERNET
<1%
http://eprints.undip.ac.id/44615/3/2.pdf
36 INTERNET
<1%
https://eprints.umm.ac.id/52946/5/BAB%20IV.pdf
37 INTERNET
<1%
https://lia-liaslife.blogspot.com/
38 INTERNET
<1%
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/4/jtptunimus-gdl-s1-2007-ikasucimar-160-3-bab3.pdf
39 INTERNET
<1%
http://repository.unjaya.ac.id/3703/5/BAB%20III.pdf
40 INTERNET
<1%
https://www.ous-research.no/home/tonjum/Publications/9154
41 INTERNET
<1%
https://eprints.umm.ac.id/41403/3/BAB%20II.pdf
42 INTERNET
<1%

Anda mungkin juga menyukai