Anda di halaman 1dari 119

UNIVERSITAS INDONESIA

MANAJEMEN POTENSI MARITIM DALAM PENGENDALIAN


WILAYAH PERTAHANAN LAUT UNTUK MENCEGAH
ANCAMAN KEAMANAN MARITIM; STUDI KASUS DI PULAU
PANJANG, BANTEN.”

TESIS

ARMAN SOBARY DARMAWIJAYA


1806257713

PROGRAM STUDI KAJIAN KETAHANAN NASIONAL


SEKOLAH KAJIAN STRATEJIK DAN GLOBAL
JAKARTA
DESEMBER 2021
UNIVERSITAS INDONESIA

MANAJEMEN POTENSI MARITIM DALAM PENGENDALIAN


WILAYAH PERTAHANAN LAUT UNTUK MENCEGAH
ANCAMAN KEAMANAN MARITIM; STUDI KASUS DI PULAU
PANJANG, BANTEN

TESIS

Tugas Akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Magister Sains

ARMAN SOBARY DARMAWIJAYA


1806257713

PROGRAM STUDI KAJIAN KETAHANAN NASIONAL


SEKOLAH KAJIAN STRATEJIK DAN GLOBAL
JAKARTA
DESEMBER 2021
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tugas Akhir ini adalah karya saya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip
maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Arman Sobary Darmawijaya


NPM : 1806257713
Tanda Tangan :
Tanggal :
HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Akhir ini diajukan oleh:


Nama : Arman Sobary Darmawijaya
NPM : 1806257713
Program Studi : Kajian Ketahanan Nasional
Judul Tugas Akhir : Manajemen potensi maritim dalam pengendalian
wilayah pertahanan laut untuk mencegah ancaman
keamanan maritim; studi kasus di Pulau Panjang,
Banten

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada Program Studi Kajian Ketahanan Nasional, Sekolah Kajian Stratejik dan
Global Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang :

Pembimbing :

Pembimbing :

Penguji :

Penguji :

Ditetapkan di :

Tanggal :
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Penulisan
Tugas Akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai
gelar Magister Sains Program StudI Kajian Ketahanan Nasional pada Sekolah Kajian
Stratejik dan Global Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan
Tugas Akhir ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1) Dr. Ir. Abdul Rivai Ras, M.M., M.S., M.Si. selaku ketua dosen pembimbing
pertama yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran didalam
mengarahkan penulis dalam penyusunan Tugas Akhir ini;
2) Broto Wardoyo, Ph.D. selaku dosen pembimbing kedua yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran didalam mengarahkan penulis dalam
penyusunan Tugas Akhir ini;
3) Orang tua dan keluarga penulis yang telah memberikan bantuan dukungan
moral dan material; dan
4) Sahabat yang telah banyak membantu penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Tugas Akhir ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.

Jakarta, 15 Desember 2021

Penulis
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:

Nama : Arman Sobary Darmawijaya


NPM : 1806257713
Program Studi : Kajian Ketahanan Nasional
Fakultas : Sekolah Kajian Stratejik dan Globalisasi
Jenis karya : Tugas Akhir

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

MANAJEMEN POTENSI MARITIM DALAM PENGENDALIAN WILAYAH


PERTAHANAN LAUT UNTUK MENCEGAH ANCAMAN KEAMANAN
MARITIM; STUDI KASUS DI PULAU PANJANG, BANTEN

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-
eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan
tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di :
Pada tanggal :
Yang menyatakan

(Arman Sobary Darmawijaya)


ABSTRAK

Nama : Arman Sobary Darmawijaya


NPM : 1806257713
Program Studi : Kajian Ketahanan Nasional
Pembimbing :

Manajemen potensi maritim di Indonesia penting untuk lakukan. Luas laut mencapai
5,8 juta km2 dan Indonesia merupakan jalur alternatif pelayaran dunia. Beberapa
masalah tindak kejahatan serta kecurangan juga terjadi di wilayah laut Indonesia.
Masalah yang terjadi diantaranya pencurian ikan atau illegal fishing, pembajakan, dan
perdagangan manusia. Masalah yang terjadi dapat mempengaruhi gagasan pemerintah
menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Salah satu hal yang perlu
ditingkatkan adalah memperkuat ketahanan laut Indonesia melalui optimalisasi peran
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL). TNI AL membentuk satuan
kelompok Bintara Pembina Potensi Maritim yang mempunyai tugas membina
masyarakat di wilayah pesisir atau pulau-pulau kecil. Keberadaan Bintara di tengah
masyaraat mempunyai pengaruh yang nyata terutama dibidang keamanan, ekonomi,
dan sumber daya. Kehadiran Bintara memberikan rasa aman kepada masyarakat
setempat. Selain itu pembinaan yang dilakukan juga dapat meningkatkan kemampuan
dasar dan pengetahuan untuk nelayan/masyarakat pesisir. Dengan demikian dampak
keamanan wilayah laut dapat tercapai. Pengelolaan sumber daya laut dengan menjaga
keseimbangan ekosisitem dapat dilaksanakan, sehingga peningkatan kesejahteraan
masyarakat/nelayan setempat dapat diwujudkan.

Kata kunci: Babinpotmar; ekonomi; kemananan; sumber daya.

ABSTRACT

Name : Arman Sobary Darmawijaya


Study Programme : National Resilience
Title : Management of maritime potential in control of marine
defense area to prevent maritime security threats; case study on
Panjang Island, Banten
Counsellor :

Maritime potential management in Indonesia is important to do. The sea area reaches
5.8 million km2 and Indonesia is an alternative world shipping route. Several
problems of crime and fraud also occur in the Indonesian sea area. Problems that
occur include illegal fishing, piracy, and human trafficking. The problems that occur
can affect the government's idea to make Indonesia the world's maritime axis. One of
the things that needs to be improved is strengthening Indonesia's maritime security
through optimizing the role of the Indonesian Navy. The Indonesian Navy has formed
a Bintara Pembina Potensi Maritim which has the task of fostering communities in
coastal areas or small islands. The existence of Bintara in coastal community has a
real influence, especially in the fields of security, economy, and resources
management. The presence of the Bintara gives a sense of security to the local
community. In addition, the guidance carried out can also improve basic skills and
knowledge for fishermen/coastal communities. Thus, the impact of the security of the
marine area can be achieved. Management of marine resources by maintaining the
balance of the ecosystem can be implemented, so that the improvement of the welfare
of the local community/fishermen can be realized.

Key word: Babinpotmar; economics; esources; security.


DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS iv


HALAMAN PENGESAHAN v
KATA PENGANTAR vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI vi
ABSTRAK viii
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xi
1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 7
1.3 Tujuan Penelitian 11
1.4 Manfaat Penelitian 11
1.5 Batasan Penelitian 11
1.6 Sistematika Penulisan 12
2. TINJAUAN PUSTAKA 13
2.1 Kajian Pustaka dan Landasan Teori 13
2.1.1 Kekuatan Laut (Sea power) 13
2.1.2 Lingkungan Strategi Maritim 17
2.1.3 Ancaman Keamanan Maritim 19
2.1.4 Matrix Keamanan Maritim 23
2.1.5 Penelitian Terdahulu 30
3. METODE PENELITIAN 34
3.1 Deskriptif Kualitatif 34
3.2 Data dan Sumber Data 36
3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Data 37
3.4 Teknis Analisis Data 40
3.5 Teknik Keabsahan Data 42
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 44
4.1 Hasil Penelitian 44
4.1.1 Implementasi Manajemen Potensi Kemaritiman 44
4.1.2 Peran Bintara Pembina Potensi Maritim 56
4.2 Pembahasan 71
5. PENUTUP 90
5.1 Kesimpulan 90
5.2 Saran 91
DAFTAR PUSTAKA 92
LAMPIRAN 98
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data kejadian kecelakaan di laut tahun 2010-2016 20


Tabel 2. Penelitian terdahulu 30
Tabel 3. Jumlah kejadian kecelakaan laut tahun 2010-2016 63
Tabel 4. Daftar nama dan lokasi penempatan Bintara Pembina Potensi Maritim
Pangkalan Angkatan Laut Banten 70

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Matriks keamanan maritim (Bauger, 2015) 26


Gambar 2. Peta administrasi Provinsi Banten 34
Gambar 3. Komponen dalam analisis data (interactive model) 42
Gambar 4. Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia- Australia atau Selatan Jawa
(Sumber: Kementerian Pertahanan Republik Indonesia) 80
Gambar 5. Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia- Singapura (Sumber:
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia) 80
Gambar 6. Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia- Malaysia (Sumber:
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia) 81
Gambar 7. Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia- Thailand (Sumber:
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia) 82
Gambar 8. Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia- Timot Leste (Sumber:
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia) 82
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Manajemen strategi pengendalian dan pengelolaan potensi maritim di Indonesia


penting untuk dilakukan. Hal tersebut bertujuan untuk pemanfaatan potensi maritim
di Indonesia sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi nasional. Meningkatkan
pertumbuhan ekonomi di wilayah pesisir dan atau laut adalah bagian dari upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Indonesia disebut juga sebagai negara
kepulauan sesuai dengan UU nomor 17 tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS
1982. Berdasarkan pada kondisi geografis, luas laut Indonesia mencapai 5,8 juta km 2
atau hampir 70% wilayahnya adalah lautan. Seiring dengan hal tersebut potensi
sumber daya laut Indonesia sangatlah melimpah. Berbagai jenis sumber daya dapat
ditemukan di perairan Indonesia, mulai dari kelompok biota (ikan pelagis hingga
demersal), bioenergi, sumber mineral, dan sumber daya lainnya. Selain itu letak
negara Indonesia sebagai negara kepulauan juga strategis. Secara geografis Indonesia
berada di persimpangan dunia, berbatasan dengan dua benua, Australia dan Asia,
serta dua samudera, yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Hal inilah yang
menjadikan perairan Indonesia menjadi zona maritim yang sangat strategis. Terlebih
laut Indonesia merupakan jalur pelayaran alternatif dan perdagangan Internasional.
Penerapan konsep-konsep sea power dapat dipertimbangkan sebagai upaya
mengoptimalkan kekuatan laut di wilayah perairan Indonesia. Konsep ini menerapkan
pentingnya kekuatan laut untuk suatu negara terlebih negara-negara kepulauan seperti
Indonesia. Manakala potensi laut tersebut dimanfaatkan secara efektif, maka
kemakmuran serta stabilitas negara akan terwujud. Keamanan dan kesejahteraan yang
stabil dapat memperikan dampak yang besar bagi kedaulatan dan kekuatan suatu
negara. Sebaliknya, jika kekuatan-kekuatan laut tersebut diabaikan, maka akan
mengakibatkan kerugian hingga dapat meruntuhkan suatu negara (Witjahyo dan
Poespojoedho, 2019). Bagi suatu negara, laut merupakan salah satu hal yang sangat
penting dan menjadi pusat perhatian suatu negara, terutama bagi negara yang
2

memiliki wilayah laut yang luas. Letak geografis suatu negara akan mempengaruhi
kebijakan penting yang bertujuan untuk meningkatkan fokus atau konsentrasi
terutama yang berkaitan dengan kekuatan angkatan laut negara tersebut (Mahan
1890). Laut tetap menjadi faktor yang sangat penting bagi keamanan suatu negara,
terutama pengembangan kekuatan angkatan laut. Selain itu, Mahan juga menemukan
bahwa dalam pengembangan kekuatan angkatan laut dengan kekuatan laut, faktor
yang mempengaruhi tidak hanya jumlah mil persegi yang dimiliki oleh suatu negara,
tetapi juga panjang garis pantai suatu negara.
Menyadari arti strategis Indonesia, Presiden Joko Widodo memaparkan lima
pilar utama sebagai upaya untuk mewujudkan poros maritim dunia. Poros maritim
dunia adalah ide serta gagasan baru yang dirumuskan oleh Presiden Indonesia.
Konsep ini telah disampaikan di forum Internasional pada saat pertemuan EAS Asia
Summit ke-9 di Myanmar, November 2014. Pilar pertama yang menjadi fokus yaitu
membangun negara maritim. Kedua, melibatkan masyarakat untuk ikut larut dalam
proses pengembangan Industri perikanan. Ketiga, pembangunan yang merata dengan
melengkapi sarana-prasarana yang dibutuhkan. Keempat, perlu adanya diplomasi
untuk mencegah konflik yang terjadi di laut. Kemudian yang terakhir membentuk
kekuatan maritim dengan meningkatkan pertahanan guna terciptanya keamanan
maritim.
Pernyataan presiden diatas menjadi suatu hal yang perlu diwujudkan secara
nyata untuk tujuan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Akan tetapi, untuk
mewujudkan hal tersebut kita juga perlu untuk menyelesaikan permasalahan laut di
Indonesia terlebih dahulu. Meminimalkan masalah yang ada di laut Indonesia juga
merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh pihak pemerintahan karena
berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya. Manajemen strategis dalam upaya
pemanfaatan potensi laut harus dioptimalkan mengingat bahwa prosentase
pemanfaatannya masih tergolong rendah. Laksamana Muda TNI Aan Kurnia (Asisten
Operasi Kepala Staf Angkatan Laut RI) menyampaikan bahwa potensi sumber daya
yang ada di laut Indonesia dapat dijadikan sebagai dasar pembangunan nasional untuk
3

mencapai kemakmuran masyarakat. Dengan sumber daya laut yang begitu melimpah
hanya mampu memberikan kontibusi terhadap PDB di bawah 30% disebabkan
kurangnya pemanfaatan secara maksimal dengan kondisi kelautan yang sangat luas.
Valuasi ekonomi sektor kelautan Indonesia diduga setara dengan 1,2 trilliun
USD per tahun. Selain itu laut Indonesia juga menyimpan potensi tambang minyak
dan gas di lepas pantai. Keindahan alam pantai di daerah pulau-pulau kecil juga
menjadi salah satu faktor penunjang pariwisata domestik maupun global. Dahuri
(2010) menyatakan bahwa potensi produksi lestari ikan laut Indonesia 6,4 juta ton per
tahun. Selain itu Data Kementerian Kelautan dan Perikanan berdasarkan Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan No. 50/KEPMEN-KP/2017, menyebutkan bahwa
jumlah ikan di perairan Indonesia bisa mencapai 12,54 setiap tahunnya. Potensi itu
terbagi di beberapa wilayah Indonesia dan perairan zona ekonomi eksklusif.
Keanekaragaman hayati laut Indonesia sangat melimpah sebanyak ± 37% spesies
dunia ada di dalamnya. Akan tetapi sebagian besar penangkapan atau setara dengan
90% masih dilakukan pada wilayah maksimal 12 mil dari garis pantai. Artinya
potensi tang ada di wilayah ZEE belum dimanfaatkan secara maksimal.
Masalah illegal, unregulated, and unreported (IIU) fishing saat ini juga masih
menjadi masalah serius di Indonesia. Kasus Ilegal Fishing menjadi perhatian
masyarakat Internasional sebagai isu yang baru (emergency of new issues) serta
dikategorikan sebagai kejahatan transnational crime. PBB mengidentifikasi 18 jenis
transnational crime pada tahun 1995 diantaranya pencucian uang, teroris, pencurian
seni budaya, pencurian kekayaan intelektual, perdagangan senjata ilegal, pembajakan
pesawat, pembajakan laut, penipuan yang di asuransikan, kejahatan komputer,
kejahatan lingkungan, perdagangan manusia,, perdagangan bagian tubuh manusia,
perdagangan obat-obat terlarang, penipuan bank penyusupan bisnis ilegal, korupsi
atau suap pejabat publik atau partai (Friedrichs, 2007). Selain itu, kurangnya armada
kapal menjadi penghambat terhadap rencana pemerintah dalam upaya realisasi
Indonesia sebagai poros maritim dunia.
4

Masalah lain yang juga penting adalah ketersediaan armada kapal yang masih
terbatas. Armada tersebut adalah sarana utama dalam pengawasan dan pengamanan
laut di Indonesia. Kementerian kelautan sendiri bahwa mebenarkan mengenai jumlah
kapal pengawasan masih sangat kurang dan jauh dari kata ideal. Antam Novambar
yang menjabat sebagai dirjen PSDKP mengatakan idealnya, KKP harus mempunyai
minimal 70 kapal Patroli. Dari pernyataan tersebut, sudah seharusnya menjadi
perhatian serta catatan khusus terkait adanya pengadaan barang berupa penambahan
jumlah kapal yang harus dilakukan oleh pemerintah. Dengan penambahan jumlah
kapal tersebut maka akan membantu juga terhadap pengawasan, terutama di Zona
Ekonomi Eksklusif laut Indonesia dengan luas 2,55 juta km 2. Selain itu, sektor
industri perikanan juga perlu diberikan perhatian khusus untuk tetap lestari dan
berkelanjutan.
Upaya penjagaan, pengawasan, serta pengelolaan dibidang kemaritiman yang
masih tergolong rendah, khususnya yang berkaitan dengan keamanan jalur
perdagangan dan jalur pelayaran. Hal tersebut juga merupakan masalah serius yang
harus diselesaikan. Saat ini Indonesia mempunyai tiga Alur Laut Kepulauan
Indonesia (ALKI) untuk jalur lintas kapal asing. ALKI merupakan hak melintasi alur
laut kepulauan, melintasi laut teritorial dan perairan kepulauan Indonesia termasuk
Selat Sunda. Perlu diketahui bahwa Selat Sunda merupakan salah satu alur pelayaran
yang terletak di jalur pelayaran ALKI I dan merupakan salah satu pintu gerbang lalu
lintas pelayaran Internasional. Dengan demikian Selat Sunda merupakan bagian dari
jalur utama perdagangan antara benua Asia dan Australia. Selat Sunda menjadikan
Indonesia sebagai salah satu negara terstrategis di sektor perairan.
Sebagai jalur lintas alternatif, Selat Sunda mempunyai beberapa ancaman yang
serius. Juli 2017 kapal Wanderlust ditangkap karena penyelundupan narkoba berupa
sabu-sabu seberat 1 (satu) ton oleh WN Taiwan di Pantai Anyer di perairan Selat
Sunda Serang, Banten. Selain itu terdapat praktik ilegal kegiatan kapal tanker MT
Aisyah 08 yang menerima 700-ton limbah kimia dari kapal MT Global Pioner
berbendera Panama di selat Sunda. Kecelakaan tabrakan kapal juga beberapa kali
5

terjadi di Selat Sunda salah satunya kecelakaan Kapal Motor Penumpang (KMP)
Windu Karsa Dwitya dengan KMP Virgo di alur penyeberangan perlintasan Merak-
Bakauheni sekitar 1,5 mil laut dari pelabuhan Merak pada tanggal 22 April 2019. Hal
ini menunjukkan bahwa pelanggaran hukum dan ancaman keamanan laut,
keselamatan di perairan wilayah laut Selat Sunda masih tinggi. Dengan demikian
pengawasan di wilayah sekitar Selat Sunda perlu ditingkatkan baik secara militer atau
non-militer.
Pasal 7 ayat 1 menjelaskan tentang tugas pokok TNI untuk menegakkan
kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi keselamatan
bangsa dari segala bentuk ancaman militer dan nonmiliter berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945 (Puspen, 2007). TNI AL sebagai bagian dari integral TNI harus mampu
menyusun dan menyiapkan potensi pertahanannya meliputi aspek geografi, demografi
dan kondisi sosial di seluruh wilayah kedaulatan dan yurisdiksi Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Untuk mewujudkan hal tersebut, TNI AL di seluruh
tingkatannya perlu meningkatkan satuan kerjanya bergerak di bidang manajemen atau
pengelolaan potensi maritim agar dapat menangani berbagai permasalahan dalam
mengembangkan potensi maritim. Selain itu kerja sama dan sinergi bersama-sama
dengan masyarakat di wilayah pesisir juga perlu dilakukan.
Salah satu tugas TNI AL menurut UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara
Nasional Indonesia adalah melaksanakan pemberdayaan di wilayah pertahanan laut.
Kegiatan tersebut dilakukan melalui pengembangan dan pengelolaan potensi maritim
baik dari segi pemanfaatan sumber daya ataupun keamanan wilayah lautnya. Bentuk
kegiatan yang dapat dilakukan dalam manajemen potensi maritim di antaranya adalah
(1) Pembinaan Komunikasi Sosial Maritim, yaitu suatu kegiatan yang dilaksanakan
antara TNI Angkatan Laut dengan masyarakat, pemerintah, keluarga besar TNI dan
komponen bangsa lainnya, (2) Pembinaan Ketahanan Wilayah Maritim merupakan
kegiatan yang dilaksanakan oleh TNI Angkatan Laut sendiri atau bersama
pemerintah/ Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) dan komponen bangsa
lainnya untuk mewujudkan kekuatan pertahanan wilayah maritim, (3) Bakti TNI
6

Angkatan Laut, penyelenggara kegiatan bakti TNI Angkatan Laut dilaksanakan atas
kerja sama TNI Angkatan Laut dengan Pemerintah, Kementerian/LPNK, instansi
terkait serta masyarakat (Simanjuntak 2018).
Upaya perwujudan manajemen potensi maritim perlu dilakukan di setiap
Armada mulai tingkat Pangkalan Utama Angkatan Laut, Pangkalan Angkatan Laut,
dan Pos Angkatan Laut. Penelitian ini memfokuskan pada wilayah kerja Pangkalan
Angkatan Laut dengan pertimbangan Pangkalan Angkatan Laut sebagai salah satu
Pangkalan Tentara Indonesia Angkatan Laut yang merupakan komponen utama
dibawah Pangkalan Utama Tentara Indonesia Angkatan Laut Indonesia. Setiap
Pangkalan Angkatan Laut juga mempunyai beberapa lokasi pos Angkatan Laut dan
pos pengamat. Setiap pos Angkatan Laut terdapat Bintara Pembina Potensi Maritim
yang ditempatkan di setiap desa. Bintara ini mempunyai tugas untuk membina dan
melakukan penyuluhan kepada masyarakat. Pembentukan Bintara Pembina Potensi
Maritim oleh Tentara Angkatan Laut Indonesia ini merupakan inovasi baru untuk
menguatkan wilayah laut terutama wilayah pesisir. Selain itu Bintara juga dapat
memberikan pembinaan kepada masyarakat untuk pengoptimalan pemanfaatan
sumber daya laut yang ada di daerah sekitarnya. Dengan demikian masyarakat dan
Bintara dapat bekerja sama untuk memperoleh gambaran kondisi terkini kerkait
dengan keamanan, pengawasan dan pemanfaat laut. Penelitian ini akan memfokuskan
pada Pangkalan Tentara Angkatan Laut Banten dengan pertimbangan kelimpahan
potensi laut yang ada di Selat Sunda serta ancaman yang sering terjadi di Laut sekitar
Provinsi Banten.
Pangkalan Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut Indonesia Banten
merupakan satuan pelaksana Pangkalan Utama Tentara Negara Indonesia Angkatan
Laut. Tugas pokok yang harus dilaksanakan yaitu dukungan logistik, administrasi
bagi unsur Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut, melaksanakan pembinaan peran
Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut, serta pembinaan Potensi Maritim untuk
mewujudkan kekuatan di wilayah keamanan laut. Wilayah Banten sebagai salah satu
provinsi di Indonesia mempunyai potensi dan peran penting dalam pembangunan
7

nasional termasuk dalam sektor maritim. Hal ini disebabkan wilayah laut Banten
merupakan salah satu jalur laut potensial, terlebih di selat Sunda. Selat sunda
merupakan salah satu jalur yang dapat dilalui kapal besar yang menghubungkan
Australia, Selandia Baru, dengan Kawasan Asia Tenggara misalnya Thailand,
Malaysia, dan Singapura (Darma 2019). Dengan demikian analisis optimalisasi
manajemen potensi maritim di wilayah Pangkatan Tentara Negara Indonesia
Angkatan Laut Banten bersama dengan masyarakat setempat perlu untuk dilakukan.
Harapannya hal tersebut dapat menjadi sarana yang cepat dalam menilai kondisi,
merencanakan strategi, dan mengevaluasi kekurangan di wilayah pesisir. Dengan
demikian upaya optimalisasi potensi maritim di wilayah pertahanan laut dapat
tercapai.

1.2 Perumusan Masalah


Indonesia perlu melakukan manajemen terhadap kekayaan laut yang dimiliki.
Proses manajemen yang berkelanjutan, stabil, dan efektif dapat memberikan dampak
potsitif jangka Panjang bagi Indonesia. Stabilitas negara dapat dikembangkan,
kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan terutama yang berada di daerah
perbatasan, pesisir, dan pulau-pulau kecil. Selain penguatas terhadap stabilitas negara,
kesadaran akan masyarakat dalam menanamkan budaya kemaritiman juga menjadi
bagian penting untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Aspek
pengelolaan lautan samudera yang perlu digaris bawahi adalah aspek yang berkaitan
di dalamnya seperti, aspek ekonomi, geopolitik, serta aspek militer. Korespondensi
dan kerjasama keseluruhan elemen secara luas dapat dijadikan sebagai modal utama
oleh masyarakat dan Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut. Dalam hal ini Tentara
juga sebagai salah satu instansi yang dominan berperan dalam bidang maritim perlu
menjadikan maritim sebagai prosperity (kemakmuran) dan security (keamanan) bagi
bangsa Indonesia.
Keamanan maritim perlu menjadi prioritas utama untuk menjaga kedaulatan
negara. Kajian dan strategi keamanan maritim di Indonesia khususnya di wilayah
8

pesisir perlu untuk ditingkatkan. Beberapa faktor yang bersinggungan dengan


keamanan maritim juga beragam yaitu, faktor politik, ekonomi, pertahanan &
keamanan, sosial & budaya, lingkungan dan teknologi. Masing-masing faktor
mempunyai pengaruh yang beragam. Selain itu faktor tersebut juga mempunyai
peluang dan ancaman yang beragam terhadap keamanan maritim Indonesia. Sehingga
penguatan keamanan maritim di wilayah pesisir perlu untuk diketahui mengingat
bahwa perkembangan lingkungan strategis global memiliki relevansi yang kuat
dengan perairan Indonesia (I Nengah Putra A, 2016). Dalam hal ini Tentara Negara
Indonesia Angkatan Laut menjadi pilar utama atau ujung tombak dalam upaya
penegakan keamanan dan stabilitas negara di kawasan laut. Dalam pelaksanaanya
Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut pun juga mempunyai beberapa kendala di
lapangan. Kendala fasilitas sarana, prasarana, sumberdaya manusia serta waktu juga
menjadi hal yang harus diselesaikan. Keberadaan tentara di samping masyarakat
menjadi salah satu hal yang perlu diwujudkan.
Indonesia harus waspada dalam menghadapi berbagai jenis potensi ancaman di
wilayah perairan. Ancaman tersebut dapat terjadi sewaktu-waktu terutama di jalur
pelayaran dan perdagangan Internasional. Permasalahan yang sering terjadi yaitu,
pembajakan, perampokan, terorisme laut, penyelundupan barang ilegal, perdagangan
manusia, illegal fishing, eksploitasi sumber daya laut, serta pelanggaran batas
wilayah. Pencurian sumber daya oleh negara asing merupakan salah satu fenomena
yang dapat merugikan nelayan lokal. Sumber daya laut Indonesia yang melimpah
tidak dapat dimaksimalkan oleh warga setempat karena keurangnya fasilitas dan
sarana yang ada. Kejahatan lain yang terjadi di laut Indonesia juga perlu diperhatikan.
Ketakutan masyarakat yang berada di pesisir dan daerah perbatasan adalah prioritas
untuk meningkatkan keamanan. Persaingan ekonomi yang terjadi saat ini mendorong
masyarakat untuk terus mengembangkan keahlian dan berupaya lebih inovatif dalam
meningkatkat pertumbuhan ekonomi. Sebagai negara maritim Indonesia harus mulai
mengoptimalkan pengawasan, pengelolaan sumber daya laut, serta pengendalian
keamanan laut secara maksimal. Peningkatan upaya tersebut diharapkan mampu
9

menjadi penunjang pertumbuhan ekonomi nasional melalui pemanfaatan secara


optimal.
Cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi ancaman-ancaman kejahatan
maritim di wilayah laut Indonesia dengan menerapkan prinsip sea power. Kekuatan
dan kapasitas laut Indonesia perlu ditingkatkan untuk mencegah terjadinya
kecurangan di laut oleh negara maupun non-negara lainnya (Till, 2009). Kekuatan
laut ini meliputi dua aspek yaitu aspek militer dan non militer. Aspek militer yang
dimaksudkan dalam hal ini adalah pengamanan laut oleh Tentara Negara Indonesia
Angkatan Laut yang dapat bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menjaga
keamanan dan stabilitas negara. Kekuatan laut Indonesia terdiri dari instansi penegak
hukum laut, sumber daya yang beragam (non-military), letak geografis yang strategis
dan naval power yaitu TNI Angkatan Laut (military aspect). Kekuatan laut Indonesia
tidak hanya oleh Angkatan Laut semata, tetapi juga melibatkan segala sesuatu yang
ada di laut, terutama masyarakat di wilayah pesisir. Masyarakat adalah aspek non
militer yang ada di sekitar wilayah laut yang berkenan untuk membantu tugas
angkatan laut. Salah satu contohnya adalah pelaporan kondisi terkiri oleh masyarakat
jika terjadi masalah seperti ditemukannya kapal asing pencuri ikan ataupun tindak
kejahatan lainnya. Masyarakat disini dapat bersinergi dengan TNI AL untuk
pengamanan. Akan tetapi dalam proses tersebut masyarakat juga perlu di berikan
dasar-dasar pembinaan dan penyuluhan terkait ancaman dan jenis serangan asing
yang sering terjadi di laut.
Keberadaan sektor pemerintah melalui Tentara Negara Indonesia Angkatan
Laut hadir sebagai garda terdepan di lapangan dan bekerja sama dengan masyarakat
adalah hal penting. Upaya menegakkan hukum dan mencegah terjadinya
permasalahan maritim di sekitar wilayah pesisir dan laut adalah prioritas. Tentara
Negara Indonesia Angkatan Laut harus hadir dan berada di lapangan berdampingan
dengan masyarakat untuk mengatasi permasalahan yang terjadi. Oleh karena itu,
Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut bersinergi dengan masyarakat melakukan
pembinaan manajemen potensi maritim yang efektif. Keberadaan Bintara Pembina
10

Potensi Maritim di tengah masyarakat adalah inovasi dan gerakan yang tepat. Bintara
ini di bentuk oleh Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut untuk membina
masyarakat dalam mengoptimalkan potensi maritim yang ada. Selain itu sebagai
seorang pasukan khusus atau tentara Bintara juga mempunyai tugas untuk
mengamankan wilayah dan melakukan pengawasan. Pembentukan Bintara ini adalah
merupakan hal baru sehingga perlu diketahui sejauh mana peran dan dampak adanya
Bintara di tengah masyarakat pesisir.
Berbagai ancaman dan permasalahan yang ada di laut dapat diminimalkan
dengan upaya kerja sama pihak TNI AL dalam hal ini melalui Bintara Pembina
Potensi Maritim yang di tempatkan di setiap daerah dengan masyarakat setempat.
Konektivitas antara TNI AL dengan masyarakat dapat memberikan laporan kondisi
terkini yang terjadi baik di wilayah pesisir ataupun di wilayah laut. Nelayan dapat
menjadi sumber informasi terkait keadaan wilayah laut, terutama nelayan-nelayan
yang melakukan pencarian ikan ke laut zona perbatasan. Informasi tersebut dapat
langsung di proses atau di tangani oleh pihak terkait dengan fasilitas dan sarana yang
ada. Oleh karena itu pengawasan yang optimal juga perlu didukung adanya fasilitas
yang mumpuni sehingga penyelesaian masalah dapat langsung diatasi dan keamanan
serta kesejahteraan dapat diwujudkan. Dengan demikian keberadaan Bintara Pembina
Potensi Maritim diharapkan mampu menjadi jawaban dari dinamika permasalahan
yang ada di wilayah laut dan pesisir. Selain itu Bintara juga melakukan pembinaan
kepada masyarakat untuk meningkatkan optimasi pemanfaatan potensi maritim
sebagai salah satu upaya untuk kejerahteraan rakyat khususnya nelayan. Peran aktif
serta kontribusi Bintara menjadi salah satu gerakan yang tepat dalam pengendalian
wilayah pertahanan laut untuk mencegah ancaman dan meningkatkan keamanan
maritim. Penugasan dan penempatan Bintara di setiap desa sejauh ini belum
dilakukan evaluasi dan perlu diketahui bahwa satu desa hanya ditepati oleh satu
Bintara. Dengan demikian perlu diketahui bagaimana efektivitas peran dam dampak
keberadaan Bintara Pembina Potensi Maritim di setiap desa. Penelitian ini hanya akan
mengkaji keberadaan Bintara Pembina Potensi Maritim dengan studi kasus di Pulau
11

Panjang, Banten.
Berdasarkan uraian di atas, untuk dapat mengetahui optimalisasi manajemen
potensi maritim maka perlu dilakukan kajian terkait beberapa hal di antaranya:
1. Bagaimana implementasi manajemen potensi maritim dalam menegakkan
hukum di laut dan mencegah adanya ancaman keamanan maritim di Indonesia?
2. Bagaimana optimalisasi adanya manajemen potensi maritim dalam proses
menegakkan hukum di laut dan mencegah adanya ancaman keamanan maritim
di Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini mempunyai tujuan untuk:
1. Menganalisis implementasi manajemen potensi maritim dalam menegakkan
hukum di laut dan mencegah adanya ancaman keamanan maritim di Indonesia.
2. Menganalisis optimasi manajemen potensi maritim dalam proses menegakkan
hukum di laut dan mencegah adanya ancaman keamanan maritim di Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua kategori
diantaranya yaitu:
1.4.1 Manfaat Akademik
Hasil penelitian ini adalah menjadi rekomendasi dan sumbangsih
pemikiran dibidang maritim, terutama yang berkaitan dengan keterlibatan
masyarakat dalam melakukan manajemen potensi maritim. Selain itu,
penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan
untuk pembinaan potensi masyarakat dalam bidang maritim di Indonesia.
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini yaitu menjadi dasar ilmu serta pengetahuan baru
yang dapat memberikan jawaban terkait permasalahan dibidang maritim.
Selain itu hasil dari penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai dasar
12

evaluasi dalam upaya peningkatan keamanan oleh pemerintah.

1.5 Batasan Penelitian


Menganalisis peran manajemen potensi maritim yang berada di Pangkalan
Angkatan Laut Banten melalui pembinaan dan penyuluhan terhadap masyarakat
setempat untuk mencapai tujuan peningkatan keamanan dan meminimalkan potensi
ancaman di sekitar wilayah pesisir. Mengingat bahwa Indonesia dalam upaya
menyongsong gagasan sebagai poros maritim dunia dengan demikian perlu adanya
optimalisasi peran masyarakat dan instansi pemerintah dalam mengamankan
wilayah laut. Wilayah laut yang strategis dengan potensi yang melimpah serta
tingkat kemanan yang belum maksimal menjadi salah satu pertimbangan dalam
penelitian ini. Dengan demikian ruang lingkup penelitian ini dimaksudkan untuk
mengetahui peran penting dari adanya manajemen potensi maritim melalui
masyarakat binaan dan penyuluhan di Pangkalan Angkatan Laut Banten dengan
lokasi di Pulau Panjang, Banten.

1.6 Sistematika Penulisan


Sistematika penulitas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Suatu metode dalam
penelitian status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu
sistem pemikiran ataupun suatu fenomena yang terjadi di masa sekarang.
Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk menggambarkan suatu
fenomena secara sistematis dan akurat terkait dengan fakta yang ada, sifat
serta hubungan antar fenomena yang diteliti. Ciri dari penelitian deskriptif
diantaranya adalah menggambarkan mengenai situasi atau kejadian,
menerangkan hubungan sebab-akibat, membuat prediksi serta dapat
memberikan pengaruh nyata dari suatu masalah yang ingin dipecahkan.
b. Metode penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode
kualitatif. Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan
13

data deskriptif, berdasarkan pada kondisi yang terjadi saat ini. Teknik yang
digunakan dalam penelitian ini untuk memperoleh data adalah dengan
wawancara dan dokumentasi. Pengumpulan data dilakukan dengan
perekaman dan atau dilakukan secara langsung berdiskusi. Perekaman
yang dilakukan pada penelitian ini adalah dalam bentik video, audio, dan
foto.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka dan Landasan Teori

2.1.1 Kekuatan Laut (Sea power)


Konsep Sea power merupakan sesuatu yang mutlak harus dimiliki oleh semua
negara, termasuk negara kepulauan dan non-kepulauan. Bahkan di beberapa negara
yang terkurung daratan, seperti Azerbaijan, Paraguay dan Laos, mereka masih
memiliki angkatan laut sebagai kekuatan maritim (Laksamana (Purn) Marsetio
(2014). Kekuatan Laut adalah kemampuan suatu negara untuk menggunakan dan
menguasai laut serta mencegah musuh menggunakannya atau biasa disebut dengan
laut penyangkalan. Kekuatan Sea suatu negara dapat dilihat dari kemampuannya
mengolah dan menguasai keahlian maritim. Sea power tidak hanya angkatan laut
tetapi juga pihak-pihak yang terlibat dalam penegakan hukum di laut. Konsep sea
power di suatu negara dapat dilihat dari kemampuan dalam melakukan manajemen
mengolah dan penguasaan suatu tertentu di bidang-bidang maritim. Pelaksanaan
konsep tersebut juga tidak hanya dilakukan oleh satu pihak melainkan saling bekerja
sama. Dalam hal ini adalah keterlibatan TNI AL, masyarakat dan pihak-pihak lain
yang terlibat dalam penegakan hukum di laut.
Konsep Sea power merupakan konsep yang dikembangkan oleh Alfred
Thayer Mahan, seorang perwira Angkatan Laut AS di abad ke-19. Mahan
mengembangkan teori tersebut dalam bukunya yang berjudul The Influence of Sea
Power Upon History. Buku ini berfokus pada pentingnya kekuatan laut bagi sebuah
14

negara. Sea power merupakan unsur terpenting bagi kemajuan dan kejayaan suatu
negara yang mempunyai wilayah laut luas atau negara kepulauan. Apabila kekuatan-
kekuatan laut tersebut diberdayakan, maka akan kesejahteraan dan keamanan negara
tersebut akan mengalami peningkatan. Sebaliknya, jika kekuatan-kekuatan laut
tersebut diabaikan, maka akan mengakibatkan kerugian atau bahkan meruntuhkan
negara tersebut. Bagi sebuah negara, laut merupakan salah satu hal yang sangat
penting dan menjadi fokus utama bagi suatu negara terutama bagi negara dengan
wilayah laut yang luas. Sampai saat ini, laut masih menjadi faktor penting bagi
sebuah keamanan negara terutama optimalisasi kekuatan angkatan laut. Mahan juga
menyampaikan dalam pengembangan kekuatan angkatan laut melalui sea power perlu
mengambungkan beberapa elemen dan karakter pendukung lainya (Mahan 1890).
Menurut Mahan, kemenangan di laut hanya mungkin terjadi melalui konsentrasi
armada yang tepat, yang disertai dengan fakta bahwa armada tidak pernah terbagi
(Gough, 1988). Pemusatan armada ini merupakan instrumen terpenting dalam perang
angkatan laut. Tembakan terkonsentrasi pada armada musuh harus menjadi sarana
utama armada pertempuran untuk menggunakan kekuatan laut (Crowl, 1986). Mahan
merangkum semua pertimbangan strategis dan taktis untuk mencapai efisiensi militer
dalam perang, mengabaikan tingkat operasional menengah sesuai dengan semangat
zaman (Vego,2009). Mahan (1980) merumuskan 6 dasar karakter yang penting untuk
menjadi negara potensial yang mengembangkan kekuatan laut (sea power). Karakter
tersebut yaitu, letak geografis, topografi tanah dan pantai, luas wilayah, jumlah
populasi penduduk, karakter masyarakat dan karakter pemegang kekuasaan dalam hal
ini pemerintah dan lembaga-lembaga lain yang terlibat.
Letak geografis Indonesia mengambarkan posisi yang strategis. Indonesia
terletak di antara 2 benua yaitu Asia dan Australia dan 2 samudra yaitu Samudra
Hindia dan Samudra Pasifik. Wilayah lautnya berada di jalur persimpangan dunia.
Dengan demikian Indonesia menjadi bagian dari jalur transportasi laut secara global
salah satunya adalah jalur untuk kapal dari negara bagian barat yang ingin ke timur.
Selain itu, Indonesia juga memiliki beberapa choke points (titik perlintasan) strategis
15

bagi jalur pelayaran dunia, seperti Selat Malaka, Selat Makasar, dan Selat Lombok.
Selain itu Bakrie (2011) juga menyatakan bahwa struktur geografis Indonesia
berdampak pada pandangan Indonesia dalam isu keamanan maritim. Indonesia
memiliki posisi “supra-strategis” dengan menjadi jalur pelayaran perdagangan
internasional yang menghubungkan Asia Selatan, Asia Timur dan Asia Tenggara.
Posisi geografis ditinjau dari letak sebuah negara, dimana posisi yang strategis dapat
memberikan keuntungan yang lebih. Posisi geografis dapat menentukan pertahanan
sebuah negara.
Mahan menyatakan bahwa topografi daratan dan panjang garis panti suaru
negara juga merupakan faktor penting dalam kekuatan laut (sea power). Indonesia
sebagai salah satu negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia terdiri atas
17.506 pulau serta luas wilayah laut yang mencapai 7.7 juta km². Sebagian besar dari
wilayah Indonesia adalah lautan yaitu sebanyak 2/3 atau lebih dari 5.8 juta km².
Indonesia mempunyai garis pantai terpanjang di dunia. Garis tersebut mencapai ±
81.000 km panjangnya (Haryanto 2015). Dengan demikian Indonesia memiliki
potensi besar di bidang industri bioteknologi kelautan, perairan dalam atau deep
ocean water, wisata bahari, energi kelautan, mineral laut, pelayaran, pertahanan, serta
industri maritim. Optimalisasi pembangunan disektor kelautan dan perikanan dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan sumber daya untuk
kehidupan generasi mendatang. Selain itu untuk sebuah pertahanan panjang pantai
juga erat kaitannya dengan pelabuhan. Pelabuhan menjadi unsur penting dalam
pendistribusian logistik dan kegiatan perdagangan antar wilayah dan berkaitan
dengan pemerataan penduduk Indonesia.
Populasi penduduk Indonesia juga merupakan suatu hal yang penting dalam
konsep kekuatan laut. Saat ini Indonesia menduduki urutan ke-4 untuk jumlah
penduduk terpadat di Dunia dengan berkisar ± 250 juta. Selain itu menurut data
Badan Pusat Statistik (2014) jumlah desa pesisir yang ada saat ini mencapai 12.827.
Mahan (1980) menyatakan bahwa jumlah populasi menjadi penting untuk
memperkuat pasukan. Jumlah pasukan yang ada harus berkorelasi dengan kualitas
16

yang dimiliki oleh setiap individu. Dengan demikian dapat tercipta kekuatan negara
yang optimal dengan adanya dukungan sumber daya manusia yang ahli dibidangnya.
Hal tersebut juga perlu adanya dukungan dari sisi pengambil keputusan (decision
maker) dalam hal ini adalah pemerintahan.
Rekomendasi dan teori yang telah di rumuskan oleh Mahan (1980) dapat
direalisasikan menjadi sebuah kebijakan atau aturan pemerintah. Hal ini tentu akan
berkaitan dengan para pengambil keputusan di tingkat pemerintahan. Mahan (1980)
menyatakan bahwa kebijakan yang telah diputuskan oleh pemerintahan akan
berhubungan dengan kondisi keberlanjutan sumber daya dan keamanan maritim suatu
negara. Dengan demikian kebijakan yang telah dibuat menjadi vital dalam penentuan
kekuatan laut suatu negara. Era Presiden Joko Widodo saat ini mempunyai visi untuk
menguatkan sisi kemaritiman Indonesia. Presiden mempunyai gagasan untuk
menjadikan Indonesia sebagai negara poros maritim dunia (PMD). Gagasan tersebut
yang telah disampaikan Presiden Joko Widodo di acara Konfrensi Tingkat Tinggi
Asia Timur di Myanmar tahun 2014. Keselarasan potensi maritim dan kebijakan yang
telah diambil menjadi suatu hal penting dalam upaya pewujudan poros maritim dunia.
Hal tersebut tentu perlu adanya integrasi beberapa elemen yang saling
berkesinambungan, salah satunya penguatan pengawasan bersama dengan TNI AL.
keberadaan TNI AL sendiri juga perlu bekerjasama dengan masyarakat sekitar
terutama yang berada di daerah pesisir.
Inggris tentu bukan satu-satunya negara maritim yang ideal menurut mahan.
Mahan sendiri melakukan perbandingan antara satu negara dengan lainnya untuk
melihat kekuatan maritim yang dimiliki eropa barat, misalnya Belanda dan perancis.
Gagasan serta pemikiran mahan menjadi rujukan Van Leur dalam merancang strategi
kemaritiman.Sehingga Amerika sendiri menjadikan gagasan sang vioner sebagai
solusi disetiap problematika laut yang ada . Mahan pada saat itu menyita banyak
perhatian dengan menempatkan Inggris sebagai negara simbol kekuatan maritim yang
unggul. Hal tersebut disarakan oleh para ambisius untuk mengontrol dunia atau
kepentingan ekspansif. Pendapat ini diperkuat dengan tema utama pemikiran Mahan
17

yaitu kekuatan strategi militer (Mahan, 1890: 28-29). The Influence of Sea Power
Upon History menyatakan bahwa kekuatan laut terdiri atas armada angkatan laut,
armada niaga dan pangkalan. Perkembangan kekuatan laut dipengaruhi akan
dipengaruhi oleh beberapa hal berikut;
 Geografi
 Posisi wilayah
 Luas wilayah
 Jumlah dan karakter penduduk
 Watak bangsa
 Sikap pemerintah.
Strategi maritim menurut Mahan adalah penguasaan laut yaitu dengan
menjamin pemanfaatan laut untuk kepentingan negara sendiri serta mencegah
terjadinya ancaman dari lawan. Penguasaan laut hanya dapat dicapai dengan
meminimalkan keberadaan lawan atau melakukan blokade. Selain itu pengambilan
keputusan oleh pemerintah dan dukungan pangkalan terhadap kekuatan armada laut
juga dapat mempengaruhi kekuatan laut. Oleh karena itu, pengelolaan potensi
maritim perlu untuk diwujudkan dengan tujuan pengembangan dan pembinaan
potensi maritim serta pengendalian wilayah pertahanan laut. Harapannya hal tersebut
akan memberikan dampak penangkalan dan penindakan terhadap pihak-pihak yang
akan melanggar kedaulatan, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa Indonesia.

2.1.2 Lingkungan Strategi Maritim


Adanya strategi ditujukan untuk memberikan dampak spesifik dalam
lingkungan, mengedepankan hasil yang menguntungkan dan mencegah adanya
kerugian. Bagi negara, lingkungan strategis adalah ranah di mana kepemimpinan
berinteraksi dengan negara atau aktor lain untuk memajukan kesejahteraan negara.
Lingkungan ini terdiri dari konteks internal dan eksternal, kondisi, hubungan, tren,
masalah, ancaman, peluang, interaksi, dan efek yang mempengaruhi keberhasilan
negara dalam kaitannya dengan dunia, negara dan aktor lain, peluang, dan
18

kemungkinan lainnya. Lingkungan strategis berfungsi sebagai sistem kompleks yang


mengatur dirinya sendiri. Hal tersebut berusaha untuk mempertahankan
keseimbangan relatif atau untuk menemukan keseimbangan baru yang dapat diterima.
Aktor non negara dalam hal ini didefinisikan sebagai organisasi di sektor swasta dan
atau non-government organization (NGO) yang berkaitan.
Segala sesuatu yang berkaitan dengan lingkungan strategi pada dasarnya dapat
diperkirakan. Lingkungan ini adalah lingkungan dinamis yang merespons masukan,
tetapi tidak selalu menjadi penyebab langsung. Strategi dapat berfokus pada
kepentingan atau kebijakan tertentu, tetapi sifat lingkungan yang holistik dapat
memberi 2 dampak yang berupa dampak positif dan negatif. Ahli strategi pada
akhirnya berusaha untuk melindungi dan memajukan kepentingan negara dalam
lingkungan strategis melalui penciptaan efek multiordered. Secara konseptual, model
strategi sederhana (tujuan, cara, dan sarana), akan tetapi tetapi sifat lingkungan
strategis membuatnya sulit untuk diterapkan. Dengan demikian, ahli strategi harus
memahami sifat lingkungan strategis dan membangun strategi yang konsisten
dengannya. Yanger (2006) menyebutkan adanya keteracakan (randomness) maupun
keteraturan (order) dalam lingkungan, artinya terdapat beberapa hal tidak dapat
prediksi atau adanya faktor ketidakpastian dalam lingkungan strategis tersebut. Sifat
lingkungan strategis telah dijelaskan berkali-kali oleh otoritas yang berbeda dalam
bentuk VUCA.
VUCA adalah gambaran dari situasi geopolitik. VUCA merupakan akronim
dari volatil (volatility), ketidakpastian (uncertainty), sangat kompleks (complexity),
dan ambigu (ambiguity). Volatil (volatility) merupakan sifat lingkungan strategis
yang mengalami perubahan dengan cepat, fluktuatif dan tidak terduga. Hal tersebut
mengakibatkan tingginya faktor ketidakpastian (uncertainty) dalam lingkungan
strategis. Saat ini interaksi antar elemen dalam lingkungan strategis saling
mempengaruhi satu sama lain atau dengan kata lain tingkat kompleksitasnya tinggi
(complexity). Perencanaan dan pengambilan keputusan menjadi semakin tidak mudah
dalam lingkungan strategis karena semakin sulit diprediksi sehingga menimbulkan
19

banyak penafsiran dan persepsi (ambiguity). Perubahan dan perkembangan


lingkungan strategis mempunyai implikasi pada hasil kebijakan dan arah orientasi
institusi politik. Hal ini akan membawa dampak positif dan negatif secara bersamaan.
Dampak positif dapat mendukung tujuan dan kepentingan politik, sedangkan dampak
negatif menyebabkan peningkatan potensi ancaman bagi keberlangsungan politik.
Dengan demikian, perkembangan lingkungan strategis perlu amati oleh berbagai
pihak termasuk perancang dan pengambil keputusan dengan tujuan untuk mencapai
survival of the fittest (Bhakti, 2004).

Perubahan lingkungan strategis dapat terjadi karena adanya kesempatan


melakukan perubahan dengan sendirinya (by chance) atau dirancang (by design)
(Yarger, 2006). Terjadinya perubahan pada lingkungan strategis akan mempengaruhi
elemen ataupun aktor tertentu yang saling berkaitan satu sama lain. Menurut Bandoro
(2013) lingkungan strategis dapat dipindai melalui berbagai dimensi yaitu, keamanan
(security), ekonomi (economics), politik (politics), sosial (societal), teknologi
(technology). Pendapat lain juga diampaikan oleh David (2013) bahwa dimensi
politik pemerintah-hukum, ekonomi, sosial-budaya, lingkungan, teknologi, dan
persaingan antar entitas perlu dipindai dalam lingkungan strategis.
Mengingat bahwa 70% permukaan bumi adalah lautan dan lebih dari 2/3
penduduk dunia rata-rata hidup dalam radius 100 mil laut bahkan 200 hingga 300 mil.
Kegiatan yang dominan dilakukan manusia di bidang maritim dalam radius tersebut
diantaranya adalah pelayaran, penangkapan ikan, dan eksplorasi minyak. Dengan
demikian jarak maksimal yang dapat dilakukan dari kegiatan ekonomi, politik
maupun militer dari penduduk dunia untuk melakukan eksplorasi darat dan laut
adalah tidak lebih dari 300 mil. Dalam cakupan kawasan daratan dan laut itu
diperlukan konsep-konsep pengerahan dan penyebaran kekuatan disertai kriteria
efektif dan efisien. Efektif karena dikaitkan dengan struktur kekuatan laut yang harus
mampu mendemonstrasikan kompetensinya dilaut dan efisien dikaitkan dengan
sumber daya yang terbatas. Manusia sebenarnya bisa lebih banyak memiliki kekuatan
20

dan kebutuhan untuk memanfaatkan maritimnya karena maritim lebih luas dari pada
daratan.

2.1.3 Ancaman Keamanan Maritim


Keamanan adalah upaya untuk mengelola elemen ancaman yang bertujuan
untuk menciptakan lingkungan hidup di segala bentuk negara yang bebas dari
ancaman (Buzan, 2007). Saat ini, para ahli sedang mengembangkan berbagai jenis
pendekatan dan formulasi keamanan, dari pendekatan yang realistis, liberal,
konstruksi sosial, hingga pendekatan keamanan manusia. Collins (2010) menyatakan
bahwa berbagai pendekatan telah dikembangkan di bidang “keamanan”, tetapi hal ini
umumnya terkait dengan kelangsungan hidup terhadap berbagai ancaman.
Berdasarkan hal ini, keamanan memiliki dua komponen utama: sumber ancaman dan
objek ancaman. Benda-benda tersebut dapat terancam dan perlu dilindungi. Sifat
ancaman itu sendiri dapat dilihat dari berbagai sudut. Tergantung bagaimana cara
pandang perusahaan melihat ancaman tersebut.
Bandoro (2013) menyatakan bahwa segala jenis ancaman baik dalam bentuk
potensi atau sudah bentuk kegiatan yang mengancam kedaulatan dan keutuhan, serta
kedaulatan wilayah, termasuk upaya perubahan karakter atau hakikat suatu bangsa.
Buzan (2007) memahami bahwa ancaman adalah salah satu yang dapat
membingungkan dan mempengaruhi objek refrensi. Buzan, bersama Wilde dan
Waever, menjelaskan bahwa ‘ancaman’ dapat terdiri dari sekumpulan klaim (a set of
claims) yang berisi pernyataan umum tentang perlindungan suatu objek tertentu
(Buerger, 2014). Oleh karena itu, bentuk ancaman biasanya mencakup tindakan yang
diusulkan untuk menghadapinya dalam situasi yang ekstrim.. Salah satu akibat dari
adanya ancaman di laut adalah terjadinya kecelakaan. Upaya pengurangan tingkat
kecelakaan di laut dapat dilihat berdasarkan rekomendasi Komite Nasional
Keselamatan Transportasi (KNKT). Dengan demikian berikut beberapa jumlah
rekomendasi yang diberikan oleh instansi terkait (Tabel 1) tahun 2010-2016.
Tabel 1. Data kejadian kecelakaan di laut tahun 2010-2016
21

N 201 201 201 201 201 201 20 Juml


Instansi terkait
o 0 1 2 3 4 5 16 ah
1 Ditjet HUBLA dan HUBDAT 16 9 7 10 4 4 16 66
2 Administrasi pelabuhan 1 17 2 10 11 0 7 48
Badan pengembangan SDM
3 3 1 0 0 0 0 0 4
perhubungan
4 Badan Klasifikasi 3 3 1 1 0 2 3 13
5 Manajemen pelabuhan 0 3 2 0 0 0 0 5
6 Fasilitator krprlabuhan 0 4 0 4 0 0 3 11
7 Pemerintah daerah 0 5 0 0 0 0 0 5

8 Galangan 0 0 0 0 0 0 0 0
9 Operator kapal 15 28 16 22 9 5 6 101
1
Perusahaan ekspedisi 0 2 0 0 0 0 0 2
0
1
Awak kapal 7 10 0 0 1 0 0 18
1
Jumlah 45 82 28 47 25 11 35 273
*Sumber: Database KNKT November 2016

David (2013) menyatakan bahwa organisasi dapat mereferensikan ancaman.


Hal tersebut berkaitan dengan posisi atau pengaruh dari keberadaan dan
keberlangsungan operasional organisasi. Oleh karena itu, ancaman tersebut
diperhatikan dan perlu ditangani dengan hati-hati. Selain ancaman, hal lain yang
perlu diperhatikan adalah peluang yang muncul dari lingkungan strategis yang
melingkupinya. Ohmae (2005) menghubungkan peluang dengan proses globalisasi
dan melihatnya sebagai awal dari berbagai peluang melalui proses global yang harus
ditempuh negara-bangsa untuk mewujudkan kepentingan nasional dan memperkuat
komposisi kekuatan nasional.
David (2013) describes an opportunity as a possibility that occurs at a certain
time, is potential, and must be approached seriously by the organization. Security and
threats in the maritime context and become the concept of maritime security
(maritime securities). Buerger (2014) calls maritime security to be a kind of
'buzzword' nowadays because various parties do not adequately explain what is meant
and intended for this matter. Maritime security has many different meanings
22

depending on the interests of the organization and the political and idealistic
prejudices against people and organizations. Buerger (2014) suggests 3 important
frameworks for formulating the concept of maritime security, namely: maritime
security matrix, maritime securitization framework, security practice user groups
(Security Practice and Communities of Practice).
Matrix Framework for Ocean Security mendefinisikan bagaimana suatu
entitas keamanan laut dirumuskan sebagai keamanan nasional (national security),
keamanan ekonomi (economic security), keamanan manusia (human security), dan
lingkungan maritim (marine environment). Aspek keamanan nasional didasarkan
pada pandangan tradisional bahwa keamanan nasional adalah upaya untuk
melindungi keberlangsungan negara, sehingga kekuatan laut (sea power) yang
diwakili oleh kekuatan angkatan laut (naval forces) sebagai kekuatan yang dominan
terkait maritim. Oleh karena itu, keamanan maritim dalam dimensi ini terkait dengan
penggunaan kekuatan laut. Lautan juga menjadi aspek penting pada dimensi
ekonomi. Keamanan ekonomi memusatkan perhatian lautan sebagai salah satu
sumber utama pada pengembangan ekonomi sehingga bersifat vital.
Jalur perdagangan, manfaat hasil laut, pertambangan bawah laut, dll memiliki
nilai komersial yang sangat tinggi, sehingga berperan penting dalam pembangunan
ekonomi tidak hanya suatu kesatuan negara tetapi juga dunia. Tren ini menekankan
bahwa keamanan maritim berkaitan erat dengan keamanan maritim. Dari segi
keamanan manusia, sektor maritim terkait erat sebagai pusat makanan bagi
masyarakat dan penduduk yang tinggal di sepanjang pantai dan di antara laut (pulau).
Melalui aspek ini, keamanan maritim dapat dilihat terkait erat dengan keamanan
manusia. Dimensi terakhir, lingkungan maritim, memperhatikan konsep keamanan
maritim termasuk unsur keamanan lalu lintas maritim, sarana pendukung,
perlindungan lingkungan laut setelah bencana yang disebabkan oleh proses kelautan,
alami atau buatan manusia, seperti tumpahan minyak di laut. Kerangka Keamanan
Maritim mencoba untuk mendefinisikan konsep keamanan maritim dalam hal cara di
mana suatu entitas atau pihak terlibat dan membentuk sifat ancaman mereka terhadap
23

domain maritim. Kerangka Kelompok Pengguna Praktik Keamanan menjelaskan


konsep keamanan maritim yang dapat didekati dengan melihat bagaimana entitas atau
aktor tertentu melakukan kegiatan yang terkait dengan apa yang disebut keamanan.

2.1.4 Matrix Keamanan Maritim


keamanan maritim dapat dianalisis dengan mengenali keterkaitan antara satu
istilah dengan istilah yang lainnya. Keamanan maritim mengatur jejaring hubungan
(web of relations). Dalam hal ini berarti keamanan maritim menggantikan atau
memasukkan konsep yang terdahulu dan established serta mengaitkan dengan yang
baru dikembangkan. Terdapat empat konsep dalam keamanan maritim yang perlu
dipertimbangkan pertimbangan: kekuatan laut, keamanan laut, ekonomi biru (blue
economy), dan ketahanan manusia (human resilience). Masing-masing konsep
tersebut menunjukkan dimensi keamanan maritim yang berbeda. Konsep kekuatan
laut dan keselamatan laut (marine safety) adalah konsep pemahaman yang muncul
terlebih dahulu yaitu tentang bahaya di laut, sedangkan dua konsep lainnya muncul
pada waktu yang hampir bersamaan dengan keamanan maritim (Bueger, 2015).
Berdasarkan konsepsi tradisional keamanan nasional sebagai pelindung
kelangsungan hidup negara, konsep "kekuatan laut" bertujuan untuk mendefinisikan
peran kekuatan angkatan laut dan menentukan strategi penggunaannya (sampai
2004). Di masa damai, peran kapal perang kini berperan menjaga jalur pelayaran
utama laut untuk memfasilitasi perdagangan dan kemakmuran ekonomi melalui
penahanan, pengendalian dan larangan. Rubel Robert C. Kelautan dan Kesejahteraan
Ekonomi). Konsep kekuatan laut terkait dengan keamanan maritim dalam beberapa
cara. Yang pertama berkaitan dengan fakta bahwa angkatan laut adalah salah satu
pemain kunci dalam keamanan maritim. Selain itu, pembahasan tentang kekuatan laut
berfokus pada sejauh mana kekuatan negara harus bertindak di luar laut teritorial
mereka, terlibat di wilayah selain wilayah mereka sendiri, dan menampilkan diri di
perairan internasional.
24

Istilah "keselamatan maritim" mengacu pada keselamatan kapal dan bangunan


laut dengan tujuan utama melindungi profesional kelautan dan lingkungan laut.
Keselamatan maritim terutama menyangkut peraturan pembuatan kapal dan struktur
kelautan, pemantauan rutin prosedur keselamatan serta pelatihan profesional kelautan
untuk mematuhi peraturan. Keselamatan maritim terkait erat dengan pekerjaan
Organisasi Maritim Internasional dan Komite Keselamatan Maritimnya,yang
berfungsi sebagai badan internasional pusat dalam merumuskan aturan dan peraturan.
Perhatian utama untuk keselamatan maritim pada tahun 1912 (setelah tenggelamnya
Titanic) adalah pencarian, penyelamatan dan perlindungan kehidupan pelaut dan
penumpang. Sementara itu, kini secara bertahap, perhatian itu beralih pada upaya
pencegahan masalah lingkungan dan pencegahan tabrakan, kecelakaan, dan bencana
di laut. Beberapa hal dapat berdampak negatif dari kecelakaan di laut seperti
tumpahan minyak yang tercatat pada tahun 1970-an. Isu keamanan sangat penting
bagi keamanan maritim karena dapat melibatkan kepentingan lingkungan dan budaya.
Keamanan maritim juga semakin terkait dengan keamanan maritim karena industri
pelayaran, perusahaan pelayaran, dan karyawannya sama-sama merupakan target
potensial (misalnya, pembajakan, terorisme, atau kejahatan). keduanya berpotensi
menjadi pelaku (akibat kejahatan di laut seperti perdagangan orang, barang terlarang,
senjata dan/atau kerjasama dengan orang yang melakukan kekerasan) (Bueger, 2015).
Keamanan maritim juga terkait dengan pembangunan ekonomi. Sepanjang
sejarah, lautan selalu memiliki kepentingan ekonomi yang dinamis. Sebagian besar
perdagangan dilakukan melalui laut, dan perikanan merupakan industri yang penting.
Pengiriman dan perikanan global telah berkembang menjadi industri multi-miliar
dolar. Nilai komersial lautan juga semakin dievaluasi kembali karena potensi
ekonomi sumber daya lepas pantai, energi fosil yang terkonsentrasi serta
penambangan bawah laut, serta janji ekonomi pariwisata. kalender pantai. Konsep
“ekonomi hijau” dan “strategi pertumbuhan hijau” – diusulkan pada penyerahan KTT
Dunia Rio+20 pada tahun 2012 dan didukung secara luas. Konsep ekonomi hijau ini
terkait erat dengan Dua aspek mendasar dari konsep ekonomi hijau adalah ketahanan
25

pangan dan ketahanan penduduk pesisir. Hal ini berkaitan langsung dengan konsep
keempat yang perlu diperhatikan untuk memahami hubungan magis keamanan
maritim, yaitu keamanan manusia. Keamanan manusia merupakan faktor kunci untuk
memahami keamanan dalam hal keamanan nasional yang diusulkan oleh PBB.
Konsep yang diusulkan bertujuan untuk memfokuskan pertimbangan keamanan pada
kebutuhan manusia daripada negara (Gasper 2005; Martin & Owen 2010; Paris
2001). Elemen penting dari keamanan manusia terkait dengan ketahanan pangan,
perumahan, mata pencaharian yang berkelanjutan dan pekerjaan yang aman. Dengan
demikian, ikan merupakan sumber makanan dan industri perikanan merupakan mata
pencaharian yang penting, terutama di negara berkembang. Adanya illegal,
unreported and unregulated (IUU) fishing merupakan masalah besar yang
berimplikasi pada keamanan manusia (Thorpe et al., 2009). Aspek maritim dari
keamanan manusia berkisar dari keselamatan nelayan atau pelaut hingga kerentanan
penduduk di wilayah pesisir hingga sejumlah ancaman maritim yang luas.
dibandingkan. Ketahanan penduduk di wilayah pesisir telah diidentifikasi sebagai
pendorong utama munculnya ancaman maritim. Karena itu, penting untuk mengambil
tindakan pencegahan.memerlukan penerapan dan pemantauan undang-undang dan
peraturan, tetapi lingkungan maritim yang aman yang menyediakan prasyarat untuk
pengelolaan sumber daya laut.
Keamanan maritim mengaitkan keempat konsep ini satu sama lain, atau bahkan
berpotensi menggantikannya. Perspektif semiotik menyiratkan bahwa untuk
memahami makna apa yang dimiliki aktor dalam keamanan maritim, kita dapat
mempelajari hubungan yang mereka sarankan dengan konsep lain tersebut. Secara
grafis ini dapat diproyeksikan sebagai matriks. Matriks keamanan maritim
dimaksudkan untuk proyeksi hubungan antara konsep-konsep tersebut dalam istilah
tipikal yang ideal. Ini menempatkan keamanan maritim di pusat ini. Ini juga
menempatkan isu-isu keamanan maritim yang berbeda, yang dibahas lebih lanjut di
bawah, dalam hubungan tersebut.
26

Bekerja dengan konsep matriks seperti pada Gambar 1 memungkinkan untuk


mempelajari jenis hubungan yang dibangun oleh stakeholder yang berbeda antara
keamanan maritim dan konsep lainnya. Matriks ini juga memberikan dasar untuk
meneliti stakeholders yang termasuk dan tidak termasuk dalam konsep keamanan
maritim mereka. Sebagaimana dibahas lebih lanjut interpretasi ancaman dapat sangat
berbeda. Bagi beberapa stakeholder, suatu isu mungkin terutama terkait dengan
dimensi ekonomi, sementara bagi yang lain merupakan isu keamanan atau
keselamatan nasional. Gambar 2 adalah versi tipe ideal yang mencerminkan
bagaimana menghubungkan konsep satu sama lain. Penting untuk dicatat bahwa
menggambar pada matriks tidak berarti memulai dari pemahaman yang diidealkan
dan berpendapat bahwa keamanan maritim harus mengintegrasikan keempat konsep
lainnya. Matriks adalah alat analisis untuk memahami perbedaan dan kesamaan
pemahaman dari berbagai stakeholder. Selain itu kita juga perlu untuk memahami
fungsi laut secara mendetail.

Gambar 1. Matriks keamanan maritim (Bauger, 2015)


27

Salah satu aspek dari matriks keamanan maritim adalah pembangunan


ekonomi. Pembangunan ekonomi memang menjadi aspek penting yang mendukung
pembangunan nasional. salah satu hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
pendapatan atau kesejahteraan adalah memperluas lapangan pekerjaan dan
meningkatkan kemampuan individu. Kemampuan individu ini dapat ditingkatkan
melalui proses pemberdayagunaan masyarakat, terutama masyarakat pesisir. Potensi
sumber daya di sekitar masyarakat pesisir sangat melimpah. Akan tetapi kelimpahan
ini tidak diiringi dengan kemampuan yang stabil. Sehingga perlu adanya
pemberdayagunaan masyarakat secara efektif dan efisien. Konsep pemberdayaan dan
pembinaan masyarakat merupakan bagian dari pembangunan yang dihubungkan
dengan konsep kemandirian, keikutsertaan masyarakat, dan jaringan kerja sama antar
individu. Pemberdayaan berfokus terutama pada kekuatan dan kompetensi individu
dan tim. Pemberdayaan adalah upaya mempengaruhi kontrol individu atas kondisi
sosial, kekuasaan politik, dan hak-haknya sesuai dengan peraturan yang telah
disahkan (Hikmat, 2006). Pemberdayaan mengacu pada kemampuan seseorang
dengan tingkat kerentanan dan kelemahan yang tinggi untuk berusaha
mengembangkan kekuatan atau kapasitasnya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
Selain itu, masyarakat yang berdaya adalah masyarakat yang memiliki akses terhadap
sumber daya produktif yang memungkinkan mereka untuk meningkatkan pendapatan
secara ekonomi. Masyarakat yang diberdayakan juga berpartisipasi dalam proses
pembangunan dan pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kehidupan dan
berpengaruh (Suharto, 2005).
Pemberdayaan dan pembinaan masyarakat merupakan proses sekaligus tujuan. Dari
segi proses, pemberdayaan adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk
membangun kapasitas atau memberdayakan kelompok masyarakat yang rentan,
termasuk mereka yang menghadapi masalah kemiskinan. Sedangkan sebagai tujuan,
pemberdayaan merupakan hasil dari perubahan sosial. Perubahan sosial yang
dimaksud dalam hal ini adalah masyarakat yang daya kreativitasnya lebih tinggi dan
perkembangannya pesat, yang memiliki kekuatan, pengetahuan, dan kemampuan
28

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kebutuhan di sini didefinisikan sebagai


kebutuhan fisik, ekonomi, dan sosial yang diekspresikan oleh tingkat kepercayaan
diri yang lebih tinggi, mampu berpendapat, tidak menganggur, berpartisipasi dalam
berbagai jenis kegiatan. aktif secara sosial dan mandiri dalam menentukan hidupnya
pilihan. Fungsi laut dalam pembangunan menuju Indonesia sebagai poros
maritim dunia yang besar, kuat dan makmur menjadi poin penting. Pemetaan fungsi
laut bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) perlu diperjelas. Hal tersebut
berkaitan dengan penggunaan dan optimalisasi kekuatan laut untuk mendukung
kekuatan negara Indonesia. Fungsi laut dapat dikategorikan kedalam dua hal yaitu
fungsi utama atau fungsi vital dan fungsi tambahan atau fungsi non-vital. Laut
sebagai fungsi utama mengartikan bahwa jika secara keseluruhan fungsi tersebut
tidak dilaksanakan secara optimal, maka akan berpengaruh terhadap stabilitas negara
dan beberapa kegiatan yang dilakukan di laut. Sedangkan fungsi non vital atau fungsi
tambahan ini tidak memberikan dampak secara signifikan terhadap eksistensi atau
pengembangan negara kepulauan Indonesia. Akan tetapi fungsi tersebut juga
berperan secara tidak langsung dalam pembangunan negara. Berikut terdapat empat
fungsi utama laut bagi negara Indonesia;
a) Integrasi teritorial wilayah nasional
Integrasi teritorial wilayah nasional adalah integrasi antara ruang wilayah darat,
laut dan udara. Sebagai negara kepulauan laut merupakan aspek dan elemen
penting bagi negara Indonesia. Eksistensi laut perlu ditingkatkan dan keamanan
perlu dipertegas. Indonesia menjadi negara kepulauan karena mempunyai
setidaknya 75% dari wilayah negara adalah lautan.
b) Transportasi Laut secara lokal dan global
Laut mempunyai fungsi utama sebagai pemersatu pulau-pulau di Indonesia.
Laut sebagai jalur transportasi yang menghubungkan satu lokasi dengan lokasi
lainnya. Sehingga hal tersebut perlu dioptimalkan terlebih Indonesia sebagai
negara kepulauan. Eksistensi negara Indonesia juga tinjau dari berbagai sudut
pandang mulai dari sudut politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan,
29

terutama dalam penyelenggaraan negara dan distribusi kebutuhan hidup


masyarakat yang merata.
c) Kekayaan sumber daya alam
Fungsi utama lainnya adalah laut sebagai sumber kekayaan hayati dan non
hayati terkait dengan sumber daya alam. Kekayaan sumber daya alam yang
dimiliki tidak hanya berada pada daerah permukaan melainkan sampai pada laut
dalam atau deep sea termasuk didalamnya adalah dasar samudera atau sea bed
dan continental shelf yang mempunyai kandungan mineral yang melimpah.
Pemanfaatan sumber daya alam juga perlu diperhatikan mengingat bahwa
pemanfaatan berlebih dapat merugikan bagi bangsa dan negara. Pemanfaatan
berkelanjutan dilakukan guna untuk kelangsungan hidup di masa mendatang
dan eksistensi Negara Kepulauan Indonesia nantinya.
d) Pertahanan dan keamanan negara
Pertahanan dan keamanan wilayah negara Indonesia merupakan hal penting
karena sebagian besar negara ini adalah wilayah laut. Sehingga laut juga dapat
memberikan dampak negatif atau menjadi sumber masalah di kemudian hari
jika keamanan dan pertahanan tidak dimaksimalkan. Sebagai negara kepulauan
NKRI juga dapat terancam akan keutuhan dan eksistensinya. Sehingga untuk
mencegah adanya permasalahan dan pemberontakan keamanan dan pertahanan
wilayah laut perlu di tingkatkan.
Empat fungsi utama laut Indonesia merupakan fungsi yang penting bagi
pertahanan dan eksistensi bangsa sebagai negara kepulauan dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Tanpa laut yang luas Indonesia bukan negara kepulauan. Dengan
demikian sumber kekuatan dari laut perlu dioptimalkan supaya lebih efektif dan
memberikan pengaruh yang nyata kepada masyarakat. Laut Indonesia memang
mempunyai banyak fungsi terlebih untuk fungsi tambahan yang juga dapat
meningkatkan eksistensi Indonesia di wilayah global. Dalam hal ini termasuk fungsi
laut sebagai destinasi pariwisata, laut sebagai tempat olahraga yang mempunyai
keindahan alam yang sangat menarik. Optimalisasi empat fungsi utama dan fungsi
30

tambahan lainnya adalah untuk pembangunan negara Indonesia dalam gagasan negara
maritim. Pembangunan negara pada skala nasional mencakup beberapa aspek yang
saling berkaitan di antaranya yaitu aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan
dan hukum. Semua aspek tersebut harus memperhatikan empat fungsi utama dalam
mengatur kepentingan-kepentingan dan penyelenggaraan negara di Indonesia yang
berbentuk negara kepulauan baik di darat, di laut, dan di udara. Pembangunan
nasional secara menyeluruh diawali dengan pembangunan di setiap desa di
masyarakat. Penguatan sumber daya manusia juga merupakan aspek penting dalam
pembangunan negara maritim terlebih masyarakat yang berada di wilayah sekitar laut
atau daerah pesisir.

2.1.5 Penelitian Terdahulu


Terkait dengan topik penelitian, telah dilakukan penelusuran terhadap kajian
terdahulu (Tabel 2) yang memiliki topik atau ruang lingkup penelitian yang hampir
serupa dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir. Kajian yang telah dilakukan
terdahulu akan digunakan oleh penulis sebagai acuan atau perbandingan teoritis dan
metodologi.

Tabel 2. Penelitian terdahulu

No Peneliti Judul Hasil

Anta Sinergi Antara Penelitian ini menunjukan bahwa,


1. Maulana Kelompok pertama Satuan Armada Nelayan
Nasution Masyarakat dalam mencegah ancaman keamanan
Pengawas maritim dapat dimplementasikan
(Pokmaswas) Dan melalui sinergitas dan kolaborasi
Pembinaan Desa antara Kelompok Masyarakat
Pesisir (Bindesir) Pengawas (POKMASWAS) bentukan
Untuk Membentuk Pengawas Sumber Daya Kelautan dan
31

Satuan Armada Perikanan KKP dan Pembinaan Desa


Nelayan Pesisir (BINDESIR) bentukan Dinas
(Satarmanel) Potensi Maritim TNI AL; kedua,
Dalam Rangka Pokmaswas lebih menitik beratkan
Mencegah pada pencegahan ancaman keamanan
Ancaman maritim di bidang sumberdaya
Keamanan kelautan, sementara nelayan yang
Maritim Jurnal telah dibina oleh TNI AL (Bindesir)
Keamanan meliputi ancaman di bidang kelautan
Maritim dan perikanan dan ancaman lain
seperti pencurian, perampokan dan
penyelundupan barang-barang illegal.
Mangisi Pembentukan Penelitian ini menunjukan bahwa,
2. Simanjuntak Bintara Pembina Maritim merupakan sumber energi,
Potensi Maritim Di sumber pangan dan sebagai sumber
Pos Angkatan Laut kekayaan serta sarana transportasi dan
Perspektif Hukum media pertahanan yang harus
Maritim Jurnal dikembangkan dan dipelihara serta
Hukum untuk diamankan untuk kepentingan bangsa
mengatur dan dan rakyat Indonesia. Untuk
melindungi pengembangan, pertahanan, dan
masyarakat keamanan potensi maritim, diperlukan
peningkatan seluruh unit kerja di
instansi yang bergerak di bidang
potensi maritim, khususnya pos
terdepan TNI AL. Namun, semuanya
belum memiliki personel atau
Pembina Potensi Maritim yang
mampu mempertajam pelaksanaan
tugas pembinaan sumber daya
32

manusia dan pengembangan sumber


daya alam di bidang potensi bahari
melalui metode komunikasi sosial,
pembinaan ketahanan daerah dan
pelayanan sosial. Menghadapi
permasalahan yang semakin kompleks
dan tantangan yang semakin besar
untuk mengembangkan seluruh
potensi maritim yang lebih efektif
dalam mencapai tujuan menjadikan
Indonesia poros maritim dunia.
3. Antonius Pengamanan Laut Penelitian ini menunjukan bahwa,
Widyoutom Mewujudkan Pengelolaan dan pemanfaatan secara
o Keamanan ilegal dan tidak seimbang menjadi
Maritim Indonesia ancaman bagi keamanan maritim,
untuk itu TNI Angkatan Laut
Jurnal Keamanan membutuhkan sinergisitas dengan
Maritim kekuatan maritim nasional lainnya
serta kerjasama dengan Angkatan
Laut negara sahabat guna mendukung
tugas pokok. Kekuatan armada
dibangun sesuai dengan kebutuhan
operasi dengan memperhatikan
karakteristik laut Indonesia. Tugas
TNI Angkatan Laut dalam
pengamanan wilayah laut dijabarkan
dengan menggelar operasi laut
sepanjang tahun, operasi waktu
tertentu dan operasi khusus. Gelar
operasi TNI Angkatan Laut
33

menunjukkan pula pentingnya fungsi


laut bagi Indonesia dan negara lain di
kawasan guna mewujudkan keamanan
maritim Indonesia dan Kawasan
4. A. K. Susilo Pengembangan Penelitian ini menunjukan bahwa,
Strategi Keamanan Berdasarkan analisis SWOT dan
Maritim Dalam metode ISM, didapatkan 9 faktor
Menghadapi kekuatan dan kelemahan yang terkait
Ancaman Wilayah dengan faktor internal. Kemudian
Laut Sebagai didapatkan 9 faktor ancaman dan
Dampak peluang terkait dengan kondisi
Perkembangan eksternal. Hal juga telah merumuskan
Kawasan 13 elemen strategi beserta 8 level
prioritas elemen strategi implementasi
Jurnal Nasional dalam penanganan keamanan laut
Kelautan Dan nasional. Manfaat dari makalah ini
Perikanan adalah sebagai literatur untuk aktor
maritim Indonesia tentang strategi
keamanan maritim. Makalah ini juga
diharapkan dapat memberikan studi
akademis untuk keamanan maritim
dalam konteks pengembangan
strategi.

Berdasarkan tinjauan terhadap hasil penelitian sebelumnya, Peneliti


menemukan peluang untuk melakukan penelitian baru mengenai peran manajemen
potensi maritim melalui pembinaan masyarakat dalam pengendalian wilayah
pertahanan laut untuk mencegah ancaman keamanan maritim ; studi kasus di Pos
Angkatan Laut Pulau Panjang, Banten.
34

BAB III
METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan terkait dengan pendekatan dalam menganalisis


masalah melalui yang meliputi metode penelitian, data dan sumber data,
pengumpulan dan pengolahan data. Penelitian ini dilakukan di Pulau Panjang,
Banten (Gambar 2). Penelitian dilakukan mulai dari Januari sampai Oktober 2020.

Gambar 2. Peta administrasi Provinsi Banten

3.1 Deskriptif Kualitatif


Metodologi penelitian didefinisikan oleh Leedy & Ormrod (2001) sebagai
pendekatan umum yang diambil oleh peneliti dalam menjalankan penelitian.
Penelitian yang dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan penelitian kuantitatif
diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme,
35

digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu. Ciri dari penelitian
dengan pendekatan kualitatif menurut Neuman (2000) diantaranya:
1. Membangun realitas sosial, makna budaya
2. Fokus pada proses dan acara interaktif
3. Keaslian adalah kuncinya
4. Nilai saat ini dan jelas
5. Situasi yang mengikat
6. Beberapa kasus, objek
7. Analisis tematik
8. Peneliti terkait.Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif.

Penelitian deskriptif adalah proses pemecahan masalah yang dipelajari dengan


cara menggambarkan atau menggambarkan keadaan subjek dan objek penelitian saat
ini (seseorang, organisasi atau perusahaan) berdasarkan data yang ada. fakta yang ada
(Hadari Nawawi, 1985: 63). Hal ini akan menjadi dasar bagi peneliti untuk mencari
kepastian tentang kondisi saat ini. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan
(field research). Sedangkan untuk mencapai tujuan penelitian yaitu menemukan,
menemukan, menemukan dan dengan demikian menemukan keadaan objek penelitian
saat ini, sesuai dengan kondisi pada saat penelitian dilakukan. Bawang. Pertimbangan
untuk pendekatan deskriptif didasarkan pada pemikiran Moleong bahwa penelitian
deskriptif mengandalkan analisis data yang dikumpulkan dalam bentuk kata-kata dan
gambar, bukan angka, untuk mendapatkan deskripsi yang objektif. quan (Moleong,
2010: 75).
Berdasarkan pada rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, proses pencarian
dan pengumpulan data membutuhkan keleluasaan. Peneliti merancang serta
menggulirkan pertanyaan, selanjutnya data-data tersebut ditafsirkan dengan
pendekatan secara kualitatif untuk merumuskan jawaban dari permasalahan yang ada.
Pendekatan kualitatif yang digunakan oleh peneliti merujuk pada pemikiran Sugiyono
yang menyatakan, bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk
36

meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dalam hal ini peneliti adalah sebagai
instrumen kunci (Sugiyono, 2015: 11). Secara keseluruhan dalam pendekatan
kualitatif data dianalisis secara deduktif, dan untuk menjaga keabsahannya digunakan
pula teknik trianggulasi.
Penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ditunjukkan untuk
kepentingan peneliti dalam melakukan teoritisasi. Kepentingan tersebut peneliti juga
berusaha mengungkap informasi di balik fakta yang ditemukan. Selanjutnya analisis
dan penafsiran dilakukan secara leluasa dengan kerangka berpikir induktif. Hal ini
sesuai dengan pendapat Ulber Silalahi yang menyatakan, bahwa penelitian kualitatif
dapat dikonstruksikan sebagai satu strategi penelitian yang biasanya menekankan
kata-kata daripada kuantifikasi dalam pengumpulan dan analisis data, menekankan
pendekatan induktif untuk hubungan antara teori dan penelitian, yang tekanannya
pada penempatan penciptaan teori (Moleong, 2010:117).
Burhan Bungin, dalam bukunya “Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi,
Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya,” menegaskan, bahwa dalam penelitian
kualitatif seorang peneliti perlu melampaui tahapan berpikir kritis ilmiah memulai
proses berpikir induktif. Hal tersebut perlu dilakukan untuk memperoleh berbagai
fakta atau fenomena sosial melalui pengamatan di lapangan. Dengan demikian data
yang diperoleh dapat dianalisis serta berupaya melakukan teoritisasi berdasarkan hasil
pengamatannya (Bungin, 2008: 56).

3.2 Data dan Sumber Data


Penelitian ilmiah dapat dibedakan menjadi beberapa jenis tergantung pada
kriteria yang digunakan untuk mengelompokkannya. Salah satu dasar yang dapat
digunakan untuk membedakan metode penelitian menurut Irawan (2000:59)
adalah tingkat kedalaman pemahaman terhadap objek penelitian. Berdasarkan
tingkat kedalaman pemahaman terhadap obyek penelitian, maka penelitian ini
adalah penelitian deskriptif. Pengertian penelitian deskriptif menurut Irawan
(2000:60) adalah penelitian yang bertujuan mendeskripsikan atau menjelaskan
37

sesuatu hal seperti apa adanya. Metode deskriptif memungkinkan peneliti untuk
memilih satu objek penelitian untuk dikaji secara mendalam berdasarkan data
atau sampel (contoh) yang diperoleh.
Sampel adalah sebagian dari populasi (sebagai wakil populasi yang di teliti).
Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data
dan dapat mewakili seluruh populasi (Arikunto dalam Riduwan 2012:56). Menurut
Sugiyono (2018:81) sampel adalah bagian besar dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah
sekelompok stakeholder atau pemangku kepentingan yang ada di wilayah
administrasi Lanal Banten. Stekeholder yang dimaksud adalah masyarakat setempat,
perangkat desa, tetua nelayan di daerah pesisir dan kelompok Bintara Pembina
Potensi Maritim (Babinpotmar). Bintara Pembina Potensi Maritim ini mempunyai
tugas untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat maritim di wilayah
pesisir. Keberadaan masyarakat maritim yang sejahtera dapat memperkuat pertahanan
laut yang berbasis kelautan. Pertimbangan dalam pemilihan sekelompok tersebut
adalah untuk memperoleh data atau fakta serta kondisi terkini dari persepsi beberapa
pihak atau lapisan masyarakat. Dengan demikian dapat data yang diperoleh bersifat
menyeluruh.

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Data


Setiap penelitian pasti membutuhkan teknik-teknik khusus dalam proses
pengumpulan data dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang akurat,
sehingga dapat dipercaya kebenarannya. Untuk memperoleh informasi yang
berkaitan dengan fokus dan tujuan penelitian ini, peneliti menggunakan tiga teknik
yaitu:
1. Observasi
Observasi adalah salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
pengamatan objek secara langsung. Informasi yang diperoleh dari hasil observasi
adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa,
38

waktu, dan perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk


menyajikan gambaran perilaku atau kejadian secara nyata. Hal tersebut bertujuan
untuk menjawab pertanyaan, membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk
evaluasi. Selain itu peneliti juga melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu
melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut. Bungin (2007: 115)
mengemukakan beberapa bentuk observasi yang dapat digunakan dalam penelitian
kualitatif, yaitu observasi partisipasi, observasi tidak terstruktur, dan observasi
kelompok tidak terstruktur.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik observasi tidak terstruktur,
peneliti tidak menggunakan panduan observasi dalam bentuk aturan mengikat.
Namun untuk memberikan arah bagi penggunaan teknik observasi, peneliti
menggunakan pedoman observasi sebagai alatnya. Dalam penelitian ini dilakukan
pengamatan terhadap pengaruh keberadaan bintara pembina potensi maritim dalam
meningkatkan keamanan laut dan ketahanan wilayah pesisir. Bintara pembina
potensi maritim di sini berada di daerah satuan terkecil setingkat desa atau
kelurahan. Peran dalam masyarakat adalah melakukan pembinaan dan atau
penyuluhan untuk meningkatkan keamanan maritim di wilayah pesisir.
2. Wawancara
Teknik wawancara yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara mendalam. Wawancara mendalam (in-depth interview) adalah proses
menggali informasi sesuai tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil
bertatap muka antara peneliti sebagai pewawancara dengan para stakeholder
sebagai narasumber atau orang yang diwawancarai.
Wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal jadi semacam percakapan
yang bertujuan memperoleh informasi langsung dari narasumber yang
bersangkutan. Wawancara yaitu metode pengumpulan data yang menggunakan
pedoman berupa pertanyaan yang diajukan langsung kepada obyek untuk
mendapatkan jawaban secara langsung. Wawancara merupakan metode kedua yang
digunakan dalam penelitian untuk memahami bagaimana pandangan atau perspektif
39

para pemangku kepentingan dalam menjelaskan dan menggambarkan kondisi serta


fakta yang ada saat ini.
Untuk kepentingan pelaksanaan wawancara, peneliti menggunakan pedoman
wawancara sebagai alatnya. Pedoman wawancara berisikan daftar pertanyaan yang
peneliti susun dengan merujuk pada rumusan pertanyaan penelitian. Pertanyaan-
pertanyaan yang sudah dirumuskan peneliti ajukan dengan menggunakan teknik
snowball question (pertanyaan bergulir), yaitu mengajukan pertanyaan tanpa
mengikuti urutan dalam daftar pedoman wawancara, namun lebih mengikuti
jawaban dari informan atau responden.
Metode wawancara digunakan oleh peneliti untuk menghimpun data
mengenai gambaran umum, struktur organisasi, kondisi geografis yang berkaitan
dengan penelitian kepada responden yang terkait. Jadi dengan wawancara ini,
diharapkan peneliti dapat mengetahui hal-hal mendalam tentang pengendalian
wilayah pertahanan laut untuk mencegah ancaman keamanan maritim yang
ditemukan melalui observasi. Adapun jenis wawancara yang digunakan dalam
penelitian ini adalah wawancara bebas terpimpin atau semi terstruktur, yakni
penulis menyiapkan kerangka pertanyaan sebelum wawancara, hanya saja dalam
pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan wawancara terstruktur.
Menurut Esterberg dalam Sugiyono mengemukakan beberapa macam
wawancara, yaitu: wawancara terstruktur (structured interview), wawancara semi
terstruktur (semistructure interview) dan wawancara tidak terstruktur (unstructured
interview). Dalam penelitian ini teknik yang digunakan adalah teknik wawancara
semi terstruktur. Wawancara semi terstruktur adalah wawancara yang dilakukan
oleh pewawancara yang dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan
dengan wawancara terstruktur (Masrukhin, 2010 : 318). Tujuan dari wawancara
jenis ini adalah untuk menemukan permasalahannya secara lebih terbuka, di mana
pihak responden diberikan kesempatan untuk berpendapat, dan menyampaikan ide-
idenya. Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti
dan mencatat apa yang dikemukakan oleh responden.
40

3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah salah satu teknik pengumpulan data kualitatif dengan
melihat atau menganalisis dokumen-dokumen tentang subjek yang diteliti.
Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi,
baik berupa catatan kegiatan, daftar tugas dan fungsi, maupun berupa foto-foto
tentang aktivitas subjek penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
teknik dokumentasi dengan check list sebagai alatnya. Teknik ini peneliti gunakan
untuk memperkuat informasi yang peneliti dapatkan melalui wawancara.
Dokumentasi ini dijadikan sebagai pelengkap oleh data observasi dan wawancara
dalam penelitian kualitatif.

3.4 Teknis Analisis Data

Setelah semua data yang dibutuhkan peneliti terkumpul, selanjutnya peneliti


melakukan pengolahan dan analisis data. Pengolahan data dapat dilakukan dengan
mengidentifikasi dan menganalisisnya secara mendalam. Dengan demikian dapat
diperoleh hasil penafsiran terhadap data dan jawaban dari pertanyaan penelitian ini.
Teknik analisis yang digunakan peneliti adalah teknik analisis kualitatif (prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif). Sejalan dengan pendapat Miles dan
Huberman, bahwa teknik yang digunakan dalam analisis data ada tiga langkah,
yaitu reduksi data, penyajian data, pengambilan kesimpulan dan verifikasi (Miles,
1992: 69). Dalam penelitian ini analisis data dengan menggunakan data melalui
bentuk kata–kata atau kalimat dan dipisahkan menurut kategori yang jelas dan
terperinci. Adapun langkah-langkah analisis yang penulis lakukan selama di
lapangan adalah :
1. Reduksi Data
Reduksi data (data reduction) adalah langkah awal yang digunakan untuk
mengurangi data. Data yang ada di lapangan cukup banyak sehingga perlu ada
pencatatan yang terperinci dan mudah dimengerti. Semakin lama waktu
penelitian di lapangan atau lokasi pengambilan data, maka jumlah data yang
41

didapatkan menjadi kompleks. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data
melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal
yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting dicari tema dan polanya
dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi
akan memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya.
2. Penyajian Data
Display data atau penyajian data yaitu proses pemaparan data-data yang telah
dipilah dan dipilih sesuai dengan fokus dan kebutuhan untuk menjawab
pertanyaan penelitian. Teknik ini diterapkan oleh peneliti dengan cara
mengurai dan kemudian memaparkan data yang diperoleh dari hasil
wawancara mendalam. Penyampaian atau penampilan data ini dilakukan
peneliti setelah sebelumnya peneliti mereduksi data-data secara keseluruhan,
sehingga ketika memasuki tahap pemaparan data tidak terjadi penumpukan
dan kesimpangsiuran data.
3. Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan sementara adalah kesimpulan yang dikembangkan pada tahap
awal. Sifat yang sementara ini menunjukkan bahwa kesimpulan dapat berubah
jika terdapat bukti yang lebih valid di kemudian hari atau di pengamatan
berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal
mendapat dukungan bukti-bukti yang valid dan konsisten bahkan saat
dilakukan pengambilan data Kembali di lapangan, maka kesimpulan yang
dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Verifikasi dan penarikan
kesimpulan ini adalah proses pembuktian keabsahan data dengan
menghadirkan data-data pendukung dalam penarikan kesimpulan penelitian.
Teknik ini diterapkan oleh peneliti dengan mendeskripsikan data yang
mendukung kebenaran penarikan kesimpulan, dimana data-data yang
dimaksud tersebut telah dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian.
42

Selanjutnya model interaktif dalam analisis data ditunjukkan pada gambar


berikut (Gambar 3).

Gambar 3. Komponen dalam analisis data (interactive model)

Dalam hal ini peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif yang bertujuan
untuk memberikan deskripsi mengenai obyek penelitian berdasarkan data dari
variabel yang diperoleh dari kelompok subyek yang diteliti dan tidak dimaksudkan
untuk pengujian hipotesis. Setelah semua data terkumpul maka peneliti berusaha
menjelaskan suatu obyek permasalahan secara sistematis serta memberikan analisis
secara cermat dan tepat terhadap objek kajian tersebut.

3.5 Teknik Keabsahan Data

Sebuah data mempunyai karakteristik atas dasar kebenaran dan kesalahan atas
laporan yang diberikan, maka dari itu diperlukan teknik pemeriksaan, dalam
penelitian ini penulis menggunakan uji kredibilitas. Macam-macam cara pengujian
kredibilitas data dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu:
1. Perpanjang pengamatan
Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan
melakukan pengamatan wawancara lagi dengan sumber data yang pernah
43

ditemui maupun yang baru. Dengan perpanjangan pengamatan ini berarti


hubungan peneliti dengan narasumber akan semakin terbentuk hasil yang
maksimal, semakin akrab (tidak ada jarak lagi), semakin terbuka, saling
mempercayai sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi,
sehingga data yang didapatkan adalah data yang valid. Lama durasi
perpanjangan pengamatan ini akan tergantung pada kedalaman, keleluasaan
dan kepastian data yang ingin digali lebih dalam oleh peneliti. Kedalaman
data dalam hal ini diartikan sebagai apakah peneliti ingin menggali data
sampai pada tingkat makna. Makna berarti data dibalik yang nyata. Keluasan
berarti banyak sedikitnya atau ketuntasan informasi yang diperoleh. Data yang
pasti adalah data yang valid yang sesuai dengan apa yang terjadi.
2. Meningkatkan ketekunan
Meningkatkan ketekunan diartikan sebagai pengamatan peneliti dilakukan
secara serius dan cermat serta berkesinambungan. Peneliti akan selalu
memperhatikan butir-butir yang ditanyakan kepada sumber data, dan selalu
diulang-ulang pemahamannya agar dapat dilakukan penarikan kesimpulan
dengan tepat. Dengan meningkatkan ketekunan maka peneliti dapat
melakukan pengecekan kembali pada data yang telah ditemukan. Data
tersebut diulas untuk mengetahui terdapat kesalahan atau tidak. Dengan
demikian peneliti dapat memberikan deskripsi yang akurat dan sistematis.
3. Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data
dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan
demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data
dan waktu. Triangilasi merupakan usaha melakukan pengecekan kebenaran
data dari berbagai sumber. Dengan triangulasi berarti peneliti menggunakan
teknik pengumpulan data yang berbeda beda untuk mendapatkan data dari
sumber yang sama. Peneliti menggunakan observasi partisipatori, wawancara
44

dan dokumentasi.
45

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Implementasi Manajemen Potensi Kemaritiman


Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen potensi maritim yang
dalam hal ini dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL)
melalui Bintara Pembina Potensi Maritim (Babinpotmar) (Lampiran 1). Hal tersebut
dilakukan dalam upaya mencegah adanya ancaman keamanan dan usaha untuk
menegakkan ketahanan wilayah laut mulai dari unit terkecil yaitu tingkat
desa/kelurahan. Usaha ini dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut
(TNI AL) melalui Armada Bintara Pembina Potensi Maritim (Babinpotmar) bersama
dengan masyarakat setempat. Tugas utama dari Armada Bintara Pembina Potensi
Maritim (Babinpotmar) adalah memberikan pelatihan dan penyuluhan atau
pembinaan pada masyarakat pesisir. Sinergi dan kerja sama dilakukan dengan
meningkatkan peran masing-masing jabatan, baik masyarakat (dalam hal ini nelayan)
atau pun Armada Bintara Pembina Potensi Maritim itu sendiri. Peran tersebut dapat
ditingkatkan dengan cara pembinaan Armada Bintara Pembina Potensi Maritim
kepada nelayan dan atau masyarakat setempat untuk menunjang kemampuannya
dalam membantu mempertahankan keamanan wilayah laut dan proses penegakan
hukum laut.
Pembinaan terhadap nelayan terkait dengan potensi maritim di Indonesia perlu
dilakukan. Hal tersebut berkaitan dengan upaya pencegahan ancaman keamanan
maritim baik dari dalam maupun luar wilayah kedaulatan NKRI. Peluang dan
ancaman yang ada saat ini dapat dianalisi untuk memperoleh strategis lingkungan
pertahanan wilayah maritim Indonesia (I Nengah Putra A, 2016). Langkah tersebut
tentu telah ditempuh melalui Satuan Armada Tentara Nasional Indonesia Angkatan
Laut (TNI AL) dengan dibentuknya Armada Bintara Pembina Potensi Maritim
(Babinpotmar). Pembentukan Armada Bintara Bina Potensi Maritim (Babinpotmar)
46

dimaksudkan untuk merealisasikan kegiatan pembinaan yang berkaitan dengan


potensi maritim yang ada di daerah pesisir atau sekitarnya. Armada Bintara Pembina
Potensi Maritim (Babinpotmar) tentu memiliki peran dan fungsi terhadap pembinaan
potensi maritim, yang saat ini dilakukan oleh prajurit yang berdinas di Pos Tentara
Nasional Indonesia Angkatan Laut (Posal) dan Pos Pengamat Tentara Nasional
Indonesia Angkatan Laut (Posmat). Setiap Komandan Posal atau Posmat diharapkan
bisa bekerja sama dengan Bintara Pembina Desa (Babinsa) maupun Bhabinkatimbas
(Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat) di wilayah kerja
Pangkalan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (Lanal) Banten yang dalam hal
ini termasuk Pos Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (Posal) Pulau Panjang.
Hal tersebut juga merupakan bentuk dari kerja sama antara instansi Tentara Negara
Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI). Setiap anggota
Armada Bintara Pembina Potensi Maritim (Babinpotmar) yang telah dikukuhkan,
diharapkan mampu menciptakan serta memberikan sebuah manfaat bagi masyarakat
di wilayah binaan. Selain itu juga dapat melaksanakan tugas pembinaan potensi
maritim dengan baik untuk menciptakan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut
(Dalwilhanla) dan Pembinaan Desa Pesisir (Bindesir) di berbagai bidang khususnya
bidang perikanan dan kelautan. Pelatihan serta pembinaan kepada masyarakat pesisir
oleh Satuan Armada Bintara Pembina Potensi Maritim (Binpotmar) ini menjadi salah
satu upaya dalam penegakan hukum di laut dan pengendalian wilayah laut.

4.1.1.1 Satuan Bintara Pembina Potensi Maritim


Satuan atau perorangan Bintara Pembina Potensi Maritim (Binpotmar)
adalah salah satu bentuk upaya dan tindakan yang diinisiasi oleh Tentara Negara
Indonesia Angkatan Laut melalui komunikasi sosial, pembinaan ketahanan wilayah,
bakti Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut dan pembinaan wilayah perbatasan
laut untuk membangun dan memperkuat Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut
dengan masyarakat setempat dalam rangka mewujudkan ketahanan laut di wilayah
47

tersebut. Uraian kegiatan Bintara Pembina Potensi Maritim (Binpotmar) adalah


sebagai berikut :
a. Pembinaan komunikasi sosial maritim adalah kegiatan kerja sama antar
beberapa elemen di masyarakat termasuk Tentara Negara Indonesia
Angkatan Laut, pemerintah setempat, dinas terkait dan masyarakat itu
sendiri khususnya yang ada di daerah pesisir.
b. Pembinaan ketahanan wilayah maritim adalah suatu bentuk kegiatan yang
dilaksanakan oleh Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut atau bersama
dengan pemerintah terkait dan atau Lembaga Pemerintah Non
Kementerian (LPNK) serta instansi lain yang berkaitan secara langsung
ataupun tidak langsung untuk mewujudkan kekuatan pertahanan wilayah
maritim.
c. Bakti Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut yang dilakukan dengan
penyelenggara kegiatan sinergi antara Tentara Negara Indonesia
Angkatan Laut dengan Pemerintah, Kementerian/LPNK, instansi terkait
serta masyarakat.

Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut sebagai bagian dari satuan Tentara
Negara Indonesia harus mampu merencanakan dan menyiapkan potensi
pertahanannya di berbagai aspek yang berbeda. Aspek tersebut meliputi aspek
geografi, demografi dan kondisi sosial di seluruh wilayah kedaulatan dan yurisdiksi
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan demikian secara keseluruhan
Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut di tingkat Armada, Pangkalan Utama
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (Lantamal), Pangkalan Tentara Nasional
Indonesia Angkatan Laut (Lanal) maupun Pos Tentara Nasional Indonesia Angkatan
Laut (Posal) harus mengembangkan satuan kerjanya untuk mengoptimalkan potensi
maritim. Hal tersebut ditujukan untuk dapat menangani segara permasalahan yang
muncul pada proses pengembangan dan optimalisasi potensi maritim khususnya di
wilayah pesisir dan kedaulatan laut Indonesia.
48

Bintara Pembina Potensi Maritim perlu memiliki kemampuan dasar sebelum


penempatan wilayah. Beberapa kemampuan dasar tersebut di antaranya yaitu mampu
berkomunikasi dengan baik. Hal tersebut menjadi penting karena berkaitan dengan
tugasnya yang melakukan pembinaan dan berinteraksi langsung dengan masyarakat.
Selanjutnya kemampuan dasar yang perlu dikuasai yaitu santun dan cerdas secara
emosional. Dalam hal ini Bintara Pembina Potensi Maritim akan bersinergi dengan
masyarakat dalam melakukan pengelolaan potensi laut yang ada di daerah tersebut.
Pengelolaan yang dilakukan berupa pembinaan pada aspek ketahanan pangan,
pertahanan wilayah, dan pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan baik dari sisi
komoditas atau pun dari sisi ekosistem lautnya. Oleh karena itu setiap prajurit, satuan
atau perorangan yang sebagai Bintara Pembina Potensi Maritim ini sudah mengikuti
pelatihan dasar yang dilaksanakan oleh staf potensi maritim atau dinas potensi
maritim. Beberapa uraian tugas Bintara Pembina Potensi Maritim di antaranya
adalah:
a. Melaksanakan pembinaan potensi maritim kepada masyarakat dengan
melakukan penyuluhan dibidang pertahanan laut, pengawasan fasilitas sarana
dan prasarana pertahanan laut di sekitar daerah pesisir. Keberadaan Bintara
Pembina Potensi Maritim ini membantu negara untuk terlaksananya kegiatan
komponen cadangan (Komcad) dan komponen dukungan (Komduk).
b. Mendukung perencanaan, penyusunan, pengembangan, pengerahan serta
pengendalian potensi maritim pada berbagai unsur seperti geografi, demografi
serta kondisi sosial sebagai ruang, alat dan kondisi juang (RAK Juang) demi
kepentingan pertahanan negara khususnya di wilayah laut dan pesisir.
c. Melakukan penyuluhan terkait dengan kesadaran bela negara.
d. Melakukan penyuluhan tentang pembangunan dibidang pertahanan dan
mendukung kesejahteraan masyarakat maritim.
e. Melakukan pengawasan fasilitas sarana dan prasarana pertahanan di wilayah
laut dan daerah pesisir.
49

f. Membina dan mengembangkan potensi maritim baik sumber daya alam


maupun sumber daya manusia yang dalam hal ini adalah nelayan dan
masyarakat maritim lainnya.
Kehadiran Bintara Pembina Potensi Maritim di tengah masyarakat pesisir menjadi
penting. Bintara Pembina Potensi Maritim ini berada di tingkat Satuan Komando
Wilayah (Satkowil) di seluruh Pos Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut (TNI
AL). Selain sebagai garda terdepan yang berhadapan langsung dengan masyarakat
Bintara tersebut juga mempunyai mandat atau tugas untuk melakukan inventarisasi
potensi maritim di setiap wilayah penempatan. Keberadaan seorang atau satuan
Bintara adalah sebagai ujung tombak Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut (TNI
AL) dalam hal pembinaan masyarakat di desa pesisir maupun dalam pengelolaan
industri jasa maritim di wilayah tersebut. Hal ini merupakan syarat keberhasilan
pembinaan potensi maritim di masa yang akan datang. Tugas Bintara Pembina
Potensi Maritim ini secara terus menerus mengumpulkan, mengolah dan menganalisis
data yang ada di wilayah teritorial binaan Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut
(TNI AL) terutama di bidang maritim. Hal tersebut nantinya akan dijadikan sebagai
bahan rekomendasi dan sebagai salah satu aspek pertimbangan dalam proses
pengambilan keputusan oleh instansi pemerintahan.
Keberadaan Bintara Pembina Potensi Maritim diharapkan dapat mendukung
pelaksanaan perekrutan, pelatihan, dan pergerakan komponen cadangan (Komcad)
dan komponen dukungan (Komduk) untuk TNI AL di lapangan. Hal tersebut berguna
untuk memperkuat pertahanan secara umum dan khususnya untuk pengendalian
wilayah laut dan daerah pesisir dari ancaman negara lain. Bentuk ancaman yang
terjadi adalah beragam misalnya konflik dengan negara-negara tetangga terkait
dengan konflik perebutan sumber daya alam laut di daerah perbatasan salah satunya
adalah illegal fishing. Merujuk pada negara Cina, kekuatan maritim yang dimilikinya
mampu membina milisinya dan masyarakat nelayan untuk terus menjadikan Cina
sebagai kekuatan maritim yang besar sebagaimana yang diperintahkan Presiden Cina.
50

Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut memalui Bintara Pembina Potensi


Maritim berperan mendukung komitmen nasional terkait dengan kelautan yang
termasuk kegiatan pemanfaatan potensi wilayah perairan nasional sebagai alternatif
pembangunan bangsa. Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan pertumbuhan
perekonomian nasional dan tentu memperhatikan keberlanjutan sumber daya laut
yang ada. Kegiatan tersebut adalah suatu kewajiban, akan tetapi dalam tahap
pelaksanaan tetap harus disesuaikan dengan kewenangan dan batasan tugas dan
fungsi Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut. Penyesuaian tersebut untuk
menghindari adanya tumpang tindih tugas dalam sistem pelaksanaannya dengan
instansi yang lain (Alumni AKABRI, 1973). Hal lain yang juga perlu diperhatikan
adalah menumbuh kembangkan budaya, jiwa dan semangat bahari pada masyarakat
maritim dengan cara membangun komunikasi yang baik antara TNI AL dengan
masyarakat setempat. Kegiatan- kegiatan tersebut merupakan salah satu upaya
peningkatan potensi maritim terutama pada sumber daya perikanan sesuai dengan
sasaran pembangunan TNI AL abad XXI (Markas Besar TNI AL, 2002).
Membangun negara dengan basis kemaritiman harus dilakukan secara
komprehensif, mulai dari perencanaan, penyusunan kebijakan, hingga sampai pada
aksi nyata atau penerapan di lapangan. Salah satu modal yang perlu di tanamkan
diantaranya adalah ilmu pengetahuan dan teknologi. Perencanaan yang baik dalam
membangun negara yang berbasis maritim ini akan menghasilkan negara maritim
yang besar (Maritim Indonesia, 2013). Negara maritim yang besar adalah negara yang
dapat mengelola lautnya menjadi suatu kekuatan yang dapat diandalkan baik itu laut
atau lingkungan di sekitarnya. Adanya pembinaan dan pengembangan potensi
maritim di wilayah pesisir saat ini dapat dijadikan sebagai langkah dan gerakan awal
pengembangan potensi laut melalui adanya Bintara Pembina Potensi Maritim. Oleh
karena itu, Bintara Pembina Potensi Maritim ini adalah ujung tombak Tentara Negara
Indonesia Angkatan Laut yang langsung berada di wilayah penempatan (daerah
pesisir) untuk penguatan potensi dan mengendalikan wilayah. Bintara Pembina
Potensi Maritim dalam pelaksanaannya juga bekerja sama dengan Bintara Pembina
51

Desa (Babinsa) maupun Bhabinkatimbas (Bhayangkara Pembina Keamanan dan


Ketertiban Masyarakat) serta instansi terkait untuk saling bahu membahu
mewujudkan kekuatan wilayah dan ketahanan di daerah pesisir.

4.1.1.2 Kelompok Masyarakat di Daerah Pesisir


Karakter masyarakat pesisir tidak sama dengan masyarakat agraris secara
sosiologi. Masyarakat pesisir cenderung mencari hasil tangkapan dalam hal ini secara
umum adalah komoditas perikanan, sedangkan masyarakat agraris cenderung
bercocok tanam. Perbedaan karakter oleh kedua jenis masyarakat tersebut terjadi
karena jenis sumber daya yang mereka hadapi berbeda. Masyarakat agraris yang
cenderung bercocok tanam dihadapkan pada sumber daya yang relatif dapat
diperkirakan atau tingkat ketidakpastiannya rendah serta mempunyai lokasi yang
hampir tidak berubah, seperti komoditas pertanian dan perkebunan. Dengan demikian
usaha yang dijalankan oleh masyarakat agraris cenderung mempunyai peluang risiko
yang tidak terlalu besar (Satria, 2015). Di sisi lain, masyarakat pesisir jauh berbeda.
Masyarakat pesisir dalam hal ini sebagian besar adalah nelayan menghadapi sumber
daya yang tidak dapat diperkirakan dan sumber daya yang ada dapat diakses secara
bebas oleh siapapun atau bersifat open access. Sumber daya laut mempunyai tingkat
ketidakpastian yang tinggi serta keberadaan sumber daya yang dapat berubah dan
berpindah. Ketidakpastian sumber daya laut memberikan Dengan sumber daya seperti
itu, risikonya yang diterima oleh masyarakat pesisir jauh lebih besar, karena nelayan
harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari hasil tangkapan yang
maksimal. (Satria, 2015).
Masyarakat adalah sekelompok orang yang hidup bersama secara mandiri dan
dalam waktu yang cukup lama. Masyarakat ini menempati daerah tertentu dan
melakukan serangkaian kegiatan baik itu individu maupun kelompok secara bersama-
sama dengan berdasarkan pada norma dan budaya yang berlaku di sekitarnya.
52

Menurut Nontji (2002), pesisir adalah wilayah administrasi yang masih mendapat
pengaruh dari laut dan daratan atau dapat diartikan sebagai tempat bertemunya
daratan dan lautan. Pesisir juga mempunyai arti sebagai bagian dari daratan yang
dipengaruhi oleh karakteristik fisika dan kimia laut seperti angin laut dan pasang
surut. Sementara itu lautan juga dipengaruhi oleh berbagai jenis aktivitas domestik
manusia yang berasal dari daratan. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 27
Tahun 2007, wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan
ekosistem laut yang dipengaruhi oleh adanya perubahan kondisi daratan dan lautan.
Sehingga masyarakat di daerah pesisir mempunyai karakter yang khas dan cenderung
berbeda dengan masyarakat agraris. Hal tersebut juga didukung dengan karakteristik
sumber daya yang dihadapi dalam kesehariannya.
Masyarakat pesisir adalah kumpulan warga yang mendiami wilayah pesisir dan
hidup bersama berdampingan satu sama lain. Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
masyarakat cenderung memanfaatkan potensi sumber daya laut yang ada di
sekitarnya. Karakteristik sosial ekonomi masyarakat pesisir berhubungan erat dengan
sumber daya laut baik hayati maupun non hayati. Menurut Ditjen Perikanan (2002)
dalam Satria (2015) mengklasifikasikan jenis nelayan berdasarkan pada waktu yang
digunakan untuk melaut atau melakukan operasi penangkapan ikan dalam kurun
waktu tertentu adalah sebagai berikut;
 Nelayan penuh
Nelayan penuh adalah nelayan yang seluruh waktunya digunakan untuk
melakukan pekerjaan mencari sumber daya laut dalam hal ini adalah
penangkapan ikan ekonomis penting. Nelayan penuh menjadikan operasi
penangkapan ikan sebagai pekerjaan utamanya.
 Nelayan sambilan utama
Nelayan sambilan utama adalah nelayan yang sebagian besar waktunya
digunakan untuk melakukan pekerjaan sebagai nelayan dengan melakukan
operasi penangkapan ikan dan sisa waktunya yang lain dilakukan untuk
melakukan pekerjaan lain. Nelayan sambilan utama biasanya melakukan
53

pekerjaan lain jika komoditas perikanan dalam kondisi yang tidak menentu
atau tidak pada musim puncak.
 Nelayan sambilan tambahan
Nelayan sambilan tambahan adalah nelayan yang hanya menggunakan
sebagian waktunya untuk melakukan operasi penangkapan ikan, sedangkan
sisa waktu yang lainnya digunakan untuk pekerjaan yang lain. Nelayan
sambilan tambahan biasanya menjadikan operasi penangkapan ikan sebagai
pekerjaan tambahan bukan yang utama.
Sebagian besar nelayan di Indonesia hidup berdampingan dan mempunyai
komunitas yang telah diresmikan. Setiap kelompok atau komunitas yang dibentuk
terdiri atas beberapa anggota. Anggota kelompok adalah masyarakat yang tinggal di
sekitar pesisir dan bermatapencaharian sebagai nelayan, terkadang juga melakukan
operasi penangkapan ikan secara bersamaan. Ciri-ciri kelompo nelayan dapat dilihat
dari berbagai aspek, diantaranya yaitu (Sastrawidjaya, 2002):
 Berdasarkan pada cara hidup, komunitas nelayan akan cenderung melakukan
gotong royong terhadap sesama. Nelayan juga cenderung saling tolong
menolong dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya berkompetisi dalam
melakukan penangkapan nelayan juga berbagi bersama dalam hidup
berdampingan.
 Berdasarkan pada aspek keterampilan, sebagian besar profesi nelayan adalah
frofesi turun menurun yang berasal dari kerabat terdahulu. Keterampilan
nelayan satu dengan lainnya tentu berbeda. Semakin banyak pengalaman
makan semakin terampil nelayan dalam opresi penangkapan ikan. Tidak
hanya itu jaringan dan relasi serta kejujuran juga penting dalam
mempertahankan keterampilan.
 Berdasarkan pada aspek pekerjaan, nelayan adalah orang yang memiliki
mata pencaharian di laut dengan menangkap ikan. Jenis ikan yang dijadikan
komoditas utama oleh nelayan tentu disesuaikan dengan alat tangkap yang
54

dibutuhkan. Jenis alat tangkap yang digunakan juga perlu memeperhatikan


aspek ramah lingkungan dan keberlanjutan.
Nelayan dapat dikategorikan ke dalam empat tingkatan, berdasarkan armada
(alat tangkap), orientasi pasar, dan karakteristik hubungan produksi (Satria 2015)
diantaranya adalah:
 Peasant-fisher
Nelayan tipe tradisional yang lebih memfokuskan kepada penangkapan ikan
yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari dan bukan untuk
usaha. Nelayan tradisional cenderung menggunakan alat tangkap sederhana
tidak bermotor dan masih menggunakan keluarga sebagai kerja sama utama.
 Post peasant fisher
Nelayan jenis ini telah menggunakan teknologi sebagai alat bantu dalam
menentukan daerah penangkapan ikan dan sudah menggunakan kapal
bermesin. Dengan adanya dukungan teknologi nelayan cenderung
mempunyai pendapatan yang lebih meningkat. Nelayan mulai mendapatkan
keuntungan dari hasil tangkapan. Nelayan jenis ini sudah mampu
menjangkau perairan yang lebih jauh dan mampu menangkap ikan dalam
jumlah yang lebih banyak. Selain itu, nelayan jenis ini sudah memperjual
belikan hasil tangkapannya melalui system pasar serta tenaga kerja yang
dimiliki tidak hanya berasal dari anggota keluarga.
 Commercial fisher
Nelayan komersial sudah mempunyai berorientasi pada peningkatan
keuntungan dengan skala usaha yang lebih besar. Nelayan jenis ini
mempunyai karakteristik tertentu dengan memperhatikan jumlah tenaga
kerja. Penambahan tenaga kerja nelayan jenis ini dari mulai tingkat buruh
hingga manajemen usaha. Teknologi penangkapan yang digunakan sudah
lebih maju dan terdapat ahli yang berupaya dalam pengoperasian kapal serta
alat tangkap yang digunakan, seperti purse seine dan trawl.
 Industrial fisher
55

Nelayan industri merupakan jenis nelayan yang sudah masuk ke dalam skala
industri dan dapat menghasilkan ikan untuk kepentingan yang lebih besar
misalnya ekspor. Ciri-ciri nelayan tipe ini memiliki kapasitas teknologi
penangkapan yang jauh lebih maju, jumlah armada lebih banyak, serta
melibatkan ABK dengan beban pekerjaan yang lebih kompleks dan lebih
terstruktur.
Wilayah pesisir merupakan salah satu elemen yang penting yang dapat
digunakan untuk memperkuat ketahanan laut di Indonesia. Desa pesisir yang berbasis
masyarakat merupakan modal utama dalam pendekatan suatu kelembagaan yang
umum di negara berkembang termasuk Indonesia. Daerah tersebut menjadi salah satu
tempat yang paling dekat dan berdampingan dengan laut serta menjadi ujung tombak
masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dengan memanfaatkan sumber daya yang
ada. Optimalisasi potensi maritim di daerah pesisir bersama dengan masyarakat
setempat dapat memberikan dampak jangka panjang terkait dengan kondisi kawasan
laut ditinjau dari aspek keberlanjutan sumber dayanya atau dari keamanan lingkungan
lautnya (Hozairi et al., 2018). Upaya pembinaan dan pemberdayaan masyarakat
dalam menjaga keamanan wilayah laut berbagai aspek termasuk ketahanan laut,
pelestarian sumber daya, dan keamanan wilayah laut membutuhkan kelembagaan dan
kerja sama antar instansi. Melalui wadah kelembagaan itulah semua pihak
berkepentingan dapat bersama-sama mengkaji masalah–masalah yang dihadapi
sekaligus mencari jalan keluarnya dalam hal ini termasuk Bintara Pembina Potensi
Maritim dan masyarakat setempat yang didominasi oleh nelayan.
Pembinaan masyarakat di daerah pesisir merupakan hal utama dalam program
pembangunan sumber daya manusia di sekitar ekosistem laut. Keberdayaan
masyarakat di pesisir dapat digambarkan melalui kemampuannya dalam berdaya guna
dan pengelolaan sumber daya maritim yang tersedia di sekitarnya. Tingkat sumber
daya manusia masyarakat di wilayah pesisir untuk bisa berdaya guna dapat dilihat
dari aspek ekonomi, ekologi, sosial dan budaya antar masyarakat dalam membangun
kekuatan bersama (Kadar 2015). Sasaran utama pembinaan terhadap masyarakat
56

pesisir adalah seluruh masyarakat yang tinggal di sekitar daerah pesisir yang memiliki
kemampuan terbatas dalam menanggapi kondisi lingkungan dengan cepat khususnya
terkait dengan upaya ketahanan dan kekuatan laut. Dengan demikian, dari proses
pembinaan masyarakat diharapkan untuk mampu mewujudkan wilayah pesisir yang
kuat dan berdaulat serta mampu mengoptimalkan sumber daya yang dimilikinya.
Mengingat bahwa saat ini Indonesia mempunyai gagasan untuk menuju pada poros
maritim dunia dan wilayah laut yang ada juga hampir 70% luasnya (Pardosi 2016;
Laksaman et al., 2018).
Sumber daya manusia dalam hal ini adalah masyarakat di daerah pesisir
merupakan elemen penting yang berperan sebagai faktor penggerak utama dalam
pelaksanaan kegiatan suatu kelembagaan. Terlebih masyarakat pesisir adalah
masyarakat yang berinteraksi langsung dengan ekosistem laut. Selain itu masyarakat
pesisir juga menjadi elemen utama yang terdampak jika terjadi permasalahan di laut.
Dengan demikian pembinaan sekaligus pemberdayagunaan perlu dilakukan dan
ditingkatkan. Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian perlu
diterapkan untuk dapat membentuk sumber daya manusia dengan kemampuan
tertentu. Selanjutnya dalam proses pelaksanaan pengadaaan, pengembangan,
kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan dan pemberhentian juga
perlu untuk diefektifkan untuk proses operasional yang efisien.
“Masyarakat di daerah Pulau Panjang saat ini sebagian besar adalah nelayan.
Sekitar 70% dari penduduk berprofesi sebagai nelayan (Lampiran 2). Masyarakat
mengembangkan budi daya rumput laut beberapa tahun silam, akan tetapi saat ini
lebih banyak yang beralih untuk menjadi nelayan. Hal tersebut dikarenakan
adanya penurunan kualitas pada rumput laut yang dibudidayakan. Salah satu
dugaan penyebabnya adalah kualitas perairan yang menurun sehingga membuat
rumput laut tidak dapat berkembang secara optimal. Penurunan kualitas air juga
disebabkan adanya polusi laut dari minyak kapal atau limbah pabrik yang ada.
Secara umum, nelayan di daerah Pulau Panjang peduli terhadap lingkungan. Hal
tersebut di buktikan dengan nelayan yang melaut menggunakan alat tangkap yang
57

ramah lingkungan dan tidak merusak. Nelayan menyadari bahwa penggunaan bom
dan alat merusak lainnya akan dapat merusak ekosistem. Kerusakan ekosistem ini
dapat menyebabkan penurunan hasil tangkapan.”
Kesadaran masyarakat di wilayah pesisir pulau Panjang menjadi hal utama
untuk melakukan pembinaan yang efektif dan efisien. Bekal pengalaman dan
pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat dapat menjadi modal utama dalam
memaksimalkan potensi maritim yang ada dan untuk menjaga wilayah ketahanan laut
Indonesia. Dengan demikian optimalisasi peranan masyarakat pesisir pada sistem
pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah dengan cara melakukan
pembinaan yang lebih efektif dan efisien tentang pentingnya melakukan pertahanan
Negara dan penguatan wilayah laut berdasarkan potensi maritimnya secara bersama-
sama. Pembinaan masyarakat desa pesisir wilayah Pulau Panjang, Banten dilakukan
oleh Bintara Pembina Potensi Maritim dengan pelaksanaan pelatihan dan sosialisasi
secara terjadwal dan rutin untuk meningkatkan kemampuan dan pendayagunaan yang
efisien. Berdasarkan hasil penelitian ini, masyarakat Pulau Panjang dapat menjadi
kelompok masyarakat yang kompeten bersama dengan Bintara Pembina Potensi
Maritim dalam mengoptimalkan potensi laut yang ada untuk menjaga kedaulatan dan
kekuatan laut Indonesia di wilayah satuan terkecil yaitu tingkat desa. Pelatihan dan
sosialisasi menjadikan nelayan lebih berkompeten dalam menjadi masyarakat yang
tanggap dan mampu mengelola sumber potensi maritim dengan efektif dan efisien
tanpa merusak alam.

4.1.2 Peran Bintara Pembina Potensi Maritim


Bintara Pembina Potensi Maritim adalah bagian dari Tentara Negara Indonesia
Angkatan Laut (TNI AL) yang ditempatkan di satuan wilayah terkecil yaitu desa atau
kelurahan di daerah pesisir. Secara umum peran tentara tersebut adalah sebagai
kekuatan negara di bidang pertahanan yang menjalankan tugasnya berdasarkan pada
kebijakan dan keputusan politik negara yang dimuat dalam UU No. 34 Tahun 2004.
Berdasarkan atas dasar tersebut peran Bintara sejatinya adalah melakukan pembinaan
58

dan penyuluhan terhadap masyarakat untuk peduli dengan kawasan laut dan
lingkungan pesisir. Kepedulian tersebut dimaksudkan untuk upaya optimalisasi
pemanfaatan potensi laut dan atau menjadi garda terdepan dalam menjaga keamanan
dan ketahanan di wilayah laut. Hal-hal pokok terkait dengan Tentara Nasional
Indonesia ini di bahas dalam UU No. 34 Tahun 2004. Penyusunan undang-undang
tersebut berdasarkan pada beberapa dasar hukum.
Dasar hukum UU No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
adalah:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 10, Pasal 11 ayat (1), Pasal 12, Pasal 20, Pasal 22 A,
Pasal 27 ayat (3), dan Pasal 30 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Ketetapan MPR
Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran
Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169).
Berdasarkan pada UU No. 34 Tahun 2004 peran, fungsi, dan tugas Tentara
Nasional Indonesia Angkatan Laut dijelaskan pada Bab IV Pasal 9. Tentara Nasional
Indonesia Angkatan Laut mempunyai tugas sebagai berikut
1. Melaksanakan tugas TNI matra laut di bidang pertahanan;
2. Menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi
nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional
yang telah diratifikasi;
3. Melaksanakan tugas diplomasi Angkatan laut dalam rangka mendukung
kebijakan politik luar negeri yang ditetapkan oleh pemerintah;
4. Melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan
matra laut;
59

5. Melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan laut.


Pembinaan ketahanan maritim melalui kegiatan pembinaan menjadi penting
untuk dilakukan. Kegiatan tersebut dilakukan oleh Tentara Negara Indonesia
Angkatan Laut bekerjasama dengan Lembaga Pemerintah/Lembaga Pemerintah Non
Kementerian (LPNK) dalam upaya mengatasi hambatan yang dihadapi serta ancaman
yang sering terjadi di wilayah terdampak. Pembinaan ketahanan maritim daerah
mencakup seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara guna mencapai RAK
Juang yang disesuaikan dengan situasi setempat. Pelaksanaan pembangunan
ketahanan wilayah melalui pembinaan adalah sebagai berikut:
 Pembinaan berdasarkan aspek geografi yang ditunjukkan pada persiapam
ruang. Hal yang dilakukan meliputi pendataan, penataan, pengelolaan dan
penyiapan sumperdaya alam laut, fasilitas, sarana dan prasarana, serta
logistik wilayah. Hal tersebut untuk kepentingan pertahanan negara dengan
aspek utama adalah laut. Pembinaan geografi diarahkan sebagai ruang juang
yaitu medan yang dipersiapkan untuk mendukung pelaksanaan tugas seluruh
unsur termpur Tentara Negara Indoensia Angkatan Laut apabila sewaktu-
waktu terjadi perang di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
 Pembinaan berdasarkan aspek demografi. Pembinaan ini diarahkan untuk
persiapan terkait dengan alat. Hal yang dilakukan diantaranya adalah
pendataan, penataan, pengelolaan dan penyiapan sumber daya manusia yang
meliputi ebberapa komponen termasuk komponen cadangan dan komponen
pendukung. Persiapan ini dilakukan untuk proses pertahanan dari aspek laut.
Pembinaan demografi diarahkan sebagai alat juang yaitu sarana yang
dipersiapkan untuk menghadapi ancaman dari dalam negeri maupun luar
negeri apabila terjadi perang di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
 Pembinaan berdasarkan pada aspek sosial. Hal ini diarahkan untuk penyiapan
kondisi juang yaitu kondisi masyarakat yang memiliki daya juang, kesadaran
akan bela negara, pertahanan yang kuat, wawasan yang luas, memelihara,
60

melestarikan serta memanfaatkan sumber daya maritim dengan berkelanjutan


untuk tujuan kesejahteraan dan kemandirian ekonomi masyarakat setempat.

4.1.2.1 Peran Bintara Pembina Potensi Maritim di Bidang Pertahanan dan


Keamanan Wilayah
Keselamatan dan keamanan di wilayah laut merupakan kebijakan penting dan
harus menjadi prioritas untuk mendukung kelancaran pengamanan laut Indonesia
sebagai negara kepulauan. Sebagai negara yang memiliki kedaulatan atas seluruh
perairan, Indonesia mempunyai peranan penting baik dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia maupun laut sebagai aset yang tidak tergantikan bagi negara dan
masa depan Indonesia. Penguasaan laut berarti pemerintah mempunyai kewajiban
untuk mengatur dan mengelola berbagai ancaman, pemanfaatan sumber saya, serta
menjaga dan menciptakan keselamatan di sekiar wilayah laut yang optimal. Hal
tersebut dimaksudkan untuk proses penegakan hukum yang lebih tegas dan rasa aman
dari masyarakat yang berada di wilayah laut (pesisir). Berdasarkan UU Nomor 17
Tahun 1985 tentang Pengesahan Negara Kepulauan Indonesia oleh Konvensi PBB,
ini berarti Indonesia telah diakui sebagai negara kepulauan oleh dunia internasional
(Kusumaatmadja, 2002).
Letak geografis Indonesia yang strategis menjadikan wilayah laut negara
sebagai jalur perlintasan atau penghubung pelayaran nasional dan Internasional.
Dengan demikian Indonesia berada di kawasan Asia-Pasifik (Laksamana 2011). Akan
tetapi kondisi tersebut juga berpotensi meningkatkan ancaman dari luar yang dapat
mengganggu stabilitas keamanan yang dapat mengancam kedaulatan negara (Pranoto
dan Octavian 2015). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
hal tersebut adalah dengan meningkatkan kekuatan keamanan daerah yang paling
dekat dengan laut dalam hal ini adalah wilayah pesisir di Indonesia. Peningkatan
keamanan dapat dilakukan bersama-sama melalui kolaborasi antara masyarakat
dengan aparat pemerintahan dalam hal ini adalah Tentara Negara Indonesia (Seputro
dan Soelistiyanto 2021). Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945
61

Pasal 30 ayat 2 yang berbunyi, usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan
melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan
rakyat, sebagai kekuatan pendukung.
Permasalahan keamanan di wilayah perairan Indonesia masih sering terjadi.
Dalam hal ini Indonesia sedang mengupayakan peningkatan keamanan maritim di
wilayah perairan. Selain itu, Indonesia juga perlu memetakan perhatian terhadap
berbagai permasalahan keamanan maritim di kawasan regional khususnya Asia
Tenggara. Beberapa hal dari permasalahan yang timbul di kawasan Asia juga dapat
berpengaruh terhadap kawasan perairan Indonesia terkait dengan sumber daya laut.
Sumber daya laut di wilayah perairan Indonesia sangat beragam dan multispecies
(Supriharyono, 2002). Potensi laut Indonesia tidak hanya terfokus pada jenis ikan
yang beragam tapi juga potensi lain seperti ekowisata dan hasil tambang. Sumber
daya laut ini adalah sumber pendapatan utama bagi sebagian besar nelayan di
Indonesia. Mengingat bahwa masalah illegal fishing masih sering terjadi maka hal
tersebut dapat merugikan bagi nelayan lokal (Kadarisman 2017). Dampak jangka
Panjang dari kejadian tersebut tentu dapat mempengaruhi kondisi kesejahteraan
nelayan dan masyarakat di wilayah pesisir. Peningkatan keamanan di wilayah pesisir
oleh aparat pemerintah dan masyarakat pesisir pada dasarnya dilakukan untuk
mencegah adanya ancaman yang lebih ekstrem.
“Kasus illegal fishing di daerah perairan Teluk Banten masih banyak terjadi.
Beberapa kali kami juga mendapat laporan terkait keberadaan kapal asing yang
menangkap ikan di perairan Banten. Selain kapal asing beberapa juga ada dari
kapal lokal hanya saja bukan asli masyarakat Pulau Panjang yang menangkap ikan
dengan menggunakan alat-alat yang tidak ramah lingkungan. Sebagian besar
nelayan Pulau Panjang memahami bahwa penggunaan alat tangkap seperti bom
akan merusak lingkungan, dan dampaknya Ketika ekosistem ikan dan lingkungan
rusak hasil penangkapan akan menurun. Akan tetapi kapal yang dari luar
masyarakat sini sering kali menangkap ikan dengan cara yang tidak disarankan.
62

Keberadaan Bintara Potensi Maritim di desa ini tentu memberikan dampak yang
positif karena patroli sering dilakukan sehingga hal-hal yang merugikan nelayan
dapat diminimalkan. Diskusi dan musyawarah juga sering dilakukan oleh Bintara
(Lampiran 3).”
Fasilitas, sarana dan prasarana sistem pertahanan dan keamanan saat ini masih
terbatas. Kerja sama antara instansi pemerintah dan masyarakat sebagai komponen
pendukung sudah mulai dilakukan. Instansi pemerintah dalam hal ini Tentara Negara
Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) menginisiasi adanya penempatan tugas Bintara
Pembina Potensi Maritim di setiap wilayah satuan terkecil (desa atau kelurahan).
Upaya tersebut menjadi salah satu hal yang dapat mendukung keamanan wilayah laut
yang berada di perbatasan. Selain itu Keberadaan Bintara Pembina Potensi Maritim
dapat memberikan dasar-dasar pengetahuan yang tepat terkait dengan cara
menghadapi ancaman. Bintara juga dapat memberi pelatihan dasar kepada
masyarakat terkait teknis pelaporan jika terjadi masalah atau terdapat indikasi
gangguan atau kegiatan illegal. Keberadaan Bintara ini juga dapat memberi rasa
nyaman bagi masyarakat. Bintara yang berada di wilayah pesisir juga bertugas dalam
menjaga keamanan wilayah. Dalam hal ini dilakukan kerja sama dengan instansi lain
seperti polisi air atau instansi lainnya. Bintara juga dapat melakukan patroli secara
rutin untuk mencegah adanya ancaman atau gangguan yang tidak diinginkan.
“Beberapa kasus pencurian pernah terjadi di sekitar perairan Pulau Panjang selain
itu juga beberapa pernah mengalami kehilangan (pencurian barang seperti motor).
Untuk segi keamanan memang kurang pada saat itu karena kegiatan ronda malam
tidak berjalan. Akan tetapi setelah kedatangan Bintara dari TNI AL ini jarang
sekali terjadi kejadian pencurian di darat atau di sekitar warga. Pihak Bintara juga
menginisiasi untuk mengaktifkan Kembali kegiatan ronda Bersama. Benar saja
kegiatan ini memang berpengaruh nyata terhadap keamanan dan kerukunan warga.
Antar warga menjadi lebih dekat dan saling gotong royong untuk menjaga
keamanan pulau. Sering kali juga pencurian di laut terjadi malam hari atau missal
63

penangkapan ikan dengan bom atau pancing listrik. Beberapa kali kami dan
Bintara menegur supaya tetap menggunakan alat tangkap ramah lingkungan.”
Nelayan sebagai komponen pendukung upaya peningkatan keamanan di
wilayah Indonesia dapat menjadi salah satu sumber informasi. Kerja sama pemerintah
dan masyarakat pesisir menjadi penting karena dapat memberi pengaruh nyata
terhadap keamanan wilayah. Keberadaan nelayan penangkap ikan yang beroperasi
hingga wilayah perbatasan dapat membantu upaya pertahanan negara di daerah
perbatasan (Bayu et al., 2014). Akan tetapi dalam misi tersebut nelayan juga perlu
diberikan bekal pengetahuan dasar yang merupakan tugas Bintara Pembina Potensi
Maritim. Penyuluhan dan pembinaan pada nelayan setempat oleh Bintara merupakan
modal utama nelayan dalam menghadapi dan mengidentifikasi adanya ancaman di
wilayah laut Indonesia. Pembinaan dan penyuluhan yang konsisten dapat
meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat terhadap potensi laut yang
ada baik itu potensi sumber daya dan atau potensi ancaman (Seputro dan
Soelistiyanto 2021). Dengan demikian upaya pencegahan dan identifikasi masalah
dapat dilakukan sehingga pertahanan dan keamanan di wilayah laut dapat tercapai.
Pertahanan yang kuat di wilayah laut memang tidak dapat dilakukan hanya oleh
pemerintah saja atau hanya oleh masyarakat, melainkan dengan kerja sama dan
sistem yang lebih terintegrasi.
“Keberadaan Bintara Pembina Potensi Maritim di Pulau Panjang ini selain
melakukan penyuluhan dan pembinaan juga memberikan rasa aman pada warga.
Warga merasa mempunyai tempat untuk melapor jika terjadi permasalahan dan
ada rasa aman tersendiri. Laporan yang dibuat oleh warga juga tidak hanya terkait
dengan masalah yang ada di laut melainkan juga masalah yang ada di darat
(sekitar warga). Penanganan masalah di laut dilakukan bersama dengan instansi
lain. Bintara juga sering melakukan kerja sama dengan polisi air untuk melakukan
patroli. Selain itu Bintara juga ikut serta dalam pengawasan dan pengoptimalan
potensi sumber daya laut. Terkait hal tersebut Bintara juga bersama dengan
Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) dan atau Dinas Kelautan (DKP) setempat
64

(dalam hal ini Banten). Intinya masyarakat merasa terbantu dan banyak mendapat
manfaat dengan adanya Bintara di Pulau Panjang, Banten ini.”
Keberadaan Bintara Pembina Potensi Maritim melakukan sinergi dengan
berbagai instansi dalam pembinaan dan pengembangan potensi maritim di Pulau
Panjang. Beberapa pemangku kepentingan juga ikut serta dalam proses pembinaan
dan penyuluhan. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh hasil yang optimal dari
adanya pembinaan pada masyarakat. Pembentukan Bintara Pembina Potensi Maritim
yang ditugaskan di Pos Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) yang
ada di seluruh Indonesia merupakan Tindakan yang tepat. Dengan demikian
pembinaan terhadap masyarakat di daerah pesisir dapat dilakukan di semua wilayah,
sehingga penguatan keamanan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat
dioptimalkan. Selain itu, pengembangan potensi terhadap sumber daya alam dan
ekosistemnya juga dapat terjaga dari adanya kecurangan yang dilakukan oleh kapal-
kapal asing. Bintara Pembina Potensi Maritim sebagai salah satu bagian dari Tentara
Negara Indonesia Angkatan Laut (militer) bertanggung jawab terhadap pembinaan
potensi maritim. Hal ini yang dapat dijadikan sebagai potensi nasional untuk
mendukung pengendalian wilayah pertahanan laut dalam rangka pembangunan
negara dan keutuhan wilayah kedaulatan Indonesia.
Pertahanan di laut juga mencakup keselamatan dalam berlayar. Kecelakaan
dilaut dapat terjadi kapan saja, sehingga tingkat keamanan perlu diperhatikan.
Kecelakaan kapal juga dapat memberikan dampak yang buruk terhadap lingkungan.
Kecelakaan kapal yang terjadi sering kali mengakibatkan adanya tumpahan minyak,
sehingga hal tersebut dapat mencemari lingkungan. Dengan demikian kondisi setiap
kapal yang akan berlayar harus dipastikan baik, sehingga keselamatan dan keamanan
dapat terjamin. Kapal yang laik laut adalah keadaan kapal yang memenuhi
persyaratan keamanan dan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran lingkungan
perairan dari kapal, pengawakan, peralatan navigasi dan peralatan keselamatan, garis
muat, pemuatan, kesejahteraan awak kapal dan kesehatan penumpang, status hukum
kapal, manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran perairan dari kapal, serta
65

manajemen keamanan kapal untuk berlayar di perairan. Berikut adalah jumlah


kecelakaan kapal yang tejadi mulai tahun 2010-2016.

Tabel 3. Jumlah kejadian kecelakaan laut tahun 2010-2016


Rekom
Jenis kecelakaan Korban en
dasi
Jumlah K
N Tah Te
kecelak a
o un Teng r Ta Korban Korba
aan n Lain
gela ba b hilang/ n luka-
d lain
m ka rak meninggal luka
a
r
s
1 201
5 1 1 3 0 0 15 85 45
0
2 201
6 1 3 2 0 0 86 346 82
1
3 201
4 0 2 2 0 0 13 10 28
2
4 201
6 2 2 2 0 0 65 9 47
3
5 201
7 2 3 2 0 0 22 4 25
4
6 201
12 3 4 3 1 0 85 2 11
5
7 201
15 4 4 3 2 2 51 18 35
6
Jumlah 54 13 19 17 3 2 337 474 273
* Sumber: Database KNKT November 2016

”Akhir-akhir ini di sekitar Pulau Panjang sering ada banyak kapal yang melintas.
Terkadang juga ada kecelakaan laut dan biasanya kalua sudah terjadi kecelakaan
banyak tumpahan minyak. Tumpahan minyak ini sering kali meresahkan warga
66

karena hasil tangkapan kami pasti menurun. Dan setau saya kalau untuk polusi
atau tumpahan minyak dapat memberi efek atau dampak negative pada
lingkungan. Jadi kami sendiri para warga juga khawatir akan penurunan kondisi
habitatnya. Kami sendiri sudah berupaya sebaik mungkin untuk menjaga
lingkungan harapannya pihak lain juga mengikuti supaya saling menjaga”.

4.1.2.2 Peran Bintara Pembina Potensi Maritim di Bidang Ekonomi dan Sumber
Daya
Laut merupakan salah satu sumber pendapatan utama bagi masyarakat pesisir
karena berkontribusi terhadap pendapatan rumah tangga nelayan perikanan tangkap
(Neish 2013). Sebagian besar masyarakat Pulau Panjang berprofesi sebagai nelayan
budi daya rumput laut. Budi daya rumput laut di Pulau Panjang merupakan usaha
masyarakat setempat. Usaha ini menghasilkan produk ekonomis yang bernilai tinggi,
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Berdasarkan hasil
penelitian Muttaqin (2007) masyarakat menerima usaha budidaya rumput laut karena
1) ketersediaan lahan yang memadai; 2) teknik budidaya rumput laut mudah
dilakukan; 3) usaha budidaya rumput laut tergolong usaha padat karya; 4) siklus
budidaya rumput laut relatif pendek yaitu kurang lebih 45 hari; 5) modal usaha relatif
terjangkau; 6) harga cukup memadai dan cepat mendapat uang tunai. Rata-rata
pendapatan pembudidaya merupakan salah satu faktor penting untuk mendukung
keberlanjutan kegiatan budidaya rumput laut apalagi jika dibandingkan dengan Upah
Minimum Kabupaten (UMK).
Salah satu responden menyatakan bahwa usaha rumput laut di Pulau Panjang
mulai berkurang. Hal tersebut sesuai dengan penelitian (Soejarwo, 2017), pendapatan
nelayan budi daya rumput laut menurun dari tahun 2010 hingga pada tahun 2014.
Kualitas rumput laut semakin menurun yang ditandai dengan mudah patah dan
terdapat perubahan warna. Hal tersebut sangat mempengaruhi kondisi perekonomian
masyarakat Pulau Panjang. Faktor penyebab penurunan kualitas rumput laut salah
satunya adalah pencemaran laut. Pencemaran tersebut dapat diperoleh dari tumpahan
67

minyak atau air balas dari kapal-kapal besar yang melintas. Hal tersebut dapat
mempengaruhi kondisi kualitas air. Kondisi kualitas air yang buruk dapat memberi
perubahan terhadap kualitas sumber daya (Soejarwo, 2017). Dengan demikian
beberapa masyarakat beralih pekerjaan dari nelayan budi daya rumput laut menjadi
nelayan ikan.
“Pendapatan masyarakat Pulau Panjang sebagian besar memang dari budi daya
rumput laut pada tahun 2004 sampai sekitar 2014. Pendapatan yang diperoleh juga
dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan daerah sini. Akan tetapi seiring dengan
bertambahnya tahun dan kualitas dari rumput laut semakin menurun. Rumput laut
saat ini mudah patah dan warna berubah sehingga permintaan pasar tidak banyak
karena perubahan kualitas. Sehingga banyak nelayan yang pindah dari budi daya
rumput laut jadi mencari ikan di laut. Saat menjadi nelayan masyarakat Pulau
Panjang juga menaati untuk tidak menggunakan alat yang merusak seperti bom
atau potasium. Intinya masyarakat di sini tertib dalam proses penangkapan
ikannya.”
Pulau Panjang merupakan salah satu pulau yang terletak di Teluk Banten. Teluk
Banten mempunyai potensi perikanan yang cukup tinggi. Tahun 2017 produksi
perikanan tangkap Provinsi Banten mencapai 58 ribu ton dengan tingkat konsumsi
ikan sebesar 9,2 kg/kapita/tahun (DKP Provinsi Banten 2018). Tingkat konsumsi
tersebut masih tergolong rendah dari rekomendasi lembaga pangan dunia (FAO) yaitu
sebesar 29 kg/kapita/tahun. Sektor perikanan tangkap menjadi tumpuan utama
penyedia ikan atau sumber daya lain bagi masyarakat. Peningkatan pemanfaatan dan
pengelolaan yang berkelanjutan diharapkan dapat meningkatkan peran sektor ini
dalam mendukung terwujudnya ketahanan pangan perikanan di Provinsi Banten
termasuk Pulau Panjang.
Produksi perikanan nasional di Indonesia saat ini Sebagian besar berasal dari
perikanan tangkap yang memberikan sumbangsih lebih dari 50% (KKP 2018). Hal
tersebut sesuai dengan produksi perikanan di Provinsi Banten. Berdasarkan pada
kondisi geografis Teluk Banten (termasuk Pulau Panjang) mempunyai letak yang
68

strategis dengan adanya tiga perairan berbeda yaitu Laut Jawa, Selat Sunda, dan
Samudera Hindia. Dengan demikian menjadikan Teluk Banten sebagai wilayah yang
sangat potensial di bidang perikanan tangkap (DKP Provinsi Banten 2018). Potensi
lestari perairan Banten mencapai 1,5 juta ton per tahun (Rizal 2013). Akan tetapi di
perairan Teluk Banten juga mempunyai beberapa masalah Perairan akibat adanya
pemanfaatan yang kurang berkelanjutan di beberapa bidang.
Teluk Banten dimanfaatkan untuk banyak kegiatan, di antaranya adalah
perikanan tangkap, perikanan budidaya, kegiatan pariwisata, dan upaya perlindungan
ekosistem terumbu karang. Perkembangan pesat industri di sepanjang pesisir Teluk
Banten mengakibatkan terjadinya upaya reklamasi pantai. Aktivitas tersebut
berpotensi merusak lingkungan karena adanya kegiatan yang merugikan seperti
pembuangan limbah industri, pembuangan limbah domestik termasuk limbah rumah
tangga. Selain itu aktivitas kapal niaga juga menyebabkan terjadinya pencemaran
perairan (Rochyatun et al. 2005). Kerusakan lamun (Kiswara 2004), penangkapan
ikan yang berlebihan (Diana 2001), pengambilan karang baik yang hidup ataupun
yang mati (Radar Banten 2008), pemakaian alat tangkap ikan yang tidak ramah
lingkungan (Hendarsih 2007), berkurangnya ekosistem bakau, dan perubahan garis
pantai dari Teluk Banten mengakibatkan terjadinya kerusakan yang serius. Kondisi
permasalahan tersebut juga terjadi di sekitar Pulau Panjang dan sebagian besar pelaku
dari kejahatan adalah masyarakat luar (dalam hal ini bukan warga lokal Pulau
Panjang).
“Masyarakat di Pulau Panjang pada dasarnya sudah memahami bahwa ketika kita
menjaga ekosistem maka sumber daya atau ikan yang ditangkap juga akan
meningkat. Cara masyarakat untuk menjaga ekosistem adalah dengan
menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan. Tidak merusak terumbu
karang. Memperingatkan para wisatawan yang ingin melakukan snorkling untuk
lebih berhati-hati Ketika berada di sekitar karang. Karang tidak untuk di injak dan
tetap harus dilindungi. Masyarakat di sini (Pulau Panjang) juga tidak ada yang
menggunakan alat tangkap merusak seperti bom saat menangkap ikan. Sebagian
69

besar yang melakukan kerusakan di sekitar Pulau Panjang adalah masyarakat dari
luar lingkungan kami sendiri. Hal tersebut biasanya akan diselesaikan oleh
masyarakat setempat dan Bintara Pembina Potensi Maritim yang bertugas di Pulau
Panjang.”
Bintara Pembina Potensi Maritim yang bertugas di Pulau Panjang ikut serta
bersama masyarakat dalam memaksimalkan potensi maritim yang ada. Berbagai
kegiatan dilakukan oleh masyarakat dan Bintara untuk dapat memperoleh hasil
produktivitas laut yang lebih baik. Selain melakukan pengamanan Bintara juga
memberikan pembinaan terhadap masyarakat terkait dengan pembelajaran dalam
pemanfaatan sumber daya laut agar lebih mempunyai nilai jual dan lebih bernilai
ekonomis. Keberadaan bintara juga memberikan dampak positif terhadap lingkungan
sekitar. Hal tersebut di tandai dengan adanya upaya penjagaan wilayah ekosistem
bakau dan ekosistem terumbu karang. Bintara melakukan kegiatan Bersama
masyarakat untuk penanaman mangrove atau bakau dan upaya konservasi terhadap
terumbu karang. Upaya konservasi terumbu karang yang dilakukan adalah dengan
penanaman kembali terumbu karang yang sudah mengalami kerusakan.
”Bintara yang berada di Pulau Panjang aktif dalam memberikan pelatihan yang
bermanfaat bagi kami sebagai masyarakat. Kami pun merasa bahwa memang saat
ini masyarakat butuh pelatihan-pelatihan khusus untuk dapat meningkatkan taraf
hidupnya. Seperti waktu itu pernah dilakukan pelatihan yang bekerja sama dengan
pihak lain untuk dapat melakukan pengolahan ikan. Pelatihan dilakukan untuk
para istri nelayan. Jadi semisal nelayan pergi melaut berhari-hari istri tetap dapat
pemasukan dengan kemampuan yang dipunya. Pelatihan pengolahan hasil
perikanan yang diberikan memang membuka wawasan bagi kami masyarakat desa
terlebih kami berada di perbatasan pulau. Sebagian besar ibu-ibu istri nelayan yang
ada di Pulau Panjang saat ini sudah banyak yang mempunyai keahlian sendiri dan
dapat membuat olahan makanan dengan bahan dasar ikan. Semisal dijual harganya
juga lumayan menghasilkan.”
70

Kegiatan yang dilakukan oleh Bintara dan masyarakat merupakan upaya untuk
menjaga ekosistem laut yang lebih berkelanjutan. Hal tersebut penting untuk
dilakukan karena keberadaan mangrove atau bakau di daerah pesisir mempunyai
peran yang penting. Sebagai ekosistem yang mempunyai karakter yang khas di
wilayah pesisir, hutan mangrove memiliki peran ekologis yang sangat penting.
Dampak positif dari hutan mangrove terhadap lingkungan laut dan daerah pesisir
di sekitarnya adalah penahan ombak, tempat memijah berbagai jenis ikan, tempat
asuh bagi larva berbagai biota perairan, dan menyaring polusi laut. Kestabilan
mangrove juga dapat memberi keuntungan dan menjaga pantai dari erosi yang
berlebihan (Riley, 2001). Selain itu mangrove juga berfungsi sebagai penyangga
daratan dan lautan serta ekosistem stabil bagi satwa liar. Dengan adanya upaya
penanaman yang dilakukan oleh Bintara Pembina Potensi Maritim hal tersebut dapat
memberikan dampak positif jangka panjang terhadap kestabilan lingkungan.
Lingkungan yang stabil mendukung untuk produktivitas laut menjadi tinggi. Dengan
demikian hasil tangkapan yang diperoleh akan meningkat begitu pula dengan
pendapatan nelayan.
“Bintara Pembina Potensi Maritim yang bertugas di Pulau Panjang juga ikut serta
dalam pelestarian lingkungan laut. Kita Bersama-sama melakukan kegiatan
penanaman mangrove dan juga transplantasi terumbu karang. Kegiatan ini sangat
bermanfaat sekali mengingat bahwa terumbu karang dan mangrove adalah
ekosistem tempat untuk ikan berkembang biak. Jadi Ketika kita menjaga dan
merawat ekosistem tersebut maka ikan yang kita dapat juga melimpah. Sehingga
secara tidak langsung kegiatan ini akan memberikan dampak positif jangka
Panjang untuk pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat tentunya.”
Keberadaan terumbu karang dari tahun ke tahun mengalami kemunduran, yaitu
terjadi kerusakan yang mengkhawatirkan sehingga menimbulkan penyusutan dalam
jumlah kuantitas dan kualitas. Kerusakan ekosistem terumbu karang tidak terlepas
dari aktivitas manusia baik di daratan maupun pada ekosistem pesisir dan lautan.
Upaya transplantasi terumbu karang yang dilakukan oleh Bintara Potensi Maritim
71

juga merupakan kegiatan yang dapat memberikan hasil jangka Panjang. Ekosistem
terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi
sumber kehidupan bagi berbagai jenis biota laut. Ekosistem terumbu karang
mempunyai fungsi penting sama halnya dengan ekosistem mangrove yaitu sebagai
tempat memijah, mencari makan, dan daerah asuhan bagi biota laut. Kondisi
lingkungan yang sehat dan sesuai dalam hal ini tidak mengalami perubahan yang
signifikan dapat menghasilkan produktivitas yang tinggi (Noviana 2019). Sehingga
hasil tangkapan yang diperoleh nelayan juga akan meningkat dengan catatan tidak
dilakukan proses penangkapan yang berlebihan. Selain itu alat tangkap yang
digunakan juga harus ramah lingkungan.
“Bintara Pembina Potensi Maritim di Pulau Panjang tidak hanya mengamankan,
menanam mangrove dan terumbu karang tetapi mereka juga memberikan pelatihan
terhadap masyarakat terkait dengan kegiatan pascapanen untuk produk perikanan.
Sebagian nelayan memang menjual hasil tangkapannya tanpa diolah atau langsung
masuk pelelangan dan sebagian di jual dengan cara dijadikan sebagai produk
olahan terlebih dahulu. Pengolahan ini biasanya dilakukan oleh istri nelayan. Jadi
pemberdayaan dan pembinaan perempuan (istri nelayan) di Pulau Panjang juga
dilakukan. Hal tersebut berguna untuk memperkuat kemampuan para istri nelayan
dan juga berperan dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga. Jadi pendapatan
yang diperoleh bersumber dari pendapatan suami (nelayan) dan juga istri.”
Bintara Pembina Potensi Maritim di Pulau Panjang melakukan pembinaan dan
pemberdayaan masyarakat. Pembinaan dan pemberdayaan masyarakat ini bertujuan
untuk mendorong masyarakat berinisiatif dalam memulai proses kegiatan sosial
dengan (Suharto, 2010). Hal tersebut berguna untuk memperbaiki kondisi diri sendiri
atau dalam hal ini rumah tangga nelayan. Secara fungsional, pemberdayaan
masyarakat adalah upaya memperkuat segala bentuk gerakan masyarakat yang ada
termasuk usaha untuk meningkatkan kesejahteraan (Rizyanti, 2006). Upaya
pemberdayaan yang dilakukan oleh Bintara Pembina Potensi Maritim pada
masyarakat Pulau Panjang meliputi:
72

a. Pendampingan yang dapat menggerakkan partisipasi total masyarakat untuk


menjaga wilayah kedaulatan dan ketahanan laut dalam hal ini ketahanan
sumber daya yang berkaitan dengan keamanan dan ekonomi masyarakat.
b. Penyuluhan dapat merespons dan memantau perubahan – perubahan yang
terjadi di masyarakat pesisir.
c. Pelayanan yang berfungsi sebagai pengendali ketepatan distribusi aset
sumber daya fisik dan non fisik yang diperlukan oleh masyarakat pesisir.
Pembinaan yang dilakukan Bintara Pembina Potensi Maritim tentu memberi dampak
yang positif terhadap peningkatan kemampuan masyarakat dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan serta ekonomi nelayan dan keluarganya. Satu desa
memang hanya mempunyai satu Bintara Pembina Potensi Maritim, akan tetapi ha
tersebut sudah memberikan dampak positif di lingkungan warga (Tabel 3). Dalam
upaya pembinaan tersebut kerja sama juga dilakukan bersama dengan instansi terkait,
khususnya dengan instansi yang ahli dalam pengolahan produk perikanan.

Tabel 4. Daftar nama dan lokasi penempatan Bintara Pembina Potensi Maritim
Pangkalan Angkatan Laut Banten

N
Nama Pangkat, Korps Desa binaan Contact person
o
1 Wahyu Pelda Ttg NRP Kel. Tamansari Kec. 087808407588
Witdiyan 89308 Pulomerak, Kota Cilegon,
to Banten (Lingkungan Mako
Lanal Banten)
2 Vini Serka Apm/W Kel. Tamansari Kec. 081280197155
Mekar S NRP 116418 Pulomerak, Kota Cilegon,
Banten (Lingkungan Mako
Lanal Banten)
3 Deni Serda Saa NRP Kel. Lebak gede Kec. 085210578893
Saprudin 92884 Pulomerak, Kota Cilegon,
Banten (Lingkungan Rumdis
Lanal Banten)
4 Dony Peltu Ttu NRP Desa Anyer, Kec. Anyer, 082113230700
Jatnika 89244 Kota Serang, Banten.
5 Zulkarna Sertu Lek NRP Desa Cikoneng, Kec. Anyer, 081510568343
in 74567 Kota Serang, Banten.
73

6 Eko Serda Ttg NRP Desa Teluk Labuan, Kec. 08777288084


Hermaw 90927 Labuan, Kab. Pandeglang,
an Banten.
7 Heru Koptu Nav NRP Desa Panimbang Jaya, Kec. 082112818437
Priatna 87146 Panimbang, Kab.
Pandeglang, Banten.
8 Budi Peltu Saa NRP Desa Sumber Jaya, Kec. 085966218673
Prasetyo 82075 Sumur, Kab. Pandeglang,
Banten.
9 Endin Kopka Ttg NRP Desa Kerta Mukti Kec. 081221523029
Sahrudin 73234 Sumur, Kab. Pandeglang,
Banten
1 Budi Serma Bah NRP Desa Muara, Kec. 081399973680
0 Riyanto 76741 Wanasalam, Kab. Lebak,
Banten
1 Suhirno Kopka Bah NRP Desa Cikeuruh Wetan, Kec. 081316002478
1 Adi 77295 Cikeusik, Kab. Pandeglang,
Banten.
1 Yusuf Pelda Eko NRP Desa Cikoneng, Kec. Anyer, 08211155014
2 Endrian 93932 Kota Serang, Banten.
1 Ajat Koptu Ttu NRP Desa Cikoneng Pulau 081210080713
3 Sudrajat 95578 Sangiang, Kec. Anyer, Kota
Serang, Banten.
1 Ateng Peltu Mes NRP Desa Argawana, Kec. 081297235262
4 Jaelani 79540 Puloampel, Kab. Serang,
Banten.
1 Joko Serma Mes NRP Desa Pulau Panjang, Kec. 081386197208
5 Subroto 73084 Puloampel, Kab. Serang,
Banten.
1 Arachma Peltu Nav NRP Kel Banten, Kec. Kasemen, 087772930847
6 n Feby 83684 Kota Serang, Banten.
W
1 Juanda Kopka Mes NRP Kel Margalunyu Kec. 081213763007
7 88027 Kasemen Kota Serang
1 Hari Serka Sba NRP Desa Kronjo, Kec. Kronjo, 08121768946
8 Suroso 69444 Kab. Tangerang, Banten
1 Ahmad Kopka Ttg NRP Desa Lontar, Kec. Kronjo, 085973016002
9 sopian 80918 Kab. Tangerang, Banten

4.2 Pembahasan
Indonesia sebagai negara dengan wilayah laut yang luas sudah seharusnya
mengutamakan keamanan maritim sebagai perihal utama dalam stabilitas negara.
74

Penelitian tentang keamanan laut adalah salah satu topik khusus baik di sektor
nasional dalam hal ini negara Indonesia maupun global atau internasional. Selain itu
hal ini juga merupakan kajian penting bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia yang berencana untuk mengesahkan undang-undang baru
berkaitan dengan keamanan laut. Pengesahan undang-undang yang dilakukan tentu
membutuhkan data terkait dengan kajian yang mempunyai relevansi kuat. Dasar
hukum terkait keamanan maritim diusulkan sebagai bentuk dari upaya mitigasi
tindakan kriminal yang terjadi di laut. Sebagaimana kita ketahui, siklus bisnis di laut
banyak menyebabkan maraknya kasus kriminal yang mengakibatkan kerugian secara
finansial hingga pada kematian. Kawasan Asia Tenggara merupakan bagian dari
pertumbuhan ekonomi global sehingga diperkirakan ke depannya Asia Tenggara akan
banyak menghadapi masalah terkait dengan aktivitas perdagangan dan transportasi di
jalur global atau internasional melalui sea lanes of communications (SLOC) dan sea
lanes of trade (SLOT).
Pergeseran studi keamanan maritim pascaperang dingin menjadi berubah. Hal
tersebut mengubah pandangan tradisional yang padat dengan militeristis dan berpusat
pada negara menjadi pandangan nontradisional. Kelompok dengan pandangan
tradisional cenderung melihat konsep keamanan dalam kerangka yang sempit, seperti
ancaman terhadap kedaulatan dan identitas nasional. Berbeda halnya dengan
kelompok nontradisional yang cenderung memperluas perspektif akan pengertian
tersebut meliputi manajemen konflik, permasalahan keamanan, potensi sumber daya
laut (hayati dan non hayati), serta kondisi dan status lingkungan perairan (Buzan et al.
1998). Transisi dari keamanan tradisional ke nontradisional telah menghasilkan lima
aspek yang saling terkait. Lima aspek tersebut berkorelasi dengan studi penelitian
keamanan saat ini, yaitu aspek politik, militer, ekonomi, sosial dan lingkungan
(Buzan et al. 1998). Integrasi kelima aspek tersebut dapat memberikan dampak yang
signifikan dalam upaya mengoptimalkan keamanan maritim melalui pengusulan
korespondensi kebijakan yang menyeluruh dan saling berkaitan.
75

Keamanan maritim umumnya berfokus pada keamanan non-tradisional.


Pandangan yang dibuat oleh keamanan maritim non-tradisional lebih menyeluruh dan
terintegrasi. Penyelesaian masalah nasional memang sudah seharusnya dilakukan
tidak hanya oleh satu pihak tertentu melainkan beberapa pihak pemerintah dan
masyarakat yang terlibat. Keliat (2009) memaparkan bahwa untuk memahami konsep
keamanan maritim harus memperhatikan kerangka keamanan (Keliat 2009).
Keamanan maritim merupakan konsep yang tidak tetap dan masih dielaborasi oleh
tatanan internasional. Keamanan maritim dapat diklasifikasikan menjadi 4 bagian,
bagian pertama adalah keamanan di lingkungan laut (Rachman 2009). Isu kedua
menyangkut tata kelola laut atau marine governance. Ketiga, perbatasan laut terkait
dengan kedaulatan wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keempat,
berkaitan dengan adanya kegiatan militer suatu negara di laut, dan terakhir,
pengaturan keamanan dalam pelayaran dan jalur perlintasan global.
Peran Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut harus lebih dioptimalkan dalam
mempertahankan keamanan maritim di Indonesia. Keamanan laut menjadi suatu hal
yang mendasar dan perlu diperhatikan terutama bagi negara-negara kepulauan,
termasuk Indonesia. Baru-baru ini Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut membuat
Gerakan inovatif dengan pembentukan Bintara Pembina Potensi Maritim yang
ditempatkan di wilayah desa (satu Bintara untuk satu desa). Keberadaan Bintara
Pembina Potensi Maritim memberikan dampak yang signifikan pada peningkatan
keamanan dan peningkatan wawasan untuk masyarakat. Hal tersebut terjadi karena
pada dasarnya keberadaan Bintara adalah melakukan pembinaan kepada masyarakat.
Pembinaan ini diharapkan dapat menjadi dasar masyarakat untuk berkembang dan
meningkatkan kapasitas kemampuan diri. Hal tersebut berguna untuk mewujudkan
kebersamaan dalam upaya optimalisasi potensi maritim yang ada. Pengoptimalan
potensi maritim juga membutuhkan skill atau kemampuan tambahan. Selain itu juga
untuk mitigasi dampak ancaman yang sering terjadi di wilayah laut. Sehingga
masyarakat pesisir menjadi masyarakat yang tanggap akan suatu kejadian atau
permasalahan di sekitarnya.
76

Keamanan maritim adalah kondisi yang membuat laut bebas dari segala
bentuk ancaman yang ditimbulkan oleh sekelompok orang yang dapat menimbulkan
bahaya dan gangguan. Laut sebagai tempat nelayan untuk mencari ikan setidaknya
aman dan sumber daya pun tetap lestari. Ancaman serius yang dapat membahayakan
di laut perlu diminimalkan. Beberapa contoh tindak kejahatan yang mengganggu
kegiatan maritim seperti pembajakan, pencurian dan terorisme. Selanjutnya aman dari
ancaman letak geografis dan hidrologi yang tidak stabil, karena hal tersebut dapat
menyebabkan gangguan navigasi. Terbebas dari kondisi laut yang melanggar hukum
nasional dan internasional seperti illegal fishing, illegal logging, human trafficking,
illegal goods smuggling dan lain-lain (Anwar, 2013).
Keamanan Laut adalah semua misi negara untuk mempertahankan dan
melindungi kedaulatan atas laut dan sumber daya kelautan, mendukung perdagangan
bebas, dan memerangi terorisme laut serta kejahatan di jalur perbatasan, pembajakan,
dan perusakan lingkungan laut. Octavian et al., (2014) menemukan lima dari delapan
kejahatan lintas batas yang terorganisir di antaranya yaitu, terorisme, perompakan
maritim, penyelundupan senjata, perdagangan manusia, dan perdagangan narkoba.
Beberapa contoh tersebut merupakan kejahatan di dunia maritim. Kejahatan yang
terjadi secara terus-menerus dapat memberikan dampak negatif terhadap masyarakat
yang berada di daerah berbatasan, pulau-pulau kecil atau pesisir pada umumnya.
Pembinaan kepada masyarakat perlu dilakukan sebagai bekal pengetahuan dan wujud
dari upaya untuk menghadirkan ketahanan di wilayah sekitarnya. Ketahanan yang
dimaksudkan dalam hal ini adalah ketahanan secara keseluruhan khususnya
ketahanan wilayah dan sumber daya. Pertahanan yang kuat dapat memberikan rasa
aman dan jika terdapat permasalahan masyarakat mampu untuk menghadapinya.
Kemampuan masyarakat perlu dipupuk dengan adanya pembinaan yang konsisten.
Teori coaching oleh Mattis, Robert L, Jackson, dan John menyatakan bahwa
coaching adalah proses dimana seseorang atau kelompok memperoleh keterampilan
khusus untuk mencapai tujuan tertentu dalam hal ini cenderung dengan tujuan suatu
organisasi. Oleh karena itu, proses coaching biasa dikaitkan dengan tujuan organisasi
77

dan dapat bersifat sempit atau meluas. Pembinaan adalah upaya untuk mendorong
tingkat kinerja anggota organisasi baik secara individu ataupun kelompok dalam
pekerjaannya saat ini atau yang akan datang. Berdasarkan teori tersebut dapat
disimpulkan bahwa peran Pangkalan Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut
Banten dalam melakukan pembangunan ketahanan wilayah di sekitar darah pesisir
Banten dapat dilihat dari perspektif perencanaan pembangunan strategis dan
pemberdayaan. Dari perspektif perencanaan pembangunan strategis, yaitu
pengaturan, perencanaan, pengorganisasian, dan pembenaran strategi adalah sesuatu
yang baru dan bernilai lebih baik untuk kehidupan masa depan.
Konsisten dengan teori di atas selaras dengan pendapat dari Soepanji (2018)
yang menyatakan bahwa konsep bela negara sebagai perspektif ketahanan nasional
harus diberikan kepada semua warga negara melalui pendidikan sejak dini. Konsep
ini penting untuk ketahanan suatu negara, secara umum, terutama masyarakat-
masyarakat yang berada di perbatasan dan daerah pesisir. Berbeda dengan Latihan
instan yang hanya berlangsung satu minggu pada tataran teoritis, model pendidikan
pertahanan perlu dikembangkan secara menyeluruh dan terus menerus. Pelaksanaan
pembangunan ketahanan wilayah pada tataran praktis, dan kehidupan bermasyarakat
(Soepandji, 2018) menjadi hal penting untuk diperhatikan. Dalam konteks kajian ini,
pengembangan ketahanan lokal dapat dilakukan bersama antara masyarakat pesisir
dan pemerintah. Instansi pemerintah yang paling berpengaruh adalah Tentara Negara
Indonesia Angkatan Laut. Pembinaan oleh TNI AL melalui Bintara Pembina Potensi
Maritim dilakukan dengan tepat sesuai dengan perumusan tugas yang sedemikian
rupa agar sesuai dengan situasi yang ada. Dengan demikian ketahanan lokal di
wilayah laut dapat diwujudkan dalam bentuk ketahanan wilayah ataupun ketahanan
sumber daya.
Ketahanan wilayah dan keamanan negara diartikan sebagai dinamika kehidupan
pertahanan dan keamanan yang ada di negara Indonesia. Hal ini termasuk keuletan
dan kekuatan bangsa termasuk juga kemampuan untuk menghadapi dan
meminimalkan ancaman eksternal dan internal baik yang terjadi secara langsung
78

ataupun tidak langsung. Wujud ketahanan di bidang keamanan wilayah adalah


kemampuan dalam menjaga stabilitas pertahanan dan keamanan negara yang selalu
berubah-ubah dan mampu dalam mempertahankan kedaulatan negara serta
meniadakan segala jenis ancaman (Sumarsono 2000). Berdasarkan pada perspektif
keamanan negara, aspek pertahanan keamanan adalah kesabaran dan ketangguhan
suatu bangsa dalam kesediaan dan upayanya untuk melindungi bangsa untuk
meningkatkan ketahanan rakyat. Seluruh aspek disusun mulai dari politik, sosial,
budaya, keamanan, dan pertahanan untuk diarahkan menjadi satu kesatuan yang
terintegrasi dan dikoordinasikan berdasarkan Pancasila untuk menjamin
terselenggaranya sistem ketahanan nasional, kelangsungan pembangunan nasional,
dan kelangsungan negara kesatuan Republik Indonesia.
Prinsip-prinsip yang dibutuhkan untuk mencapai ketahanan wilayah dan
keamanan bangsa di antaranya adalah menjadi negara kesatuan yang mengedepankan
asas perdamaian sebagai wujud untuk mempertahankan keamanan bangsa.
Pertahanan Keamanan dilandasi oleh landasan yang ideal. Dalam kehidupan
bermasyarakat pertahanan dan keamanan negara perlu dipertahankan dan diwujudkan
bersama. Masyarakat dan pemerintah bekerja sama untuk saling melengkapi.
Pertahanan keamanan wilayah adalah upaya terpadu yang melibatkan segenap potensi
dan kekuatan nasional termasuk kekuatan laut Indonesia beserta sumber daya hayati
dan non hayati yang dimiliki. Upaya pertahanan dan keamanan negara yang
melibatkan kekuatan nasional diwujudkan melalui berbagai macam kegiatan yang
berkesinambungan. Pendayagunaan serta pembinaan kepada masyarakat juga
merupakan cara untuk mengelola pertahanan dan keamanan wilayah terutama
wilayah dengan tingkat ancaman yang tinggi seperti di perbatasan atau di daerah
pesisir. Pemerintah dengan segenap kekuatan dan kemampuannya mengedepankan
upaya untuk pertahanan keamanan wilayah melalui Tentara Negara Indonesia
khususnya Angkatan laut untuk di daerah pesisir dan sekitarnya (Sumarsono, 2000).
Kekuatan pertahanan keamanan wilayah laut mencakup struktur kekuatan, daya
kemampuan dan gelar kekuatan. Dalam membangun kekuatan pertahanan di laut
79

terdapat empat pendekatan yang dapat dilakukan. Pendekatan tersebut di antaranya


adalah pendekatan ancaman, misi, kewilayahan dan politik. Pembagian tugas dan
fungsi yang jelas dalam manajemen strategi keamanan dan pertahanan wilayah laut
juga perlu diperhatikan. Pertahanan keamanan wilayah ini dapat dilakukan oleh
Tentara Negara Indonesia terutama TNI Angkatan Laut karena dalam kajian ini
mempunyai studi kasus di wilayah pesisir. Membangun kekuatan ketahanan dan
keamanan wilayah pesisir juga harus didasarkan pada konsep wawasan nusantara.
Konsep ini di terapkan untuk meminimalkan terjadinya tindak kejahatan dan
munculnya ancaman di daerah-daerah perbatasan. Pemerintah dalam hal ini TNI AL
dan masyarakat harus mampu mengantisipasi prediksi ancaman dari luar terutama
dari wilayah laut. TNI AL dapat membuka wawasan masyarakat pesisir untuk dapat
bersama-sama mencegah adanya tindak kejahatan. Timbulnya ancaman atau tindak
kriminal di laut akan mempengaruhi pertahanan wilayah laut di Indonesia. Selain itu,
kesalahan dalam memprediksi ancaman dan mengatasinya akan mengakibatkan
kekuatan wilayah laut tidak efektif dalam menanggapi ancaman. Sehingga dalam hal
ini masyarakat memang perlu dibekali pengetahuan yang cukup untuk menjadi
tanggap akan ancaman dan tepat dalam melakukan pencegahan.
Ketahanan wilayah laut mencakup aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial dan
budaya. Ketahanan wilayah laut adalah kondisi yang harus dimiliki dalam semua
aspek kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Dalam mewujudkan ketahanan
wilayah laut diperlukan kesadaran setiap warga Indonesia untuk memiliki semangat
perjuangan yang tinggi berupa keuletan dan ketangguhan yang untuk terus
mengembangkan kemampuannya sebagai dasar dalam menghadapi segala ancaman
yang datang baik dari luar ataupun dari dalam negeri. Selain itu masyarakat setempat
dalam hal ini warga lokal / nelayan sadar dan peduli terhadap pengaruh yang timbul
pada aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan,
sehingga setiap masyarakat baik individu maupun kelompok dapat menghindari
pengaruh tersebut. Oleh karena pembinaan dan penyuluhan kepada masyarakat terkait
dengan bela negara dan kemampuan dalam menganalisis keadaan sangat diperlukan
80

untuk mencapai ketahanan nasional di wilayah dan sekitar laut (Sumarsono, 2000).
Kesadaran masyarakat untuk tidak merusak lingkungan laut juga tidak datang secara
tiba-tiba melainkan butuh diberi pengertian dan pembinaan yang intensif. Sumber
daya manusia dengan kemampuan dan pengetahuan luas juga merupakan aset bangsa
untuk menuju ketahanan nasional.
Pada hakikatnya ketahanan wilayah laut adalah kemampuan dan ketangguhan
suatu bangsa untuk menjamin kelangsungan hidupnya berdasarkan potensi maritim
yang dimiliki. Penyelenggaraan ketahanan wilayah laut dapat dilakukan dilakukan
melalui pendekatan keamanan dan kesejahteraan;
1. Kesejahteraan digunakan sebagai tolak ukur perwujudan ketahanan diwilayah
laut. Masyarakat dapat memanfaatkan hasil laut secara berkelanjutan dan tidak
khawatir akan eksternal ataupun internal. Kesejahteraan juga merupakan
kemampuan bangsa dalam menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai
nasionalnya menjadi kemakmuran yang adil dan merata dalam upaya
pemanfaatan potensi maritim yang ada.
2. Keamanan adalah kemampuan dalam melindungi bangsa dan negara serta
melindungi nilai-nilai luhur bangsa terhadap segala ancaman dari dalam
maupun dari luar. Keamanan wilayah laut juga menjadi salah satu hal yang
harus diperhatikan oleh masyarakat mengingat bahwa Indonesia adalah jalur
alternatif perdagangan dunia. Tindak kejahatan atau kriminal dapat datang dari
luar dan masuk kapan saja yang dapat mengancam stabilitas negara dan
menciptakan kekhawatiran masyarakat lokal.
Pendekatan keamanan dan kesejahteraan disinergikan dalam upaya mencapai
ketahanan wilayah laut. Dalam hal ini pembacaan kondisi dan situasi juga perlu
dilakukan secara teliti untuk mengetahui tindakan dan tanggapan yang tepat dalam
merespons keadaan. Selain itu evaluasi juga perlu dilakukan untuk mengetahui
seberapa jauh dampak adanya pembinaan dan penyulihan serta kebijakan terhadap
kesejahteraan dam ketahanan wilayah di laut bagi masyarakat sekitar.
81

Bintara Pembina Potensi Maritim dan masyarakat bersama-sama melakukan


pengelolaan terhadap potensi maritim untuk menjaga keamanan maritim dan potensi
sumber daya di Pulau Panjang, Banten. Potensi yang dimaksud dalam hal ini adalah
potensi sumber daya laut dan manajemen konflik yang ada di sekitar wilayah laut.
Sumber daya laut di Indonesia yang melimpah menjadi sumber pendapatan utama
oleh nelayan dan masyarakat setempat. Peningkatan hasil tangkapan tentu dapat
meningkatkan pendapatan yang diperoleh. Hal tersebut selaras dengan upaya
pengelolaan dan perlindungan daerah laut dari berbagai ancaman yang potensial.
Sejauh ini ancaman yang potensial adalah adanya kapal pencurian ikan, penggunaan
alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, dan pencemaran laut dapat menurunkan
kualitas perairan. Kualitas perairan dalam hal ini merupakan komponen penting yang
harus dipertahankan untuk dapat menjaga kestabilan sumber daya laut.
Kondisi perairan yang buruk juga dapat menurunkan produktivitas sehingga hal
tersebut akan mempengaruhi pendapatan dari nelayan. Sumber daya laut Indonesia
yang melimpah memang belu banyak dimanfaatkan terlebih di daerah Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia (ZEEI). Fasilitas dan sarana yang dimiliki oleh nelayan sebagian
besar belum mampu untuk menjangkau daerah tersebut. Sehingga peran dari Bintara
Pembina Potensi Maritim dalam hal ini menjadi penting untuk dapat mendukung para
nelayan dalam upaya peningkatan sarana dan fasilitas melalui kerja sama dengan
instansi pemerintah yang lain seperti Dinas Kelautan dan Perikanan setempat (DKP)
atau Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Sebagai dasar pengetahuan berikut
merupakan visualisasi perbatasan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dengan
beberapa negara termasuk Australia (Gambar 4) untuk wilayah Selatan Jawa, wilayah
Singapura (Gambar 5) dan wilayah Malaysia di perbatasan RI dan Malaysia (Gambar
6).
Upaya pemanfaatan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia bagi nelayan memang
perlu adanya dukungan sarana dan prasarana yang memadai. Kegiatan yang
dilakukan di zona ini masih perlu banyak eksplorasi. Kegiatan eksploitasi dan
eksplorasi sumber daya alam yang dilakukan oleh warga negara Indonesia di ZEEI
82

harus mendapatkan izin dari pemerintah Indonesia. Sedangkan untuk kegiatan


eksplorasi dan eksploitasi sumber daya oleh warga negara asing harus mendapat
persetujuan secara Internasional. Persetujuan yang dimaksud adalah persetujuan atau
izin antar negara-negara yang bersangkutan. Dalam kegiatan tersebut tentu ada syarat
dan peraturan yang perlu dipatuhi untuk menjaga keamanan dan kestabilan sumber
daya.

Gambar 4. Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia- Australia atau Selatan


Jawa (Sumber: Kementerian Pertahanan Republik Indonesia)
83

Gambar 5. Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia- Singapura (Sumber:


Kementerian Pertahanan Republik Indonesia)
84

Gambar 6. Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia- Malaysia (Sumber:


Kementerian Pertahanan Republik Indonesia)
85

Gambar 7. Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia- Thailand (Sumber:


Kementerian Pertahanan Republik Indonesia)

Gambar 8. Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia- Timot Leste (Sumber:


Kementerian Pertahanan Republik Indonesia)

Keberadaan Bintara Pembina Potensi Maritim di wilayah pulau-pulau kecil


memang menjadi penting. Selain untuk mengamankan, Bintara juga dapat
memberikan pembinaan kepada masyarakat secara terus-menerus. Pembinaan yang
secara terus-menerus dilakukan dapat memberikan dampak yang positif untuk
86

peningkatan kemampuan dan pengetahuan oleh masyarakat. Hal tersebut merupakan


investasi jangka panjang untuk kekuatan sumber daya manusia di wilayah sekitar laut
dan pulau-pulau kecil. Pembinaan yang dilakukan dengan bekerja sama dengan
instansi lain juga dapat memberi wawasan dan pandangan baru oleh masyarakat.
Sehingga masyarakat memperoleh pengetahuan yang lebih luas dan dapat dijadikan
sebagai dasar untuk pengembangan sumber daya manusia. Optimalisasi sumber daya
manusia melalui pembinaan dan penyuluhan juga dapat menjadi modal utama dalam
optimalisasi potensi maritim. Dengan demikian adanya Bintara Pembina Potensi
Maritim sebagai pembina masyarakat di wilayah pesisir merupakan inovasi baru yang
tepat oleh Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut.
Bintara pembina juga memberikan pengetahuan dasar terkait dengan
manajemen konflik atau cara mengatasi ancaman di laut dan sekitarnya. Upaya
pengamanan laut memang tidak hanya dapat dilakukan seorang diri melainkan butuh
kolaborasi. Dalam hal ini kolaborasi dapat dilakukan oleh Tentara Negara Indonesia
Angkatan Laut dengan kelompok masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan.
Kepedulian ini mencakup aspek sumber daya dengan cara menangkap ikan dengan
alat tangkap ramah lingkungan. Selanjutnya aspek keamanan nasional, masyarakat
dapat berkontribusi sebagai penyedia informasi terkini yang terjadi di laut. Sehingga
permasalahan dapat diatasi sesegera mungkin dan dapat langsung dilakukan
penindakan. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya dari pembentukan kekuatan
ketahanan wilayah laut dan pesisir. Masyarakat dan Bintara menjadi elemen penting
dalam upaya penguatan keamanan laut baik dari segi ketahanan pangan dan
keberlanjutan sumber daya ataupun keamanan wilayah. Konsep tersebut jika
diterapkan dengan baik dan dijalankan dengan sistem yang terintegrasi makan konsep
kekuatan laut (sea power) dapat dicapai.
Konsep kekuatan laut A.T Mahan menjelaskan bahwa sebuah negara akan
memiliki kekuatan laut yang kuat apabila memenuhi enam unsur, yaitu posisi
geografis, luas wilayah, bangun muka bumi, karakter masyarakat, jumlah populasi,
karakter pemerintahan. Kelompok masyarakat di wilayah pesisir dan Bintara Pembina
87

Potensi Maritim merupakan salah satu unsur penting dalam upaya mengoptimalkan
kekuatan laut. Karakter masyarakat yang kuat dapat dijadikan sebagai modal utama
dalam pengembangan kekuatan sumber daya manusia di sekitar laut. Mahan melihat
bahwa karakter masyarakat yang mencintai dan bangga terhadap negara dan bangsa
akan menjadi faktor penentu kuat atau lemah sebuah negara. Keberadaan Bintara
Pembina Potensi Maritim ini adalah untuk membina masyarakat menjadi aktif dan
ikut serta menjaga dan mempertahankan keamanan laut dan sekitarnya. Dengan
demikian kesadaran dari masyarakat akan tumbuh dengan sendirinya untuk mencintai
bangsa dan negaranya melalui upaya-upaya tertentu. Selain itu, pemberdayaan di
wilayah pesisir juga dilakukan dalam rangka membangun dan mengembangkan
kekuatan laut dan mengoptimalkan potensi yang ada untuk menjadi kekuatan wilayah
laut. Pembinaan dan pemberdayaan ini menjadi urgensi penting karena berdasarkan
data yang diperoleh jumlah populasi.
Faktor lain yang mempengaruhi keamanan laut adalah kekuatan dari angkatan
laut. Selain itu terdapat hal lain yang dapat menunjang kekuatan tersebut di antaranya
adalah letak geografi, sumber daya laut, ekonomi kelautan, kekuatan angkatan darat
dan udara, masyarakat berkarakter, dan pemerintah (Till 2009). Upaya mewujudkan
kekuatan dan ketahanan wilayah laut tidak dapat dilakukan hanya oleh satu elemen.
Kekuatan terintegrasi antara satu elemen dengan elemen yang lain perlu
dioptimalkan. Berdasarkan pada letak geografis tentu Indonesia merupakan negara
yang strategis ditambah dengan sumber daya laut yang melimpah. Pengelolaan atau
manajemen sumber daya laut perlu dilakukan untuk menjamin bahwa sumber daya
yang ada dapat berkelanjutan. Selain itu perlu juga dilakukan peningkatan keamanan
untuk memastikan bahwa penangkapan ikan tidak dilakukan dengan alat yang
merusak. Bintara dalam hal ini juga bekerja sama dengan masyarakat dan instansi lain
untuk melakukan patroli secara rutin dalam rangka mencegah adanya illegal fishing.
Pembinaan desa pesisir oleh Bintara pembina terhadap nelayan yang dilakukan telah
membantu kinerja Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) untuk
mencegah ancaman keamanan maritim. Hal ini tertulis dalam Peraturan Kasal
88

No.39/VII/2011 yang menyatakan bahwa pemberdayaan wilayah laut dilakukan baik


pada saat masa damai maupun masa perang. Hal tersebut berarti pembinaan tetap
dilakukan secara terus-menurus. Masa damai mempunyai arti bahwa pembinaan yang
dilakukan adalah bentuk kegiatan rutin sedangkan saat masa perang adalah
pemberdayaan wilayah pertahanan laut dimanfaatkan untuk komponen cadangan
serta komponen pendukung dalam rangka menunjang komponen utama melalui
operasi konvensional, operasi perlawanan wilayah, operasi serangan balas.
Pembentukan Bintara Pembina Potensi Maritim yang dilakukan oleh Tentara
Negara Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) merupakan suatu gerakan positif untuk
kekuatan kemaritiman. Mengingat bahwa kekuatan laut juga membutuhkan dukungan
dari instansi pemerintahan dalam hal ini TNI AL melalui Bintara Pembina Potensi
Maritim yang langsung berinteraksi dengan masyarakat (Pramono 2005). Bintara
yang bertugas mempunyai peran di berbagai bidang termasuk ekonomi, sumber daya
dan keamanan wilayah. Pembinaan yang dilakukan oleh bintara diharapkan dapat
mencetak masyarakat berkarakter maritim. Masyarakat tersebut juga dapat menjadi
bagian dari kekuatan pemerintah di wilayah perbatasan, mengingat bahwa sebagian
besar masyarakat adalah nelayan penangkap ikan dan beberapa menangkap hingga
daerah zona ekonomi eksklusif (ZEE). Dengan demikian nelayan dapat menjadi salah
satu bagian dari pengamanan laut melalui laporan dan identifikasi adanya ancaman di
wilayah penangkapan ikan. Pengamanan laut oleh Bintara Pembina Potensi Maritim
dan polisi air juga membutuhkan ketersediaan sarana dan prasarana kapal yang
mendukung untuk patroli. Ketersediaan kapal dan sarana penunjang lain juga
merupakan hal pendukung mewujudkan kekuatan maritim. Hal tersebut terbukti jika
pengawasan ditingkatkan maka potensi ancaman yang terjadi dapat diminimalkan.
Sinergi beberapa elemen yang telah dijelaskan di atas menurut Graves (2008)
dapat disebut sebagai Organisational Synergy artinya setiap elemen yang ada
mengupayakan semua aset dan kemampuannya untuk saling membantu satu sama
lain. Hal tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan dan keadaan yang lebih baik.
Graves juga menjelaskan policy sinergy, suatu kebijakan dapat terciptanya dengan
89

catatan dua organisasi mengartikulasikan posisi kebijakan dengan menerapkan


strategi yang berpengaruh dengan cara aktif. Secara formal kebijakan strategis antara
TNI AL melalui Bintara Pembina Potensi Maritim dengan masyarakat memang sudah
terbentuk, sedangkan dengan instansi lain masih dalam proses. Tidak terdapat
kebijakan khusus yang mengatur akan kolaborasi antara instansi pemerintah di bidang
perikanan dengan TNI AL. Kerja sama atau sinergi yang dilakukan biasanya atas
inisiasi salah satu pihak saja. Dengan demikian keberadaan Bintara Pembina Potensi
Maritim dapat menjadi salah satu penggerek adanya integrasi kerja sama antara
elemen dalam menjaga keamanan wilayah laut. Nurawaluddin (2017) menyatakan
bahwa sinergi merupakan kombinasi atau perpaduan beberapa elemen yang bekerja
sama untuk menciptakan hasil yang lebih optimal dan luaran yang lebih besar. Sinergi
antara kelompok masyarakat dengan Bintara Pembina Potensi Maritim dan instansi
lainnya memang sudah mulai dilakukan di beberapa lokasi salah satunya Pulau
Panjang, Banten. Kerja sama antara masyarakat, TNI AL melalaui Bintara pembina
dan instansi pemerintah di bidang perikanan akan memberikan dampak yang luar
biasa untuk kekuatan dan keamanan wilayah laut serta sumber dayanya. Hal tersebut
dapat dilakukan dengan operasi pengawasan bersama di zona ekonomi eksklusif.
Dengan demikian keamanan wilayah laut dapat diciptakan serta keberlanjutan sumber
daya laut dapat dipertahankan.
Pemberdayaan dan pembinaan adalah cara untuk mencapai tujuan dalam
rangka meningkatkan kapasitas organisasi, kelompok dan atau individu agar mamapu
mengubah keadaan saat ini. Kepemilikan kekuatan untuk mendorong pada perubahan
besar dalam kehidupan sangat diperlukan oleh masyarakat. Konsep pembinaan dan
pemberdayaan masyarakat lokal dalam hal ini adalah masyarakat pesisir dapat
dipahami dengan dua perspektif pandangan. Pertama terkait dengan pemberdayaan
yang diartikan sebagai konteks menempatkan posisi berdiri masyarakat. Keberadaan
masyarakat bukanlah sebagai objek penerima manfaat yang menggantungkan
pemberian dari pemerintah melainkan sebagai pelaku untuk menjadi mandiri atau
sebagai partisipan untuk bertindak secara mandiri. Kemandirian yang dilakukan oleh
90

masyarakat bukan berarti tidak membutuhkan campur tangan pemerintah melainkan


dalam ini pemerintah dan masyarakat bekerja sama untuk saling mendukung satu
sama lain. Masyarakat yang mandiri akan dapat berpartisipasi dalam upaya
peningkatan kapasitas mengembangkan potensi-kreasi, menjaga lingkungan serta
sumber daya yang dimiliki. Selain itu masyarakat juga mampu dalam menyelesaikan
permasalahan secara mandiri, dan ikut serta dalam menentukan proses politik di
ranah negara. Sehingga dalam hal ini masyarakat yang mandiri dan berdaya guna
adalah masyarakat ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan ketahanan lokal.
Pemberdayagunaan masyarakat menitikberatkan pada peningkatan
kemampuan, kapasitas serta kemandirian oleh masyarakat dalam rangka mencapai
tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Masyarakat yang berdaya guna akan mampu
menciptakan kesejahteraan serta memenuhi kebutuhannya secara mandiri.
Pemberdaya gunaan masyarakat tidak hanya berasal dari satu sisi penguatan individu
dalam memenuh kebutuhannya sendiri, melainkan juga terdapat sisi lain yang juga
merupakan aspek kehidupan secara global, seperti penguatan budaya, etos bekerja,
keterbukaan pikiran adalah bagian dari dampak positif pemberdayagunaan
masyarakat. Beberapa dampak tersebut juga akan menjadi hal dasar atau karakter
yang matang pada setiap individu. Sehingga hal tersebut akan mampu diandalkan
sebagai modal karakter menuju masyarakat Indonesia yang berdaya guna dan
mandiri.
Dalam upaya mengatasi masalah kemiskinan pada masyarakat pesisir,
terdapat teknik pendekatan yang dapat dimanfaatkan (Nikijuluw,2001). Pendekatan
pertama yang dilakukan adalah penciptaan lapangan kerja alternatif sebagai sumber
pendapatan lain bagi keluarga. Penciptaan lapangan kerja alternatif ini dapat
dilakukan oleh istri nelayan. Istri nelayan yang mempunyai kemampuan dapat
dimaksimalkan untuk membantu pertumbuhan ekonomi keluarga. Salah satu
contohnya adalah kemampuan untuk pengolahan pascapanen produk perikanan.
Kedua, mendekatkan masyarakat dengan sumber modal dengan penekanan pada
penciptaan mekanisme mendanai diri sendiri. Akses untuk modal dalam hal ini
91

memang perlu disebarluaskan. Masyarakat cenderung terhambat oleh informasi,


sehingga akses modal dalam usaha juga terbatas. Oleh karena itu, akses informasi
terkait modal usaha dan bantuan dapat disebarluaskan kepada masyarakat secara
merata. Selanjutnya, mendekatkan masyarakat dengan sumber teknologi baru yang
lebih berhasil dan tepat guna. Penggunaan teknologi yang efektif dan efisien memang
dapat mempercepat proses produksi dan dapat meningkatkan pendapatan dengan
catatan masyarakat mampu mengoperasikan. Dalam hal ini pembinaan perlu
dilakukan terkait dengan teknologi yang tepat guna dan bermanfaat untuk masyarakat
pesisir. Keempat adalah mendekatkan masyarakat dengan pasar atau tempat
pelelangan. Sebagian besar penduduk di Pulau Panjang, Banten adalah nelayan
sehingga akses pasar lelang sebaiknya dipergunakan secara maksimal. Pendekatan
lainnya yang dapat dilakukan adalah membangun solidaritas serta aksi kolektif di
tengah masyarakat untuk menciptakan kondisi masyarakat yang saling mendukung
dan membantu satu sama lain.
Pendekatan pemberdayagunaan masyarakat pesisir dilakukan sebagai cara
untuk mewujudkan masyarakat yang mandiri dan berdaya guna. Masyarakat yang
berdaya guna dapat mengoptimalkan kemampuannya untuk mencapai taraf hidup
yang lebih baik. Selain itu masyarakat yang mandiri juga mampu untuk
meningkatkan kesejahteraan dalam hidup. Masyarakat yang mempunyai wawasan
luas dan berdaya guna juga mampu memanfaatkan sumber daya alam perikanan
sebagai komoditas utama dengan berkelanjutan dan menggunakan cara yang tidak
merusak. Pendekatan pemberdayagunaan masyarakat pesisir dilakukan dengan teliti
dan disesuaikan dengan adat masyarakat setempat. Setiap masyarakat mempunyai
adat tersendiri dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang biasa disebut
dengan hukum adat. Hukum adat setempat mengacu pada Keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan No. 58 tahun 2001 tentang sistem pengawasan masyarakat.
Peraturan tersebut berdasar pada pemikiran bahwa potensi laut dan pengawasan yang
sudah berjalan di masyarakat merupakan budaya dan adat. Sehingga hal tersebut
menjadi aspek dalam pengelolaan atau manajemen di beberapa tempat sebagai wujud
92

dari kesadaran dan tanggung jawab terhadap lingkungannya. Beberapa contoh hukum
adat yang terdapat di daerah yang bertujuan untuk menjaga sumber daya adalah
awig-awig yang terdapat di Lombok dan Bali, adat dan budaya sasi yang diterapkan
oleh masyarakat di Maluku serta panglima Laut oleh masyarakat Aceh. Masyarakat
nelayan di Pulau Panjang, Banten juga mempunyai budaya dan data tersendiri dalam
memanfaatkan potensi maritim yang ada. Masyarakat cenderung melayang siapa pun
merusak lingkungan laut dengan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.
Keberadaan Bintara juga memperkuat kondisi keamanan wilayah serta memberikan
efek jera pada masyarakat yang melanggar aturan daerah tersebut. Sanksi yang
diberikan juga telah dipertegas untuk penegakan keadilan dan hukum di laut.

3.
93

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Keberadaan Bintara Pembina Potensi Maritim di lingkungan masyarakat pesisir
sangat mendukung proses penguatan wilayah laut. Bintara Pembina Potensi Maritim
tidak hanya berfokus pada tugas Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI
AL) yang menjadi kewajiban. Bintara juga melakukan dan mengembangkan
pembinaan lain serta berupaya untuk memaksimalkan perannya.
1. Optimalisasi potensi maritim dilakukan oleh Bintara Pembina Potensi
Maritim bersama-sama dengan masyarakat setempat. Keberadaan Bintara
tersebut juga ikut serta dalam upaya pengoptimalan potensi dengan cara
menjalin kerja sama dengan beberapa instansi terkait seperti Kementerian
Kelautan Perikanan (KKP) dan Dinas Kelautan Perikanan (DKP). Kerja
sama yang dilakukan merupakan wujud dari sinergi antar instansi
pemerintah untuk mengoptimalkan upaya pengawasan dan pemanfaatan
potensi maritim. Konsep kerja sama yang terintegrasi dapat memberikan
dampak positif jangka panjang baik untuk keberlanjutan sumber daya laut
(hayati dan non hayati) maupun keamanan wilayah laut sekitar pesisir dan
perbatasan.
2. Kehadiran Bintara Pembina Potensi Maritim sebagai bagian dari Tentara
Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) di tengah masyarakat pesisir
memberi dampak positif. Masyarakat merasa lebih aman dan tenang dari
adanya gangguan serta ancaman yang tidak menentu. Selain itu pembinaan
dan penyuluhan yang dilakukan oleh Bintara Pembina Potensi Maritim
menjadi pengetahuan dasar oleh masyarakat dalam upaya mengembangkan
kemampuan diri. Pengembangan kemampuan ini ditujukan untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Selain itu dasar ilmu dari
pembinaan yang dilakukan memberi pengetahuan khusus terkait upaya
94

penanganan dan cara menghadapi permasalahan dan potensi ancaman yang


terjadi di darat ataupun di laut.
3. Bintara Pembina Potensi Maritim bersama dengan kelompok masyarakat
nelayan menjaga potensi sumber daya laut Indonesia. Pembinaan terkait
dengan pengelolaan ekosistem dan penyuluhan akan penggunaan alat
tangkap ramah lingkungan yang telah dilakukan menjadi investasi jangka
Panjang. Dalam upaya pengelolaan atau manajemen sumber daya potensi
maritim salah satu hal yang harus diperhatikan adalah keberlanjutan.
Setelah penerapan konsep keberlanjutan sumber daya, hal lain yang perlu
dilakukan atau diketahui adalah kegiatan pascapanen atau pengolahan hasil
tangkapan. Pembinaan yang dilakukan Bintara memberi wawasan lebih bagi
warga Pulau Panjang. Masyarakat pun menyadari bahwa lingkungan yang
sehat dapat menyediakan jumlah ikan yang melimpah sehingga
kesejahteraan dapat diwujudkan.

5.2 Saran
Kajian efektivitas kinerja Bintara Pembina Potensi Maritim dapat dilakukan
di wilayah lain untuk memetakan peran dan implementasi adanya Bintara tersebut
di sebagian besar wilayah Indonesia. Dengan demikian penguatan wilayah laut dan
pembinaan terhadap masyarakat pesisir dilakukan secara merata dan terintegrasi.
Sistem yang terintegrasi ini nantinya dapat memberikan sumbangsih besar terhadap
keamanan wilayah laut di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, perlu
juga dilakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan sistem kelembagaan
masyarakat yang dapat menunjang kinerja Bintara Pembina Potensi Masyarakat
dan beberapa instansi lain yang terlibat untuk lebih mengoptimalkan perannya
dalam membina masyarakat dan pengamanan laut di wilayah pesisir. Sistem
kelembagaan yang tepat juga perlu diketahui mengingat bahwa masyarakat adalah
elemen penting dalam kajian ini. Optimalisasi peranan pemerintah juga perlu
dimaksimalkan untuk menunjang peningkatan keamanan dan pengawasan di laut
95

Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten. 2018. Kelautan Perikanan
Provinsi Banten Dalam Angka 2018. Serang: Dinas Kelautan dan Perikanan
Provinsi Banten. 171 hlm.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2018. Kelautan dan Perikanan Dalam
Angka 2018. Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan. 384 hlm.
Alumni AKABRI Laut 1973 (AAL.XIX). 2001. Bunga Rampai, Lautku
Pengabdianku, Yayasan Prasetya Jala Utama: Jakarta. 240-241.
Anwar, S. 2013. Posisi keamanan maritim dalam kerangka sistem pertahanan negara.
Jurnal Pertahanan, 3 (2).
Bakrie, Connie. 2011. Deepening the ADMM Security Leg: Indonesia’s Maritime
Security and the Role of India & Australia. This paper is presented at the Delhi
Dialogue III - Beyond the First Twenty Years of India-ASEAN Engagement,
Le Meridien Hotel, March 3-4, 2011, New Delhi.
Bandoro, Bantarto. 2013. Ancaman, Resiko dan Bencana Keamanan. Jakarta:
Universitas Pertahanan.
Bandoro, Bantarto. 2013. Portraying Strategic – Security Environment: Overview
dan Scanning Strategic Environment. Jakarta: Universitas Pertahanan
Bayu, Vita, Indah, Yanti. 2014. Peningkatan kapasitas nelayan terkait upaya
pertahanan negara di wilayah perbatasan. Jurnal Segara, 4(1). http://ejournal
balitbang.kkp.go.id/index.php/jkse/articl e/view/167/976
Bueger, C. 2014 Boundary concepts and the interaction of communities of practice.
Cases from the security-development nexus, political concepts— committee on
concepts and methods working paper series. Forthcoming.
Bueger, C. 2015. What is maritime security?. Marine policy, 53, 159-164.
Buzan, B. 2007. What is national security in the age of globalisation?. London:
London School of Economics and Political Science.
96

Buzan, B., Waever, O., de Wilde, J. 1998. Security: A New Framework For Analysis.
Colorado: Lynne Rienner Publisher
Collins, A. 2010. Contemporary Security Studies. New York: Oxford University
Press.
Crowl, P. A. 1986. Alfred Thayer Mahan: The naval historian. In P. Paret (Ed.),
Makers of modern strategy. From Machiavelli to the nuclear age (pp. 444–480).
Princeton, NJ: Princeton University Press.
David, F. R. 2013. Strategic Management Concepts (14th edition). Essex. Pearson
Education Limited.
Diana, S. 2001. Strategi Pengelolaan Perikanan Tangkap di Teluk Banten, Kabupaten
Serang. http://digilib.sith.itb.ac.id/go.php?id=jbptitbbi-gdl-s2-2004-skalalisdi-
167&node=1579 start=master tesis dari JBPTITBBI/2004-10-26 [17 Juli 2009].
Friedrichs, D. O. 2007. Transnational crime and global criminology: Definitional,
typological, and contextual conundrums. Social Justice, 34, 4–18.
Gasper, D. 2005. Securing humanity: situating ‘Human Security’ as concept and
discourse. Journal of Human Development and Capabilities, 6 (2), 221-245.
Gough, P. B. M. 1988. Maritime strategy: The legacies of Mahan and Corbett as
philosophers of sea power. The RUSI Journal, 133(4), 55–62.
Haryanto A. 2015. Faktor Geografis dan Konsepsi Peran Nasional sebagai Sumber
Politik Luar Negeri Indonesia. Jurnal Hubungan Internasional, 4 (2), 136-147.
DOI: 10.18196/hi.2015.0074.136-147.
Hozairi, Buhari, Lumaksono, H., Tukan, M., Alim, S. 2018. Selection of the
Indonesian Ocean Security Model with Fuzzy-AHP and Fuzzy-TOPSIS. Jurnal
Ilmiah NERO, 4(1), 57–66.
I Nengah Putra A, A. H. 2016. Analyze opportunities and threats of Indonesian
maritime security as a result of the development of a strategic environment.
Kadar, A. 2015. Pengelolaan Kemaritiman Menuju Indonesia sebagai Poros Maritim
Dunia. Jurnal Keamanan Nasional, VI(21), 427–442.
97

Kadarisman. 2017. Kebijakan keselamatan dan keamanan maritim dalam menunjang


sistem transportasi laut. Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik, 4 (2), 177-
192.
Kiswara, W. 2004. Kondisi padang lamun (seagrass) di Perairan Teluk Banten tahun
1998- 2001. Jakarta: Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia
Kusumaatmadja, M. 2002. Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan Laut, Dilihat
dari Sudut Hukum Internasional dan Nasional. Jakarta: Pusat Studi Wawasan
Nusantara bekerjasama dengan Penerbit Sinar Grafika.
Laksmana, E. 2011. The enduring strategic trinity: Explaining Indonesia’s
geopolitical architecture. Journal of the Indian Ocean Region, 1, 96–98.
Laksmana, E. A., Gindarsih, I., & Mantong, A. W. 2018. Menerjemahkan Visi Poros
Maritim Global ke dalam Kerangka Diplomasi Pertahanan Maritim dalam
Kebijakan Luar Negeri Indonesia di Era Jokowi.
Mahan AT.1890. The Influence of Sea Power Upon History, eds 1. Boston: Little,
Brown and Company.
Maritim Indonesia. 2013. Perjuangkan Laut Jadi Prioritas Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Jakarta. hal.9.
Markas Besar TNI AL. 2000. Pembinaan Potensi Maritim Untuk Mendukung
Pertahanan Nasional Di Laut Memasuki Abad XXI: Jakarta. hal 26.
Martin, M., Owen, T. 2010. The second generation of human security: lessons from
the UN and EU experience. International Affairs, 86 (1), 211-224.
Muttaqin, Z. 2007. Rumput Laut Sebagai Komoditi Bisnis. Buletin Pengolahan dan
Pemasaran Perikanan Craby dan Starky, Edisi Juli 2007.
Neish, I. C. 2013. Social and economic dimensions of carrageenan seaweed farming
in Indonesia. Fisheries and Aquaculture Technical, 580, 61-89.
Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan
98

Noviana, L., Arifin, H. S., Adrianto, L., Kholil. 2019. Studi ekosistem terumbu
karang di Taman Nasional Kepulauan Seribu. JPSL, 9(2), 352-365.
http://dx.doi.org/10.29244/jpsl.9.2.352-365.
Nurawaluddin, A. 2017. Sinergitas TNI AL dan KKP Dalam Pemberdayaan
Kelompok Masyarakat Pengawas Dalam Mengatasi Tindak Pidana Laut. Tesis.
Program Pascasarjana, Fakultas Strategi Pertahanan, Universitas Pertahanan
Indonesia.
Octavian, A. Yulianto, A. Budaya. 2014. Idenditas dan Masalah Keamanan Maritim,
Jakarta: Universitas Pertahanan.
Ohmae, K. 2005. The Next Global Stage: Tantangan dan Peluang di Dunia yang
Tidak Mengenal Batas Wilayah. Jakarta. Indeks.
Pardosi, A. S. 2016. Potensi dan Prospek Indonesia Menuju Poros Maritim. Journal
Ilmu Hubungan Internasional, 4(1), 17–26
Paris, R. 2001. Human security: paradigm shift or hot air? International
Security, 26 (2), 87-102.
Pramono, D. 2005. Budaya Bahari. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Pranoto, H., Octavian, A. 2015. Security Strategy at Indonesia Archipelagic Sea
Lane. Jurnal Pertahanan, 1(2), 93-108. DOI:10.33172/jp.v1i2.58
Radar Banten. 2008. Pengelolaan Teluk Banten Harus Berkelanjutan.
http://www.radarbanten.com/mod.php?
mod=publisher&op=viewarticle&ortid=23693 13 Maret 2008 [17 Juli 2009].
Rachman, C. 2009. Concepts of Maritime Security: A Strategic Perspective on
Alternative Visions for Good Order and Security at Sea, with Policy
Implications for New Zealand. New Zealand: Centre for Strategic Studies.
Riley, R. W. 2001. Mangrove Replenishment Initiative on Florida Space
Coast. http://mangrove.org.
Rizal, A. 2013. Kinerja Sektor Perikanan Provinsi Banten. Jurnal Akuatika, 4(1), 21-
34.
99

Rochyatun, E., Lestari, Rozak, A. 2005. Kualitas Lingkungan Perairan Banten dan
Sekitarnya Ditinjau dari Kondisi Logam Berat. Jurnal Oseanologi dan
Limnologi, 38, 23-46.
Roesmidi, R. R. 2006. Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Al-Qaprint Jatinagor.
hal. 26.
Rubel, R. C. Navies and Economic Prosperity – the New Logic of Sea Power. Corbett
Working Paper No.11. London: King's College.
Sastrawidjaya. 2002. Nelayan Nusantara. Jakarta: Pusat Riset Pengolahan Produk
Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan.
Satria, A. 2015. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Seputro, P. A., Soelistiyanto. 2021. Pemberdayaan Nelayan menjadi Badan
Pengumpul Informasi sebagai Komponen Pendukung Pertahanan Negara di
Laut, (Studi: Perairan Kendari, Sulawesi Tenggara). Jurnal Maritim Indonesia,
9 (1), 21-30.
Soejarwo, A. P. 2017. Potensi usaha budi daya rumput laut di Pulau Panjang
Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Buletin Ilmiah “MARINA” Sosial
Ekonomi Kelautan dan Perikanan, 3 (2), 91-96.
Suhartono, E. 2010. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung:
Refika Aditama. h. 57.
Sumarsono. 2001. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta
Supriharyono, 2002. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah
Pesisir Tropis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Thorpe, A., Whitmarsh, D., Ndomahina, E., Baio, A., Kemokai, M., Lebbie, T. 2009.
Fisheries and failing states: the case of Sierra Leone. Marine Policy, 33 (2),
393-400.
Till, G. 2004. Seapower. A guide for the twenty-first century. London: Routledge.
100

Till, G. 2009. Sea power, A guide for the Twenty-First Century, 2 nd edition. New
York: Routledge.
Vego, M. 2009. Naval classical thinkers and operational art. The United States
Naval War College.
Witjahyo, R. W., Poespojoedho, O.W. 2019. Naval Diplomacy: Upaya Defensif
Indonesia dalam Konflik Laut Tiongkok Selatan di Era Joko Widodo. Jurnal
Hubungan Internasional, 2, 245-246.
Yarger,H. R. 2006. Strategic Theory for The 21st Century: The Little Book on Big
Strategy. Carlisle: Strategic Studies Institute.
101

LAMPIRAN

Lampiran 1
102
103

Lampiran 2
104
105
106

Lampiran 3
Dokumentasi kegiatan wawancara bersama dengan perangkat desa
107
108

Struktur organisasi Desa Pulau Panjang

Anda mungkin juga menyukai