TESIS
TESIS
Tugas Akhir ini adalah karya saya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip
maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang :
Pembimbing :
Pembimbing :
Penguji :
Penguji :
Ditetapkan di :
Tanggal :
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Penulisan
Tugas Akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai
gelar Magister Sains Program StudI Kajian Ketahanan Nasional pada Sekolah Kajian
Stratejik dan Global Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan
Tugas Akhir ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1) Dr. Ir. Abdul Rivai Ras, M.M., M.S., M.Si. selaku ketua dosen pembimbing
pertama yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran didalam
mengarahkan penulis dalam penyusunan Tugas Akhir ini;
2) Broto Wardoyo, Ph.D. selaku dosen pembimbing kedua yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran didalam mengarahkan penulis dalam
penyusunan Tugas Akhir ini;
3) Orang tua dan keluarga penulis yang telah memberikan bantuan dukungan
moral dan material; dan
4) Sahabat yang telah banyak membantu penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Tugas Akhir ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.
Penulis
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-
eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan
tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Dibuat di :
Pada tanggal :
Yang menyatakan
Manajemen potensi maritim di Indonesia penting untuk lakukan. Luas laut mencapai
5,8 juta km2 dan Indonesia merupakan jalur alternatif pelayaran dunia. Beberapa
masalah tindak kejahatan serta kecurangan juga terjadi di wilayah laut Indonesia.
Masalah yang terjadi diantaranya pencurian ikan atau illegal fishing, pembajakan, dan
perdagangan manusia. Masalah yang terjadi dapat mempengaruhi gagasan pemerintah
menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Salah satu hal yang perlu
ditingkatkan adalah memperkuat ketahanan laut Indonesia melalui optimalisasi peran
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL). TNI AL membentuk satuan
kelompok Bintara Pembina Potensi Maritim yang mempunyai tugas membina
masyarakat di wilayah pesisir atau pulau-pulau kecil. Keberadaan Bintara di tengah
masyaraat mempunyai pengaruh yang nyata terutama dibidang keamanan, ekonomi,
dan sumber daya. Kehadiran Bintara memberikan rasa aman kepada masyarakat
setempat. Selain itu pembinaan yang dilakukan juga dapat meningkatkan kemampuan
dasar dan pengetahuan untuk nelayan/masyarakat pesisir. Dengan demikian dampak
keamanan wilayah laut dapat tercapai. Pengelolaan sumber daya laut dengan menjaga
keseimbangan ekosisitem dapat dilaksanakan, sehingga peningkatan kesejahteraan
masyarakat/nelayan setempat dapat diwujudkan.
ABSTRACT
Maritime potential management in Indonesia is important to do. The sea area reaches
5.8 million km2 and Indonesia is an alternative world shipping route. Several
problems of crime and fraud also occur in the Indonesian sea area. Problems that
occur include illegal fishing, piracy, and human trafficking. The problems that occur
can affect the government's idea to make Indonesia the world's maritime axis. One of
the things that needs to be improved is strengthening Indonesia's maritime security
through optimizing the role of the Indonesian Navy. The Indonesian Navy has formed
a Bintara Pembina Potensi Maritim which has the task of fostering communities in
coastal areas or small islands. The existence of Bintara in coastal community has a
real influence, especially in the fields of security, economy, and resources
management. The presence of the Bintara gives a sense of security to the local
community. In addition, the guidance carried out can also improve basic skills and
knowledge for fishermen/coastal communities. Thus, the impact of the security of the
marine area can be achieved. Management of marine resources by maintaining the
balance of the ecosystem can be implemented, so that the improvement of the welfare
of the local community/fishermen can be realized.
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
memiliki wilayah laut yang luas. Letak geografis suatu negara akan mempengaruhi
kebijakan penting yang bertujuan untuk meningkatkan fokus atau konsentrasi
terutama yang berkaitan dengan kekuatan angkatan laut negara tersebut (Mahan
1890). Laut tetap menjadi faktor yang sangat penting bagi keamanan suatu negara,
terutama pengembangan kekuatan angkatan laut. Selain itu, Mahan juga menemukan
bahwa dalam pengembangan kekuatan angkatan laut dengan kekuatan laut, faktor
yang mempengaruhi tidak hanya jumlah mil persegi yang dimiliki oleh suatu negara,
tetapi juga panjang garis pantai suatu negara.
Menyadari arti strategis Indonesia, Presiden Joko Widodo memaparkan lima
pilar utama sebagai upaya untuk mewujudkan poros maritim dunia. Poros maritim
dunia adalah ide serta gagasan baru yang dirumuskan oleh Presiden Indonesia.
Konsep ini telah disampaikan di forum Internasional pada saat pertemuan EAS Asia
Summit ke-9 di Myanmar, November 2014. Pilar pertama yang menjadi fokus yaitu
membangun negara maritim. Kedua, melibatkan masyarakat untuk ikut larut dalam
proses pengembangan Industri perikanan. Ketiga, pembangunan yang merata dengan
melengkapi sarana-prasarana yang dibutuhkan. Keempat, perlu adanya diplomasi
untuk mencegah konflik yang terjadi di laut. Kemudian yang terakhir membentuk
kekuatan maritim dengan meningkatkan pertahanan guna terciptanya keamanan
maritim.
Pernyataan presiden diatas menjadi suatu hal yang perlu diwujudkan secara
nyata untuk tujuan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Akan tetapi, untuk
mewujudkan hal tersebut kita juga perlu untuk menyelesaikan permasalahan laut di
Indonesia terlebih dahulu. Meminimalkan masalah yang ada di laut Indonesia juga
merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh pihak pemerintahan karena
berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya. Manajemen strategis dalam upaya
pemanfaatan potensi laut harus dioptimalkan mengingat bahwa prosentase
pemanfaatannya masih tergolong rendah. Laksamana Muda TNI Aan Kurnia (Asisten
Operasi Kepala Staf Angkatan Laut RI) menyampaikan bahwa potensi sumber daya
yang ada di laut Indonesia dapat dijadikan sebagai dasar pembangunan nasional untuk
3
mencapai kemakmuran masyarakat. Dengan sumber daya laut yang begitu melimpah
hanya mampu memberikan kontibusi terhadap PDB di bawah 30% disebabkan
kurangnya pemanfaatan secara maksimal dengan kondisi kelautan yang sangat luas.
Valuasi ekonomi sektor kelautan Indonesia diduga setara dengan 1,2 trilliun
USD per tahun. Selain itu laut Indonesia juga menyimpan potensi tambang minyak
dan gas di lepas pantai. Keindahan alam pantai di daerah pulau-pulau kecil juga
menjadi salah satu faktor penunjang pariwisata domestik maupun global. Dahuri
(2010) menyatakan bahwa potensi produksi lestari ikan laut Indonesia 6,4 juta ton per
tahun. Selain itu Data Kementerian Kelautan dan Perikanan berdasarkan Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan No. 50/KEPMEN-KP/2017, menyebutkan bahwa
jumlah ikan di perairan Indonesia bisa mencapai 12,54 setiap tahunnya. Potensi itu
terbagi di beberapa wilayah Indonesia dan perairan zona ekonomi eksklusif.
Keanekaragaman hayati laut Indonesia sangat melimpah sebanyak ± 37% spesies
dunia ada di dalamnya. Akan tetapi sebagian besar penangkapan atau setara dengan
90% masih dilakukan pada wilayah maksimal 12 mil dari garis pantai. Artinya
potensi tang ada di wilayah ZEE belum dimanfaatkan secara maksimal.
Masalah illegal, unregulated, and unreported (IIU) fishing saat ini juga masih
menjadi masalah serius di Indonesia. Kasus Ilegal Fishing menjadi perhatian
masyarakat Internasional sebagai isu yang baru (emergency of new issues) serta
dikategorikan sebagai kejahatan transnational crime. PBB mengidentifikasi 18 jenis
transnational crime pada tahun 1995 diantaranya pencucian uang, teroris, pencurian
seni budaya, pencurian kekayaan intelektual, perdagangan senjata ilegal, pembajakan
pesawat, pembajakan laut, penipuan yang di asuransikan, kejahatan komputer,
kejahatan lingkungan, perdagangan manusia,, perdagangan bagian tubuh manusia,
perdagangan obat-obat terlarang, penipuan bank penyusupan bisnis ilegal, korupsi
atau suap pejabat publik atau partai (Friedrichs, 2007). Selain itu, kurangnya armada
kapal menjadi penghambat terhadap rencana pemerintah dalam upaya realisasi
Indonesia sebagai poros maritim dunia.
4
Masalah lain yang juga penting adalah ketersediaan armada kapal yang masih
terbatas. Armada tersebut adalah sarana utama dalam pengawasan dan pengamanan
laut di Indonesia. Kementerian kelautan sendiri bahwa mebenarkan mengenai jumlah
kapal pengawasan masih sangat kurang dan jauh dari kata ideal. Antam Novambar
yang menjabat sebagai dirjen PSDKP mengatakan idealnya, KKP harus mempunyai
minimal 70 kapal Patroli. Dari pernyataan tersebut, sudah seharusnya menjadi
perhatian serta catatan khusus terkait adanya pengadaan barang berupa penambahan
jumlah kapal yang harus dilakukan oleh pemerintah. Dengan penambahan jumlah
kapal tersebut maka akan membantu juga terhadap pengawasan, terutama di Zona
Ekonomi Eksklusif laut Indonesia dengan luas 2,55 juta km 2. Selain itu, sektor
industri perikanan juga perlu diberikan perhatian khusus untuk tetap lestari dan
berkelanjutan.
Upaya penjagaan, pengawasan, serta pengelolaan dibidang kemaritiman yang
masih tergolong rendah, khususnya yang berkaitan dengan keamanan jalur
perdagangan dan jalur pelayaran. Hal tersebut juga merupakan masalah serius yang
harus diselesaikan. Saat ini Indonesia mempunyai tiga Alur Laut Kepulauan
Indonesia (ALKI) untuk jalur lintas kapal asing. ALKI merupakan hak melintasi alur
laut kepulauan, melintasi laut teritorial dan perairan kepulauan Indonesia termasuk
Selat Sunda. Perlu diketahui bahwa Selat Sunda merupakan salah satu alur pelayaran
yang terletak di jalur pelayaran ALKI I dan merupakan salah satu pintu gerbang lalu
lintas pelayaran Internasional. Dengan demikian Selat Sunda merupakan bagian dari
jalur utama perdagangan antara benua Asia dan Australia. Selat Sunda menjadikan
Indonesia sebagai salah satu negara terstrategis di sektor perairan.
Sebagai jalur lintas alternatif, Selat Sunda mempunyai beberapa ancaman yang
serius. Juli 2017 kapal Wanderlust ditangkap karena penyelundupan narkoba berupa
sabu-sabu seberat 1 (satu) ton oleh WN Taiwan di Pantai Anyer di perairan Selat
Sunda Serang, Banten. Selain itu terdapat praktik ilegal kegiatan kapal tanker MT
Aisyah 08 yang menerima 700-ton limbah kimia dari kapal MT Global Pioner
berbendera Panama di selat Sunda. Kecelakaan tabrakan kapal juga beberapa kali
5
terjadi di Selat Sunda salah satunya kecelakaan Kapal Motor Penumpang (KMP)
Windu Karsa Dwitya dengan KMP Virgo di alur penyeberangan perlintasan Merak-
Bakauheni sekitar 1,5 mil laut dari pelabuhan Merak pada tanggal 22 April 2019. Hal
ini menunjukkan bahwa pelanggaran hukum dan ancaman keamanan laut,
keselamatan di perairan wilayah laut Selat Sunda masih tinggi. Dengan demikian
pengawasan di wilayah sekitar Selat Sunda perlu ditingkatkan baik secara militer atau
non-militer.
Pasal 7 ayat 1 menjelaskan tentang tugas pokok TNI untuk menegakkan
kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi keselamatan
bangsa dari segala bentuk ancaman militer dan nonmiliter berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945 (Puspen, 2007). TNI AL sebagai bagian dari integral TNI harus mampu
menyusun dan menyiapkan potensi pertahanannya meliputi aspek geografi, demografi
dan kondisi sosial di seluruh wilayah kedaulatan dan yurisdiksi Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Untuk mewujudkan hal tersebut, TNI AL di seluruh
tingkatannya perlu meningkatkan satuan kerjanya bergerak di bidang manajemen atau
pengelolaan potensi maritim agar dapat menangani berbagai permasalahan dalam
mengembangkan potensi maritim. Selain itu kerja sama dan sinergi bersama-sama
dengan masyarakat di wilayah pesisir juga perlu dilakukan.
Salah satu tugas TNI AL menurut UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara
Nasional Indonesia adalah melaksanakan pemberdayaan di wilayah pertahanan laut.
Kegiatan tersebut dilakukan melalui pengembangan dan pengelolaan potensi maritim
baik dari segi pemanfaatan sumber daya ataupun keamanan wilayah lautnya. Bentuk
kegiatan yang dapat dilakukan dalam manajemen potensi maritim di antaranya adalah
(1) Pembinaan Komunikasi Sosial Maritim, yaitu suatu kegiatan yang dilaksanakan
antara TNI Angkatan Laut dengan masyarakat, pemerintah, keluarga besar TNI dan
komponen bangsa lainnya, (2) Pembinaan Ketahanan Wilayah Maritim merupakan
kegiatan yang dilaksanakan oleh TNI Angkatan Laut sendiri atau bersama
pemerintah/ Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) dan komponen bangsa
lainnya untuk mewujudkan kekuatan pertahanan wilayah maritim, (3) Bakti TNI
6
Angkatan Laut, penyelenggara kegiatan bakti TNI Angkatan Laut dilaksanakan atas
kerja sama TNI Angkatan Laut dengan Pemerintah, Kementerian/LPNK, instansi
terkait serta masyarakat (Simanjuntak 2018).
Upaya perwujudan manajemen potensi maritim perlu dilakukan di setiap
Armada mulai tingkat Pangkalan Utama Angkatan Laut, Pangkalan Angkatan Laut,
dan Pos Angkatan Laut. Penelitian ini memfokuskan pada wilayah kerja Pangkalan
Angkatan Laut dengan pertimbangan Pangkalan Angkatan Laut sebagai salah satu
Pangkalan Tentara Indonesia Angkatan Laut yang merupakan komponen utama
dibawah Pangkalan Utama Tentara Indonesia Angkatan Laut Indonesia. Setiap
Pangkalan Angkatan Laut juga mempunyai beberapa lokasi pos Angkatan Laut dan
pos pengamat. Setiap pos Angkatan Laut terdapat Bintara Pembina Potensi Maritim
yang ditempatkan di setiap desa. Bintara ini mempunyai tugas untuk membina dan
melakukan penyuluhan kepada masyarakat. Pembentukan Bintara Pembina Potensi
Maritim oleh Tentara Angkatan Laut Indonesia ini merupakan inovasi baru untuk
menguatkan wilayah laut terutama wilayah pesisir. Selain itu Bintara juga dapat
memberikan pembinaan kepada masyarakat untuk pengoptimalan pemanfaatan
sumber daya laut yang ada di daerah sekitarnya. Dengan demikian masyarakat dan
Bintara dapat bekerja sama untuk memperoleh gambaran kondisi terkini kerkait
dengan keamanan, pengawasan dan pemanfaat laut. Penelitian ini akan memfokuskan
pada Pangkalan Tentara Angkatan Laut Banten dengan pertimbangan kelimpahan
potensi laut yang ada di Selat Sunda serta ancaman yang sering terjadi di Laut sekitar
Provinsi Banten.
Pangkalan Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut Indonesia Banten
merupakan satuan pelaksana Pangkalan Utama Tentara Negara Indonesia Angkatan
Laut. Tugas pokok yang harus dilaksanakan yaitu dukungan logistik, administrasi
bagi unsur Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut, melaksanakan pembinaan peran
Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut, serta pembinaan Potensi Maritim untuk
mewujudkan kekuatan di wilayah keamanan laut. Wilayah Banten sebagai salah satu
provinsi di Indonesia mempunyai potensi dan peran penting dalam pembangunan
7
nasional termasuk dalam sektor maritim. Hal ini disebabkan wilayah laut Banten
merupakan salah satu jalur laut potensial, terlebih di selat Sunda. Selat sunda
merupakan salah satu jalur yang dapat dilalui kapal besar yang menghubungkan
Australia, Selandia Baru, dengan Kawasan Asia Tenggara misalnya Thailand,
Malaysia, dan Singapura (Darma 2019). Dengan demikian analisis optimalisasi
manajemen potensi maritim di wilayah Pangkatan Tentara Negara Indonesia
Angkatan Laut Banten bersama dengan masyarakat setempat perlu untuk dilakukan.
Harapannya hal tersebut dapat menjadi sarana yang cepat dalam menilai kondisi,
merencanakan strategi, dan mengevaluasi kekurangan di wilayah pesisir. Dengan
demikian upaya optimalisasi potensi maritim di wilayah pertahanan laut dapat
tercapai.
Potensi Maritim di tengah masyarakat adalah inovasi dan gerakan yang tepat. Bintara
ini di bentuk oleh Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut untuk membina
masyarakat dalam mengoptimalkan potensi maritim yang ada. Selain itu sebagai
seorang pasukan khusus atau tentara Bintara juga mempunyai tugas untuk
mengamankan wilayah dan melakukan pengawasan. Pembentukan Bintara ini adalah
merupakan hal baru sehingga perlu diketahui sejauh mana peran dan dampak adanya
Bintara di tengah masyarakat pesisir.
Berbagai ancaman dan permasalahan yang ada di laut dapat diminimalkan
dengan upaya kerja sama pihak TNI AL dalam hal ini melalui Bintara Pembina
Potensi Maritim yang di tempatkan di setiap daerah dengan masyarakat setempat.
Konektivitas antara TNI AL dengan masyarakat dapat memberikan laporan kondisi
terkini yang terjadi baik di wilayah pesisir ataupun di wilayah laut. Nelayan dapat
menjadi sumber informasi terkait keadaan wilayah laut, terutama nelayan-nelayan
yang melakukan pencarian ikan ke laut zona perbatasan. Informasi tersebut dapat
langsung di proses atau di tangani oleh pihak terkait dengan fasilitas dan sarana yang
ada. Oleh karena itu pengawasan yang optimal juga perlu didukung adanya fasilitas
yang mumpuni sehingga penyelesaian masalah dapat langsung diatasi dan keamanan
serta kesejahteraan dapat diwujudkan. Dengan demikian keberadaan Bintara Pembina
Potensi Maritim diharapkan mampu menjadi jawaban dari dinamika permasalahan
yang ada di wilayah laut dan pesisir. Selain itu Bintara juga melakukan pembinaan
kepada masyarakat untuk meningkatkan optimasi pemanfaatan potensi maritim
sebagai salah satu upaya untuk kejerahteraan rakyat khususnya nelayan. Peran aktif
serta kontribusi Bintara menjadi salah satu gerakan yang tepat dalam pengendalian
wilayah pertahanan laut untuk mencegah ancaman dan meningkatkan keamanan
maritim. Penugasan dan penempatan Bintara di setiap desa sejauh ini belum
dilakukan evaluasi dan perlu diketahui bahwa satu desa hanya ditepati oleh satu
Bintara. Dengan demikian perlu diketahui bagaimana efektivitas peran dam dampak
keberadaan Bintara Pembina Potensi Maritim di setiap desa. Penelitian ini hanya akan
mengkaji keberadaan Bintara Pembina Potensi Maritim dengan studi kasus di Pulau
11
Panjang, Banten.
Berdasarkan uraian di atas, untuk dapat mengetahui optimalisasi manajemen
potensi maritim maka perlu dilakukan kajian terkait beberapa hal di antaranya:
1. Bagaimana implementasi manajemen potensi maritim dalam menegakkan
hukum di laut dan mencegah adanya ancaman keamanan maritim di Indonesia?
2. Bagaimana optimalisasi adanya manajemen potensi maritim dalam proses
menegakkan hukum di laut dan mencegah adanya ancaman keamanan maritim
di Indonesia?
data deskriptif, berdasarkan pada kondisi yang terjadi saat ini. Teknik yang
digunakan dalam penelitian ini untuk memperoleh data adalah dengan
wawancara dan dokumentasi. Pengumpulan data dilakukan dengan
perekaman dan atau dilakukan secara langsung berdiskusi. Perekaman
yang dilakukan pada penelitian ini adalah dalam bentik video, audio, dan
foto.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
negara. Sea power merupakan unsur terpenting bagi kemajuan dan kejayaan suatu
negara yang mempunyai wilayah laut luas atau negara kepulauan. Apabila kekuatan-
kekuatan laut tersebut diberdayakan, maka akan kesejahteraan dan keamanan negara
tersebut akan mengalami peningkatan. Sebaliknya, jika kekuatan-kekuatan laut
tersebut diabaikan, maka akan mengakibatkan kerugian atau bahkan meruntuhkan
negara tersebut. Bagi sebuah negara, laut merupakan salah satu hal yang sangat
penting dan menjadi fokus utama bagi suatu negara terutama bagi negara dengan
wilayah laut yang luas. Sampai saat ini, laut masih menjadi faktor penting bagi
sebuah keamanan negara terutama optimalisasi kekuatan angkatan laut. Mahan juga
menyampaikan dalam pengembangan kekuatan angkatan laut melalui sea power perlu
mengambungkan beberapa elemen dan karakter pendukung lainya (Mahan 1890).
Menurut Mahan, kemenangan di laut hanya mungkin terjadi melalui konsentrasi
armada yang tepat, yang disertai dengan fakta bahwa armada tidak pernah terbagi
(Gough, 1988). Pemusatan armada ini merupakan instrumen terpenting dalam perang
angkatan laut. Tembakan terkonsentrasi pada armada musuh harus menjadi sarana
utama armada pertempuran untuk menggunakan kekuatan laut (Crowl, 1986). Mahan
merangkum semua pertimbangan strategis dan taktis untuk mencapai efisiensi militer
dalam perang, mengabaikan tingkat operasional menengah sesuai dengan semangat
zaman (Vego,2009). Mahan (1980) merumuskan 6 dasar karakter yang penting untuk
menjadi negara potensial yang mengembangkan kekuatan laut (sea power). Karakter
tersebut yaitu, letak geografis, topografi tanah dan pantai, luas wilayah, jumlah
populasi penduduk, karakter masyarakat dan karakter pemegang kekuasaan dalam hal
ini pemerintah dan lembaga-lembaga lain yang terlibat.
Letak geografis Indonesia mengambarkan posisi yang strategis. Indonesia
terletak di antara 2 benua yaitu Asia dan Australia dan 2 samudra yaitu Samudra
Hindia dan Samudra Pasifik. Wilayah lautnya berada di jalur persimpangan dunia.
Dengan demikian Indonesia menjadi bagian dari jalur transportasi laut secara global
salah satunya adalah jalur untuk kapal dari negara bagian barat yang ingin ke timur.
Selain itu, Indonesia juga memiliki beberapa choke points (titik perlintasan) strategis
15
bagi jalur pelayaran dunia, seperti Selat Malaka, Selat Makasar, dan Selat Lombok.
Selain itu Bakrie (2011) juga menyatakan bahwa struktur geografis Indonesia
berdampak pada pandangan Indonesia dalam isu keamanan maritim. Indonesia
memiliki posisi “supra-strategis” dengan menjadi jalur pelayaran perdagangan
internasional yang menghubungkan Asia Selatan, Asia Timur dan Asia Tenggara.
Posisi geografis ditinjau dari letak sebuah negara, dimana posisi yang strategis dapat
memberikan keuntungan yang lebih. Posisi geografis dapat menentukan pertahanan
sebuah negara.
Mahan menyatakan bahwa topografi daratan dan panjang garis panti suaru
negara juga merupakan faktor penting dalam kekuatan laut (sea power). Indonesia
sebagai salah satu negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia terdiri atas
17.506 pulau serta luas wilayah laut yang mencapai 7.7 juta km². Sebagian besar dari
wilayah Indonesia adalah lautan yaitu sebanyak 2/3 atau lebih dari 5.8 juta km².
Indonesia mempunyai garis pantai terpanjang di dunia. Garis tersebut mencapai ±
81.000 km panjangnya (Haryanto 2015). Dengan demikian Indonesia memiliki
potensi besar di bidang industri bioteknologi kelautan, perairan dalam atau deep
ocean water, wisata bahari, energi kelautan, mineral laut, pelayaran, pertahanan, serta
industri maritim. Optimalisasi pembangunan disektor kelautan dan perikanan dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan sumber daya untuk
kehidupan generasi mendatang. Selain itu untuk sebuah pertahanan panjang pantai
juga erat kaitannya dengan pelabuhan. Pelabuhan menjadi unsur penting dalam
pendistribusian logistik dan kegiatan perdagangan antar wilayah dan berkaitan
dengan pemerataan penduduk Indonesia.
Populasi penduduk Indonesia juga merupakan suatu hal yang penting dalam
konsep kekuatan laut. Saat ini Indonesia menduduki urutan ke-4 untuk jumlah
penduduk terpadat di Dunia dengan berkisar ± 250 juta. Selain itu menurut data
Badan Pusat Statistik (2014) jumlah desa pesisir yang ada saat ini mencapai 12.827.
Mahan (1980) menyatakan bahwa jumlah populasi menjadi penting untuk
memperkuat pasukan. Jumlah pasukan yang ada harus berkorelasi dengan kualitas
16
yang dimiliki oleh setiap individu. Dengan demikian dapat tercipta kekuatan negara
yang optimal dengan adanya dukungan sumber daya manusia yang ahli dibidangnya.
Hal tersebut juga perlu adanya dukungan dari sisi pengambil keputusan (decision
maker) dalam hal ini adalah pemerintahan.
Rekomendasi dan teori yang telah di rumuskan oleh Mahan (1980) dapat
direalisasikan menjadi sebuah kebijakan atau aturan pemerintah. Hal ini tentu akan
berkaitan dengan para pengambil keputusan di tingkat pemerintahan. Mahan (1980)
menyatakan bahwa kebijakan yang telah diputuskan oleh pemerintahan akan
berhubungan dengan kondisi keberlanjutan sumber daya dan keamanan maritim suatu
negara. Dengan demikian kebijakan yang telah dibuat menjadi vital dalam penentuan
kekuatan laut suatu negara. Era Presiden Joko Widodo saat ini mempunyai visi untuk
menguatkan sisi kemaritiman Indonesia. Presiden mempunyai gagasan untuk
menjadikan Indonesia sebagai negara poros maritim dunia (PMD). Gagasan tersebut
yang telah disampaikan Presiden Joko Widodo di acara Konfrensi Tingkat Tinggi
Asia Timur di Myanmar tahun 2014. Keselarasan potensi maritim dan kebijakan yang
telah diambil menjadi suatu hal penting dalam upaya pewujudan poros maritim dunia.
Hal tersebut tentu perlu adanya integrasi beberapa elemen yang saling
berkesinambungan, salah satunya penguatan pengawasan bersama dengan TNI AL.
keberadaan TNI AL sendiri juga perlu bekerjasama dengan masyarakat sekitar
terutama yang berada di daerah pesisir.
Inggris tentu bukan satu-satunya negara maritim yang ideal menurut mahan.
Mahan sendiri melakukan perbandingan antara satu negara dengan lainnya untuk
melihat kekuatan maritim yang dimiliki eropa barat, misalnya Belanda dan perancis.
Gagasan serta pemikiran mahan menjadi rujukan Van Leur dalam merancang strategi
kemaritiman.Sehingga Amerika sendiri menjadikan gagasan sang vioner sebagai
solusi disetiap problematika laut yang ada . Mahan pada saat itu menyita banyak
perhatian dengan menempatkan Inggris sebagai negara simbol kekuatan maritim yang
unggul. Hal tersebut disarakan oleh para ambisius untuk mengontrol dunia atau
kepentingan ekspansif. Pendapat ini diperkuat dengan tema utama pemikiran Mahan
17
yaitu kekuatan strategi militer (Mahan, 1890: 28-29). The Influence of Sea Power
Upon History menyatakan bahwa kekuatan laut terdiri atas armada angkatan laut,
armada niaga dan pangkalan. Perkembangan kekuatan laut dipengaruhi akan
dipengaruhi oleh beberapa hal berikut;
Geografi
Posisi wilayah
Luas wilayah
Jumlah dan karakter penduduk
Watak bangsa
Sikap pemerintah.
Strategi maritim menurut Mahan adalah penguasaan laut yaitu dengan
menjamin pemanfaatan laut untuk kepentingan negara sendiri serta mencegah
terjadinya ancaman dari lawan. Penguasaan laut hanya dapat dicapai dengan
meminimalkan keberadaan lawan atau melakukan blokade. Selain itu pengambilan
keputusan oleh pemerintah dan dukungan pangkalan terhadap kekuatan armada laut
juga dapat mempengaruhi kekuatan laut. Oleh karena itu, pengelolaan potensi
maritim perlu untuk diwujudkan dengan tujuan pengembangan dan pembinaan
potensi maritim serta pengendalian wilayah pertahanan laut. Harapannya hal tersebut
akan memberikan dampak penangkalan dan penindakan terhadap pihak-pihak yang
akan melanggar kedaulatan, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa Indonesia.
dan kebutuhan untuk memanfaatkan maritimnya karena maritim lebih luas dari pada
daratan.
8 Galangan 0 0 0 0 0 0 0 0
9 Operator kapal 15 28 16 22 9 5 6 101
1
Perusahaan ekspedisi 0 2 0 0 0 0 0 2
0
1
Awak kapal 7 10 0 0 1 0 0 18
1
Jumlah 45 82 28 47 25 11 35 273
*Sumber: Database KNKT November 2016
depending on the interests of the organization and the political and idealistic
prejudices against people and organizations. Buerger (2014) suggests 3 important
frameworks for formulating the concept of maritime security, namely: maritime
security matrix, maritime securitization framework, security practice user groups
(Security Practice and Communities of Practice).
Matrix Framework for Ocean Security mendefinisikan bagaimana suatu
entitas keamanan laut dirumuskan sebagai keamanan nasional (national security),
keamanan ekonomi (economic security), keamanan manusia (human security), dan
lingkungan maritim (marine environment). Aspek keamanan nasional didasarkan
pada pandangan tradisional bahwa keamanan nasional adalah upaya untuk
melindungi keberlangsungan negara, sehingga kekuatan laut (sea power) yang
diwakili oleh kekuatan angkatan laut (naval forces) sebagai kekuatan yang dominan
terkait maritim. Oleh karena itu, keamanan maritim dalam dimensi ini terkait dengan
penggunaan kekuatan laut. Lautan juga menjadi aspek penting pada dimensi
ekonomi. Keamanan ekonomi memusatkan perhatian lautan sebagai salah satu
sumber utama pada pengembangan ekonomi sehingga bersifat vital.
Jalur perdagangan, manfaat hasil laut, pertambangan bawah laut, dll memiliki
nilai komersial yang sangat tinggi, sehingga berperan penting dalam pembangunan
ekonomi tidak hanya suatu kesatuan negara tetapi juga dunia. Tren ini menekankan
bahwa keamanan maritim berkaitan erat dengan keamanan maritim. Dari segi
keamanan manusia, sektor maritim terkait erat sebagai pusat makanan bagi
masyarakat dan penduduk yang tinggal di sepanjang pantai dan di antara laut (pulau).
Melalui aspek ini, keamanan maritim dapat dilihat terkait erat dengan keamanan
manusia. Dimensi terakhir, lingkungan maritim, memperhatikan konsep keamanan
maritim termasuk unsur keamanan lalu lintas maritim, sarana pendukung,
perlindungan lingkungan laut setelah bencana yang disebabkan oleh proses kelautan,
alami atau buatan manusia, seperti tumpahan minyak di laut. Kerangka Keamanan
Maritim mencoba untuk mendefinisikan konsep keamanan maritim dalam hal cara di
mana suatu entitas atau pihak terlibat dan membentuk sifat ancaman mereka terhadap
23
pangan dan ketahanan penduduk pesisir. Hal ini berkaitan langsung dengan konsep
keempat yang perlu diperhatikan untuk memahami hubungan magis keamanan
maritim, yaitu keamanan manusia. Keamanan manusia merupakan faktor kunci untuk
memahami keamanan dalam hal keamanan nasional yang diusulkan oleh PBB.
Konsep yang diusulkan bertujuan untuk memfokuskan pertimbangan keamanan pada
kebutuhan manusia daripada negara (Gasper 2005; Martin & Owen 2010; Paris
2001). Elemen penting dari keamanan manusia terkait dengan ketahanan pangan,
perumahan, mata pencaharian yang berkelanjutan dan pekerjaan yang aman. Dengan
demikian, ikan merupakan sumber makanan dan industri perikanan merupakan mata
pencaharian yang penting, terutama di negara berkembang. Adanya illegal,
unreported and unregulated (IUU) fishing merupakan masalah besar yang
berimplikasi pada keamanan manusia (Thorpe et al., 2009). Aspek maritim dari
keamanan manusia berkisar dari keselamatan nelayan atau pelaut hingga kerentanan
penduduk di wilayah pesisir hingga sejumlah ancaman maritim yang luas.
dibandingkan. Ketahanan penduduk di wilayah pesisir telah diidentifikasi sebagai
pendorong utama munculnya ancaman maritim. Karena itu, penting untuk mengambil
tindakan pencegahan.memerlukan penerapan dan pemantauan undang-undang dan
peraturan, tetapi lingkungan maritim yang aman yang menyediakan prasyarat untuk
pengelolaan sumber daya laut.
Keamanan maritim mengaitkan keempat konsep ini satu sama lain, atau bahkan
berpotensi menggantikannya. Perspektif semiotik menyiratkan bahwa untuk
memahami makna apa yang dimiliki aktor dalam keamanan maritim, kita dapat
mempelajari hubungan yang mereka sarankan dengan konsep lain tersebut. Secara
grafis ini dapat diproyeksikan sebagai matriks. Matriks keamanan maritim
dimaksudkan untuk proyeksi hubungan antara konsep-konsep tersebut dalam istilah
tipikal yang ideal. Ini menempatkan keamanan maritim di pusat ini. Ini juga
menempatkan isu-isu keamanan maritim yang berbeda, yang dibahas lebih lanjut di
bawah, dalam hubungan tersebut.
26
tambahan lainnya adalah untuk pembangunan negara Indonesia dalam gagasan negara
maritim. Pembangunan negara pada skala nasional mencakup beberapa aspek yang
saling berkaitan di antaranya yaitu aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan
dan hukum. Semua aspek tersebut harus memperhatikan empat fungsi utama dalam
mengatur kepentingan-kepentingan dan penyelenggaraan negara di Indonesia yang
berbentuk negara kepulauan baik di darat, di laut, dan di udara. Pembangunan
nasional secara menyeluruh diawali dengan pembangunan di setiap desa di
masyarakat. Penguatan sumber daya manusia juga merupakan aspek penting dalam
pembangunan negara maritim terlebih masyarakat yang berada di wilayah sekitar laut
atau daerah pesisir.
BAB III
METODE PENELITIAN
digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu. Ciri dari penelitian
dengan pendekatan kualitatif menurut Neuman (2000) diantaranya:
1. Membangun realitas sosial, makna budaya
2. Fokus pada proses dan acara interaktif
3. Keaslian adalah kuncinya
4. Nilai saat ini dan jelas
5. Situasi yang mengikat
6. Beberapa kasus, objek
7. Analisis tematik
8. Peneliti terkait.Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif.
meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dalam hal ini peneliti adalah sebagai
instrumen kunci (Sugiyono, 2015: 11). Secara keseluruhan dalam pendekatan
kualitatif data dianalisis secara deduktif, dan untuk menjaga keabsahannya digunakan
pula teknik trianggulasi.
Penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ditunjukkan untuk
kepentingan peneliti dalam melakukan teoritisasi. Kepentingan tersebut peneliti juga
berusaha mengungkap informasi di balik fakta yang ditemukan. Selanjutnya analisis
dan penafsiran dilakukan secara leluasa dengan kerangka berpikir induktif. Hal ini
sesuai dengan pendapat Ulber Silalahi yang menyatakan, bahwa penelitian kualitatif
dapat dikonstruksikan sebagai satu strategi penelitian yang biasanya menekankan
kata-kata daripada kuantifikasi dalam pengumpulan dan analisis data, menekankan
pendekatan induktif untuk hubungan antara teori dan penelitian, yang tekanannya
pada penempatan penciptaan teori (Moleong, 2010:117).
Burhan Bungin, dalam bukunya “Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi,
Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya,” menegaskan, bahwa dalam penelitian
kualitatif seorang peneliti perlu melampaui tahapan berpikir kritis ilmiah memulai
proses berpikir induktif. Hal tersebut perlu dilakukan untuk memperoleh berbagai
fakta atau fenomena sosial melalui pengamatan di lapangan. Dengan demikian data
yang diperoleh dapat dianalisis serta berupaya melakukan teoritisasi berdasarkan hasil
pengamatannya (Bungin, 2008: 56).
sesuatu hal seperti apa adanya. Metode deskriptif memungkinkan peneliti untuk
memilih satu objek penelitian untuk dikaji secara mendalam berdasarkan data
atau sampel (contoh) yang diperoleh.
Sampel adalah sebagian dari populasi (sebagai wakil populasi yang di teliti).
Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data
dan dapat mewakili seluruh populasi (Arikunto dalam Riduwan 2012:56). Menurut
Sugiyono (2018:81) sampel adalah bagian besar dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah
sekelompok stakeholder atau pemangku kepentingan yang ada di wilayah
administrasi Lanal Banten. Stekeholder yang dimaksud adalah masyarakat setempat,
perangkat desa, tetua nelayan di daerah pesisir dan kelompok Bintara Pembina
Potensi Maritim (Babinpotmar). Bintara Pembina Potensi Maritim ini mempunyai
tugas untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat maritim di wilayah
pesisir. Keberadaan masyarakat maritim yang sejahtera dapat memperkuat pertahanan
laut yang berbasis kelautan. Pertimbangan dalam pemilihan sekelompok tersebut
adalah untuk memperoleh data atau fakta serta kondisi terkini dari persepsi beberapa
pihak atau lapisan masyarakat. Dengan demikian dapat data yang diperoleh bersifat
menyeluruh.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah salah satu teknik pengumpulan data kualitatif dengan
melihat atau menganalisis dokumen-dokumen tentang subjek yang diteliti.
Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi,
baik berupa catatan kegiatan, daftar tugas dan fungsi, maupun berupa foto-foto
tentang aktivitas subjek penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
teknik dokumentasi dengan check list sebagai alatnya. Teknik ini peneliti gunakan
untuk memperkuat informasi yang peneliti dapatkan melalui wawancara.
Dokumentasi ini dijadikan sebagai pelengkap oleh data observasi dan wawancara
dalam penelitian kualitatif.
didapatkan menjadi kompleks. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data
melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal
yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting dicari tema dan polanya
dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi
akan memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya.
2. Penyajian Data
Display data atau penyajian data yaitu proses pemaparan data-data yang telah
dipilah dan dipilih sesuai dengan fokus dan kebutuhan untuk menjawab
pertanyaan penelitian. Teknik ini diterapkan oleh peneliti dengan cara
mengurai dan kemudian memaparkan data yang diperoleh dari hasil
wawancara mendalam. Penyampaian atau penampilan data ini dilakukan
peneliti setelah sebelumnya peneliti mereduksi data-data secara keseluruhan,
sehingga ketika memasuki tahap pemaparan data tidak terjadi penumpukan
dan kesimpangsiuran data.
3. Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan sementara adalah kesimpulan yang dikembangkan pada tahap
awal. Sifat yang sementara ini menunjukkan bahwa kesimpulan dapat berubah
jika terdapat bukti yang lebih valid di kemudian hari atau di pengamatan
berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal
mendapat dukungan bukti-bukti yang valid dan konsisten bahkan saat
dilakukan pengambilan data Kembali di lapangan, maka kesimpulan yang
dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Verifikasi dan penarikan
kesimpulan ini adalah proses pembuktian keabsahan data dengan
menghadirkan data-data pendukung dalam penarikan kesimpulan penelitian.
Teknik ini diterapkan oleh peneliti dengan mendeskripsikan data yang
mendukung kebenaran penarikan kesimpulan, dimana data-data yang
dimaksud tersebut telah dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian.
42
Dalam hal ini peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif yang bertujuan
untuk memberikan deskripsi mengenai obyek penelitian berdasarkan data dari
variabel yang diperoleh dari kelompok subyek yang diteliti dan tidak dimaksudkan
untuk pengujian hipotesis. Setelah semua data terkumpul maka peneliti berusaha
menjelaskan suatu obyek permasalahan secara sistematis serta memberikan analisis
secara cermat dan tepat terhadap objek kajian tersebut.
Sebuah data mempunyai karakteristik atas dasar kebenaran dan kesalahan atas
laporan yang diberikan, maka dari itu diperlukan teknik pemeriksaan, dalam
penelitian ini penulis menggunakan uji kredibilitas. Macam-macam cara pengujian
kredibilitas data dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu:
1. Perpanjang pengamatan
Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan
melakukan pengamatan wawancara lagi dengan sumber data yang pernah
43
dan dokumentasi.
45
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut sebagai bagian dari satuan Tentara
Negara Indonesia harus mampu merencanakan dan menyiapkan potensi
pertahanannya di berbagai aspek yang berbeda. Aspek tersebut meliputi aspek
geografi, demografi dan kondisi sosial di seluruh wilayah kedaulatan dan yurisdiksi
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan demikian secara keseluruhan
Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut di tingkat Armada, Pangkalan Utama
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (Lantamal), Pangkalan Tentara Nasional
Indonesia Angkatan Laut (Lanal) maupun Pos Tentara Nasional Indonesia Angkatan
Laut (Posal) harus mengembangkan satuan kerjanya untuk mengoptimalkan potensi
maritim. Hal tersebut ditujukan untuk dapat menangani segara permasalahan yang
muncul pada proses pengembangan dan optimalisasi potensi maritim khususnya di
wilayah pesisir dan kedaulatan laut Indonesia.
48
Menurut Nontji (2002), pesisir adalah wilayah administrasi yang masih mendapat
pengaruh dari laut dan daratan atau dapat diartikan sebagai tempat bertemunya
daratan dan lautan. Pesisir juga mempunyai arti sebagai bagian dari daratan yang
dipengaruhi oleh karakteristik fisika dan kimia laut seperti angin laut dan pasang
surut. Sementara itu lautan juga dipengaruhi oleh berbagai jenis aktivitas domestik
manusia yang berasal dari daratan. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 27
Tahun 2007, wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan
ekosistem laut yang dipengaruhi oleh adanya perubahan kondisi daratan dan lautan.
Sehingga masyarakat di daerah pesisir mempunyai karakter yang khas dan cenderung
berbeda dengan masyarakat agraris. Hal tersebut juga didukung dengan karakteristik
sumber daya yang dihadapi dalam kesehariannya.
Masyarakat pesisir adalah kumpulan warga yang mendiami wilayah pesisir dan
hidup bersama berdampingan satu sama lain. Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
masyarakat cenderung memanfaatkan potensi sumber daya laut yang ada di
sekitarnya. Karakteristik sosial ekonomi masyarakat pesisir berhubungan erat dengan
sumber daya laut baik hayati maupun non hayati. Menurut Ditjen Perikanan (2002)
dalam Satria (2015) mengklasifikasikan jenis nelayan berdasarkan pada waktu yang
digunakan untuk melaut atau melakukan operasi penangkapan ikan dalam kurun
waktu tertentu adalah sebagai berikut;
Nelayan penuh
Nelayan penuh adalah nelayan yang seluruh waktunya digunakan untuk
melakukan pekerjaan mencari sumber daya laut dalam hal ini adalah
penangkapan ikan ekonomis penting. Nelayan penuh menjadikan operasi
penangkapan ikan sebagai pekerjaan utamanya.
Nelayan sambilan utama
Nelayan sambilan utama adalah nelayan yang sebagian besar waktunya
digunakan untuk melakukan pekerjaan sebagai nelayan dengan melakukan
operasi penangkapan ikan dan sisa waktunya yang lain dilakukan untuk
melakukan pekerjaan lain. Nelayan sambilan utama biasanya melakukan
53
pekerjaan lain jika komoditas perikanan dalam kondisi yang tidak menentu
atau tidak pada musim puncak.
Nelayan sambilan tambahan
Nelayan sambilan tambahan adalah nelayan yang hanya menggunakan
sebagian waktunya untuk melakukan operasi penangkapan ikan, sedangkan
sisa waktu yang lainnya digunakan untuk pekerjaan yang lain. Nelayan
sambilan tambahan biasanya menjadikan operasi penangkapan ikan sebagai
pekerjaan tambahan bukan yang utama.
Sebagian besar nelayan di Indonesia hidup berdampingan dan mempunyai
komunitas yang telah diresmikan. Setiap kelompok atau komunitas yang dibentuk
terdiri atas beberapa anggota. Anggota kelompok adalah masyarakat yang tinggal di
sekitar pesisir dan bermatapencaharian sebagai nelayan, terkadang juga melakukan
operasi penangkapan ikan secara bersamaan. Ciri-ciri kelompo nelayan dapat dilihat
dari berbagai aspek, diantaranya yaitu (Sastrawidjaya, 2002):
Berdasarkan pada cara hidup, komunitas nelayan akan cenderung melakukan
gotong royong terhadap sesama. Nelayan juga cenderung saling tolong
menolong dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya berkompetisi dalam
melakukan penangkapan nelayan juga berbagi bersama dalam hidup
berdampingan.
Berdasarkan pada aspek keterampilan, sebagian besar profesi nelayan adalah
frofesi turun menurun yang berasal dari kerabat terdahulu. Keterampilan
nelayan satu dengan lainnya tentu berbeda. Semakin banyak pengalaman
makan semakin terampil nelayan dalam opresi penangkapan ikan. Tidak
hanya itu jaringan dan relasi serta kejujuran juga penting dalam
mempertahankan keterampilan.
Berdasarkan pada aspek pekerjaan, nelayan adalah orang yang memiliki
mata pencaharian di laut dengan menangkap ikan. Jenis ikan yang dijadikan
komoditas utama oleh nelayan tentu disesuaikan dengan alat tangkap yang
54
Nelayan industri merupakan jenis nelayan yang sudah masuk ke dalam skala
industri dan dapat menghasilkan ikan untuk kepentingan yang lebih besar
misalnya ekspor. Ciri-ciri nelayan tipe ini memiliki kapasitas teknologi
penangkapan yang jauh lebih maju, jumlah armada lebih banyak, serta
melibatkan ABK dengan beban pekerjaan yang lebih kompleks dan lebih
terstruktur.
Wilayah pesisir merupakan salah satu elemen yang penting yang dapat
digunakan untuk memperkuat ketahanan laut di Indonesia. Desa pesisir yang berbasis
masyarakat merupakan modal utama dalam pendekatan suatu kelembagaan yang
umum di negara berkembang termasuk Indonesia. Daerah tersebut menjadi salah satu
tempat yang paling dekat dan berdampingan dengan laut serta menjadi ujung tombak
masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dengan memanfaatkan sumber daya yang
ada. Optimalisasi potensi maritim di daerah pesisir bersama dengan masyarakat
setempat dapat memberikan dampak jangka panjang terkait dengan kondisi kawasan
laut ditinjau dari aspek keberlanjutan sumber dayanya atau dari keamanan lingkungan
lautnya (Hozairi et al., 2018). Upaya pembinaan dan pemberdayaan masyarakat
dalam menjaga keamanan wilayah laut berbagai aspek termasuk ketahanan laut,
pelestarian sumber daya, dan keamanan wilayah laut membutuhkan kelembagaan dan
kerja sama antar instansi. Melalui wadah kelembagaan itulah semua pihak
berkepentingan dapat bersama-sama mengkaji masalah–masalah yang dihadapi
sekaligus mencari jalan keluarnya dalam hal ini termasuk Bintara Pembina Potensi
Maritim dan masyarakat setempat yang didominasi oleh nelayan.
Pembinaan masyarakat di daerah pesisir merupakan hal utama dalam program
pembangunan sumber daya manusia di sekitar ekosistem laut. Keberdayaan
masyarakat di pesisir dapat digambarkan melalui kemampuannya dalam berdaya guna
dan pengelolaan sumber daya maritim yang tersedia di sekitarnya. Tingkat sumber
daya manusia masyarakat di wilayah pesisir untuk bisa berdaya guna dapat dilihat
dari aspek ekonomi, ekologi, sosial dan budaya antar masyarakat dalam membangun
kekuatan bersama (Kadar 2015). Sasaran utama pembinaan terhadap masyarakat
56
pesisir adalah seluruh masyarakat yang tinggal di sekitar daerah pesisir yang memiliki
kemampuan terbatas dalam menanggapi kondisi lingkungan dengan cepat khususnya
terkait dengan upaya ketahanan dan kekuatan laut. Dengan demikian, dari proses
pembinaan masyarakat diharapkan untuk mampu mewujudkan wilayah pesisir yang
kuat dan berdaulat serta mampu mengoptimalkan sumber daya yang dimilikinya.
Mengingat bahwa saat ini Indonesia mempunyai gagasan untuk menuju pada poros
maritim dunia dan wilayah laut yang ada juga hampir 70% luasnya (Pardosi 2016;
Laksaman et al., 2018).
Sumber daya manusia dalam hal ini adalah masyarakat di daerah pesisir
merupakan elemen penting yang berperan sebagai faktor penggerak utama dalam
pelaksanaan kegiatan suatu kelembagaan. Terlebih masyarakat pesisir adalah
masyarakat yang berinteraksi langsung dengan ekosistem laut. Selain itu masyarakat
pesisir juga menjadi elemen utama yang terdampak jika terjadi permasalahan di laut.
Dengan demikian pembinaan sekaligus pemberdayagunaan perlu dilakukan dan
ditingkatkan. Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian perlu
diterapkan untuk dapat membentuk sumber daya manusia dengan kemampuan
tertentu. Selanjutnya dalam proses pelaksanaan pengadaaan, pengembangan,
kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan dan pemberhentian juga
perlu untuk diefektifkan untuk proses operasional yang efisien.
“Masyarakat di daerah Pulau Panjang saat ini sebagian besar adalah nelayan.
Sekitar 70% dari penduduk berprofesi sebagai nelayan (Lampiran 2). Masyarakat
mengembangkan budi daya rumput laut beberapa tahun silam, akan tetapi saat ini
lebih banyak yang beralih untuk menjadi nelayan. Hal tersebut dikarenakan
adanya penurunan kualitas pada rumput laut yang dibudidayakan. Salah satu
dugaan penyebabnya adalah kualitas perairan yang menurun sehingga membuat
rumput laut tidak dapat berkembang secara optimal. Penurunan kualitas air juga
disebabkan adanya polusi laut dari minyak kapal atau limbah pabrik yang ada.
Secara umum, nelayan di daerah Pulau Panjang peduli terhadap lingkungan. Hal
tersebut di buktikan dengan nelayan yang melaut menggunakan alat tangkap yang
57
ramah lingkungan dan tidak merusak. Nelayan menyadari bahwa penggunaan bom
dan alat merusak lainnya akan dapat merusak ekosistem. Kerusakan ekosistem ini
dapat menyebabkan penurunan hasil tangkapan.”
Kesadaran masyarakat di wilayah pesisir pulau Panjang menjadi hal utama
untuk melakukan pembinaan yang efektif dan efisien. Bekal pengalaman dan
pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat dapat menjadi modal utama dalam
memaksimalkan potensi maritim yang ada dan untuk menjaga wilayah ketahanan laut
Indonesia. Dengan demikian optimalisasi peranan masyarakat pesisir pada sistem
pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah dengan cara melakukan
pembinaan yang lebih efektif dan efisien tentang pentingnya melakukan pertahanan
Negara dan penguatan wilayah laut berdasarkan potensi maritimnya secara bersama-
sama. Pembinaan masyarakat desa pesisir wilayah Pulau Panjang, Banten dilakukan
oleh Bintara Pembina Potensi Maritim dengan pelaksanaan pelatihan dan sosialisasi
secara terjadwal dan rutin untuk meningkatkan kemampuan dan pendayagunaan yang
efisien. Berdasarkan hasil penelitian ini, masyarakat Pulau Panjang dapat menjadi
kelompok masyarakat yang kompeten bersama dengan Bintara Pembina Potensi
Maritim dalam mengoptimalkan potensi laut yang ada untuk menjaga kedaulatan dan
kekuatan laut Indonesia di wilayah satuan terkecil yaitu tingkat desa. Pelatihan dan
sosialisasi menjadikan nelayan lebih berkompeten dalam menjadi masyarakat yang
tanggap dan mampu mengelola sumber potensi maritim dengan efektif dan efisien
tanpa merusak alam.
dan penyuluhan terhadap masyarakat untuk peduli dengan kawasan laut dan
lingkungan pesisir. Kepedulian tersebut dimaksudkan untuk upaya optimalisasi
pemanfaatan potensi laut dan atau menjadi garda terdepan dalam menjaga keamanan
dan ketahanan di wilayah laut. Hal-hal pokok terkait dengan Tentara Nasional
Indonesia ini di bahas dalam UU No. 34 Tahun 2004. Penyusunan undang-undang
tersebut berdasarkan pada beberapa dasar hukum.
Dasar hukum UU No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
adalah:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 10, Pasal 11 ayat (1), Pasal 12, Pasal 20, Pasal 22 A,
Pasal 27 ayat (3), dan Pasal 30 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Ketetapan MPR
Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran
Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169).
Berdasarkan pada UU No. 34 Tahun 2004 peran, fungsi, dan tugas Tentara
Nasional Indonesia Angkatan Laut dijelaskan pada Bab IV Pasal 9. Tentara Nasional
Indonesia Angkatan Laut mempunyai tugas sebagai berikut
1. Melaksanakan tugas TNI matra laut di bidang pertahanan;
2. Menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi
nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional
yang telah diratifikasi;
3. Melaksanakan tugas diplomasi Angkatan laut dalam rangka mendukung
kebijakan politik luar negeri yang ditetapkan oleh pemerintah;
4. Melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan
matra laut;
59
Pasal 30 ayat 2 yang berbunyi, usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan
melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan
rakyat, sebagai kekuatan pendukung.
Permasalahan keamanan di wilayah perairan Indonesia masih sering terjadi.
Dalam hal ini Indonesia sedang mengupayakan peningkatan keamanan maritim di
wilayah perairan. Selain itu, Indonesia juga perlu memetakan perhatian terhadap
berbagai permasalahan keamanan maritim di kawasan regional khususnya Asia
Tenggara. Beberapa hal dari permasalahan yang timbul di kawasan Asia juga dapat
berpengaruh terhadap kawasan perairan Indonesia terkait dengan sumber daya laut.
Sumber daya laut di wilayah perairan Indonesia sangat beragam dan multispecies
(Supriharyono, 2002). Potensi laut Indonesia tidak hanya terfokus pada jenis ikan
yang beragam tapi juga potensi lain seperti ekowisata dan hasil tambang. Sumber
daya laut ini adalah sumber pendapatan utama bagi sebagian besar nelayan di
Indonesia. Mengingat bahwa masalah illegal fishing masih sering terjadi maka hal
tersebut dapat merugikan bagi nelayan lokal (Kadarisman 2017). Dampak jangka
Panjang dari kejadian tersebut tentu dapat mempengaruhi kondisi kesejahteraan
nelayan dan masyarakat di wilayah pesisir. Peningkatan keamanan di wilayah pesisir
oleh aparat pemerintah dan masyarakat pesisir pada dasarnya dilakukan untuk
mencegah adanya ancaman yang lebih ekstrem.
“Kasus illegal fishing di daerah perairan Teluk Banten masih banyak terjadi.
Beberapa kali kami juga mendapat laporan terkait keberadaan kapal asing yang
menangkap ikan di perairan Banten. Selain kapal asing beberapa juga ada dari
kapal lokal hanya saja bukan asli masyarakat Pulau Panjang yang menangkap ikan
dengan menggunakan alat-alat yang tidak ramah lingkungan. Sebagian besar
nelayan Pulau Panjang memahami bahwa penggunaan alat tangkap seperti bom
akan merusak lingkungan, dan dampaknya Ketika ekosistem ikan dan lingkungan
rusak hasil penangkapan akan menurun. Akan tetapi kapal yang dari luar
masyarakat sini sering kali menangkap ikan dengan cara yang tidak disarankan.
62
Keberadaan Bintara Potensi Maritim di desa ini tentu memberikan dampak yang
positif karena patroli sering dilakukan sehingga hal-hal yang merugikan nelayan
dapat diminimalkan. Diskusi dan musyawarah juga sering dilakukan oleh Bintara
(Lampiran 3).”
Fasilitas, sarana dan prasarana sistem pertahanan dan keamanan saat ini masih
terbatas. Kerja sama antara instansi pemerintah dan masyarakat sebagai komponen
pendukung sudah mulai dilakukan. Instansi pemerintah dalam hal ini Tentara Negara
Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) menginisiasi adanya penempatan tugas Bintara
Pembina Potensi Maritim di setiap wilayah satuan terkecil (desa atau kelurahan).
Upaya tersebut menjadi salah satu hal yang dapat mendukung keamanan wilayah laut
yang berada di perbatasan. Selain itu Keberadaan Bintara Pembina Potensi Maritim
dapat memberikan dasar-dasar pengetahuan yang tepat terkait dengan cara
menghadapi ancaman. Bintara juga dapat memberi pelatihan dasar kepada
masyarakat terkait teknis pelaporan jika terjadi masalah atau terdapat indikasi
gangguan atau kegiatan illegal. Keberadaan Bintara ini juga dapat memberi rasa
nyaman bagi masyarakat. Bintara yang berada di wilayah pesisir juga bertugas dalam
menjaga keamanan wilayah. Dalam hal ini dilakukan kerja sama dengan instansi lain
seperti polisi air atau instansi lainnya. Bintara juga dapat melakukan patroli secara
rutin untuk mencegah adanya ancaman atau gangguan yang tidak diinginkan.
“Beberapa kasus pencurian pernah terjadi di sekitar perairan Pulau Panjang selain
itu juga beberapa pernah mengalami kehilangan (pencurian barang seperti motor).
Untuk segi keamanan memang kurang pada saat itu karena kegiatan ronda malam
tidak berjalan. Akan tetapi setelah kedatangan Bintara dari TNI AL ini jarang
sekali terjadi kejadian pencurian di darat atau di sekitar warga. Pihak Bintara juga
menginisiasi untuk mengaktifkan Kembali kegiatan ronda Bersama. Benar saja
kegiatan ini memang berpengaruh nyata terhadap keamanan dan kerukunan warga.
Antar warga menjadi lebih dekat dan saling gotong royong untuk menjaga
keamanan pulau. Sering kali juga pencurian di laut terjadi malam hari atau missal
63
penangkapan ikan dengan bom atau pancing listrik. Beberapa kali kami dan
Bintara menegur supaya tetap menggunakan alat tangkap ramah lingkungan.”
Nelayan sebagai komponen pendukung upaya peningkatan keamanan di
wilayah Indonesia dapat menjadi salah satu sumber informasi. Kerja sama pemerintah
dan masyarakat pesisir menjadi penting karena dapat memberi pengaruh nyata
terhadap keamanan wilayah. Keberadaan nelayan penangkap ikan yang beroperasi
hingga wilayah perbatasan dapat membantu upaya pertahanan negara di daerah
perbatasan (Bayu et al., 2014). Akan tetapi dalam misi tersebut nelayan juga perlu
diberikan bekal pengetahuan dasar yang merupakan tugas Bintara Pembina Potensi
Maritim. Penyuluhan dan pembinaan pada nelayan setempat oleh Bintara merupakan
modal utama nelayan dalam menghadapi dan mengidentifikasi adanya ancaman di
wilayah laut Indonesia. Pembinaan dan penyuluhan yang konsisten dapat
meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat terhadap potensi laut yang
ada baik itu potensi sumber daya dan atau potensi ancaman (Seputro dan
Soelistiyanto 2021). Dengan demikian upaya pencegahan dan identifikasi masalah
dapat dilakukan sehingga pertahanan dan keamanan di wilayah laut dapat tercapai.
Pertahanan yang kuat di wilayah laut memang tidak dapat dilakukan hanya oleh
pemerintah saja atau hanya oleh masyarakat, melainkan dengan kerja sama dan
sistem yang lebih terintegrasi.
“Keberadaan Bintara Pembina Potensi Maritim di Pulau Panjang ini selain
melakukan penyuluhan dan pembinaan juga memberikan rasa aman pada warga.
Warga merasa mempunyai tempat untuk melapor jika terjadi permasalahan dan
ada rasa aman tersendiri. Laporan yang dibuat oleh warga juga tidak hanya terkait
dengan masalah yang ada di laut melainkan juga masalah yang ada di darat
(sekitar warga). Penanganan masalah di laut dilakukan bersama dengan instansi
lain. Bintara juga sering melakukan kerja sama dengan polisi air untuk melakukan
patroli. Selain itu Bintara juga ikut serta dalam pengawasan dan pengoptimalan
potensi sumber daya laut. Terkait hal tersebut Bintara juga bersama dengan
Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) dan atau Dinas Kelautan (DKP) setempat
64
(dalam hal ini Banten). Intinya masyarakat merasa terbantu dan banyak mendapat
manfaat dengan adanya Bintara di Pulau Panjang, Banten ini.”
Keberadaan Bintara Pembina Potensi Maritim melakukan sinergi dengan
berbagai instansi dalam pembinaan dan pengembangan potensi maritim di Pulau
Panjang. Beberapa pemangku kepentingan juga ikut serta dalam proses pembinaan
dan penyuluhan. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh hasil yang optimal dari
adanya pembinaan pada masyarakat. Pembentukan Bintara Pembina Potensi Maritim
yang ditugaskan di Pos Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) yang
ada di seluruh Indonesia merupakan Tindakan yang tepat. Dengan demikian
pembinaan terhadap masyarakat di daerah pesisir dapat dilakukan di semua wilayah,
sehingga penguatan keamanan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat
dioptimalkan. Selain itu, pengembangan potensi terhadap sumber daya alam dan
ekosistemnya juga dapat terjaga dari adanya kecurangan yang dilakukan oleh kapal-
kapal asing. Bintara Pembina Potensi Maritim sebagai salah satu bagian dari Tentara
Negara Indonesia Angkatan Laut (militer) bertanggung jawab terhadap pembinaan
potensi maritim. Hal ini yang dapat dijadikan sebagai potensi nasional untuk
mendukung pengendalian wilayah pertahanan laut dalam rangka pembangunan
negara dan keutuhan wilayah kedaulatan Indonesia.
Pertahanan di laut juga mencakup keselamatan dalam berlayar. Kecelakaan
dilaut dapat terjadi kapan saja, sehingga tingkat keamanan perlu diperhatikan.
Kecelakaan kapal juga dapat memberikan dampak yang buruk terhadap lingkungan.
Kecelakaan kapal yang terjadi sering kali mengakibatkan adanya tumpahan minyak,
sehingga hal tersebut dapat mencemari lingkungan. Dengan demikian kondisi setiap
kapal yang akan berlayar harus dipastikan baik, sehingga keselamatan dan keamanan
dapat terjamin. Kapal yang laik laut adalah keadaan kapal yang memenuhi
persyaratan keamanan dan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran lingkungan
perairan dari kapal, pengawakan, peralatan navigasi dan peralatan keselamatan, garis
muat, pemuatan, kesejahteraan awak kapal dan kesehatan penumpang, status hukum
kapal, manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran perairan dari kapal, serta
65
”Akhir-akhir ini di sekitar Pulau Panjang sering ada banyak kapal yang melintas.
Terkadang juga ada kecelakaan laut dan biasanya kalua sudah terjadi kecelakaan
banyak tumpahan minyak. Tumpahan minyak ini sering kali meresahkan warga
66
karena hasil tangkapan kami pasti menurun. Dan setau saya kalau untuk polusi
atau tumpahan minyak dapat memberi efek atau dampak negative pada
lingkungan. Jadi kami sendiri para warga juga khawatir akan penurunan kondisi
habitatnya. Kami sendiri sudah berupaya sebaik mungkin untuk menjaga
lingkungan harapannya pihak lain juga mengikuti supaya saling menjaga”.
4.1.2.2 Peran Bintara Pembina Potensi Maritim di Bidang Ekonomi dan Sumber
Daya
Laut merupakan salah satu sumber pendapatan utama bagi masyarakat pesisir
karena berkontribusi terhadap pendapatan rumah tangga nelayan perikanan tangkap
(Neish 2013). Sebagian besar masyarakat Pulau Panjang berprofesi sebagai nelayan
budi daya rumput laut. Budi daya rumput laut di Pulau Panjang merupakan usaha
masyarakat setempat. Usaha ini menghasilkan produk ekonomis yang bernilai tinggi,
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Berdasarkan hasil
penelitian Muttaqin (2007) masyarakat menerima usaha budidaya rumput laut karena
1) ketersediaan lahan yang memadai; 2) teknik budidaya rumput laut mudah
dilakukan; 3) usaha budidaya rumput laut tergolong usaha padat karya; 4) siklus
budidaya rumput laut relatif pendek yaitu kurang lebih 45 hari; 5) modal usaha relatif
terjangkau; 6) harga cukup memadai dan cepat mendapat uang tunai. Rata-rata
pendapatan pembudidaya merupakan salah satu faktor penting untuk mendukung
keberlanjutan kegiatan budidaya rumput laut apalagi jika dibandingkan dengan Upah
Minimum Kabupaten (UMK).
Salah satu responden menyatakan bahwa usaha rumput laut di Pulau Panjang
mulai berkurang. Hal tersebut sesuai dengan penelitian (Soejarwo, 2017), pendapatan
nelayan budi daya rumput laut menurun dari tahun 2010 hingga pada tahun 2014.
Kualitas rumput laut semakin menurun yang ditandai dengan mudah patah dan
terdapat perubahan warna. Hal tersebut sangat mempengaruhi kondisi perekonomian
masyarakat Pulau Panjang. Faktor penyebab penurunan kualitas rumput laut salah
satunya adalah pencemaran laut. Pencemaran tersebut dapat diperoleh dari tumpahan
67
minyak atau air balas dari kapal-kapal besar yang melintas. Hal tersebut dapat
mempengaruhi kondisi kualitas air. Kondisi kualitas air yang buruk dapat memberi
perubahan terhadap kualitas sumber daya (Soejarwo, 2017). Dengan demikian
beberapa masyarakat beralih pekerjaan dari nelayan budi daya rumput laut menjadi
nelayan ikan.
“Pendapatan masyarakat Pulau Panjang sebagian besar memang dari budi daya
rumput laut pada tahun 2004 sampai sekitar 2014. Pendapatan yang diperoleh juga
dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan daerah sini. Akan tetapi seiring dengan
bertambahnya tahun dan kualitas dari rumput laut semakin menurun. Rumput laut
saat ini mudah patah dan warna berubah sehingga permintaan pasar tidak banyak
karena perubahan kualitas. Sehingga banyak nelayan yang pindah dari budi daya
rumput laut jadi mencari ikan di laut. Saat menjadi nelayan masyarakat Pulau
Panjang juga menaati untuk tidak menggunakan alat yang merusak seperti bom
atau potasium. Intinya masyarakat di sini tertib dalam proses penangkapan
ikannya.”
Pulau Panjang merupakan salah satu pulau yang terletak di Teluk Banten. Teluk
Banten mempunyai potensi perikanan yang cukup tinggi. Tahun 2017 produksi
perikanan tangkap Provinsi Banten mencapai 58 ribu ton dengan tingkat konsumsi
ikan sebesar 9,2 kg/kapita/tahun (DKP Provinsi Banten 2018). Tingkat konsumsi
tersebut masih tergolong rendah dari rekomendasi lembaga pangan dunia (FAO) yaitu
sebesar 29 kg/kapita/tahun. Sektor perikanan tangkap menjadi tumpuan utama
penyedia ikan atau sumber daya lain bagi masyarakat. Peningkatan pemanfaatan dan
pengelolaan yang berkelanjutan diharapkan dapat meningkatkan peran sektor ini
dalam mendukung terwujudnya ketahanan pangan perikanan di Provinsi Banten
termasuk Pulau Panjang.
Produksi perikanan nasional di Indonesia saat ini Sebagian besar berasal dari
perikanan tangkap yang memberikan sumbangsih lebih dari 50% (KKP 2018). Hal
tersebut sesuai dengan produksi perikanan di Provinsi Banten. Berdasarkan pada
kondisi geografis Teluk Banten (termasuk Pulau Panjang) mempunyai letak yang
68
strategis dengan adanya tiga perairan berbeda yaitu Laut Jawa, Selat Sunda, dan
Samudera Hindia. Dengan demikian menjadikan Teluk Banten sebagai wilayah yang
sangat potensial di bidang perikanan tangkap (DKP Provinsi Banten 2018). Potensi
lestari perairan Banten mencapai 1,5 juta ton per tahun (Rizal 2013). Akan tetapi di
perairan Teluk Banten juga mempunyai beberapa masalah Perairan akibat adanya
pemanfaatan yang kurang berkelanjutan di beberapa bidang.
Teluk Banten dimanfaatkan untuk banyak kegiatan, di antaranya adalah
perikanan tangkap, perikanan budidaya, kegiatan pariwisata, dan upaya perlindungan
ekosistem terumbu karang. Perkembangan pesat industri di sepanjang pesisir Teluk
Banten mengakibatkan terjadinya upaya reklamasi pantai. Aktivitas tersebut
berpotensi merusak lingkungan karena adanya kegiatan yang merugikan seperti
pembuangan limbah industri, pembuangan limbah domestik termasuk limbah rumah
tangga. Selain itu aktivitas kapal niaga juga menyebabkan terjadinya pencemaran
perairan (Rochyatun et al. 2005). Kerusakan lamun (Kiswara 2004), penangkapan
ikan yang berlebihan (Diana 2001), pengambilan karang baik yang hidup ataupun
yang mati (Radar Banten 2008), pemakaian alat tangkap ikan yang tidak ramah
lingkungan (Hendarsih 2007), berkurangnya ekosistem bakau, dan perubahan garis
pantai dari Teluk Banten mengakibatkan terjadinya kerusakan yang serius. Kondisi
permasalahan tersebut juga terjadi di sekitar Pulau Panjang dan sebagian besar pelaku
dari kejahatan adalah masyarakat luar (dalam hal ini bukan warga lokal Pulau
Panjang).
“Masyarakat di Pulau Panjang pada dasarnya sudah memahami bahwa ketika kita
menjaga ekosistem maka sumber daya atau ikan yang ditangkap juga akan
meningkat. Cara masyarakat untuk menjaga ekosistem adalah dengan
menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan. Tidak merusak terumbu
karang. Memperingatkan para wisatawan yang ingin melakukan snorkling untuk
lebih berhati-hati Ketika berada di sekitar karang. Karang tidak untuk di injak dan
tetap harus dilindungi. Masyarakat di sini (Pulau Panjang) juga tidak ada yang
menggunakan alat tangkap merusak seperti bom saat menangkap ikan. Sebagian
69
besar yang melakukan kerusakan di sekitar Pulau Panjang adalah masyarakat dari
luar lingkungan kami sendiri. Hal tersebut biasanya akan diselesaikan oleh
masyarakat setempat dan Bintara Pembina Potensi Maritim yang bertugas di Pulau
Panjang.”
Bintara Pembina Potensi Maritim yang bertugas di Pulau Panjang ikut serta
bersama masyarakat dalam memaksimalkan potensi maritim yang ada. Berbagai
kegiatan dilakukan oleh masyarakat dan Bintara untuk dapat memperoleh hasil
produktivitas laut yang lebih baik. Selain melakukan pengamanan Bintara juga
memberikan pembinaan terhadap masyarakat terkait dengan pembelajaran dalam
pemanfaatan sumber daya laut agar lebih mempunyai nilai jual dan lebih bernilai
ekonomis. Keberadaan bintara juga memberikan dampak positif terhadap lingkungan
sekitar. Hal tersebut di tandai dengan adanya upaya penjagaan wilayah ekosistem
bakau dan ekosistem terumbu karang. Bintara melakukan kegiatan Bersama
masyarakat untuk penanaman mangrove atau bakau dan upaya konservasi terhadap
terumbu karang. Upaya konservasi terumbu karang yang dilakukan adalah dengan
penanaman kembali terumbu karang yang sudah mengalami kerusakan.
”Bintara yang berada di Pulau Panjang aktif dalam memberikan pelatihan yang
bermanfaat bagi kami sebagai masyarakat. Kami pun merasa bahwa memang saat
ini masyarakat butuh pelatihan-pelatihan khusus untuk dapat meningkatkan taraf
hidupnya. Seperti waktu itu pernah dilakukan pelatihan yang bekerja sama dengan
pihak lain untuk dapat melakukan pengolahan ikan. Pelatihan dilakukan untuk
para istri nelayan. Jadi semisal nelayan pergi melaut berhari-hari istri tetap dapat
pemasukan dengan kemampuan yang dipunya. Pelatihan pengolahan hasil
perikanan yang diberikan memang membuka wawasan bagi kami masyarakat desa
terlebih kami berada di perbatasan pulau. Sebagian besar ibu-ibu istri nelayan yang
ada di Pulau Panjang saat ini sudah banyak yang mempunyai keahlian sendiri dan
dapat membuat olahan makanan dengan bahan dasar ikan. Semisal dijual harganya
juga lumayan menghasilkan.”
70
Kegiatan yang dilakukan oleh Bintara dan masyarakat merupakan upaya untuk
menjaga ekosistem laut yang lebih berkelanjutan. Hal tersebut penting untuk
dilakukan karena keberadaan mangrove atau bakau di daerah pesisir mempunyai
peran yang penting. Sebagai ekosistem yang mempunyai karakter yang khas di
wilayah pesisir, hutan mangrove memiliki peran ekologis yang sangat penting.
Dampak positif dari hutan mangrove terhadap lingkungan laut dan daerah pesisir
di sekitarnya adalah penahan ombak, tempat memijah berbagai jenis ikan, tempat
asuh bagi larva berbagai biota perairan, dan menyaring polusi laut. Kestabilan
mangrove juga dapat memberi keuntungan dan menjaga pantai dari erosi yang
berlebihan (Riley, 2001). Selain itu mangrove juga berfungsi sebagai penyangga
daratan dan lautan serta ekosistem stabil bagi satwa liar. Dengan adanya upaya
penanaman yang dilakukan oleh Bintara Pembina Potensi Maritim hal tersebut dapat
memberikan dampak positif jangka panjang terhadap kestabilan lingkungan.
Lingkungan yang stabil mendukung untuk produktivitas laut menjadi tinggi. Dengan
demikian hasil tangkapan yang diperoleh akan meningkat begitu pula dengan
pendapatan nelayan.
“Bintara Pembina Potensi Maritim yang bertugas di Pulau Panjang juga ikut serta
dalam pelestarian lingkungan laut. Kita Bersama-sama melakukan kegiatan
penanaman mangrove dan juga transplantasi terumbu karang. Kegiatan ini sangat
bermanfaat sekali mengingat bahwa terumbu karang dan mangrove adalah
ekosistem tempat untuk ikan berkembang biak. Jadi Ketika kita menjaga dan
merawat ekosistem tersebut maka ikan yang kita dapat juga melimpah. Sehingga
secara tidak langsung kegiatan ini akan memberikan dampak positif jangka
Panjang untuk pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat tentunya.”
Keberadaan terumbu karang dari tahun ke tahun mengalami kemunduran, yaitu
terjadi kerusakan yang mengkhawatirkan sehingga menimbulkan penyusutan dalam
jumlah kuantitas dan kualitas. Kerusakan ekosistem terumbu karang tidak terlepas
dari aktivitas manusia baik di daratan maupun pada ekosistem pesisir dan lautan.
Upaya transplantasi terumbu karang yang dilakukan oleh Bintara Potensi Maritim
71
juga merupakan kegiatan yang dapat memberikan hasil jangka Panjang. Ekosistem
terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi
sumber kehidupan bagi berbagai jenis biota laut. Ekosistem terumbu karang
mempunyai fungsi penting sama halnya dengan ekosistem mangrove yaitu sebagai
tempat memijah, mencari makan, dan daerah asuhan bagi biota laut. Kondisi
lingkungan yang sehat dan sesuai dalam hal ini tidak mengalami perubahan yang
signifikan dapat menghasilkan produktivitas yang tinggi (Noviana 2019). Sehingga
hasil tangkapan yang diperoleh nelayan juga akan meningkat dengan catatan tidak
dilakukan proses penangkapan yang berlebihan. Selain itu alat tangkap yang
digunakan juga harus ramah lingkungan.
“Bintara Pembina Potensi Maritim di Pulau Panjang tidak hanya mengamankan,
menanam mangrove dan terumbu karang tetapi mereka juga memberikan pelatihan
terhadap masyarakat terkait dengan kegiatan pascapanen untuk produk perikanan.
Sebagian nelayan memang menjual hasil tangkapannya tanpa diolah atau langsung
masuk pelelangan dan sebagian di jual dengan cara dijadikan sebagai produk
olahan terlebih dahulu. Pengolahan ini biasanya dilakukan oleh istri nelayan. Jadi
pemberdayaan dan pembinaan perempuan (istri nelayan) di Pulau Panjang juga
dilakukan. Hal tersebut berguna untuk memperkuat kemampuan para istri nelayan
dan juga berperan dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga. Jadi pendapatan
yang diperoleh bersumber dari pendapatan suami (nelayan) dan juga istri.”
Bintara Pembina Potensi Maritim di Pulau Panjang melakukan pembinaan dan
pemberdayaan masyarakat. Pembinaan dan pemberdayaan masyarakat ini bertujuan
untuk mendorong masyarakat berinisiatif dalam memulai proses kegiatan sosial
dengan (Suharto, 2010). Hal tersebut berguna untuk memperbaiki kondisi diri sendiri
atau dalam hal ini rumah tangga nelayan. Secara fungsional, pemberdayaan
masyarakat adalah upaya memperkuat segala bentuk gerakan masyarakat yang ada
termasuk usaha untuk meningkatkan kesejahteraan (Rizyanti, 2006). Upaya
pemberdayaan yang dilakukan oleh Bintara Pembina Potensi Maritim pada
masyarakat Pulau Panjang meliputi:
72
Tabel 4. Daftar nama dan lokasi penempatan Bintara Pembina Potensi Maritim
Pangkalan Angkatan Laut Banten
N
Nama Pangkat, Korps Desa binaan Contact person
o
1 Wahyu Pelda Ttg NRP Kel. Tamansari Kec. 087808407588
Witdiyan 89308 Pulomerak, Kota Cilegon,
to Banten (Lingkungan Mako
Lanal Banten)
2 Vini Serka Apm/W Kel. Tamansari Kec. 081280197155
Mekar S NRP 116418 Pulomerak, Kota Cilegon,
Banten (Lingkungan Mako
Lanal Banten)
3 Deni Serda Saa NRP Kel. Lebak gede Kec. 085210578893
Saprudin 92884 Pulomerak, Kota Cilegon,
Banten (Lingkungan Rumdis
Lanal Banten)
4 Dony Peltu Ttu NRP Desa Anyer, Kec. Anyer, 082113230700
Jatnika 89244 Kota Serang, Banten.
5 Zulkarna Sertu Lek NRP Desa Cikoneng, Kec. Anyer, 081510568343
in 74567 Kota Serang, Banten.
73
4.2 Pembahasan
Indonesia sebagai negara dengan wilayah laut yang luas sudah seharusnya
mengutamakan keamanan maritim sebagai perihal utama dalam stabilitas negara.
74
Penelitian tentang keamanan laut adalah salah satu topik khusus baik di sektor
nasional dalam hal ini negara Indonesia maupun global atau internasional. Selain itu
hal ini juga merupakan kajian penting bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia yang berencana untuk mengesahkan undang-undang baru
berkaitan dengan keamanan laut. Pengesahan undang-undang yang dilakukan tentu
membutuhkan data terkait dengan kajian yang mempunyai relevansi kuat. Dasar
hukum terkait keamanan maritim diusulkan sebagai bentuk dari upaya mitigasi
tindakan kriminal yang terjadi di laut. Sebagaimana kita ketahui, siklus bisnis di laut
banyak menyebabkan maraknya kasus kriminal yang mengakibatkan kerugian secara
finansial hingga pada kematian. Kawasan Asia Tenggara merupakan bagian dari
pertumbuhan ekonomi global sehingga diperkirakan ke depannya Asia Tenggara akan
banyak menghadapi masalah terkait dengan aktivitas perdagangan dan transportasi di
jalur global atau internasional melalui sea lanes of communications (SLOC) dan sea
lanes of trade (SLOT).
Pergeseran studi keamanan maritim pascaperang dingin menjadi berubah. Hal
tersebut mengubah pandangan tradisional yang padat dengan militeristis dan berpusat
pada negara menjadi pandangan nontradisional. Kelompok dengan pandangan
tradisional cenderung melihat konsep keamanan dalam kerangka yang sempit, seperti
ancaman terhadap kedaulatan dan identitas nasional. Berbeda halnya dengan
kelompok nontradisional yang cenderung memperluas perspektif akan pengertian
tersebut meliputi manajemen konflik, permasalahan keamanan, potensi sumber daya
laut (hayati dan non hayati), serta kondisi dan status lingkungan perairan (Buzan et al.
1998). Transisi dari keamanan tradisional ke nontradisional telah menghasilkan lima
aspek yang saling terkait. Lima aspek tersebut berkorelasi dengan studi penelitian
keamanan saat ini, yaitu aspek politik, militer, ekonomi, sosial dan lingkungan
(Buzan et al. 1998). Integrasi kelima aspek tersebut dapat memberikan dampak yang
signifikan dalam upaya mengoptimalkan keamanan maritim melalui pengusulan
korespondensi kebijakan yang menyeluruh dan saling berkaitan.
75
Keamanan maritim adalah kondisi yang membuat laut bebas dari segala
bentuk ancaman yang ditimbulkan oleh sekelompok orang yang dapat menimbulkan
bahaya dan gangguan. Laut sebagai tempat nelayan untuk mencari ikan setidaknya
aman dan sumber daya pun tetap lestari. Ancaman serius yang dapat membahayakan
di laut perlu diminimalkan. Beberapa contoh tindak kejahatan yang mengganggu
kegiatan maritim seperti pembajakan, pencurian dan terorisme. Selanjutnya aman dari
ancaman letak geografis dan hidrologi yang tidak stabil, karena hal tersebut dapat
menyebabkan gangguan navigasi. Terbebas dari kondisi laut yang melanggar hukum
nasional dan internasional seperti illegal fishing, illegal logging, human trafficking,
illegal goods smuggling dan lain-lain (Anwar, 2013).
Keamanan Laut adalah semua misi negara untuk mempertahankan dan
melindungi kedaulatan atas laut dan sumber daya kelautan, mendukung perdagangan
bebas, dan memerangi terorisme laut serta kejahatan di jalur perbatasan, pembajakan,
dan perusakan lingkungan laut. Octavian et al., (2014) menemukan lima dari delapan
kejahatan lintas batas yang terorganisir di antaranya yaitu, terorisme, perompakan
maritim, penyelundupan senjata, perdagangan manusia, dan perdagangan narkoba.
Beberapa contoh tersebut merupakan kejahatan di dunia maritim. Kejahatan yang
terjadi secara terus-menerus dapat memberikan dampak negatif terhadap masyarakat
yang berada di daerah berbatasan, pulau-pulau kecil atau pesisir pada umumnya.
Pembinaan kepada masyarakat perlu dilakukan sebagai bekal pengetahuan dan wujud
dari upaya untuk menghadirkan ketahanan di wilayah sekitarnya. Ketahanan yang
dimaksudkan dalam hal ini adalah ketahanan secara keseluruhan khususnya
ketahanan wilayah dan sumber daya. Pertahanan yang kuat dapat memberikan rasa
aman dan jika terdapat permasalahan masyarakat mampu untuk menghadapinya.
Kemampuan masyarakat perlu dipupuk dengan adanya pembinaan yang konsisten.
Teori coaching oleh Mattis, Robert L, Jackson, dan John menyatakan bahwa
coaching adalah proses dimana seseorang atau kelompok memperoleh keterampilan
khusus untuk mencapai tujuan tertentu dalam hal ini cenderung dengan tujuan suatu
organisasi. Oleh karena itu, proses coaching biasa dikaitkan dengan tujuan organisasi
77
dan dapat bersifat sempit atau meluas. Pembinaan adalah upaya untuk mendorong
tingkat kinerja anggota organisasi baik secara individu ataupun kelompok dalam
pekerjaannya saat ini atau yang akan datang. Berdasarkan teori tersebut dapat
disimpulkan bahwa peran Pangkalan Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut
Banten dalam melakukan pembangunan ketahanan wilayah di sekitar darah pesisir
Banten dapat dilihat dari perspektif perencanaan pembangunan strategis dan
pemberdayaan. Dari perspektif perencanaan pembangunan strategis, yaitu
pengaturan, perencanaan, pengorganisasian, dan pembenaran strategi adalah sesuatu
yang baru dan bernilai lebih baik untuk kehidupan masa depan.
Konsisten dengan teori di atas selaras dengan pendapat dari Soepanji (2018)
yang menyatakan bahwa konsep bela negara sebagai perspektif ketahanan nasional
harus diberikan kepada semua warga negara melalui pendidikan sejak dini. Konsep
ini penting untuk ketahanan suatu negara, secara umum, terutama masyarakat-
masyarakat yang berada di perbatasan dan daerah pesisir. Berbeda dengan Latihan
instan yang hanya berlangsung satu minggu pada tataran teoritis, model pendidikan
pertahanan perlu dikembangkan secara menyeluruh dan terus menerus. Pelaksanaan
pembangunan ketahanan wilayah pada tataran praktis, dan kehidupan bermasyarakat
(Soepandji, 2018) menjadi hal penting untuk diperhatikan. Dalam konteks kajian ini,
pengembangan ketahanan lokal dapat dilakukan bersama antara masyarakat pesisir
dan pemerintah. Instansi pemerintah yang paling berpengaruh adalah Tentara Negara
Indonesia Angkatan Laut. Pembinaan oleh TNI AL melalui Bintara Pembina Potensi
Maritim dilakukan dengan tepat sesuai dengan perumusan tugas yang sedemikian
rupa agar sesuai dengan situasi yang ada. Dengan demikian ketahanan lokal di
wilayah laut dapat diwujudkan dalam bentuk ketahanan wilayah ataupun ketahanan
sumber daya.
Ketahanan wilayah dan keamanan negara diartikan sebagai dinamika kehidupan
pertahanan dan keamanan yang ada di negara Indonesia. Hal ini termasuk keuletan
dan kekuatan bangsa termasuk juga kemampuan untuk menghadapi dan
meminimalkan ancaman eksternal dan internal baik yang terjadi secara langsung
78
untuk mencapai ketahanan nasional di wilayah dan sekitar laut (Sumarsono, 2000).
Kesadaran masyarakat untuk tidak merusak lingkungan laut juga tidak datang secara
tiba-tiba melainkan butuh diberi pengertian dan pembinaan yang intensif. Sumber
daya manusia dengan kemampuan dan pengetahuan luas juga merupakan aset bangsa
untuk menuju ketahanan nasional.
Pada hakikatnya ketahanan wilayah laut adalah kemampuan dan ketangguhan
suatu bangsa untuk menjamin kelangsungan hidupnya berdasarkan potensi maritim
yang dimiliki. Penyelenggaraan ketahanan wilayah laut dapat dilakukan dilakukan
melalui pendekatan keamanan dan kesejahteraan;
1. Kesejahteraan digunakan sebagai tolak ukur perwujudan ketahanan diwilayah
laut. Masyarakat dapat memanfaatkan hasil laut secara berkelanjutan dan tidak
khawatir akan eksternal ataupun internal. Kesejahteraan juga merupakan
kemampuan bangsa dalam menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai
nasionalnya menjadi kemakmuran yang adil dan merata dalam upaya
pemanfaatan potensi maritim yang ada.
2. Keamanan adalah kemampuan dalam melindungi bangsa dan negara serta
melindungi nilai-nilai luhur bangsa terhadap segala ancaman dari dalam
maupun dari luar. Keamanan wilayah laut juga menjadi salah satu hal yang
harus diperhatikan oleh masyarakat mengingat bahwa Indonesia adalah jalur
alternatif perdagangan dunia. Tindak kejahatan atau kriminal dapat datang dari
luar dan masuk kapan saja yang dapat mengancam stabilitas negara dan
menciptakan kekhawatiran masyarakat lokal.
Pendekatan keamanan dan kesejahteraan disinergikan dalam upaya mencapai
ketahanan wilayah laut. Dalam hal ini pembacaan kondisi dan situasi juga perlu
dilakukan secara teliti untuk mengetahui tindakan dan tanggapan yang tepat dalam
merespons keadaan. Selain itu evaluasi juga perlu dilakukan untuk mengetahui
seberapa jauh dampak adanya pembinaan dan penyulihan serta kebijakan terhadap
kesejahteraan dam ketahanan wilayah di laut bagi masyarakat sekitar.
81
Potensi Maritim merupakan salah satu unsur penting dalam upaya mengoptimalkan
kekuatan laut. Karakter masyarakat yang kuat dapat dijadikan sebagai modal utama
dalam pengembangan kekuatan sumber daya manusia di sekitar laut. Mahan melihat
bahwa karakter masyarakat yang mencintai dan bangga terhadap negara dan bangsa
akan menjadi faktor penentu kuat atau lemah sebuah negara. Keberadaan Bintara
Pembina Potensi Maritim ini adalah untuk membina masyarakat menjadi aktif dan
ikut serta menjaga dan mempertahankan keamanan laut dan sekitarnya. Dengan
demikian kesadaran dari masyarakat akan tumbuh dengan sendirinya untuk mencintai
bangsa dan negaranya melalui upaya-upaya tertentu. Selain itu, pemberdayaan di
wilayah pesisir juga dilakukan dalam rangka membangun dan mengembangkan
kekuatan laut dan mengoptimalkan potensi yang ada untuk menjadi kekuatan wilayah
laut. Pembinaan dan pemberdayaan ini menjadi urgensi penting karena berdasarkan
data yang diperoleh jumlah populasi.
Faktor lain yang mempengaruhi keamanan laut adalah kekuatan dari angkatan
laut. Selain itu terdapat hal lain yang dapat menunjang kekuatan tersebut di antaranya
adalah letak geografi, sumber daya laut, ekonomi kelautan, kekuatan angkatan darat
dan udara, masyarakat berkarakter, dan pemerintah (Till 2009). Upaya mewujudkan
kekuatan dan ketahanan wilayah laut tidak dapat dilakukan hanya oleh satu elemen.
Kekuatan terintegrasi antara satu elemen dengan elemen yang lain perlu
dioptimalkan. Berdasarkan pada letak geografis tentu Indonesia merupakan negara
yang strategis ditambah dengan sumber daya laut yang melimpah. Pengelolaan atau
manajemen sumber daya laut perlu dilakukan untuk menjamin bahwa sumber daya
yang ada dapat berkelanjutan. Selain itu perlu juga dilakukan peningkatan keamanan
untuk memastikan bahwa penangkapan ikan tidak dilakukan dengan alat yang
merusak. Bintara dalam hal ini juga bekerja sama dengan masyarakat dan instansi lain
untuk melakukan patroli secara rutin dalam rangka mencegah adanya illegal fishing.
Pembinaan desa pesisir oleh Bintara pembina terhadap nelayan yang dilakukan telah
membantu kinerja Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) untuk
mencegah ancaman keamanan maritim. Hal ini tertulis dalam Peraturan Kasal
88
dari kesadaran dan tanggung jawab terhadap lingkungannya. Beberapa contoh hukum
adat yang terdapat di daerah yang bertujuan untuk menjaga sumber daya adalah
awig-awig yang terdapat di Lombok dan Bali, adat dan budaya sasi yang diterapkan
oleh masyarakat di Maluku serta panglima Laut oleh masyarakat Aceh. Masyarakat
nelayan di Pulau Panjang, Banten juga mempunyai budaya dan data tersendiri dalam
memanfaatkan potensi maritim yang ada. Masyarakat cenderung melayang siapa pun
merusak lingkungan laut dengan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.
Keberadaan Bintara juga memperkuat kondisi keamanan wilayah serta memberikan
efek jera pada masyarakat yang melanggar aturan daerah tersebut. Sanksi yang
diberikan juga telah dipertegas untuk penegakan keadilan dan hukum di laut.
3.
93
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Keberadaan Bintara Pembina Potensi Maritim di lingkungan masyarakat pesisir
sangat mendukung proses penguatan wilayah laut. Bintara Pembina Potensi Maritim
tidak hanya berfokus pada tugas Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI
AL) yang menjadi kewajiban. Bintara juga melakukan dan mengembangkan
pembinaan lain serta berupaya untuk memaksimalkan perannya.
1. Optimalisasi potensi maritim dilakukan oleh Bintara Pembina Potensi
Maritim bersama-sama dengan masyarakat setempat. Keberadaan Bintara
tersebut juga ikut serta dalam upaya pengoptimalan potensi dengan cara
menjalin kerja sama dengan beberapa instansi terkait seperti Kementerian
Kelautan Perikanan (KKP) dan Dinas Kelautan Perikanan (DKP). Kerja
sama yang dilakukan merupakan wujud dari sinergi antar instansi
pemerintah untuk mengoptimalkan upaya pengawasan dan pemanfaatan
potensi maritim. Konsep kerja sama yang terintegrasi dapat memberikan
dampak positif jangka panjang baik untuk keberlanjutan sumber daya laut
(hayati dan non hayati) maupun keamanan wilayah laut sekitar pesisir dan
perbatasan.
2. Kehadiran Bintara Pembina Potensi Maritim sebagai bagian dari Tentara
Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) di tengah masyarakat pesisir
memberi dampak positif. Masyarakat merasa lebih aman dan tenang dari
adanya gangguan serta ancaman yang tidak menentu. Selain itu pembinaan
dan penyuluhan yang dilakukan oleh Bintara Pembina Potensi Maritim
menjadi pengetahuan dasar oleh masyarakat dalam upaya mengembangkan
kemampuan diri. Pengembangan kemampuan ini ditujukan untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Selain itu dasar ilmu dari
pembinaan yang dilakukan memberi pengetahuan khusus terkait upaya
94
5.2 Saran
Kajian efektivitas kinerja Bintara Pembina Potensi Maritim dapat dilakukan
di wilayah lain untuk memetakan peran dan implementasi adanya Bintara tersebut
di sebagian besar wilayah Indonesia. Dengan demikian penguatan wilayah laut dan
pembinaan terhadap masyarakat pesisir dilakukan secara merata dan terintegrasi.
Sistem yang terintegrasi ini nantinya dapat memberikan sumbangsih besar terhadap
keamanan wilayah laut di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, perlu
juga dilakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan sistem kelembagaan
masyarakat yang dapat menunjang kinerja Bintara Pembina Potensi Masyarakat
dan beberapa instansi lain yang terlibat untuk lebih mengoptimalkan perannya
dalam membina masyarakat dan pengamanan laut di wilayah pesisir. Sistem
kelembagaan yang tepat juga perlu diketahui mengingat bahwa masyarakat adalah
elemen penting dalam kajian ini. Optimalisasi peranan pemerintah juga perlu
dimaksimalkan untuk menunjang peningkatan keamanan dan pengawasan di laut
95
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten. 2018. Kelautan Perikanan
Provinsi Banten Dalam Angka 2018. Serang: Dinas Kelautan dan Perikanan
Provinsi Banten. 171 hlm.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2018. Kelautan dan Perikanan Dalam
Angka 2018. Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan. 384 hlm.
Alumni AKABRI Laut 1973 (AAL.XIX). 2001. Bunga Rampai, Lautku
Pengabdianku, Yayasan Prasetya Jala Utama: Jakarta. 240-241.
Anwar, S. 2013. Posisi keamanan maritim dalam kerangka sistem pertahanan negara.
Jurnal Pertahanan, 3 (2).
Bakrie, Connie. 2011. Deepening the ADMM Security Leg: Indonesia’s Maritime
Security and the Role of India & Australia. This paper is presented at the Delhi
Dialogue III - Beyond the First Twenty Years of India-ASEAN Engagement,
Le Meridien Hotel, March 3-4, 2011, New Delhi.
Bandoro, Bantarto. 2013. Ancaman, Resiko dan Bencana Keamanan. Jakarta:
Universitas Pertahanan.
Bandoro, Bantarto. 2013. Portraying Strategic – Security Environment: Overview
dan Scanning Strategic Environment. Jakarta: Universitas Pertahanan
Bayu, Vita, Indah, Yanti. 2014. Peningkatan kapasitas nelayan terkait upaya
pertahanan negara di wilayah perbatasan. Jurnal Segara, 4(1). http://ejournal
balitbang.kkp.go.id/index.php/jkse/articl e/view/167/976
Bueger, C. 2014 Boundary concepts and the interaction of communities of practice.
Cases from the security-development nexus, political concepts— committee on
concepts and methods working paper series. Forthcoming.
Bueger, C. 2015. What is maritime security?. Marine policy, 53, 159-164.
Buzan, B. 2007. What is national security in the age of globalisation?. London:
London School of Economics and Political Science.
96
Buzan, B., Waever, O., de Wilde, J. 1998. Security: A New Framework For Analysis.
Colorado: Lynne Rienner Publisher
Collins, A. 2010. Contemporary Security Studies. New York: Oxford University
Press.
Crowl, P. A. 1986. Alfred Thayer Mahan: The naval historian. In P. Paret (Ed.),
Makers of modern strategy. From Machiavelli to the nuclear age (pp. 444–480).
Princeton, NJ: Princeton University Press.
David, F. R. 2013. Strategic Management Concepts (14th edition). Essex. Pearson
Education Limited.
Diana, S. 2001. Strategi Pengelolaan Perikanan Tangkap di Teluk Banten, Kabupaten
Serang. http://digilib.sith.itb.ac.id/go.php?id=jbptitbbi-gdl-s2-2004-skalalisdi-
167&node=1579 start=master tesis dari JBPTITBBI/2004-10-26 [17 Juli 2009].
Friedrichs, D. O. 2007. Transnational crime and global criminology: Definitional,
typological, and contextual conundrums. Social Justice, 34, 4–18.
Gasper, D. 2005. Securing humanity: situating ‘Human Security’ as concept and
discourse. Journal of Human Development and Capabilities, 6 (2), 221-245.
Gough, P. B. M. 1988. Maritime strategy: The legacies of Mahan and Corbett as
philosophers of sea power. The RUSI Journal, 133(4), 55–62.
Haryanto A. 2015. Faktor Geografis dan Konsepsi Peran Nasional sebagai Sumber
Politik Luar Negeri Indonesia. Jurnal Hubungan Internasional, 4 (2), 136-147.
DOI: 10.18196/hi.2015.0074.136-147.
Hozairi, Buhari, Lumaksono, H., Tukan, M., Alim, S. 2018. Selection of the
Indonesian Ocean Security Model with Fuzzy-AHP and Fuzzy-TOPSIS. Jurnal
Ilmiah NERO, 4(1), 57–66.
I Nengah Putra A, A. H. 2016. Analyze opportunities and threats of Indonesian
maritime security as a result of the development of a strategic environment.
Kadar, A. 2015. Pengelolaan Kemaritiman Menuju Indonesia sebagai Poros Maritim
Dunia. Jurnal Keamanan Nasional, VI(21), 427–442.
97
Noviana, L., Arifin, H. S., Adrianto, L., Kholil. 2019. Studi ekosistem terumbu
karang di Taman Nasional Kepulauan Seribu. JPSL, 9(2), 352-365.
http://dx.doi.org/10.29244/jpsl.9.2.352-365.
Nurawaluddin, A. 2017. Sinergitas TNI AL dan KKP Dalam Pemberdayaan
Kelompok Masyarakat Pengawas Dalam Mengatasi Tindak Pidana Laut. Tesis.
Program Pascasarjana, Fakultas Strategi Pertahanan, Universitas Pertahanan
Indonesia.
Octavian, A. Yulianto, A. Budaya. 2014. Idenditas dan Masalah Keamanan Maritim,
Jakarta: Universitas Pertahanan.
Ohmae, K. 2005. The Next Global Stage: Tantangan dan Peluang di Dunia yang
Tidak Mengenal Batas Wilayah. Jakarta. Indeks.
Pardosi, A. S. 2016. Potensi dan Prospek Indonesia Menuju Poros Maritim. Journal
Ilmu Hubungan Internasional, 4(1), 17–26
Paris, R. 2001. Human security: paradigm shift or hot air? International
Security, 26 (2), 87-102.
Pramono, D. 2005. Budaya Bahari. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Pranoto, H., Octavian, A. 2015. Security Strategy at Indonesia Archipelagic Sea
Lane. Jurnal Pertahanan, 1(2), 93-108. DOI:10.33172/jp.v1i2.58
Radar Banten. 2008. Pengelolaan Teluk Banten Harus Berkelanjutan.
http://www.radarbanten.com/mod.php?
mod=publisher&op=viewarticle&ortid=23693 13 Maret 2008 [17 Juli 2009].
Rachman, C. 2009. Concepts of Maritime Security: A Strategic Perspective on
Alternative Visions for Good Order and Security at Sea, with Policy
Implications for New Zealand. New Zealand: Centre for Strategic Studies.
Riley, R. W. 2001. Mangrove Replenishment Initiative on Florida Space
Coast. http://mangrove.org.
Rizal, A. 2013. Kinerja Sektor Perikanan Provinsi Banten. Jurnal Akuatika, 4(1), 21-
34.
99
Rochyatun, E., Lestari, Rozak, A. 2005. Kualitas Lingkungan Perairan Banten dan
Sekitarnya Ditinjau dari Kondisi Logam Berat. Jurnal Oseanologi dan
Limnologi, 38, 23-46.
Roesmidi, R. R. 2006. Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Al-Qaprint Jatinagor.
hal. 26.
Rubel, R. C. Navies and Economic Prosperity – the New Logic of Sea Power. Corbett
Working Paper No.11. London: King's College.
Sastrawidjaya. 2002. Nelayan Nusantara. Jakarta: Pusat Riset Pengolahan Produk
Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan.
Satria, A. 2015. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Seputro, P. A., Soelistiyanto. 2021. Pemberdayaan Nelayan menjadi Badan
Pengumpul Informasi sebagai Komponen Pendukung Pertahanan Negara di
Laut, (Studi: Perairan Kendari, Sulawesi Tenggara). Jurnal Maritim Indonesia,
9 (1), 21-30.
Soejarwo, A. P. 2017. Potensi usaha budi daya rumput laut di Pulau Panjang
Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Buletin Ilmiah “MARINA” Sosial
Ekonomi Kelautan dan Perikanan, 3 (2), 91-96.
Suhartono, E. 2010. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung:
Refika Aditama. h. 57.
Sumarsono. 2001. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta
Supriharyono, 2002. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah
Pesisir Tropis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Thorpe, A., Whitmarsh, D., Ndomahina, E., Baio, A., Kemokai, M., Lebbie, T. 2009.
Fisheries and failing states: the case of Sierra Leone. Marine Policy, 33 (2),
393-400.
Till, G. 2004. Seapower. A guide for the twenty-first century. London: Routledge.
100
Till, G. 2009. Sea power, A guide for the Twenty-First Century, 2 nd edition. New
York: Routledge.
Vego, M. 2009. Naval classical thinkers and operational art. The United States
Naval War College.
Witjahyo, R. W., Poespojoedho, O.W. 2019. Naval Diplomacy: Upaya Defensif
Indonesia dalam Konflik Laut Tiongkok Selatan di Era Joko Widodo. Jurnal
Hubungan Internasional, 2, 245-246.
Yarger,H. R. 2006. Strategic Theory for The 21st Century: The Little Book on Big
Strategy. Carlisle: Strategic Studies Institute.
101
LAMPIRAN
Lampiran 1
102
103
Lampiran 2
104
105
106
Lampiran 3
Dokumentasi kegiatan wawancara bersama dengan perangkat desa
107
108