Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH STUDI NASKAH BAHASA ARAB

Tentang :
“QIRA’AT KUTUB TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG EKONOMI SYARIAH”

OLEH :
KELOMPOK 14
WHINDA SUCI AMELIA
2002042023

DOSEN PENGAMPU
Dr. AKHYAR HANIF, M. Ag

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BATUSANGKAR
1441 H / 2021 M
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah pemakalah ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan karunianyalah pemakalah dapat menyelesaikan makalah STUDI NASKAH BAHASA
ARAB tentang “QIRA’AT KUTUB TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG EKONOMI
SYARIAH” yang pemakalah sajikan dalam berbagai sumber. Selanjutnya salawat beserta
salam semoga masih tetap dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW,
yang telah menunjukkan kita kepada jalan lurus dan berilmu pengetahuan seperti yang kita
rasakan saat sekarang ini.

BATUSANGKAR, JANUARI 2021

PEMAKALAH
PENDAHULUAN

Riba merupakan pendapatan yang di peroleh secara tidak adil. Riba telah berkembang
sejak zaman jahiliyah hingga sekarang ini. Sejak itu banyaknya masalah-masalah ekonomi
yang terjadi di masyarakat dan telah menjadi tradisi bangsa arab terhadap jual beli maupun
pinjam-meminjam barang dan jasa. Sehingga sudah mendarah daging, bangsa arab
memberikan pinjaman kepada seseorang dan memungut biaya jauh di atas dari pinjaman awal
yang di berikan kepada peminjam akibatnya banyaknya orang lupa akan larangan riba.
Sejak datangnya Islam di masa Rasullullah saw. Islam telah melarang adanya riba.
Karena sudah mendarah daging, Allah SWT melarang riba secara bertahap. Allah SWT
melaknat hamba-hambanya bagi yang melakukan perbuatan riba. Perlu adanya pemahaman
yang luas, agar tidak terjerumus dalam Riba. Karena  Riba menyebabkan tidak terwujudnya
kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.
PEMBAHASAN

PASAL tentang RIBA


A. Terjemahan Pasal
KITAB RIBA
Jual beli bahan pangan dengan bahan pangan (barter) harus sama takarannya
bila dari satu jenis makanan. Dan begitu juga transaksi barang ribawi harus bersamaan
dalam satu waktu tanpa ada penundaan. Tidak boleh transaksi dalam satu jenis barang
ribawi dengan kelebihan satu dari yang lainnya dan tidak boleh secara menyeluruh
untuk menunda-nunda waktu membayar. Seperti jual beli bahan pangan pada semua
jenisnya maka harus dalam satu waktu tanpa ada penundaan membayar. Begitu juga
dalam jual beli buah yang bisa dikeringkan, harus mengetahui perbedaan antara pangan
yang masih segar dengan pangan yang sudah dikeringkan, semu dibawa kepada berat
saat buah tersebut masih segar. Maka tidak boleh jual beli kurma basah dengan
sejenisnya jika tidak sama takarannya, kecuali pada susu. Dan tidak boleh jual beli
hewan Dengan daging hewan tersebut, karna terdapat kerusakan yang besar.

B. Analisis Pasal
Riba berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat
pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang
dibebankan kepada peminjam. Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Dalam
pengertian lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar . Sedangkan
menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal
secara bathil.
Riba bisa muncul ketika terjadi pertukaran barang ribawi sesama jenis tanpa
perantara berupa harga. Apabila pertukaran ini terjadi, Islam mensyaratkan terpenuhinya
tiga unsur yaitu tamatsul (barang yang dipertukarkan sepadan atau sejenis), taqabudh
(kedua belah pihak saling seran terima), serta hulul (transaksi dilakukan kontan).
Misalnya pinjam emas 10 gram dikembalikan dengan barang yang sama. Atau
pinjam beras 1 kilogram dikembalikan dengan benda yang sama. Jika pemberi pinjaman
mensyaratkan adanya kelebihan dalam pengembalian, maka hal itu adalah riba. Sebab,
kelebihan itu menjadi beban bagi orang yang mendapat pinjaman.
Imam Syafi'i berpendapat bahwa menjual emas dan perak (lain jenis) dengan
berbeda lebih banyak adalah boleh, tetapi jika sejenis (emas dengan emas) tidak
diperbolehkan dengan kata lain riba. Sedangkan Imam Syafi'i mensyaratkan agar tidak
riba yaitu sepadan (sama timbangannya, takarannya dan nilainya) spontan dan bisa
diserahterimakan sehingga pada dasarnya. Praktek Jual beli barter tersebut tetap sah
dengan terpenuhinya syarat-syarat jual beli.
Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- memberi keringanan untuk jual beli araya.
Jual beli araya atau ariyah adalah jual beli barter antara kurma kering di tangan dengan
kurma basah di tangkai pohon atau barter antara anggur kering (zabib) dengan anggur
basah. Transaksi jual beli semacam ini bisa dipastikan ada selisih. Sementara barter
antarbahan makanan yang sama, hukumnya riba kecuali ukurannya sama.
Secara umum, jual beli araya diperbolehkan menurut mayoritas ulama: Ishaq bin
Rahuyah, Imam Syafi`i, Ibnu Mundzir, dan Imam Ahmad. (Abdurrahman bin Muhammad
Ibnu Qudamah, Asy-Syarh Al-Kabir, Mauqi` Ya`sub, 4:152). Mereka berdalil dengan
beberapa hadis berikut:
Pertama, hadis dari Sahl bin Abi Hatsmah radliallahu ‘anhu bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kurma kering ditukar dengan kurma kering, dan
beliau memberi keringanan untuk `ariyah, agar dijual dengan ditaksir (takarannya),
sehingga bisa dimakan dalam kondisi masih segar. (HR. Bukhari no. 2079 & Muslim no.
1539). Ibnu Qudamah mengatakan, “Yang namanya rukhshah adalah membolehkan satu
hal yang terlarang meskipun terdapat sebab yang melarang karena jika dilarang sementara
terdapat sebab yang membolehkan maka tidak ada lagi rukhshah.” (Abdurrahman bin
Muhammad Ibnu Qudamah, Asy-Syarh Al-Kabir, Mauqi` Ya`sub, 4:152)
Kedua, hadis dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memberi keringanan untuk jual beli aroyaa, agar ditaksir takarannya
dengan kurma kering, untuk takaran lima wasaq atau kurang dari lima wasaq. (HR.
Bukhari no. 2190 dan Muslim no. 1541)
Menurut para fiqih, riba dapat dibagi menjadi 4 macam bagian, yaitu sebagai
berikut :
1. Riba Fadhl, yaitu tukar menukar dua barang yang sama jenisnya dengan kualitas
berbeda yang disyaratkan oleh orang yang menukarkan. contohnya tukar menukar
emas dengan emas,perak dengan perak, beras dengan  beras dan sebagainya.
2. Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat sebelum ditimbang dan diterima, maksudnya
orang yang membeli suatu barang, kemudian sebelum ia menerima barang tersebut
dari si penjual, pembeli menjualnya kepada orang lain. Jual beli seperti itu tidak
boleh, sebab jual beli masih dalam ikatan dengan pihak pertama.
3. Riba Nasi’ah  yaitu riba yang dikenakan kepada orang yang berhutang disebabkan
memperhitungkan waktu yang ditangguhkan. Contoh : Aminah meminjam cincin 10
Gram pada Ramlan. Oleh Ramlan disyaratkan membayarnya tahun depan dengan
cincin emas sebesar 12 gram, dan apa bila terlambat 1 tahun, maka tambah 2 gram
lagi, menjadi 14 gram dan seterusnya. Ketentuan melambatkan pembayaran satu
tahun.
4. Riba Qardh, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau
tambahan bagi orang yang meminjami/mempiutangi. Contoh : Whita meminjam uang
sebesar Rp. 25.000 kepada Dimas. Dimas mengharuskan dan mensyaratkan agar
Whita mengembalikan hutangnya kepada Dimas sebesar Rp. 30.000 maka tambahan
Rp. 5.000 adalah riba Qardh.
Adapun  dalil yang terkait dengan perbuatan riba, berdasarkan Al-Qur’an dan Al-
Hadits. Di antara ayat tentang riba adalah sebagai berikut: 

۟ ُ‫ض َعفَ ۭةً ۖ َوٱتَّق‬


َ ٰ ‫وا ٱل ِّربَ ٰ ٓو ۟ا أَضْ ٰ َع ۭفًا ُّم‬
۟ ُ‫وا اَل تَأْ ُكل‬
۟ ُ‫ين َءامن‬ ٓ
َ ‫وا ٱهَّلل َ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِح‬
‫ُون‬ َ َ ‫ٰيَأَيُّهَا ٱلَّ ِذ‬
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda
dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. QS Ali
Imran : 130.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, melarang hamba-hamba-Nya yang mukmin


memberlakukan riba dan memakan riba yang berlipat ganda, seperti yang dahulu biasa
mereka lakukan bila telah tiba masa pelunasan utang, maka jalan keluar adakalanya si
pengutang melunasi utangnya atau membayar bunga ribanya. Jika ia membayar, maka
tidak ada masalah, tetapi jika ia tidak dapat membayar utangnya, dia harus menambah
bayarannya sebagai ganti dari penangguhan masa pelunasannya. Demikianlah seterusnya
sepanjang tahun, adakalanya utang sedikit menjadi bertambah banyak dan berlipat-lipat
dari utang yang sebenarnya (Tafsir Ibnu Katsir).

ۚ ِّ‫ون إِاَّل َك َما يَقُو ُم ٱلَّ ِذى يَتَ َخبَّطُهُ ٱل َّش ْي ٰطَ ُن ِم َن ْٱل َمس‬ َ ‫ون ٱلرِّ بَ ٰو ۟ا اَل يَقُو ُم‬ َ ُ‫ين يَأْ ُكل‬ َ ‫ٱلَّ ِذ‬
ُ‫ك بِأَنَّهُ ْم قَالُ ٓو ۟ا إِنَّ َما ْٱلبَ ْي ُع ِم ْث ُل ٱلرِّ بَ ٰو ۟ا ۗ َوأَ َح َّل ٱهَّلل ُ ْٱلبَ ْي َع َو َح َّر َم ٱلرِّ بَ ٰو ۟ا ۚ فَ َمن َجآ َء ۥه‬َ ِ‫ٰ َذل‬
ٓ
‫ب‬ •ُ ‫ك أَصْ ٰ َح‬ َ ِ‫ف َوأَ ْم ُر ٓۥهُ إِلَى ٱهَّلل ِ ۖ َو َم ْن َعا َد فَأ ُ ۟و ٰلَئ‬َ َ‫َم ْو ِعظَ ۭةٌ ِّمن َّربِِّۦه فَٱنتَهَ ٰى فَلَهۥُ َما َسل‬
‫ون‬ َ ‫ار ۖ هُ ْم فِيهَا ٰ َخلِ ُد‬ ِ َّ‫ٱلن‬
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka mereka kekal di dalamnya. QS:AL-Baqarah: 275,

(Orang-orang yang memakan riba), artinya mengambilnya. Riba itu ialah


tambahan dalam muamalah dengan uang dan bahan makanan, baik mengenai banyaknya
maupun mengenai waktunya, (tidaklah bangkit) dari kubur-kubur mereka (seperti
bangkitnya orang yang kemasukan setan disebabkan penyakit gila) yang menyerang
mereka; minal massi berkaitan dengan yaquumuuna. (Demikian itu), maksudnya yang
menimpa mereka itu (adalah karena), maksudnya disebabkan mereka (mengatakan bahwa
jual-beli itu seperti riba) dalam soal diperbolehkannya. Berikut ini kebalikan dari
persamaan yang mereka katakan itu secara bertolak belakang, maka firman Allah
menolaknya, (padahal Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Maka
barang siapa yang datang kepadanya), maksudnya sampai kepadanya (pelajaran) atau
nasihat (dari Tuhannya, lalu ia menghentikannya), artinya tidak memakan riba lagi (maka
baginya apa yang telah berlalu), artinya sebelum datangnya larangan dan doa tidak
diminta untuk mengembalikannya (dan urusannya) dalam memaafkannya terserah
(kepada Allah. Dan orang-orang yang mengulangi) memakannya dan tetap
menyamakannya dengan jual beli tentang halalnya, (maka mereka adalah penghuni
neraka, kekal mereka di dalamnya).

Dan di antara hadits yang terkait dengan riba adalah :

، ‫ آ ِك َل ال ِّربَا‬: ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬


َ ِ ‫ لَ َع َن َرسُو ُل هَّللا‬: ‫ال‬
َ َ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ ق‬
ِ ‫َع ْن َجابِ ٍر َر‬
َ َ‫ َو َشا ِه َد ْي ِه َوق‬، ُ‫ َو َكاتِبَه‬، ُ‫َو ُمو ِكلَه‬
‫ هُ ْم َس َوا ٌء‬: ‫ال‬
Dari Jabir r.a Rasulullah SAW telah melaknat (mengutuk) orang yang makan riba,
wakilnya, penulisnya dan dua saksinya. HR. Muslim.
PENUTUP

Riba berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian
berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada
peminjam. Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Sedangkan menurut istilah
teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Macam-
macam riba yaitu: Riba Yad, Riba Jahiliyah, Riba Qardhi, Riba Fadli, dan Riba Nasi’ah.
Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- memberi keringanan untuk jual beli araya. Jual
beli araya atau ariyah adalah jual beli barter antara kurma kering di tangan dengan kurma
basah di tangkai pohon atau barter antara anggur kering (zabib) dengan anggur basah.
Transaksi jual beli semacam ini bisa dipastikan ada selisih. Sementara barter antarbahan
makanan yang sama, hukumnya riba kecuali ukurannya sama.
Macam-macam riba ada 4, yaitu Riba Fadli (menukarkan dua barang yang sejenis tapi
kualitas berbeda), Riba Qardhi (meminjamkan dengan ada syarat bagi yang mempiutangi),
Riba Yadh (bercerai dari tempat aqad sebelum timbang terima, Riba Nasa’ (Nasiah) yaitu
riba yang terjadi karena adanya penundaan waktu pembayaran, dengan menetapkan adanya
dua harga yaitu harga kontan atau harga yang dinaikan karena pembayaran tertunda.
Allah SWT secara tegas melarang riba yang terdapat di dalam Al Qur’an di antaranya
pada QS. ar-Rum (30) : 39, QS. an-Nisa' (4) : 160-161, QS. Ali Imran (3) : 130, dan Qs. Al-
Baqarah (2) : 278-280.
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Amin Isfandiar, Ali. (2014). Ayat Ekonomi tentang Riba (Riba Jahiliyah).
http://iecourse.blogspot.com/2014/02/qs-ali-imran-3-130.html. [19 November 2014].

Anderta, Rio. (2014). Riba : Hukum Riba, Macam-macam Riba dan Bahaya Riba. (online).
http://mata-air-ilmu-pusatkecemerlangan.blogspot.com/2013/05/riba-hukum-macam-
bahaya.html
https://risalahmuslim.id/quran/ali-imran/3-130/
https://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-275

Anda mungkin juga menyukai