Anda di halaman 1dari 15

MODUL 1

MATA MERAH

SKENARIO 1 Mataku Kenapa?!

Rani 30 tahun datang ke Pusksesmas dengan mata kanan merah sejak 3 hari yang lalu. Rani
juga mengeluhkan matanya gatal, berair serta kelopak mata terasa berat dan lengket akibat
banyaknya kotoran saat bangun di pagi hari. Namun, Rani tidak mengeluhkan pandangan kabur.
Setelah dokter melakukan pemeriksaan didapati VOD : 6/6, dan Rani diberikan terapi dan
diperbolehkan rawat jalan.

Saat mereka sedang menunggu di apotek Rani melihat Budi teman sekelasnya dengan mata
kanan merah dan nyeri. Sebelumnya mata kanan Budi terkena bola saat bermain basket. Ketika
dilakukan pemeriksaan dokter menemukan perdarahan di sklera disertai edema ringan. Kemudian
dokter merujuk ke dokter spesialis mata agar diperiksa lebih lanjut menggunakan slitlamp untuk
memastikan apakah terjadi gangguan pada media refrakta.

Bagaimana Anda menjelaskan kasus di atas?

JUMP 1 - Terminologi

1. VOD : visus oculi detra, jarak pandang untuk mata kanan. Jarak pandang normal untuk
melihat adalah 6 meter.
2. Slit lamp : instrumen yang terdiri dari sumber cahaya dan mikroskop yang nantinya akan
disorotkan sinar lembaran tipis kepada mata. Dimana tuuannya untuk memeriksa penyakit
atau kelainan pada bola mata. Pada pemeriksaan ini dapat melihat bagian kelopak dan bola
mata.
3. Sekret mata : produk dari kelenjar konjungtivabulbi yang dihasilkan oleh sel goblet.
4. Media refrakta : gabungan dari komponen pembentukan bola mata.

JUMP 2 - Rumusan masalah

1. Apa penyebab terjadinya mata memerah, berair, gatal dan lengket yang terjadi pada Rani?
2. Mengapa palpebra Rani terasa berat dan lengket saat dipagi hari sehingga Rani tidak
mengeluhkan mata kabur?
3. Bagaimana intepretasi dari pemeriksaan mata pada Rani?
4. Bagaimana terapi yang dapat diberikan kepada Rani?
5. Apa pemeriksaan lanjutan yang dapat diberikan kepada Rani?
6. Mengapa Budi mengalami mata merah dan nyeri?
7. Apa dx dan dd pada penyakit Rani?
8. Apa komplikasi dan prognosis pada penyakit Rani?
9. Mengapa Budi bisa mengalami perdarahan dan udem ringan pada matanya?
10. Apa tujuan dari pemeriksaan slitlamp?
11. Apa gangguan yang dapat terjadi pada media refrakta?

JUMP 3 - Hipotesa

1. – Mata merah terjadi karena hiperemia dan juga merupakan respon imunitas dengan
peningkatan permeabilitas yang terinfeksi sehingga mata membesar dan lengket.
- mata gatal disebabkan oleh alergi karena reaksi oleh obat atau toksik.
- mata berair dengan mengeluarkan cairan lisozim disebabkan bentuk proteksi mata
terhadap patogen sehingga mata menjadi hipersekresi air pada kelenjar lakrimal.

2. Palpebra lengket dikarenakan sekret yang dikeluarkan berbeda sifatnya. Sekret yang
dikeluarkan oleh kelenjar konjungtiva.
– purulent : alergi oleh bakteri chlamidia
– air : infeksi virus
– Mukus : infeksi mata kronis

keluarnya kotoran (sekret) pada mata dikarenakan adanya peradangan pada konjungtiva.
Sekret yang keluar dapat membantu dalam penyebab infeksi tersebut. Jika konjunngtivitis
dikarenakan viral akan berwarna putih sedangkan konjungtivitis karena bakteri akan
berwarna kuning dan jika konjungtivitis karena alergi dapat dilihat dari riwayat atopi

Sekret pengeluaran dipagi hari disebabkan pembentukan sekret mata akan meningkat saat
mata menutup sehingga sekret akan menumpuk dan menyebabkan perlengketan pada
mata.

3. VOD 6/6 : ketajaman mata normal jika diuji dengan Snellen akan ditemukan 6/6. Maka jika
ditemukan nilai 6/6 dapat dikatakan ketajaman matanya masih normal. Mata normal dapat
melihat dari jarak 6 meter.

4. Antibiotik dengan spektrum luas. Pada setiap konjungtivitis purulen dengan diploccus gram
negatif (sugestif neisseria), harus segera diberikan terapi topikal dan sistemik. Jika kornea
tidak terkena, maka ceftriaxone 1 g yang diberikan melalui dosis tunggal per intramuskular
biasanya merupakan terapi sistemik yang adekuat. Jika kornea terkena, maka dibutuhkan
ceftriaxone parenteral, 1-2 g per hari selama 5 hari. Pada konjungtivitis akut dan hiperakut,
saccus conjungtivalis harus dibilas dengan larutan saline agar menghilangkan sekret

5. Px lanjutan :
- Slit Lamp
- Uji mikrobiologis

6. Mata merah : tendangan bola pada mata Budi dapat menyebabkan trauma pada mata Budi
dan mengakibat adanya perdarahan pada konjungtiva dan biasanya ditandai dengan adanya
warna kemerah dengan batas tegas. Perdarahan disebabkan pecahnya PD pada konjungtiva
sehingga darahnya akan masuk ke dalam sub konjungtiva dan adanya rasa nyeri.
Paparan benda asing juga dapat menyebabkan warna kemerahan pada mata Budi dan dapat
menyebabkan adanya inflamasi.

7. Dx : konjungtivitis bakteri
DD : blefaritis, dry eyes syndrome, keratitis bakterial, dan skleritis.

8. Prognosis : jika tidak diatasi pada konjungtivitis tidak akan membahayakan dan jika
peradangan tidak cepat diatasi maka dapat menyebabkan glaukoma.
Komplikasi : iritis toksik
9. - Mekanisme trauma tumpul : adanya tekanan yang tinggi dan singkat pada bola mata.
Menyebabakan perubahan pada bola mata baik pada cairan pada bola mata dan
ketidaklenturan sklera.
- Edeme kornea : dapat menyebabkan ruptur. Ruptur ini sendiri dapat menyebabkan
pandangan menjadi kabur dan silau. Pada bagian palpebra mengalami vasodilatsi dan
dapat menyebabkan kebocoran pada pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya
edem.
10. – memeriksakan penyakit pada kelopak dan bola mata
- Mengetahui kondisi segmen anterior pada bola mata
- Megetahui adanya defek pada bola mata
- Mengetahui adanya fistula pada mata

Slitlamp dilakukan jika terdapat indikasi, adanya mata merah,berair dan jika adanya
gejalamata kabur. Selain itu indikasinya adalah :

- Pasien yang harus selalu melakukan px pada mata


- Pada pasien yg mengalami glaukoma
- Pada pasien yang harus selalu memeriksakan segmen anterior

11. Apabila cahaya tidak jatuh pada retina dan dapat munculnya :
- miopi pada mata yang dimana cahaya jatuh di depan retina
- hipermetropi yang dimana cahaya jatuh di belakang retina mata.
- Presbopi, gangguan mata yang berhubungan dengan usia
- Astigmatisme, pasien yang sulit melihat garis lurus
JUMP 4

JUMP 5 – Learning Objective

(etiologi s/d farmako)

1. Prinsip Proses Penglihatan Mata


2. Gangguan pada sturuktur Luar
a. Infeksi
b. Non Infeksi
3. Gangguan pada struktur dalam
a. Infeksi
b. Non Infeksi
JUMP 7 – Sharing Information

1. Prinsip Proses Penglihatan Mata

Penglihatan terjadi saat sinar cahaya ditangkap oleh sel-sel yang sensitif terhadap cahaya yaitu
sel fotoreseptor retina, dengan syarat media refraksi seperti kornea, aqueous humor, lensa, badan
vitreus jernih (Gambar 2.1). Proses melihat tidak hanya peran fotoreseptor dari retina, tetapi
merupakan suatu kerjasama neural yang melibatkan otak (Skalicky, 2015; American Academy of
Ophthalmology Staff, 2016b; Dowling dan Dowling, 2016).

Kornea bersama dengan tear film nenjadi lapisan pertama yang dilalui oleh cahaya dan
merupakan komponen refraktif utama dari mata. Total kekuatan refraktif kornea/tear film adalah
43.1 dioptri (Skalicky, 2015). Selanjutnya cahaya akan melalui aqueous humor yakni cairan yang
berada di bilik mata depan, media transparan antara kornea dan lensa, dengan indeks refraksi
rendah. Media refraksi berikutnya yang terpenting adalah lensa. Lensa berbentuk bikonveks, suatu
struktur yang transparan terletak di belakang iris. Lensa memberikan kekuatan refraktif sebesar 15
dioptri dari total kekuatan optik mata, memungkinkan gambaran retina yang jelas untuk objek jarak
jauh maupun dekat. Kemudian cahaya akan melewati badan vitreus, yaitu jel transparan yang
membentuk 80% dari volume bola mata. Vitreus mempertahankan kejernihan gambar objek yang
dilihat dikarenakan struktur fibriler kolagen teratur di dalam matriks hyaluronic acid yang
meminimalisasi hamburan cahaya, sebelum akhirnya jatuh tepat di retina (

Retina yang memiliki lima kelompok neuron utama, berperan melakukan tahap awal dari proses
analisis bentuk, warna dan pergerakan suatu objek. Retina merupakan jaringan neural khusus yang
akan mengubah cahaya menjadi sinyal neural. Cahaya akan difokuskan oleh media refraksi yang
jernih menuju sel-sel sensitif terhadap cahaya yaitu sel fotoreseptor retina (batang dan kerucut).
Cahaya akan menimbulkan perubahan kimia pada sel fotoreseptor fotopigmen mengakibatkan
perubahan potensial membran. Proses ini menghasilkan sinyal neural yang akan disampaikan oleh
interneuron retina untuk mencapai otak melalui nervus optikus (Skalicky, 2015; Dowling dan
Dowling, 2016).

Retina memiliki 2 tipe fotoreseptor yaitu batang dan kerucut. Sel-sel batang berperan dalam
mediasi penglihatan cahaya redup (malam), sedangkan sel kerucut berfungsi pada cahaya terang dan
mediasi penglihatan sentral yang tajam dan penglihatan warna. Fotoreseptor menyediakan input
kepada outer plexifrom layer (OPL), dimana sel-sel bipolar merupakan neuron output untuk OPL. Sel-
sel horizontal bertugas sebagai interneuorn OPL, menyediakan interaksi antara sel-sel fotoreseptor
dan antara sel-sel fotoreseptor dengan sel bipolar (Dowling dan Dowling, 2016).

Sinyal neural diteruskan dari sel-sel kerucut menuju sel-sel bipolar dan kemudian menuju sel-sel
ganglion. Dari sel batang, sinyal akan diteruskan ke sel-sel bipolar batang dan kemudian secara tidak
langsung menuju sel-sel ganglion melalui sel-sel amacrine. Akson-akson sel ganglion berjalan dalam
retinal nerve fiber layer (RNFL) menuju diskus optikus dan melewati nervus optikus (Skalicky, 2015)

Nervus optikus merupakan central nervous system (CNS) yang meneruskan informasi visual dari
mata ke otak. Nervus optikus terdiri dari akson sel ganglion retina, jaringan glial, dan jaringan
vaskular. Akson sel ganglion retina akan melalui optik kiasma, dimana akson dari bagian temporal
retina tetap ipsilateral sedangkan yang berasal dari nasal retina akan menyeberang di kiasma dan
berjalan 9 kontralateral. Akson tersebut kemudian berjalan melali traktus optikus menuju otak
(Gambar 2.2) (Skalicky, 2015; American Academy of Ophthalmology Staff, 2016b).

Pesan visual dari retina akan diteruskan pada bagian otak pertama yaitu talamus, secara spesifik
ke kelompok sel yang sangat terorganisir disebut lateral geniculate nucleus (LGN) seperti yang
tampak pada Gambar 2.3. Neuron pada LGN kemudian akan meneruskan informasi visual melalui
radiasi optika ke area visual primer V1 pada korteks, dimana gambar visual akan dianalisis lebih
lanjut dan dalam detail yang lebih sempurna (American Academy of Ophthalmology Staff, 2016b;
Dowling dan Dowling, 2016).

2. Gangguan pada sturuktur Luar


a. Infeksi
- Konjungtivitis
 Definisi

Konjungtivitis merupakan suatu keadaan dimana terjadi inflamasi atau peradangan pada
konjungtiva. Hal ini disebabkan karena lokasi anatomis konjungtiva sebagai struktur terluar mata
sehingga konjungtiva sangat mudah terpapar oleh agen infeksi, baik endogen (reaksi
hipersensitivitas dan autoimun) maupun eksogen (bakteri, virus, jamur).

Terdapat beberapa bentuk konjungtivitis tertentu yang terjadi pada kelompok usia tertentu.
Pada anak, sering terjadi keratokonjungtivitis vernal, sedangkan keratokonjungtivitis atopik dan
alergika sering terjadi pada dewasa muda
 Epidemiologi

Di Negara maju seperti Amerika, telah diperhitungkan bahwa 6 juta penduduknya telah
terkena konjungtivitis akut1 dan diketahui insiden konjungtivitis bakteri sebesar 135 per 10.000
penderita, baik pada anak-anak maupun pada dewasa dan juga lansia.2 Insidensi konjungtivitis
di Indonesia saat ini menduduki tempat kedua (9,7%) dari 10 penyakit mata utama.

Sekitar 1-3% pengguna kontak lensa terkena konjungtivitis papiler raksasa dan 10%
neonatus mengalami konjungtivitis dengan berbagai penyebab. Konjungtivitis infeksius
mengenai perempuan dan laki-laki dengan insidens yang sama. Namun, konjungtivitis sicca lebih
sering terjadi pada perempuan. Sebaliknya, keratokonjungtivitis vernal dan konjungtivitis akibat
kimia dan mekanik lebih sering terjadi pada pria.

Di Indonesia penyakit ini masih banyak terdapat dan paling sering dihubungkan dengan
kondisi lingkungan yang tidak Hygiene.7 Hygiene adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang
menitik beratkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat
orang tersebut berada.

 Etiologi
- Konjungtivitis Bakteri :
a) Jenis konjungtivitis hiperakut (purulen) dapat disebabkan oleh N Gonorrhoeae,
Neisseria kochii, dan N.meningitidis.
b) Jenis konjungtivitis akut (mukopurulen) sering disebabkan oleh Streptococcus
Pneumoniae pada daerah dengan iklim sedang dan Haemophillus aegyptius
pada daerah dengan iklim tropis.
c) Konjungtivitis bakteri akibat S Pneumoniae dan H Aegyptius dapat disertai
dengan perdarahan subkonjungtiva.
d) Konjungtiva subakut paling sering disebabkan oleh H influenzae dan terkadang
oleh Escherichia coli dan spesies proteus.
e) Konjungtivitis bakteri kronik terjadi pada pasien dengan obstruksi ductus
nasolacrimalis dan dakriosistitis kronik yang biasanya unilateral
(GarciaFerrer,2008).
- Konjungtivitis Virus :
a) Virus yang paling sering menginfeksi konjungtiva adalah adenovirus.
b) Adenovirus dengan serotipe 3, 4, 5, dan 7 memiliki peran penting dalam demam
faringokonjungtival. Anak-anak yang mengalami infeksi ini akan cenderung
terkena infeksi saluran pernafasan atas.
c) Adenovirus serotipe 8 dan 19 cenderung berperan pada keratokonjungtivitis
epidemika
- Konjungtivitis Alergi :
a) Konjungtivitis alergi seasonal biasanya di sebabkan oleh adanya serbuk sari
(pollen), seperti tepung sari, rumput, gulma dan lain-lain, dimana alergen ini
hanya muncul pada musim tertentu saja.
b) Konjungtivitis alergi parennial biasanya disebabkan oleh alergen yang biasa kita
temui (tidak memerlukan musim tertentu), seperti tungau.
c) Keratokonjungtivitis vernal hampir selalu lebih parah selama musim semi,
musim panas dan musim gugur. Alergen spesifik penyebab keratokonjungtivitis
vernal berhubungan dengan sensitivitas terhadap tepung sari rumput.
d) Keratokonjungtivitis atopik memiliki kaitan erat dengan adanya riwayat keluarga
seperti alergi, asma, dan urtikaria.
 Faktor Resiko
- Bakterial :
a) Faktor predisposisi terjadinya konjungtivitis bakteri akut adalah kontak dengan
individu yang terinfeksi.
b) Kelainan atau gangguan pada mata, seperti obstruksi saluran nasolakrimal,
kelainan posisi kelopak mata dan defisiensi air mata dapat pula meningkatkan
resiko terjadinya konjungtivitis bakteri dengan menurunkan mekanisme
pertahanan mata normal.
c) Penyakit dengan supresi imun dan trauma juga dapat melemahkan sistem imun
sehingga infeksi dapat mudah terjadi. Transmisi konjungtivitis bakteri akut dapat
diturunkan dengan higienitas yang baik, seperti sering mencuci tangan dan
membatasi kontak langsung dengan individu yang telah terinfeksi

 Manifestasi Klinis
- Bakterial : konjungtivitis bakteri bermanifestasi dalam bentuk
a) iritasi dan pelebaran pembuluh darah (injeksi) bilateral,
b) eksudat purulen,
c) eksudat purulen dengan palpebra saling melengket saat bangun tidur, dan
d) kadang-kadang edema palpebra.
e) Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan melalui tangan menular ke sisi
lainnya (Garcia-Ferrer,2008).
- Viral :
a) hiperemia akut,
b) fotofobia,
c) mata berarir (watery discharge) serta edema pada kelopak mata.

Pada konjungtivitis virus :

a) jenis demam faringokonjungtival umumnya ditemukan demam 38,3°C-40°C,


b) sakit tenggorokan dan konjungtivitis folikular pada satu atau dua mata.
c) Folikel sering mencolok pada kedua konjungtiva dan mukosa faring.
d) Limfadenopati preaurikular (tidak nyeri tekan) merupakan tanda yang khas.

Konjungtivitis virus jenis ini lebih sering ditemukan pada anak-anak dan mudah menular melalui
kolam renang ber-khlor rendah, bisa unilateral maupun bilateral

- Alergi :
a) mengeluhkan gatal,
b) kemerahan,
c) mata berair, dan merasa “mata seolah-olah tenggelam dalam jaringan
sekitarnya”,
d) injeksi ringan konjungtiva.
e) Selama serangan akut sering ditemukan kemosis berat

Pada konjungtivitis vernal sering ditemukan konjungtiva putih-susu, terdapat banyak papila halus
pada konjungtiva tarsalis inferior, serta papila raksasa mirip batu kali pada konjungtiva tarsalis
superior
 Tatalaksana
- Bakterial :

Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen mikrobiologiknya. Sambil
menunggu hasil laboratorium, dokter dapat memulai terapi dengan antimikroba topikal spektrum
luas seperti polymyxin-trimethoprim.

Pada setiap konjungtivitis purulen dengan diploccus gram negatif (sugestif neisseria), harus
segera diberikan terapi topikal dan sistemik. Jika kornea tidak terkena, maka ceftriaxone 1 g yang
diberikan melalui dosis tunggal per intramuskular biasanya merupakan terapi sistemik yang adekuat.
Jika kornea terkena, maka dibutuhkan ceftriaxone parenteral, 1-2 g per hari selama 5 hari. Pada
konjungtivitis akut dan hiperakut, saccus conjungtivalis harus dibilas dengan larutan saline agar
menghilangkan sekret (Garcia-Ferrer,2008). Beberapa antibiotik topikal lain yang biasa digunakan
adalah bacitracin, chloramphenicol, ciprofloxacin, gatifloxacin, gentaicin, levofloxacin, moxifloxacin,
neomycin dan lainnya. Selain itu, lensa kontak juga tidak disarankan untuk dipakai sampai infeksi
disembuhkan.

- Virus

Umumnya konjungtivitis yang menyerang anak-anak di atas 1 tahun dan dewasa dapat
sembuh sendiri dan mungkin tidak memerlukan terapi. Demam faringokonjungtival biasanya
sembuh sendiri dalam 2 minggu tanpa pengobatan. (Garcia-Ferrer, 2008). Penatalaksanaan
konjungtivitis virus biasanya menggunakan kompres dingin, artificial tears, dan pada beberapa kasus
digunakan antihistamin. (Azari, 2013). Pada ulkus kornea dilakukan debridemen (pengusapan ulkus
dengan kain secara hati-hati, penetesan obat antivirus dan penutupan mata) (Garcia-Ferrer,2008).

- Alergi

Penatalaksanaan dengan kompres dingin membantu mengatasi gejala gatalgatal pada pasien
dengan konjungtivitis alergi. Pada konjungtivitis vernal, pemulihan terbaik dicapai dengan pindah ke
tempat beriklim sejuk sehingga pasien merasa nyaman. Gejala akut pada pasien fotofobia sering di
atasi dengan penggunaan steroid sistemik atau topikal jangka pendek, diikuti vasokonstriktor,
kompres dingin dan tetes mata yang memblok antihistamin. Obat antiinflamasi non steroid yang
lebih baru, seperti ketorolac dan lodoxamide bisa memperlambat reepitelisasi ulkus

b. Non-Infeksi
- Perdarahan Konjungtiva
 Definisi

Perdarahan yang terjadi di daerah antara konjungtiva dan sclera sehingga mata akan
mendadak terlihat merah

 Epidemiologi
 Dapat terjadi pada semua usia
• Unilateral (90%)
• Tipe spontan (64,3%)
• Hubungannya dengan hipertensi (14,3%)
 Etiologi
  Idiopatik mutasi pada factor VIII darah
 Manuver valsava(batuk, tegang, muntah, bersin)
 Traumatik
 Gangguan perdarahan
 Penggunaan obat-obatan (NSAID, steroid, kontrasepsi)
 Penggunaan lensa kontak
 Operasi mat

 Faktor Resiko
 Hipertensi
 Trauma benda tumpul/tajam
 Penggunaan obat pengencer darah

 Manifestasi Klinis
 Nyeri (jarang)
 Rasa tidak nyaman
 Adanya perdarahan pada sclera. Merah terang(tipis), merah tua(tebal)
 Tidak ada peradangan
 Terlihat 24 jam pertama setelah itu hilang setelah diabsorpsi
 Tatalaksana
a) Non farmakologi :
 Kompres dingin 1-2 minggu akan sembuh sendiri dengan diabsorpsi
 Sayatan untuk drainase perdarahan

b) Farmakologi
 Pemberian vasacon (vasokonstriktor)
 Multivitamin

4. Gangguan pada struktur dalam


c. Infeksi
- Keratitis
 Definisi

Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang akan
mengakibatkan kornea menjadi keruh. Akibat terjadinya kekeruhan pada media kornea ini, maka
tajam penglihatan akan menurun. Mata merah pada keratitis terjadi akibat injeksi pembuluh
darah perikorneal yang dalam atau injeksi siliar. Keratitis biasanya diklasifikasikan dalam lapis
yang terkena seperti keratitis superfisial dan profunda atau interstisial

 Etiologi

Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor (Ilyas, 2004), diantaranya:

1. Virus.

2. Bakteri.

3. Jamur.

4. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari.

5. Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa kontak.

6. Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak cukupnya pembentukan air
mata.

7. Adanya benda asing di mata. 8. Reaksi terhadap obat seperti neomisin, tobramisin, polusi,
atau partikel udara seperti debu, serbuk sari

 Gejala klinis dapat berupa


- rasa sakit,
- silau,
- mata merah, dan
- merasa kelilipan.
 Pemeriksaan laboratorium
Penyakit ini ditandai kekerutan epitel yang meninggi berbentuk lonjong dan jelas yang
menampakkan bintik-bintik pada pemulasan dengan fluoresein, terutama di daerah pupil.
- Uji fluoresein

merupakan sebuah tes untuk mengetahui terdapatnya kerusakan epitel kornea. Dasar dari
uji ini adalah bahwa zat warna fluoresein akan berubah berwarna hijau pada media alkali. Zat warna
fluoresein bila menempel pada epitel kornea maka bagian yang terdapat defek akan memberikan
warna hijau karena jaringan epitel yang rusak bersifat lebih basa. Kekeruhan subepitelial dibawah
lesi epitel sering terlihat semasa penyembuhan epitel ini, uji sensibilitas kornea juga diperiksa untuk
mengetahui fungsi dari saraf trigeminus dan fasial. Pada umumnya sensibilitas kornea juga akan
menurun (Ilyas, 2003).

 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada ketratitis pungtata superfisial pada prinsipnya adalah diberikan sesuai
dengan etiologi. Untuk virus dapat diberikan idoxuridin, trifluridin atau asiklovir. Untuk bakteri

gram positif pilihan pertama adalah :

- cafazolin,
- penisilin G atau vancomisin dan

bakteri gram negatif dapat diberikan :

- tobramisin,
- gentamisin atau
- polimixin B.

Pemberian antibiotik juga diindikasikan jika terdapat sekret mukopurulen yang menunjukkan adanya
infeksi campuran dengan bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu natamisin, amfoterisin atau
fluconazol. Selain terapi berdasarkan etiologi, pada keratitis pungtata superfisial ini sebaiknya juga
diberikan terapi simptomatisnya agar dapat memberikan rasa nyaman seperti air mata buatan,
sikloplegik dan kortikosteroid

d. Non Infeksi
- Distrofi Kornea
 Definisi

Distrofi kornea adalah sekelompok kelainan herediter langka yang ditandai dengan deposisi yang
abnormal bilateral zat di bagian transparan depan mata disebut kornea

 Etiologi

Kebanyakan kasus distrofi kornea diwariskan sebagai sifat dominan autosomal dengan variabel
ekspresivitas. Risiko melewati gen abnormal dari orang tua kepada keturunannya yang terkena
adalah 50 persen untuk setiap kehamilan terlepas dari jenis kelamin anak yang dihasilkan.

Variabel ekspresivitas berarti bahwa beberapa orang yang mewarisi gen yang sama untuk gangguan
dominan mungkin tidak berkembang (express) gejala yang sama.
 Klasifikasi
Klasifikasi berikut adalah dengan Klintworth:1,2,3
1. Distrofi superfisial
 Epithelial basement membrane dystrophy
 Meesmann juvenile epithelial corneal dystrophy
 Gelatinous drop-like corneal dystrophy
 Lisch epithelial corneal dystrophy
 Subepithelial mucinous corneal dystrophy
 Reis-Bucklers corneal dystrophy
 Thiel-Behnke dystrophy

2. Distrofi stroma :

 Lattice corneal dystrophy


 Granular corneal dystrophy
 Macular corneal dystrophy
 Schnyder crystalline corneal dystrophy
 Congenital stromal corneal dystrophy
 Fleck corneal dystrophy

3. Distrofi posterior :

 Fuchs' dystrophy
 Posterior polymorphous corneal dystrophy

Congenital hereditary endothelial dystrophy

 Patofisiologi

Sebuah distrofi kornea dapat disebabkan oleh akumulasi bahan asing di kornea,
termasuk lipid dan kristal kolesterol. Gejala-gejala distrofi kornea akibat dari akumulasi
bahan abnormal dalam kornea, lapisan luar yang jelas mata. Kornea memiliki dua
fungsi, melindungi sisa mata dari debu, kuman dan bahan berbahaya atau
menjengkelkan lainnya, dan bertindak sebagai lensa mata terluar, membungkuk cahaya
yang masuk ke lensa bagian dalam, di mana cahaya ini kemudian diarahkan ke retina
(sebuah lapisan membran sel cahaya-sensing di belakang mata). Retina mengkonversi
cahaya menjadi gambar, yang kemudian diteruskan ke otak. Kornea harus tetap bening
(transparan) untuk dapat memfokuskan cahaya yang masuk.

Kornea terdiri dari lima lapisan yang berbeda: epitel, terluar, lapisan pelindung
kornea, membran Bowman, lapisan kedua ini ekstrim tangguh dan sulit untuk
menembus lebih melindungi mata, stroma, lapisan tebal kornea , yang terdiri dari air,
serat kolagen dan komponen jaringan ikat lain yang memberikan kornea kekuatan,
elastisitas dan kejelasan, membran Descemet, sebuah, lapisan dalam yang kuat tipis
yang juga bertindak sebagai lapisan pelindung, dan endothelium, lapisan terdalam yang
terdiri dari khusus sel yang memompa kelebihan air dari kornea.

Distrofi kornea ditandai oleh akumulasi bahan asing dalam satu atau lebih dari lima lapisan
kornea. Bahan tersebut dapat menyebabkan kornea kehilangan transparansinya berpotensi
menyebabkan kehilangan penglihatan atau penglihatan kabur.

 Manifestasi Klinis
Gejala yang umum bagi banyak bentuk distrofi kornea adalah erosi kornea
berulang, di mana lapisan terluar dari kornea (epitel) tidak menempel (mematuhi)
untuk mata benar. Erosi kornea berulang dapat menyebabkan ketidaknyamanan atau
sakit parah, kepekaan yang abnormal terhadap cahaya (fotofobia), sensasi benda asing
(seperti kotoran atau bulu mata) di mata, dan penglihatan kabur.1
Distrofi kornea mungkin tidak secara signifikan mempengaruhi penglihatan pada
tahap awal. Namun, hal ini memerlukan evaluasi yang tepat dan pengobatan untuk
pemulihan penglihatan yang optimal. Distrofi kornea biasanya muncul selama dekade
pertama atau kedua tapi kadang-kadang kemudian. Ini muncul sebagai garis-garis putih
keabu-abuan, lingkaran, atau mengaburkan kornea. Distrofi kornea juga dapat memiliki
penampilan kristal.1,3
Ada lebih dari 20 distrofi kornea yang mempengaruhi semua bagian kornea.
Penyakit ini berbagi banyak sifat:4,5
1. Biasanya diwariskan.
2. Mempengaruhi mata kanan dan kiri sama.
3. Tidak disebabkan oleh faktor-faktor luar, seperti cedera atau diet.
4. Kebanyakan kemajuan secara bertahap.
5. Sebagian besar biasanya dimulai pada salah satu dari lima lapisan kornea dan
kemudian dapat menyebar ke lapisan di dekatnya.
6. Kebanyakan tidak mempengaruhi bagian lain dari tubuh, mereka juga tidak
berkaitan dengan penyakit yang mempengaruhi bagian lain dari mata atau tubuh.
7. Sebagian besar dapat terjadi pada orang yang benar-benar sehat, laki-laki atau
perempuan.

 Tatalaksana
 Pengobatan distrofi kornea bervariasi. Individu yang tidak memiliki gejala (asimtomatik) atau
hanya memiliki gejala ringan mungkin tidak memerlukan perawatan dan malah mungkin
diamati secara teratur untuk mendeteksi perkembangan potensi penyakit.1
 Pengobatan khusus untuk dystrophies kornea mungkin termasuk tetes mata, salep, laser dan
transplantasi kornea. Erosi kornea berulang (umum ditemukan di sebagian besar distrofi
kornea) dapat diobati dengan tetes mata pelumas, salep, antibiotik atau lensa kontak khusus
(perban lembut). Jika erosi berulang bertahan, langkah-langkah tambahan seperti gesekan
kornea atau penggunaan terapi laser excimer, yang dapat menghilangkan kelainan dari
permukaan kornea (keratectomy phototherapeutic).1,2
 Pada individu dengan gejala terkait signifikan transplantasi kornea, yang dikenal sebagai
seorang keratoplasty, mungkin diperlukan. Transplantasi kornea telah sangat sukses dalam
mengobati individu dengan gejala lanjutan dari dystrophies kornea. Ada resiko,
bagaimanapun, bahwa lesi pada akhirnya akan mengembangkan di korupsi (disumbangkan)
kornea.1,2
 Beberapa faktor menentukan apa terapi dapat digunakan untuk mengobati orang dengan
distrofi kornea termasuk jenis tertentu kornea distrofi ini, tingkat keparahan gejala yang
terkait, laju perkembangan penyakit, dan kesehatan keseluruhan pasien dan kualitas
hidup.1,2
 Konseling genetik mungkin bermanfaat bagi individu yang terkena dan keluarga mereka.
Pengobatan lainnya adalah simtomatik dan suportif

Anda mungkin juga menyukai