Anda di halaman 1dari 20

MODUL 2

AKUT ABDOMEN DAN TRAUMA SISTEM DIGESTIVUS

SKENARIO 2 :
Benjolanku Terjepit

Pak Kiki, 45 tahun, dirujuk puskesmas ke UGD RSCM dengan keluhan sakit perut yang dirasakan
hilang timbul serta muntah-muntah sejak 8 jam yang lalu. Pak Kiki juga mengaku tidak buang angin sejak
3 jam yang lalu. Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa sejak 6 tahun yang lalu ada benjolan di lipat
paha sebelah kiri yang menghilang saat tidur. Berdasarkan riwayat penyakit diketahui bahwa 2 tahun
yang lalu Pak Kiki pernah didiagnosis menderita hernia inguinalis tapi ia menolak untuk dioperasi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 120x/menit, suhu 37°C,
perut kembung, darm contour dan darm steifung positif, bising usus positif meningkat serta terdengar
suara borborigmy. Pak Kiki kemudian dikonsulkan ke dokter bedah untuk mendapatkan tatalaksana
selanjutnya. Dokter bedah memutuskan Pak Kiki harus menjalani operasi herniorrhaphy, namun bila
ditemukan ususnya sudah nekrosis maka akan dilakukan reseksi anastomosis usus sebagai kemungkinan
colostomi. Setelah mendapat informed consent dari keluarga, dokter segera memasang infus,
memasang nasogastric tube dan kateter urin serta injeksi antibiotik.
Di ruangan preoperasi, Pak Kiki bersebelahan dengan 2 orang remaja yang akan menjalani
operasi laparotomi eksplorasi. Remaja pertama menderita peritonitis diffusa et causa perforasi holbus
viscus akibat trauma tumpul abdomen karena kecelakaan lalu lintas, dan remaja kedua menderita
peritonitis ex causa perforasi appendiks.
Bagaimana Anda menjelaskan apa yang terjadi pada Pak Kiki dan kedua remaja tersebut?

1.Hernia inguinalis: Suatu kondisi medis yang ditandai dengan penonjolan usus ke arah kanalis inguinalis
2. Darm contour: Lekukan usus yang terlihat dari luar abdomen
3. Darm steifung:Kondisi terlihatnya gerakan peristaltik usus dari luar abdomen
4. BORBORIGMY :Adalah bunyi yang ditimbulkan akibat udara yang melalui usus. Pada umumnya
borborigmi muncul saat sedang lapar, namun sering juga didengar sesudah makan.
5.Herniorrrhaphy: Tindakan operatif pada hernia yang terdiri dari herniotomi dan hernioplasti
6.Laparotomi eksplorasi: Tindakan pembedahan usus dengan memotong segmen usus untuk
memeproleh informasi yang tidak tersedia melalui metode diagnosa klinis
7.COLOSTOMY :adalah tindakan pembedahan untuk membuat lubang pada dinding perut
8. Perforasi apendiks: Pecahnya apendiks yang sudah gangren yang menyebabkan pus atau nanah
masuk kedalam rongga perut

RUMUSAN MASALAH DAN HIPOTESA


1. Apakah ada hub. Antara jenis kelamin dgn keluhan pak kiki?
laki-laki >> PR = 9:1 atau 7:1

2.Apa Yang menyebabkan Pak Kiki Pada Skenario tersebut mengalami Nyeri Perut di sertai Mual-
Muntah yang Intermitten Sejak 8 Jam yang lalu?

Pak Kiki pada scenario tersebut di katakana mengalami Hernia Ingunialis yang bersifat (Insekerata)
hal ini di dasarkan kepada konfirmasi gejala yang di sampaikan oleh Pak Kiki Pada Skenerario tersebut
yang menyatakan ia mengalami mual muntah-muntah dan nyeri perut ini di sebabkan oleh terjadinya
(Strangulasi) pada Usus Pak Kiki Tersebut ,Ketika Itu aliran di Pembulu darah Pak Kiki Tersebut
Terhambat Maka ini akan mengirimkan Sinyal Otak lalu Otak Menerjemahkan ini Sebagai Sensasi
Rasa Nyeri Pada Perut dan Otak Juga Mengirimkan Sinyal ke Pusat Muntah Sebagai Bentuk
Kompensasi dari Strangulasi Tersebut

3.Apakah Terdapat Hubungan antara Nyeri Perut yang di alami oleh Pak Kiki Pada Skenario tersebut
dengan kondisi tidak dapat flatus yang di alaminya sejak 3 Jam yang lalu ?
Terdapat Hubungan Antara Nyeri Perut yang di alami oleh Pak Kiki Tersebut dengan kondisi nya yang
tidak dapat flatus dan defekasi ,dimana nyeri perut tersebut di sebabkan oleh adanya Strangulasi yang
menyebabkan gangguan letak posisi anatomi dari usus tersebut yang mengalami penurunan ke bagian
inguinal sehingga membentuk himpitan,sehingga ketika himpitan ini terjadi maka menyebabkan
akumulasi dari pada gas yang terperangkap menyebabkan pasien tidak dapat flatus dan defakasi.

4.Bagaimana Interpretasi Hasil Pemeriksaan Fisik yang di dapatkan Pada Pak Kiki Pada Skenario
Tersebut ?
Hasil Interpretasi Pemeriksaan Fisik Pada Kiki Tersebut di temukan Bahwasanya Tekanan darah Pak Kiki
Normal yakni 110/80 mmHg ,Kemudian HR nya 120 x/Menit ini menunjukkan Pak Kiki Mengalami
Tachycardy,kemudian suhu 37 derajat celcius menandakan Normal,Dari Pemeriksaan Inspeksi Tampak Di
Temukan Darm Contour dan Keadaan Perut yang kembung ,dan dari Pemeriksaan Fisik Auskultuasi Darm
Steifung (+) dan Bising Usus (+) / Jelas Terdengar juga Suara Borogmy Ketika Melakukan Pemeriksaan
Auskultuasi.

5.Apa Komplikasi yang mungkin dapat timbul apabila tidak segera di lakukan operasi pada Hernia
Ingunialis Pada Pak Kiki Tersebut ?
Komplikasi yang akan di timbulkan apabila Pak Kiki Tersebut Tidak Sesegera Mungkin di Operasi di
antaranya adalah dapat menimbulkan Terjadinya Perburukan Hernia Insekerata yang di alami di
karenakan adanya Obstruksi / Himpitan ,Serta hal ini akan menyebabkan Nyeri Peryt yang semakin
Memberat,Kemudian Mual – Muntah yang terjadi dalam Waktu yang relative lama akan
menyebabkan terjadinya dehidrasi yang dapat mengancam Nyawa Pak Kiki Tersebut,Komplikasi
lainya dapat menyebabkan Terjadinya Strangulasi Pada Pembuluh darah Usus Sehingga Pembuluh
darah Pada Usus tidak Mendapatkan Pasokan Darah

6.Prosedur dan Tindakan tata laksana apa yang tepat di berikana Pada Pak Kiki tersebut ?
Penata Laksanaan Yang dapat di lakukan pada pak Kiki tersebut adalah dapat di lakukan dengan
tindakan operatif yakni melakukan Herniorapphy untuk membuang Hernia yang terdapat di tubuh Pak
Kiki tersebut serta memperkuat dinding perut bagian bawah,kemudian di scenario di sampaikan
bahwasanya Pak Kiki tersebut Mengalami Mual Muntah dan Nyeri Perut Serta Tidak dapat Melakukan
Flatus dan Defekasi maka hal ini menandakan Bahwasanya Hernia Ingunialis pada pak Kiki Tersebut telah
Bersifat cukup parah dan termasuk kedalam kegawatdaruratan yang harus segera di lakukan
pertolongan medis,kondisi tersebut dapat menjadi suatu marker/penanda sudah terjadinya Strangulasi
yang menyebabkan Usus tersebut tidak dapat pasokan darah dari tubuh berimplikasi kepada terjadinya
nekrosis pada sel-sel usus tersebut oleh karna itu indikasi untuk melakukan Reseksi usus dapat di
lakukan Pada Pak Kiki Tersebut

7.Apa tujuan dipasang infus, NGT, kateter urin, injeksi antibiotik?


Pemberian infus→ hiponatremia, asupan cairan dan elektrolit
Kateter urin→memasukkan urin output
Injeksi AB→ spektrum luar→biasanya intravena
NGT→ ↓ distensi abdomen, dekompresi
Tujuan Dari Pada Pemasangan NGT / Naso Gastrik Tube Pada Pak Kiki Tersebut adalah bertujuan untuk
Mengistirahatkan Saluran Pencernaan Pada Pak Kiki Tersebut yang di lakukan dalam kondisi Pre-
Operasi,Operasi,hingga Post Operasi guna untuk memberikan asupan Nutrisi Pada pasien kemudian
Injeksi Antibiotik di lakukan dengan tujuan sebagai langkah untuk menghindari terjadinya Infeksi Pasca
Melakukan Tindakan Operasi Pada Pak Kiki Tersebut,Kemudian Pemasangan Kateter Urine di sini
bertujuan untuk Mengosongkan Kandung Kemih Pak Kiki tersebut ketika sedang Operasi maupun Post-
Operasi

8. Apakah indikasi dilakukan herniorraphy?


waktunya operasi, 2 x 24 jam hernia irreponik gangren pada usus

9. Apakah indikasi laparostomi eksplorasi?


- Peritonitis
- Perdarahan gastrointestinal
- Obstruksi usus halus
- Trauma abdomen

10.Apakah diagnosa & DD?


Diagnosa : ileus obstruksi ex causa hernia inguinalis
DD : hernia inguinalis strangulata,ileus paralitik

11. Mengapa Benjolan yang terdapat pada lipatan paha kiri Pak Kiki Tersebut Menghilang Pada Saat Ia
Tidur ?
Benjolan Pada Lipatan Paha Kiri Pak Kiki Tersebut Menghilang pada saat Tidur hal ini bisa di sebabkan
oleh Ketika Pak kiki dalam Posisi Tidur terutama tidur dalam kondisi terlentang akan menyebabkan
tubuh berbaring dalam kondisi Netral ,Tekanan-Tekanan Yang ada di seluruh tubuh akan mengalami
relaksasi dan akan kembali ke posisi semula

12.Pemeriksaan penunjang apa saja yang dapat membantu mendiagnosis penyakit Pak Kiki?
Foto abdomen 3 sisi :
- ileus obstruksi letak tinggi
- ileus obstruksi letak rendah
a) CT-scan diakukan dengan memasukan zat kontras kedalam pembuuh darah. Untuk mengetahui
derajat dan lokasi dari obstruksi
b) USG, menunjukan gambaran dan penyebab dari obstruksi
c) MRI, untuk mengevaluasi iskemik mesenterik

Jump 5 Learning Objective


1. Trauma abdomen
2. Peritonitis
3. Appendicitis
4. Hernia
5. Ileus obstruktif dan paralitik
Jump 7 Sharing Information

1. Trauma abdomen
- Definisi
Trauma abdomen adalah trauma yang melibatkan daerah antara diafragma pada bagian atas dan
pelvis pada bagian bawah. Trauma abdomen dibagi menjadi dua tipe yaitu trauma tumpul abdomen dan
trauma tembus abdomen.
a) Trauma tumpul abdomen, tidak terdapat cedera pada dinding abdomen , tetapi trauma tumpul
pada abdomen dapat terjadi karena kecelakaan motor , jatuh, atau pukulan.
b) Trauma tembus abdomen, yang disebabkan oleh luka tembakan atau luka tusuk yang bersifat
serius dan biasanya memerlukan pembedahan. Hampir semua luka tembak membutuhkan
bedah ekspolarasi, luka tusuk mungkin lebih ditangani secara konservatif.

- Epidemiologi
Trauma merupakan penyebab kematian tersering ketiga pada populasi umum setelah penyakit
kardiovaskular dan kanker.
Di Indonesia, didapatkan bahwa prevalensi cedera secara nasional adalah sebesar 8,2%, dimana
prevalensi tertinggi ditemukan di Sulawesi Selatan (12,8%) dan terendah di Jambi (4,5%). Penyebab
cedera secara umum yang terbanyak adalah jatuh (40,9%) dan kecelakaan sepeda motor (40,6%),
selanjutnya penyebab cedera karena terkena benda tajam/tumpul (7,3%), transportasi darat lain (7,1%)
dan kejatuhan (2,5%). Penyebab cedera transportasi sepeda motor tertinggi ditemukan di Bengkulu
(56,4 persen) dan terendah di Papua (19,4%) (Riskesdas 2013).

- Etiologi
Penyebab trauma abdomen menurut Sjamsuhidajat (1997) antara lain : trauma, iritasi ,
infeksi,obstruksi dan operasi .

- Patofisiologi
Trauma abdomen terjadi karena trauma, infeksi, iritasi dan obstruksi. Kemungkinan bila terjadi
perdarahan intra abdomen yang serius pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai
penurunan hitung sel darah merah dan akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ
viseral mengalami perforasi, maka tanda –tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak.
Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan
distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum.
Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami tatikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat
leukositosis. Biasanya tanda –tanda peritonitis belum tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya
tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk kerongga abdomen , maka
operasi harus dilakukan (Sjamsuhidajat ,1997)

- Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis trauma abdomen dapat meliputi : nyeri (khususnya karena gerakan),nyeri tekan
dan lepas(mungkin menandakan iritasi peritonium karena cairan gastrointestinal atau darah)distensi
abdomen ,demam, anoreksia, mual dan muntah ,tatikardi ,peningkatan suhu tubuh ( Smeltzer,2001)
- Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang umum digunakan untuk evaluasi abdomen adalah
1. Computed Tomography (CT) abdomen
Computed Tomography abdomen merupakan baku emas untuk diagnostik cedera organ
intraabdomen dengan hemodinamik stabil. Pemeriksaan ini menggunakan kontras intravena, sehingga
pemeriksaan ini sensitif terhadap darah dan dapat mengevaluasi masing-masing organ, termasuk
struktur organ retroperitoneal (Boffard, 2012). Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menentukan
derajat cedera organ padat dan menjadi penuntun untuk penatalaksanaan nonoperatif dan juga
keputusan untuk dilakukan tindakan pembedahan (Radwan dan Zidan, 2006).
2. Focus Assesment Sonography for Trauma (FAST)
merupakan suatu pemeriksaan yang mendeteksi ada tidaknya cairan intraperitoeneal. Pemeriksaan
ini merupakan alat diagnosis yang aman dan cepat serta dapat dengan mudah untuk dipelajari.
Pemeriksaan FAST juga sangat berguna bagi pasien dengan hemodinamik tidak stabil dan tidak dapat
dibawa ke ruang CT abdomen, bahkan dapat dilakukan disamping pasien selama dilakukan resusitasi
tanpa harus dipindahkan dari ruangan resusitasi (Radwan, Zidan, 2006).
Pada pemeriksaan FAST difokuskan pada 6 area, yaitu perikardium, hepatorenal, splenorenal,
parakolik gutter kanan dan kiri, dan rongga pertioneaum di daerah pelvis (Boffard, 2002).
3. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
adalah suatu pemeriksaan yang digunakan untuk menilai adanya darah di dalam abdomen . Gastric tube
dipasang untuk mengosongkan lambung dan pemasangan kateter urin untuk pengosongan kandung
kemih. Sebuah kanul dimasukkan di bawah umbilicus, diarahkan ke kaudal dan posterior. Jika saat
aspirasi didapatkan darah (>10ml dianggap positif) dan selanjutnya dimasukkan cairan ringer laktat (RL)
hangat sebanyak 1000 mililiter (ml) dan kemudian dialirkan keluar
4. Laparotomi eksplorasi
merupakan modalitas diagnostik paling akhir. Indikasi dilakukan laparotomi eksplorasi adalah :
 Hipotensi atau syok yang tidak jelas sumbernya
 Perdarahan tidak terkontrol
 Tanda – tanda peritonitis
 Luka tembak pada abdomen
 Ruptur diafragma
 Pneumoperitoneum
 Eviserasi usus atau omentum.

- Diagnosis
anamnesis yang detil dan akurat sangat diperlukan untuk memastikan kemungkinan terjadinya cedera
organ intraabdomen akibat trauma tumpul abdomen (Sugrue, 2000). Informasi diperoleh dari
paramedis, polisi atau yang mendampingi pasien saat transportasi dan juga dari pasien sendiri jika
pasien sadar baik (Richard et al, 2007). Saat melakukan anamnesis, digunakan sistem MIST, yaitu :
 Mekanisme cedera
 Injury (cedera yang didapat)
 Signs (tanda atau gejala yang dialami)
 Treatment (penanganan yang telah diberikan) (Sugrue, 2000).
- Tatalaksana
 Nonoperatif
Pasien trauma tumpul abdomen dengan hemodinamik stabil tanpa indikasi lain untuk eksplorasi
penanganan yang terbaik adalah dengan pendekatan konservatif nonoperatif. Pasien yang stabil tanpa
tanda-tanda peritoneal lebih baik dievaluasi dengan menggunakan USG, dan jika ditemukan kelainan, CT
scan dengan kontras harus dilakukan.
Kriteria klasik untuk penanganan nonoperative pada trauma hepar diantaranya adalah stabilitas
hemodinamik, status mental normal, tidak adanya indikasi yang jelas untuk laparotomi seperti tanda
peritoneum, trauma hepar kelas rendah (kelas I-III), dan kebutuhan transfusi kurang dari 2 unit darah.
Pasien dirawat di unit perawatan intensif untuk dipantau tanda-tanda vital dan hematokritnya.
Biasanya, setelah 48 jam pasien dipindahkan ke unit perawatan intermediate, di mana mereka mulai
diet oral, namun mereka tetap istirahat sampai hari ke 5 post-injury. Aktivitas fisik apat normal kembali
setelah 3 bulan dari waktu cedera.

2. Peritonitis

- Definisi
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum (lapisan serosa yang menutupi rongga abdomen dan organ-
organ abdomen di dalamnya). Dapat terjadi secara lokal maupun umum, melalui proses infeksi akibat
perforasi usus, misalnya pada ruptur appendiks atau divertikulum kolon, maupun non infeksi, misalnya
akibat keluarnya asam lambung pada perforasi gaster, keluarnya asam empedu pada perforasi kandung
empedu.

- Etiologi
Kelainan dari peritoneum dapat disebabkan oleh bermacam hal, antara lain:
1. Perdarahan, misalnya pada ruptur lien, ruptur hepatoma, kehamilan ektopik terganggu
2. Asites, yaitu adanya timbunan cairan dalam rongga peritoneal sebab obstruksi vena porta pada sirosis
hati, malignitas.
3. Adhesi, yaitu adanya perlekatan yang dapat disebabkan oleh corpus alienum, misalnya kain kassa
yang tertinggal saat operasi, perforasi, radang, trauma
4. Radang, yaitu pada peritonitis
- Klasifikasi
a) Menurut agens
1) Peritonitis kimia, misalnya peritonitis yang disebabkan karena asam lambung,
cairan empedu, cairan pankreas yang masuk ke rongga abdomen akibat
perforasi.
2) Peritonitis septik, merupakan peritonitis yang disebabkan kuman. Misalnya
karena ada perforasi usus, sehingga kuman-kuman usus dapat sampai ke
peritonium dan menimbulkan peradangan.
b) Menurut sumber kuman
1. Peritonitis primer, merupakan peritonitis yang infeksi kumannya berasal dari penyebaran secara
hematogen. Sering disebut juga sebagai Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP). Peritonitis ini bentuk
yang paling sering ditemukan dan disebabkan oleh perforasi atau nekrose (infeksi transmural) dari
kelainan organ visera dengan inokulasi bakterial pada rongga peritoneum. Kasus SBP disebabkan oleh
infeksi monobakterial terutama oleh bakteri gram negatif ( E.coli, klebsiella pneumonia, pseudomonas,
proteus) , bakteri gram positif ( streptococcus pneumonia, staphylococcus).
Peritonitis primer dibedakan menjadi:
*Spesifik
Peritonitis yang disebabkan infeksi kuman yang spesifik, misalnya kuman tuberkulosa.
* Non- spesifik
Peritonitis yang disebabkan infeksi kuman yang non spesifik, misalnya kuman penyebab
pneumonia yang tidak spesifik.

2. Peritonitis sekunder, Peritonitis ini bisa disebabkan oleh beberapa penyebab utama, diantaranya
adalah:
 invasi bakteri oleh adanya kebocoran traktus gastrointestinal atau traktus genitourinarius ke
dalam rongga abdomen, misalnya pada : perforasi appendiks, perforasi gaster, perforasi kolon
oleh divertikulitis, volvulus, kanker, strangulasi usus, dan luka tusuk.
 Iritasi peritoneum akibat bocornya enzim pankreas ke peritoneum saat terjadi pankreatitis, atau
keluarnya asam empedu akibat trauma pada traktus biliaris.
 Benda asing, misalnya peritoneal dialisis catheters

3. Peritonitis tersier, biasanya terjadi pada pasien dengan Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis
(CAPD), dan pada pasien imunokompromise. Organisme penyebab biasanya organisme yang hidup di
kulit, yaitu coagulase negative Staphylococcus, S.Aureus, gram negative bacili, dan candida, mycobacteri
dan fungus. Gambarannya adalah dengan ditemukannya cairan keruh pada dialisis. Pengobatan
diberikan dengan antibiotika IV atau ke dalam peritoneum, yang pemberiannya ditentukan berdasarkan
tipe kuman yang didapat pada tes laboratorium.

- Patofisiologi
Peritonitis merupakan komplikasi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen, ruptur
saluran cerna, atau luka tembus abdomen. Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah
keluarnya eksudat fibrinosa, kantong-kantong nanah (abses) terbentuk diantara perlekatan fibrinosa
yang membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap
sehingga menimbulkan obstruksi usus.
Pada peritonitis lokal dapat terjadi karena adanya daya tahan tubuh yang kuat serta mekanisme
pertahanan tubuh dengan melokalisir sumber peritonitis dengan omentum dan usus. Pada peritonitis
yang tidak terlokalisir dapat terjadi peritonitis difus, kemudian menjadi peritonitis generalisata dan
terjadi perlengketan organ-organ intra abdominal dan lapisan peritoneum viseral dan parietal.
Timbulnya perlengketan ini menyebabkan aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik.
Cairan dan elektrolit hilang ke dalam usus mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan
oliguria. Pada keadaan lanjut dapat terjadi sepsis, akibat bakteri masuk ke dalam pembuluh darah
- Manifestasi Klinis
 Nyeri perut
 Demam Temperatur lebih dari 380C, pada kondisi sepsis berat dapat hipotermia
 Mual dan muntah Timbul akibat adanya kelainan patologis organ visera atau akibat iritasi
peritoneum
 Adanya cairan dalam abdomen, yang dapat mendorong diafragma mengakibatkan kesulitan
bernafas
 Distensi abdomen dengan penurunan bising usus sampai tidak terdengar bising usus
 Nyeri tekan dan nyeri lepas (+)
 Takikardi, akibat pelepasan mediator inflamasi
 Tidak dapat BAB/buang angin.

- Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium didapat:
 lekositosis ( lebih dari 11.000 sel/...L ) dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis. Pada pasien
dengan sepsis berat, pasien imunokompromais dapat terjasi lekopenia.
 Asidosis metabolik dengan alkalosis respiratorik

Pada foto polos abdomen didapatkan:


 Bayangan peritoneal fat kabur karena infiltrasi sel radang
 Pada pemeriksaan rontgen tampak udara usus merata, berbeda dengan gambaran ileus obstruksi
 Penebalan dinding usus akibat edema

Pemeriksaan penunjang lain yang bisa dilakukan adalah dengan USG abdomen, CT scan, dan MRI.
- Tatalaksana
Peritonitis adalah suatu kondisi yang mengancam jiwa, yang memerlukan pengobatan medis sesegera
mungkin. Prinsip utama terapi pada infeksi intra abdomen adalah:
1. mengkontrol sumber infeksi
2. mengeliminasi bakteri dan toksin
3. mempertahankan fungsi sistem organ
4. mengontrol proses inflamasi

 terapi antibiotik
Pada SBP (Spontaneus Bacterial Peritonitis), pemberian antibiotik terutama adalah dengan
Sefalosporin gen-3, kemudian diberikan antibiotik sesuai dengan hasil kultur. Penggunaan aminolikosida
sebaiknya dihindarkan terutama pada pasien dengan gangguan ginjal kronik karena efeknya yang
nefrotoksik. Lama pemberian terapi biasanya 5-10 hari.
Pada peritonitis sekunder dan tersier, terapi antibiotik sistemik ada pada urutan ke-dua. Untuk
infeksi yang berkepanjangan, antibiotik sistemik tidak efektif lagi, namun lebih berguna pada infeksi
akut. Pada infeksi inta-abdominal berat, pemberian imipenem, piperacilin/tazobactam dan kombinasi
metronidazol dengan aminoglikosida.

3. Appendisitis
- Definisi
Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa. Semua kasus appendicitis
memerlukan tindakan pengangkatan dari appendix yang terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun
dengan laparoscopy.

- Etiologi
Appendicitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix sehingga terjadi kongseti
vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi. Appendicitis umumnya terjadi karena infeksi
bakteri. Penyebab lain dari obstruksi appendiks meliputi: Hiperplasia folikel lymphoid Carcinoid atau
tumor lainnya Benda asing (pin, biji-bijian) Kadang Parasit. Penyebab lain yang diduga menimbulkan
Appendicitis adalah ulserasi mukosa appendix oleh parasit E. histolytica. Berbagai spesies bakteri yang
dapat diisolasi pada pasien appendicitis yaitu : Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob Escherichia coli
Viridans streptococci Pseudomonas aeruginosa Enterococcus Bacteroides fragilis Peptostreptococcus
micros Bilophila species Lactobacillus species.
- Patogenesis
Appendicitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi. Appendicitis dapat terjadi karena
berbagai macam penyebab, antara lain obstruksi oleh fecalith, gallstone, tumor, atau bahkan oleh cacing
(Oxyurus vermicularis), akan tetapi paling sering disebabkan obstruksi oleh fecalith dan kemudian diikuti
oleh proses peradangan. Hiperplasia folikel limfoid appendiks juga dapat menyababkan obstruksi lumen.
Awalnya, pasien akan merasa gejala gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan,
perubahan kebiasaan BAB yang minimal, dan kesalahan pencernaan. Nyeri awal ini bersifat nyeri dalam,
tumpul, berlokasi di dermatom Th 10. Adanya distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan
muntah, dalam beberapa jam setelah nyeri. Jika mual muntah timbul lebih dulu sebelum nyeri, dapat
dipikirkan diagnosis lain5. Appendiks yang obstruksi merupakan tempat yang baik bagi bakteri untuk
berkembang biak. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi gangguan aliran limf, terjadi
oedem yang lebih hebat. Akhirnya peningkatan tekanan menyebabkan obstruksi vena, yang mengarah
pada iskemik jaringan, infark, dan gangrene. Setelah itu, terjadi invasi bakteri ke dinding appendiks;
diikuti demam, takikardi, dan leukositosis akibat kensekuensi pelepasan mediator inflamasi dari jaringan
yang iskemik. Saat eksudat inflamasi dari dinding appendiks berhubungan dengan peritoneum parietale,
serabut saraf somatic akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi appendiks, khususnya
di titik Mc Burney’s. Nyeri jarang timbul hanya pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral
sebelumnya.
- Manifestasi Klinis
Nyeri merupakan gejala yang pertama kali muncul. Seringkali dirasakan sebagai nyeri tumpul, nyeri di
periumbilikal yang samar-samar, tapi seiring dengan waktu akan berlokasi di abdomen kanan bawah.
Jika inflamasi dari appendiks terjadi di dekat ureter atau bladder, gejal dapat berupa nyeri saat kencing
atau perasaan tidak nyaman pada saat menahan kencing dan distensi kandung kemih. Anorexia, mual,
dan muntah biasanya terjadi dalam beberapa jam setelah onset terjadinya nyeri. Muntah biasanya
ringan. Diare dapat terjadi akibat infeksi sekunder dan iritasi pada ileum terminal atau caecum. Gejala
gastrointestinal yang berat yang terjadi sebelum onset nyeri biasanya mengindikasikan diagnosis selain
appendicitis.
- Pemeriksaan penunjang
Laboratorium Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan appendicitis
akut. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar antara 12.000-18.000/mm3. Peningkatan
persentase jumlah neutrofil (shift to the left) dengan jumlah normal leukosit menunjang diagnosis klinis
appendicitis Pemeriksaan urinalisis membantu untuk membedakan appendicitis dengan pyelonephritis
atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria dapat terjadi jika inflamasi appendiks
terjadi di dekat ureter.
 USG
Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk menunjang diagnosis pada
kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis
 CT-scan
CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis appendicitis akut jika
diagnosisnya tidak jelas
- Penatalaksanaan
Untuk pasien yang dicurigai Appendicitis : Puasakan dan Berikan analgetik dan antiemetik jika diperlukan
untuk mengurangi gejala n Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgetik tidak akan
menyamarkan gejala saat pemeriksaan fisik. n Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia
reproduksi. n Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang membutuhkan
Laparotomy Perawatan appendicitis tanpa operasi n Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika
intravena dapat berguna untuk Appendicitis acuta bagi mereka yang sulit mendapat intervensi operasi
(misalnya untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang memilki resiko tinggi untuk dilakukan
operasi Rujuk ke dokter spesialis bedah. Biasanya digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime
dan Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri yang
terlibat, termasuk Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus viridans,
Klebsiella, dan Bacteroides. Laparoscopic kemungkinan sangat berguna untuk pemeriksaan wanita
dengan keluhan abdomen bagian bawah. Membedakan penyakit akut ginekologi dari Appendicitis acuta
sangat mudah dengan menggunakan laparoskop

4. Hernia
- Definisi
Hernia adalah tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dinding rongga dimana rongga
tersebut harusnya berada dalam keadaan normal tertutup (Nanda,2006). hernia adalah
ketidaknormalan tubuh berupa tonjolan yang disebabkan karena kelemahan pada dinding otot
abdomen, dapat congenital.
Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia inguinalis lateralis yaitu hernia yang keluar dari rongga
peritonium melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior,
kemudian hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis (Jong 2004).
Hernia inguinalis direk disebut juga hernia inguinalis medialis yaitu hernia yang melalui dinding
inguinal posteromedial dari vasa epigastrika inferior di daerah yang dibatasi segitiga Hesselbach (Arif
Mansjoer,2000).
- Etiologi
Penyebab dari hernia adalah adanya peningkatan tekanan intra abdominal akibat adanya tindakan
seperti batuk, mengejan, mengangkat benda berat atau menangis. Faktor yang dipandang berperan
kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut dan
kelemahan otot dinding perut karena usia. Tekanan intra abdominal yang meninggi serta kronik seperti
batuk kronik, hipertrofi prostat, konstipasi dan asites sering disertai hernia inguinalis.
- Patofisiologi
Terjadinya hernia disebabkan oleh dua faktor yang pertama adalah faktor kongenital yaitu
kegagalan penutupan prosesus vaginalis pada waktu kehamilan yang dapat menyebabkan masuknya isi
rongga perut melalui kanalis inguinalis, faktor yang kedua adalah faktor yang didapat seperti hamil,
batuk kronis, pekerjaan mengangkat benda berat dan faktor usia, masuknya isi rongga perut melalui
kanal ingunalis, jika cukup panjang maka akan menonjol keluar dari anulus ingunalis eksternus. Apabila
hernia ini berlanjut tonjolan akan sampai ke skrotum karena kanal inguinalis berisi tali sperma pada
lakilaki, sehingga menyebakan hernia. Hernia ada yang dapat kembali secara spontan maupun manual
juga ada yang tidak dapat kembali secara spontan ataupun manual akibat terjadi perlengketan antara isi
hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Keadaan ini
akan mengakibatkan kesulitan untuk berjalan atau berpindah sehingga aktivitas akan terganggu. Jika
terjadi penekanan terhadap cincin hernia maka isi hernia akan mencekik sehingga terjadi hernia
strangulate yang akan menimbulkan gejala ileus yaitu gejala obstruksi usus sehingga menyebabkan
peredaran darah terganggu yang akan menyebabkan kurangnya suplai oksigen yang bisa menyebabkan
Iskemik. Isi hernia ini akan menjadi nekrosis.
Kalau kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan
abses lokal atau prioritas jika terjadi hubungan dengan rongga perut. Obstruksi usus juga menyebabkan
penurunan peristaltik usus yang bisa menyebabkan konstipasi. Pada keadaan strangulate akan timbul
gejala ileus yaitu perut kembung, muntah dan obstipasi pada strangulasi nyeri yang timbul letih berat
dan kontineu, daerah benjolan menjadi merah (Syamsuhidajat 2004).
- Manifestasi Klinis
Pada umumnya keluhan orang dewasa berupa benjolan di inguinalis yang timbul pada waktu
mengedan, batuk, atau mengangkat beban berat dan menghilang pada waktu istirahat berbaring. Pada
inspeksi perhatikan keadaan asimetris pada kedua inguinalis, skrotum, atau labia dalam posisi berdiri
dan berbaring. Pasien diminta mengedan atau batuk sehingga adanya benjolan atau keadaan asimetris
dapat dilihat. Palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba konsistensinya, dan dicoba
mendorong apakah benjolan dapat direposisi. Setelah benjolan dapat direposisi dengan jari telunjuk,
kadang cincin hernia dapat diraba berupa anulus inguinalis yang melebar (Jong, 2004).
- Tatalaksana
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang rasional. Indikasi
operatif sudah ada begitu diagnosa ditegakkan. Prinsip dasar operatif hernia terdiri atas herniotomi dan
hernioplastik.
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka
dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi
mungkin lalu dipotong.
Pada hernioplastik dilakukan tindakan untuk memperkecil annulus inguinalis internus dan
memperkuat dinding belakang kanalis iguinalis. Hernioplastik lebih penting dalam mencegah terjadinya
residif dibandingkan dengan herniotomi. Hernia bilateral pada orang dewasa, dianjurkan melakukan
operasi dalam satu tahap kecuali jika ada kontra indikasi.

5. Ileus Obstruksi dan Paralitik

a) Ileus obstruktif
- Definisi
Obstruksi usus atau illeus adalah sumbatan yang terjadi pada aliran isi usus baik secara mekanis maupun
fungsional. Aliran ini dapat terjadi karena dua tipe proses :
a) Mekanis : terjadi obstruksi mural dari tekanan pada dinding usus. Contoh : intususepsi,
perlengketan, tumor, hernia dan abses.
b) Fungsional : muskulatur usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contoh : gangguan
endokrin. (Smeltzer dan Suzzane, 2001 : 1121)

- Etiologi
Menurut (Smeltzer dan Suzzane, 2001 : 1121) etiologi dari obstruksi usus atau illeus yaitu:
1. Perlengketan
2. Intususepsi yaitu salah satu bagian usus menyusup kedalam bagian lain yang ada dibawahnya.
3. Volvulus yaitu usus memutar akibatnya lumen usus tersumbat.
4. Hernia yaitu protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus.
5. Tumor

- Patofisiologi
Menurut Ester (2001 : 49) pathofisiologi dari obstruksi usus atau illeus adalah: Secara normal 7-8
cairan kaya elektrolit disekresi oleh usus dan kebanyakan direabsorbsi, bila usus tersumbat, cairan ini
sebagian tertahan dalam usus dan sebagian dieliminasi melalui muntah, yang menyebabkan
pengurangan besar volume darah sirkulasi. Mengakibatkan hipotensi, syok hipovolemik dan penurunan
aliran darah ginjal.
cairan dan udara terkumpul pada bagian proksimal sisi yang bermasalah, menyebabkan distensi.
Manifestasi terjadinya lebih cepat dan lebih tegas pada blok usus halus karena usus halus lebih sempit
dan secara normal lebih aktif, volume besar sekresi dari usus halus menambah distensi, sekresi satu-
satunya yang yang bermakna dari usus besar adalah mukus.
Distensi menyebabkan peningkatan sementara pada peristaltik saat usus berusaha untuk
mendorong material melalui area yang tersumbat. Dalam beberapa jam peningkatan peristaltik dan usus
memperlambat proses yang disebabkan oleh obstruksi. Peningkatan tekanan dalam usus mengurangi
absorbsinya, peningkatan retensi cairan masih tetap berlanjut segera, tekanan intralumen aliran balik
vena, yang meninkatkan permeabilitas kapiler dan memungkinkan plasma ekstra arteri yang
menyebabkan nekrosis dan peritonitis.
- Maniestasi Klinis
Menurut Smeltzer dan Suzzane (2001 : 1121) manifestasi klinik obstruksi usus atau illeus adalah
1. Gejala awal biasanya berupa nyeri kram yang terasa seperti gelombang dan bersifat kolik.
2. Terjadi muntah fekal apabila ada obtruksi di Illeum.
3. Konstipasi absolute.
- Pemeriksaan Penunjang
Menurut Syamsuhidayat ( 1997 : 845 ) pemeriksaan penunjang dari obstruksi usus atau illeus yaitu :
 Pemeriksaan rontgen dengan enteroklisis. Menggunakan cairan kontras encer berguna untuk
menentukan diagnosis sebab memberikan gambaran ke sepanjang usus halus.
 Enteroskopi. Yaitu meneropong usus dapat dilakukan sebagai refleksi bagian ligament treiz,
sampai permulaan yeyenum.
 sonogram Berguna untuk menentukan adanya ruang yang mengandung cairan seperti kista,
abses atau cairan bebas didalam rongga perut atau ruang yang berisi jaringan padat.
- Tatalaksana
Menurut Engram ( 1999 : 243 ) penatalaksanaan obstruksi usus atau illeus adalah :
 Intubasi nasogastrik dengan pengisap dan menggunakan selang salem sump atau selang
usus panjang (selang cantor, selang harris).
 Terapi intra vena dengan penggantian elektrolit.
 Tirah baring.
 Analgetik.
 Pembedahan seperti reseksi usus (pengangkatan segmen yang sakit sekostomi temporer,
untuk obstruksi yang disebabkan oleh faktor mekanis.

b) Ileus Paralitik
- Definisi
ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan di mana usus gagal / tidak mampu melakukan
kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus paralitik ini bukan suatu penyakit primer usus
melainkan akibat dari berbagai penyakit primer
- Etiologi
Penyebab Ileus Paralitik :
1. Neurologik: - Komplikasi DM
- Pasca operasi 3. Obat-obatan
- Kerusakan medula spinalis - Narkotik - Antikolinergik
- Keracunan timbal kolik ureter - Antihistamin
- Iritasi persarafan splanknikus 4. Infeksi
- Pankreatitis - Pneumonia
2. Metabolik : - Peritonitis
- Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama - Infeksi sistemik berat lainnya
hipokalemia)

- Manifestasi Klinis
perutnya kembung (abdominal distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada
mungkin pula tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan keluhan
perut kembung pada ileus obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung, tidak
disertai nyeri kolik abdomen yang paroksismal.
- Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan yaitu leukosit darah, kadar elektrolit, ureum, glucosa darah,
dan amilase. Foto polos abdomen sangat membantu menegakkan diagnosis. Pada ileus paralitik akan
ditemukan distensi lambung usus halus dan usus besar memberikan gambaran herring bone, selain itu
bila ditemukan air fluid level biasanya berupa suatu gambaran line up (segaris). Hal ini berbeda dengan
air fluid level pada ileus obstruktif yang memberikan gambaran stepladder (seperti anak tangga). Apabila
dengan pemeriksaan foto polos abdomen masih meragukan adanya suatu obstruksi, dapat dilakukan
pemeriksaan foto abdomen dengan mempergunakan kontras kontras yang larut air. Pemeriksaan
penunjang lainnya yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin ( Hb, lekosit,hitung jenis dan
trombosit), elektrolit, BUN dan kreatinin, sakar darah, foto dada, EKG, bila diangap perlu dapat
dilakukan pemeriksaan lainnya atas indikasi seperti amilase,lipase, analisa gas darah , ultrasonografi
abdomen bahkan CT scan.

- Tatalaksana
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya berupa dekompresi, menjaga
keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa atau penyakit primer dan pemberian nutrisi yang
adekuat. Beberapa obat-obatan jenis penyekat simpatik (simpatolitik) atau obat parasimpatomimetik
pernah dicoba, ternyata hasilnya tidak konsisten. Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa
nasogastrik (bila perlu dipasang juga rectal tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan
nutrisi parenteral hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsip pemberian nutrisi
parenteral. Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat untuk gastroparesis,
sisaprid bermanfaat untuk ileus paralitik pasca-operasi, dan klonidin dilaporkan bermanfaat untuk
mengatasi ileus paralitik karena obat-obatan. Neostigmin sering diberikan pada pasn ileus paralitik pasca
operasi. Bila bising usu sudah mulai ada dapat dilakukan test feeding, bila tidak ada retensi,dapat
dimulai dengan diit cair kemudian disesuaikan sejalan dengan toleransi ususnya

Anda mungkin juga menyukai