Penyakit tuberkulosis resistan obat ganda (TB ROG) merupakan masalah
kesehatan di dunia dengan insidensinya mencapai 3,7% dari jumlah seluruh TB kasus baru. Kasus kronis adalah faktor risiko terbanyak yang terjadi pada TB ROG. Strain Mycobacterium tuberculosis yang saat ini telah ditemukan memiliki resistansi yang tinggi terhadap kanamisin akibat resistansi silang dengan streptomisin. Panduan pengobatan standar TB ROG saat ini adalah dengan menggunakan paduan obat anti tuberkulosis (OAT) berbasis kanamisin. Kapreomisin direkomendasikan sebagai obat injeksi lini kedua karena efikasinya yang lebih baik. Penilaian kecepatan pencapaian konversi sputum merupakan indikator utama keberhasilan pengobatan. Penelitian ini bertujuan mengkaji perbedaan pencapaian konversi sputum pada penggunaan paduan OAT berbasis kanamisin dengan paduan OAT berbasis kapreomisin. Rancangan penelitian adalah kohort retrospektif. Penelitian melibatkan 75 data pasien TB ROG dengan 25 data diantaranya adalah pada kelompok kapreomisin. Data diambil dari rekam medis pasien poliklinik TB ROG RSUP Dr. Hasan Sadikin sejak April 2012 – April 2016. Pada kelompok kanamisin, konversi terbanyak terjadi pada bulan pertama (62%) dengan durasi konversi terlama terjadi pada bulan keenam. Sedangkan pada kelompok kapreomisin, konversi pada bulan pertama hanya mencapai 32% dan keseluruhan pasien mengalami konversi pada bulan ketiga. Median kecepatan pencapaian konversi kultur sputum BTA pada kedua kelompok kanamisin pada bulan ke-1 (rentang antara bulan ke-1 sampai dengan bulan ke-6) dan pada kelompok kapreomisin pada bulan ke-2 (rentang antara bulan ke-1 sampai dengan bulan ke-3), tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p-value = 0,072). Kesimpulan penelitian ini adalah pencapaian konversi sputum TB ROG yang mendapat paduan OAT berbasis kapreomisin tidak lebih cepat daripada paduan OAT berbasis kanamisin.