PROPOSAL TESIS
ANNISA ALWITA
1706093201
i
UNIVERSITAS INDONESIA
PROPOSAL TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Keselamatan dan Kesehatan Kerja
ANNISA ALWITA
1706093201
ii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya,
Nama : Annisa Alwita
NPM : 1706093201
Program : Magister Keselamatan dan Kesehatan Kerja
menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penyusunan proposal
tesis saya yang berjudul “TINJAUAN LITERATUR DETERMINAN FAKTOR
KESEHATAN MENTAL TENAGA KESEHATAN DI MASA PANDEMI
COVID-19”. Apabila pernyataan ini terbukti tidak benar saya bersedia menerima sanksi
yang diatur dalam kebijakan Universitas Indonesia.
Annisa Alwita
3
DAFTAR ISI
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME.....................................................3
BAB I................................................................................................................................5
PENDAHULUAN............................................................................................................5
1. 1. Latar Belakang..................................................................................................5
1. 2. Pertanyaan Penelitian.......................................................................................6
1. 3. Rumusan Masalah............................................................................................6
1. 4. Tujuan Penelitian..............................................................................................6
1. 5. Manfaat Penelitian............................................................................................7
1. 6. Ruang Lingkup Penelitian...............................................................................7
BAB II...............................................................................................................................8
TINJAUAN LITERATUR..............................................................................................8
2. 1. Kesehatan Mental.............................................................................................8
2. 1. 1. Pengertian Kesehatan Mental......................................................................8
2. 1. 2. Jenis Gangguan Mental................................................................................9
2.2. Tinjauan Literatur Sistematis (Systematic Literature Review/SLR)...........12
BAB III...........................................................................................................................17
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP,........................................................17
DAN DEFINISI OPERASIONAL...............................................................................17
3. 1. Kerangka Teori...............................................................................................17
3. 2. Kerangka Konsep...........................................................................................18
3. 3. Definisi Operasional.......................................................................................18
BAB IV...........................................................................................................................20
METODOLOGI PENELITIAN..................................................................................20
4. 1. Desain Penelitian.............................................................................................20
4. 2. Waktu Penelitian............................................................................................20
4. 5. Pengolahan dan Analisis Data.......................................................................26
4. 6. Penyajian Hasil Penelitian.............................................................................27
4
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Pada awal tahun 2020, terdapat wabah penyakit baru yang bermula dari Kota
Wuhan, Provinsi Hubei yang kemudian menyebar dengan cepat ke lebih dari 190 negara
dan teritori. Wabah ini diberi nama coronavirus disease 2019 (COVID-19) yang
disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2).
COVID-19 telah ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) sebagai pandemi
sejak Maret 2020 (WHO, 2020). Pandemi didefinisikan sebagai epidemi yang terjadi di
seluruh dunia, atau di wilayah yang sangat luas, melintasi batas internasional dan
biasanya memengaruhi sejumlah besar orang (Porta, 2008). Secara global, sampai
tanggal 20 Juni 2021, terdapat 177.108.695 kasus COVID-19 yang dikonfirmasi,
termasuk 3.840.223 kematian (WHO, 2021). Di Indonesia, sampai dengan 20 Juni 2021,
jumlah kasus yang terkonfirmasi positif COVID-19 adalah sebesar 1.989.909, dengan
1.792.528 pasien sembuh dan 54.662 kematian.
Peningkatan jumlah kasus yang dikonfirmasi dan jumlah kematian akibat
COVID-19 menjadi tantangan yang besar bagi sistem pelayanan kesehatan setempat.
Ketika jumlah pasien dengan COVID-19 bertambah, semakin banyak sumber daya
kesehatan, termasuk petugas, tempat tidur dan fasilitas yang diperlukan. Sumber daya
yang terbatas, berdampak pada munculnya tekanan dan kesusahan yang besar, terutama
petugas kesehatan (Catton, 2020). Hal ini terbukti dari rendahnya jumlah rumah sakit
rujukan COVID-19 di Indonesia yaitu 140 rumah sakit dengan nilai bed occupancy rate
sebesar 63,66% secara nasional dan mencapai >80% pada beberapa provinsi (DKI
Jakarta dan Banten). (SatGas COVID-19, 2021) https://covid19.go.id/daftar-rumah-
sakit-rujukan
Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2019 menjelaskan salah satu bentuk
perlindungan kesehatan pekerja adalah penyelenggaraan upaya kesehatan kerja yang
dilakukan agar pekerja hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta
pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Perlindungan ini juga berlaku pada
petugas kesehatan. Sedangkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 413 menyebutkan
5
bahwa dukungan kesehatan jiwa dan psikososial untuk tenaga kesehatan merupakan
salah satu upaya pencegahan dan pengendalian infeksi COVID-19.
Petugas kesehatan berisiko tinggi mengalami masalah kejiwaan karena berbagai
tekanan yang meningkat dan harus mereka hadapi (Lai et al., 2020). Penelitian
sebelumnya telah melaporkan bahwa kondisi wabah infeksi, seperti sindrom pernafasan
akut yang parah (SARS) yang mirip dengan pandemi Covid-19, telah memberikan
beban psikologis kepada para petugas kesehatan seperti kecemasan, depresi, serangan
panik, atau gejala psikotik (Luo, et al., 2020).
Penelitian lainnya juga menyatakan bahwa gangguan mental dari suatu bencana
besar memiliki dampak yang lebih luas dan lebih lama dibandingkan dengan cedera
fisik, sedangkan perhatian pada kesehatan mental jauh lebih sedikit, baik dari segi
pengadaan personel untuk perencanaan dan sumber daya (Allsopp, et al., 2019). Selain
itu, studi Soemarko et al. (2020) dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia juga
menyebutkan bahwa ada sebanyak 83% tenaga kesehatan di Indonesia telah mengalami
burnout syndrome derajat sedang dan berat yang secara psikologis sudah berisiko
mengganggu kualitas hidup dan produktivitas kerja dalam pelayanan kesehatan.
Terjadinya stres dan masalah kesehatan mental lain yang dialami petugas
kesehatan saat pandemi COVID-19 dapat terjadi melalui kontak langsung dengan pasien
COVID-19, mengetahui seseorang yang meninggal akibat pajanan COVID-19, atau
mengenal rekan kerja dikarantina atau diisolasi (Rossi, 2020).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi kesehatan mental tenaga kesehatan
belum diperhatikan secara menyeluruh. Oleh karena itu, diperlukan kajian mengenai
determinan faktor yang mempengaruhi gangguan kesehatan mental yang dialami
petugas kesehatan selama pandemi COVID-19 berlangsung. Metode penelitian tinjauan
literatur sistematis dipilih atas dasar pertimbangan pembatasan akses yang dilakukan
secara nasional karena Pandemi Covid-19.
1. 2. Pertanyaan Penelitian
Determinan faktor apa saja yang mempengaruhi gangguan mental pada tenaga
kesehatan selama pandemi COVID-19?
6
1. 3. Rumusan Masalah
Melihat fakta dan data di atas perlu dikaji dan ditelaah determinan faktor apa
saja yang berkontribusi terhadap kejadian gangguan kesehatan mental pada tenaga
kesehatan. Tingginya kasus COVID-19 dan bed occupancy rate (63,66%) di Indonesia
menyebabkan tingginya beban pekerjaan dan psikologis tenaga kesehatan. Studi telah
membuktikan bahwa kondisi wabah infeksi telah memberikan beban psikologis kepada
para petugas kesehatan. Selain itu, terjadinya stres dan masalah kesehatan mental lain
yang dialami petugas kesehatan saat pandemi COVID-19 dapat terjadi melalui kontak
langsung dengan pasien COVID-19, mengetahui seseorang yang meninggal akibat
pajanan COVID-19, atau mengenal rekan kerja dikarantina atau diisolasi. Ditambah lagi
peran tenaga kesehatan di Indonesia adalah sebagai garda terdepan, alih alih menjadi
tenaga yang memberikan upaya preventif. Gambaran kondisi kesehatan mental tenaga
kesehatan selama pandemi COVID-19 dalam skala nasional dan internasional dan
determinan faktor yang mempengaruhinya, perlu diteliti lebih lanjut dengan
menggunakan metodologi Systematic Literature Review.
1. 4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Menjelaskan determinan faktor gangguan kesehatan mental pada tenaga
kesehatan.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi sejauh apa gangguan kesehatan mental yang dialami petugas
kesehatan di masa pandemi COVID-19
2. Mengidentifikasi faktor-faktor determinan yang berkaitan dengan pekerjaan yang
menyebabkan ganguan kesehatan mental yang dialami petugas kesehatan selama
pandemi COVID-19.
3. Mengidentifikasi faktor-faktor determinan yang tidak berkaitan dengan pekerjaan
yang menyebabkan ganguan kesehatan mental yang dialami petugas kesehatan
selama pandemi COVID-19.
7
1. 5. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Terkait
Hasil dari penelitian ini nantinya dapat menjadi masukan dalam menanggulani
gangguan kesehatan mental yang dialami petugas kesehatan terutama di masa
pandemi COVID-19 di fasilitas pelayanan kesehatan.
2. FKM UI
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan penelitian selanjutnya dan
menambah jenis penelitian yang dilakukan sivitas akademika Universitas
Indonesia.
3. Peneliti
Peneliti dapat menambah dan mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkan selama
kuliah di Program Studi Magister Keselamatan dan Kesehatan Kerja, terutama
berkaitan dengan kesehatan kerja.
8
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
2. 1. Kesehatan Mental
2. 1. 1. Pengertian Kesehatan Mental
Menurut Muhyani (2012) beberapa ahli psikologi mengartikan kesehatan mental
sebagai keadaan individu yang terbebas dari penyimpangan, kekhawatiran, kegelisahan,
kesalahan dan kekurangan. WHO sebagai badan kesehatan dunia mengartikan kesehatan
mental sebagai kemampuan adaptasi individu dengan dirinya sendiri dan dengan
lingkungan sekitar secara umum, sehingga individu tersebut merasakan senang, bahagia,
hidup dengan lapang, dan berperilaku seosial secara normal serta mampu menghadapi
dan menerima berbagai kenyataan hidup (Najati, 2000), sedangkan Videbeck (2008)
mengartikan kesehatan mental sebagai kondisi emosional, psikologis dan sosial yang
terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif,
konsep diri positif, serta kestabilan sosial.
Dewi (2012) berpendapat bahwa definisi akan mental yang sehat tidak terlepas
dari pemahaman mengenai sehat dan sakit secara fisik, penelitian telah dilakukan untuk
mengungkap hubungan kesehatan fisik dan mental dari individu, di mana individu yang
mengalami keluhan medis menunjukan adanya masalah psikis sampai taraf gangguan.
Individu dengan gangguan mental dapat menunjukan adanya gangguan terhadap fungsi
fisiknya. Keadaan sehat ataupun sakit merupakan kondisi yang menggambarkan
biopsikologis yang menyatu dalam kehidupan manusia. Dalam mengetahui kondisi
sehat atau sakit secara fisik maupun psikis merupakan bagian dari pengenalan manusia
terhadap kondisi dirinya serta bagaimana penyesuaiannya dengan lingkungan sekitar.
Lebih lanjut (Putri, Wibhawa dan Gutama, 2015) mengatakan kesehatan mental sebagai
keadaan di data individu terbebas dari gejala gangguan mental, keadaan individu yang
sehat secara mental dapat berfungsi secara normal dalam menjalankan segala aktifitas
kehidupan seperti mampu menghadapi masalah yang ditemui di dalam kehidupannya.
Dari pelosok yang berada di Indonesia masih ditemukan perbedaan cara penanganan
yang kurang tepat untuk menangani penderita gangguan mental, individu yang
9
mengalami gangguan mental dianggap sebagai orang aneh yang mengancam
keselamatan individu lainnya, sehingga individu yang mengalami gangguan mental
diasingkan oleh masyarakat (Putri, Wibhawa dan Gutama, 2015).
Masa pandemi COVID-19 menjadikan kesehatan mental sebagai perhatian dunia
yang sangat penting terutama bagi para petugas penanganan COVID-19 (Ridlo, 2020).
Keadaan darurat status kesehatan masyarakat ditetapkan oleh WHO yang dilanjutkan
dengan pembatasan beskala besar oleh masing-masing daerah yang terdampak
penyebaran pandemi COVID-19 (Gao dkk, 2020), dari dampak tersebut mengakibatkan
perlunya penangan dari para sukarelawan yang membantu dalam penanganan
penyebaran virus tersebut, sehingga berakibat pada perhatian dunia pula atas kesehatan
mental para sukarelawan tersebut (Oinggian, Opod dan David, 2020). Kesehatan mental
para sukarelawan tersebut merupakan hal penting agar dapat membantu penanganan
para pasien yang terdampak virus tersebut jika keadaan kesehatan mental para
sukarelawan tersebut dalam keadaan sehat (Ayuningtias, Misnaniarti dan Rayhani,
2020). Beberapa tenaga sukarelawan mengalami stress pasca trauma, gejala kecemasan
dan depresi non spesifik (Sandesh dkk, 2020). Gangguan mental dapat berdampak pada
seseorang mengalami beban emosional dan sosial akibat stigma di masyarakat (Linawati
dan Alimansur, 2016).
Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2019 menjelaskan salah satu bentuk
perlindungan kesehatan pekerja adalah penyelenggaraan upaya kesehatan kerja yang
dilakukan agar pekerja hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta
pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Perlindungan ini juga berlaku pada
petugas kesehatan. Pada pasal 2, disebutkan bahwa penyelenggaraan kesehatan kerja
meliputi upaya pencegahan penyakit, upaya peningkatan kesehatan, upaya penanganan
penyakit, dan upaya pemulihan kesehatan. Selanjutnya pada pasal 5, dijelaskan bahwa
salah satu bagian dari standar kesehatan kerja dalam upaya peningkatan kesehatan
adalah peningkatan kesehatan mental, yakni pengendalian faktor psikososial dan
pencegahan gangguan mental emosional yang dapat terjadi pada pekerja yang
dipengaruhi oleh lingkungan kerja. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 413
menyebutkan bahwa dukungan kesehatan jiwa dan psikososial untuk tenaga kesehatan
merupakan salah satu upaya pencegahan dan pengendalian infeksi COVID-19. Adapun
dukungan kesehatan jiwa dan psikososial bagi tenaga kesehatan ini dapat berupa
10
memberikan informasi yang jelas pada masyarakat tentang kondisi diri, tetap terhubung
dengan keluarga atau orang terdekat lainnya, serta membuat support group antar
petugas kesehatan untuk saling memberikan dukungan sosial. (PP No 88 tahun 2019,
KMK No 413, Pedoman dukungan kesehatan jiwa dan psikososial pada pandemic covid
19)
Dari beberapa uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kesehatan mental
merupakan suatu keadaan yang dialami individu di mana individu tersebut terhindar
dari gangguan mental serta mengalami keseimbangan antara dirinya dengan lingkungan
sehingga dapat melakukan pengembangan potensi.
11
orang yang mengalami gangguan mental jenis ini tidak menyadari bahwa
keterikatan hubungan gejala yang dirasakan dengan konflik emosinya, gangguan ini
tanpa ditandai kehilangan intrapsikis yang berkaitan dengan peristiwa kehidupan
yang berdampak kecemasan dengan gejala obsesi, fobia dan kompulsif
3) Depresi, merupakan salah satu gangguan mental yang terjadi diakibatkan oleh
dysphoria, tak berdaya, putus asa, mudah tersinggung dan gelisah. Penderita jenis
ini sering mengalami kesulitan dengan memori, konsentrasi dan mudah terganggu
serta mengalami delusi dan halusinasi
12
diantaranya adalah interaksi ibu dan anak, faktor hubungan sosial, faktor
hubungan keluarga yang patogenik dan faktor kehilangan
3) Faktor sosiokultural. Beberapa faktor yang berhubungan dengan sosiokultural
diantaranya adalah faktor sistem nilai, faktor ketimpangan antara keinginan dan
kenyataan, faktor status ekonomi, faktor perpisahan keluarga, faktor masalah
golongan minoritas
Menurut Keliat dan Akemat (2012) seseorang dengan gangguan mental akan
cenderung sedih berkepanjangan, tidak semangat dan malas, marah tanpa sebab,
mengurung diri, tidak mengenali orang, cara berbicara yang kacau, bicara sendiri dan
tidak memiliki kemampuan untuk merawat diri.
13
serta beresiko lebih tinggi untuk dapat tertular, dan menyaksikan beberapa rekan mereka
terjangkit sampai meninggal karena terjangkit virus tersebut.
Paparan COVID-19 saat bekerja juga merupakan faktor risiko terjadinya
kecemasan pada tenaga kerja. Berpartisipasi dalam perawatan atau prosedur untuk
pasien yang terinfeksi COVID-19 merupakan tantangan bagi pekerja rumah sakit karena
dengan melakukan hal tersebut, mereka memiliki potensi risiko terinfeksi yang tinggi.
Angka mortalitas yang tinggi dari pneumonia akibat COVID-19 juga semaking
meningkatkan kecemasan pada tenaga kerja. Selain itu, waktu antara infeksi dan
timbulnya gejala dari COVID-19 dapat dikatakan relatif panjang; akibatnya, stres yang
dirasakan akan berkelanjutan dan terus kumulatif dari waktu ke waktu sehingga dapat
berubah menjadi kecemasan dan gangguan mental pada tenaga kerja. Selain itu,
memiliki hari libur yang lebih sedikit juga merupakan faktor risiko yang signifikan
untuk depresi. Hal ini memperkuat temuan bahwa istirahat yang cukup dan aktivitas di
luar pekerjaan penting untuk menjaga kesehatan mental (Matsumono, dkk).
Studi oleh Spoorthy dkk menyatakan bahwa tingkat kontak dengan kasus yang
suspek atau terkonifrmasi COVID-19 berhubungan langsung dengan proporsi gangguan
kesehatan mental mental. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa petugas kesehatan
terutama yang bekerja di unit gawat darurat, unit perawatan intensif, dan bangsal
penyakit menular berisiko lebih tinggi terkena mengalami gangguan mental (Spoothy,
dkk). Selain itu, penelitian oleh Lai dkk (2019) menyatakan bahwa pengalaman kerja
yang terbatas sebagai tenaga kesehatan merupakan salah satu faktor risiko gangguan
mental (Lai, dkk). Studi dari Khajuria dkk (2021) menyatakan bahwa pelatihan dan
dukungan yang buruk di tempat kerja berkolerasi dengan gejala depresi yang lebih
sering. Kurangnya APD yang sesuai juga menjadi salah satu tekanan psikologis bagi
tenaga kesehatan. Studi ini juga menunjukkan bahwa tenaga kesehatan yang berada di
Amerika dan Inggris lebih rentan mengalami gejala depresi.
Adapun sumber tekanan yang dapat menyebabkan gangguan mental pada tenaga
kesehatan mencakup perasaan rentan atau kehilangan kendali serta kekhawatiran
tentang kesehatan diri sendiri, penyebaran virus, kesehatan keluarga dan orang sekitar,
perubahan dalam pekerjaan, serta perasaan terisolasi. Fakta bahwa COVID-19 menular
dari manusia ke manusia, memiliki morbiditas yang tinggi, dan berpotensi fatal juga
semakin meningkatkan persepsi bahaya pribadi pada tenaga kesehatan. Selain itu,
14
kurangnya suplai medis dan meningkatnya kasus COVID-19 juga sangat berkontribusi
pada tekanan dan kekhawatiran yang dialami petugas kesehatan (Lai, dkk)a
Hasil penelitian dari Susanto (2020) menyatakan bahwa beberapa gangguan
mental yang dialami petugas medis penanganan COVID-19 mengalami kecemasan,
depresi, stress, insomnia, Somatisasi, sensitivitas dan mudah menyerah. Hal tersebut
terjadi dikarenakan kurangnya dukungan sosial terhadap mereka dan kekhawatiran
mereka akan menularkan virus tersebut di lingkungan keluarga, karena mereka begitu
dekat dengan sumber penularan.
TAmbah matsumoto occupational exposure to COVID-19 and hospital staff other than
doctors/fewer non-work days
Yang spoorthy juga
15
dimiliki di usia tua dan pemahaman interaksi manusia yang dimiliki perempuan
membuat populasi tersebut rentan mengalami stres sosial pada situasi pandemi.
Selain itu, status pernikahan juga diketahui berkolerasi dengan gangguan mental
dimana tenaga kesehatan yang masih lajang memiliki risiko lebih tinggi mengalami
gejala psikiatrik dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang sudah menikah (Spoorthy
dkk). Tenaga kesehatan yang tinggal bersama dengan keluarga juga memiliki risiko
yang lebih tinggi untuk mengalami stres sosial selama pandemi COVID-19. Tingginya
angka penularan COVID-19 membuat tenaga kesehatan khawatir akan menularkan
penyakit tersebut kepada anggota keluarganya yang disayangi, terutama orang tua yang
memiliki kondisi komorbid atau anak yang memiliki kondisi imunitas lemah. (Tsamakis
et al., 2020). Peraturan pemerintah yang menganjurkan masyarakat untuk tidak keluar
rumah kecuali dalam situasi yang penting membuat tenaga kesehatan lebih banyak
menghabiskan waktu di rumah bersama keluarga. Waktu pertemuan yang lebih lama
dapat meningkatkan risiko timbulnya konflik dalam keluarga dan menjadi sumber stres
sosial bagi tenaga kesehatan. (Shiwaku et al., 2020Berdasarkan data tersebut, diduga
tinggal bersama keluarga atau memiliki anggota keluarga yang banyak mampu
meningkatkan risiko gangguan mental pada tenaga kesehatan pada situasi pandemi.
Matsumoto
Tempat kerja, support sosial buruk, self-efficacy.
Pada populasi umum, kondisi pandemi dapat meningkatkan risiko timbulnya atau
perburukan penyakit jiwa. Ketakutan mengidap penyakit COVID-19, sakit, atau
meninggal akibat COVID-19 dapat meninmbulkan kecemasan berlebih, perasaan tidak
berdaya, dan kecenderungan untuk menyalahkan orang yang sakit. Selain itu, situasi
lingkugan di mana seluruh komunitas menggunakan masker, saling mencurigai satu
sama lain, dan selalu menjaga jarak serta dampak ekonomi yang menyebabkan kesulitan
finansial juga berpengaruh pada stress yang dialami oleh populasi umum (Priyantini,
dkk). Sehingga diduga faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan mental pada
populasi umum juga akan berpengaruh pada tenaga kesehatan.
16
mengumpulkan serta mengevaluasi penelitian yang terkait pada fokus topik tertentu.
Penelitian SLR dilakukan untuk berbagai tujuan, di antaranya mengidentifikasi,
mengkaji, mengevaluasi, dan menafsirkan semua penelitian yang tersedia dengan
bidang topik fenomena yang menarik, dengan pertanyaan penelitian tertentu yang
relevan. SLR juga sering dibutuhkan untuk penentuan agenda riset, sebagai bagian dari
disertasi atau tesis, serta merupakan bagian yang melengkapi pengajuan hibah riset
(Fink, 2014).
Penelitian SLR terdiri dari delapan langkah utama (lihat Gambar 2.1) yang perlu
dilakukan untuk melakukan tinjauan literatur yang sistematis (Okoli, 2015).
17
Gambar 2.1. Langkah-langkah Penelitian SLR (Okoli, 2015)
1) Identifikasi tujuan (identify the purpose): langkah pertama dalam ulasan apa pun
mengharuskan mengidentifikasi tujuan ulasan dan tujuan yang dimaksudkan secara
jelas, yang diperlukan agar ulasan tersebut dapat dimengerti pembaca. Salah satu
langkah yang digunakan untuk mempermudah melakukan identifikasi yakni dengan
pendekatan PICO (Population, Intervention, Comparison, dan Outcome)
(Kitchenham, 2007). Contoh penggunaan PICO:
Population: software atau application atau product atau Web atau internet atau
World-Wide Web atau project atau development
Intervention: cross company atau cross organization atau cross organization
atau multiple-organizational atau multiple- organisational model
Contrast: within-organisation atau within-organization atau within-
organizational atau within-organisational atau single company atau single
organization
Outcome: Accuracy atau Mean Magnitude Relative Error
2) Draft protokol dan latih tim (draft protokol and train the team): untuk setiap
ulasan yang mempekerjakan lebih dari satu pengulas, pengulas harus benar-benar
jelas dan setuju tentang prosedur yang akan mereka ikuti, yang membutuhkan
dokumen protokol tertulis dan terperinci serta pelatihan untuk semua pengulas
untuk memastikan konsistensi dalam cara mereka menjalankan review.
3) Terapkan layar praktis (apply practical screen): juga disebut skrining untuk
inklusi, langkah ini mensyaratkan bahwa pengulas secara eksplisit tentang studi apa
yang mereka pertimbangkan untuk ulasan dan yang mana yang mereka hilangkan
tanpa pemeriksaan lebih lanjut (bagian yang sangat penting dari setiap tinjauan
literatur). Untuk studi yang dikecualikan, pengulas harus menyatakan alasan praktis
mereka untuk tidak mempertimbangkan mereka dan membenarkan bagaimana
ulasan yang dihasilkan masih komprehensif mengingat kriteria pengecualian
praktis.
4) Pencarian literatur (search for literature): pengulas perlu secara eksplisit dalam
menggambarkan rincian pencarian literatur dan perlu menjelaskan dan
membenarkan bagaimana mereka meyakinkan kelengkapan pencarian. Banyak
jurnal medis dan kesehatan terkemuka merujuk ke PRISMA (item pelaporan
18
pilihan untuk tinjauan sistematis dan analisis meta) dalam instruksi mereka untuk
penulis dan beberapa mengharuskan penulis untuk mematuhinya (Blessing et al.,
2009).
19
5) Ekstrak data (extract data): setelah pengulas mengidentifikasi semua studi yang
harus dimasukkan dalam tinjauan, mereka perlu mengekstrak informasi yang
berlaku secara sistematis dari setiap studi.
6) Menilai kualitas (appraise the quality): juga disebut skrining untuk pengecualian,
pengulas perlu secara eksplisit menjabarkan kriteria yang mereka gunakan untuk
menilai artikel mana yang akan mereka kecualikan untuk kualitas yang tidak
mencukupi. Para peneliti perlu menilai semua makalah yang disertakan, tergantung
pada metodologi penelitian yang mereka gunakan, untuk kualitas mereka.
7) Mensintesis studi (synthesize studies): juga dikenal sebagai analisis, langkah ini
melibatkan menggabungkan fakta-fakta yang diekstraksi dari studi dengan
menggunakan teknik yang tepat, baik kuantitatif, kualitatif, atau keduanya.
8) Tulis ulasan (write the review): selain prinsip-prinsip standar yang harus diikuti
dalam penulisan makalah penelitian, proses tinjauan literatur sistematis perlu
dilaporkan secara cukup rinci sehingga peneliti lain dapat secara independen
mereproduksi hasil ulasan.
20
BAB III
3. 1. Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan literatur di atas, dapat digambarkan kerangka teori yang
digunakan dalam penelitian ini:
21
3. 2. Kerangka Konsep
Berdasarkan hal di atas, dapat digambarkan konsep penelitian seperti di bawah:
Jenis kelamin
Pekerjaan
Status Pendidikan
Status Pernikahan
Asal negara
GANGGUAN MENTAL
Waktu untuk bekerja PADA PETUGAS MEDIS
menangani pasien COVID-19 DALAM PENANGANAN
COVID-19
Pencegahan
Ganguan mental
Treatment
3. 3. Definisi Operasional
Pada kerangkan konsep diatas, mengacu pada Permenkes No. 66 Tahun 2016
dan Peraturan Pemerintah No. 50 2012, serta proses SLR yang dilakukan untuk
menjawab tujuan penelitian ini.
Tabel 3.1. Definisi Operasional
DEFINISI CARA
KRITERIA Skala HASIL UKUR
OPERASIONAL UKUR
Jenis kelamin Identitas Telaah Ordinal Pria dan Wanita
22
DEFINISI CARA
KRITERIA Skala HASIL UKUR
OPERASIONAL UKUR
Suatu kegiatan yang
dilakukan untuk
Pekerjaan Dokter dan Perawat
mendapatkan
penghasilan
Jenjang pendidikan ≥S1
Status
formal <S1
Pembedaan status
pernikahan antara Menikah dan lajang (
Status pernikahan
menikah dan lajang / Duda / Janda)
pisah
Pembeda Negara tempat
Asal Negara menangani kasus Indonesia dan luar negeri
pandemi COVID-19
Waktu kerja Lama kerja untuk fokus
menangani pasien menangani pasien Numerik Dalam jam
COVID-19 COVID-19
Adanya gangguan fisik
Riwayat gangguan Ya
seperti hipertensi, asma,
organik Tidak
diabetes dll
Merupakan perasaan
secara psikologis yang
Gejala awal yang dirasakan petugas medis Gejala gangguan
dirasakan sebelum mengalami psikologis
secara serius gangguan literatur
mental
Merupakan usaha
pencegahan yang
Rotasi jam kerja,
dilakukan untuk
kesempatan istirahat,
menghindari gangguan
Pencegahan kesempatan libur dan
mental petugas
kesempatan berkomunikasi
kesehatan dalam
Ordinal dengan keluarga
menangani pasien
COVID-19
Merupakan kejadian Kecemasan, gangguan
gangguan mental yang suasana hati, gangguan
dialami para petugas psikotik, gangguan makan,
Gangguan mental medis dalam menangani gangguan obsesif-
pandemi COVID-19 kompulsif, gangguan
kontrol impuls dan
kecanduan
Langkah yang dilakukan
pemerintah untuk Terapi perilaku kognitif,
menangani petugas yang terapi psiko analitik, terapi
Treatment
mengalami gangguan interpersonal, terapi
mental dalam menangani keluarga dan hipnoterapi
penderita COVID-19
23
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4. 1. Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah tinjauan literatur sistematis dengan tahapan langkah
sekuensial dalam mencari, mengumpulkan, mengetahui, memahami, menganalisis,
mensintesis dan mengevaluasi referensi yang sesuai untuk menjadi pondasi bagi topik
yang ditulis. Tujuan dari tinjauan literaur sistematis adalah untuk menjawab pertanyaan
penelitian dengan menyatukan bukti-bukti literatur.
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksploratori dengan metode deskriptif.
Sehinggga kekuatan penelitian ini ada pada pengumpulan fakta dan identifikasi data.
Lebih khusus analisis literatur yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis
gangguan mental yang dialami petugas. Tahapan sistematis yang dilakukan oleh peneliti
adalah menyusun protokol penelitian, melakukan pencarian, pengumpulan, analisis data,
sintesis, dan interpretasi hasil penelitian serta membuat kesimpulan.
4. 2. Waktu Penelitian
Adapun waktu pelaksanaan penelitian ini dimulai pada bulan Maret hingga Juni
2021.
4. 4. Protokol Penelitian
Pendekatan sistematis untuk review literatur dipilih dalam penelitian ini.
Systematic Literature Review (SLR) merupakan salah satu metode yang banyak
24
digunakan sebagai langkah awal pengembangan instrumen penilaian. Berikut adalah
proses SLR yang dilakukan dalam penelitian:
4.4.1. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian (Research Question/ RQ) ditentukan untuk menjaga
ulasan agar terfokus. RQ dirancang dengan bantuan kriteria Populasi (Population),
Intervensi (Intervention), Perbandingan (Comparison), Hasil (Outcome) atau dikenal
dengan istilah PICO (Kitchenham dan Charters 2007). Tabel 4.1. menunjukkan struktur
(PICO) dari pertanyaan penelitian.
P (Population) : Tenaga kesehatan
: Sistem kerja petugas kesehatan yang menangani
I (Intervention)
pasien Covid 19.
: Gangguan mental apa saja yang dialami petugas
kesehatan yang menangani pasien Covid 19 dan
C (Comparison)
faktor apa saja yang mempengaruhi gangguan mental
petugas kesehatan yang menangani pasien Covid 19
Instrumen penilaian yang jika diterapkan
menggambarkan jenis gangguan mental yang dialami
O (Outcomes)
dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
gangguan mental
RQ1 Apa saja gangguan mental yang dialami para petugas kesehatan
yang menangani pasien COVID-19?
RQ2 Apa saja faktor yang membuat para petugas medis yang menangani
pasien COVID-19 mengalami gangguan mental?
Seleksi abstrak
Dieliminasi
Seleksi kualitas
Pemilihan
26
Observasi
Merupakan tahap pengumpulan data melalui pengamatan ke sumber database
melalui internet.
Studi Pustaka
Merupakan tahap untuk melakukan studi pengkajian data terkait dengan metode
SLR pada jurnal yang diperoleh dari database yang telah ditentukan.
Dokumentasi
Merupakan tahap dimana data yang telah dikumpulkan disimpan ke dalam
perangkat lunak Mendeley.
Berikut langkah-langkah pengumpulan dari mulai observasi hingga dokumentasi
yang didapat melalui salah satu sumber: http://googlescholar.co.id.
1. Mengunjungi situs http://googlescholar.co.id.
2. Memasukkan kata kunci “Analisis Kesehatan Mental Petugas Medis Covid-19”
pada form pencarian. Langkah ini dapat dilihat pada Gambar 4.2.
27
Gambar 4.2. Hasil Pencarian kata kunci “Analisis Kesehatan Mental Petugas
Medis COVID-19”
3. Pada filter Year pilih Range, memilih tahun 2020-2021 untuk menentukan sumber
tahun alam menemukan isu kesehatan mental petugas penanganan Covid 19.
Setelah klik filter, maka akan ditampilkan judul, tahun publikasi, dan nama penulis.
Hasil yang ditampilkan oleh search process Google Scholar adalah sebanyak
18.200 jurnal seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.3.
28
Gambar 4.3. Hasil Pencarian jurnal pada portal Google Scholar
29
Data yang digunakan hanya berhubungan dengan gangguan mental petugas medis
penanganan pasien COVID-19.
Sedangkan yang termasuk kriteria eksklusi adalah:
Data yang bersumber dari surat kabar, opini, dan case report.
Literatur yang menilai aspek gangguan mental.
Data yang membahas gangguan mental petugas kesehatan penanganan pasien
COVID-19.
b. Penilaian Kualitas
Dalam penelitian SLR, data yang ditemukan akan dievaluasi berdasarkan pertanyaan
kriteria penilaian kualitas sebagai berikut:
QA1 Apakah artikel jurnal membahas mengenai gangguan
mental yang dialami oleh petugas kesehatan penanganan
pasien COVID-19?
QA2 Apakah artikel jurnal membahas mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi gangguan mental pada petugas
kesehatan yang menangani pasien COVID-19?
30
No Elemen Artikel/ Jurnal
A1 A2 A3 A4 A5 dst
1. E1
2. E2
3. E3
dst
Tabel 4.2. Contoh Hasil Identifikasi Matriks Elemen Kunci Hasil Literatur
Faktor Penyebab Gangguan Mental
No Elemen Arikel/ Jurnal %
A1 A2 A3 A4 A5 dst
1. E1
2. E2
3. E3
dst
31
DAFTAR PUSTAKA
32
Ridlo, I.A dan Zein, R.A. 2020. Buletin Penelitian Kesehatan Mental : Arah Kebijakan
Kesehatan Mental.
Sandesh, R, Sahid, W, Dev, K, Mandhan, N, Shankar, P dan Shaik, A. 2020. Jurnal
Internasional : Impact Covid 19 on The Mental Health of Healthcare
Profesionals in Pakistan.
Spoorthy. M. 2020. Asian Journal of Psychiatry. Mental health problems faced by
healthcare workers due to the COVID-19 pandemic–A review.
Choresyo, B, Nulhakim, Soni, A dan Wibowo, H. 2015. Proseding KS : Kesadaran
Masyarakat Terhadap Penyakit Mental.
Fitri, A Z. 2013. Jurnal Kesehatan Masyarakat : Analisis Faktor-faktor yang
Berhubungan Dengan Kejadian Stres Kerja Pada Karyawan Bank.
Winurini, Sulis. 2020. Jurnal Bidang Kesejahteraan Sosial : Permasalahan Kesehatan
Mental Akibat Covid 19. https://berkas.dpr.go.id.
World Health Organization (WHO). 2021. WHO Coronavirus 2019 Dashboard.
https://covid19.who.int/
Yosef, H I dan Sutuni, T. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa dan Advance Mental
Health Nursing. Bandung : Refika Aditama
33