Anda di halaman 1dari 5

Soal endokrinologi

1. Seorang laki laki usia 68 tahun seorang perokok berat datang ke IGD dengan keluhan sesak.
Pasien memiliki riwayat PPOK sejak 10 tahun. Dokter IGD memberikan pasien obat golongan
SABA, LAMA dan glukokortikoid dosis tinggi. Jika pasien dilakukan pemeriksaan EKG,
manakah perubahan EKG dibawah ini yang merupakan akibat pemberian obat glukokortikoid
di IGD?
a. Fibrilasi atrium
b. Gelombang U
c. Gelombang T tinggi
d. Pemanjangan segmen PR
e. Elevasi segmen ST

Jawab: b. gelombang U

Pemberian glukokortikoid dosis tinggi yang akut dapat menyebabkan perubahan elektrolit. Hal ini
terjadi akibat reaksi silang glokokortikoid dengan reseptor mineralkortikoid yang menyebabkan
retensi natrium dan ekskresi kalium. Ekskresi kalium yang berlebihan dapat menyebabkan
hipokalemia, gambaran hipokalemia pada EKG adalah munculnya gelombang U yaitu gelombang
yang muncul setelah gelombang T.

Jawaban lain

a. Fibrilasi atrium  studi menemukan bahwa pemberian glukokortikoid dosis tinggi berhubungan
dengan perkembangan fibrilasi atrium, namun hal tersebut terjadi pada pasien yang diberikan
glukokortikoid jangka panjang (1 bulan). Yang ditanyakan adalah perubahan EKG akibat
glukokortikoid dosis tinggi di IGD.
b. Gelombang U
c. Gelombang T tinggi  gambaran hiperkalemia
d. Pemanjangan segmen PR  menandakan adanya pemanjangan konduksi antara atrium dan
ventrikel, biasanya terjadi pada heart block. Kelainan ini tidak berhubungan dengan
glukokortikoid
e. Elevasi segmen ST  Menandakan adanya infark miokard. Kelainan endokrin yang dapat
menyebabkan infark adalah krisis adrenal/insufisiensi adrenal melalui mekanisme yang belum
diketahui. Pada kondisi insufisiensi adrenal, glukokortikoid dalam kadar yang rendah.

Referensi:

Liu D, Ahmet A, Ward L, Krishnamoorthy P, Mandelcorn ED, Leigh R, Brown JP, Cohen A, Kim H. A
practical guide to the monitoring and management of the complications of systemic corticosteroid
therapy. Allergy Asthma Clin Immunol. 2013 Aug 15;9(1):30. 

van der Hooft CS, Heeringa J, Brusselle GG, et al. Corticosteroids and the Risk of Atrial
Fibrillation. Arch Intern Med. 2006;166(9):1016–1020. doi:10.1001/archinte.166.9.1016
2. Seorang perempuan 56 tahun datang ke klinik dengan diabetes mellitus, osteoporosis, dan
hipertensi. Pasien mengeluhkan mengalami penambahan berat badan dan muncul striae
pada abdomen. Pemeriksaan darah menunjukkan penurunan kadar ACTH. Uji pemberian
deksametason dosis tinggi dan dosis rendah tidak mensupresi produksi kortisol pada pasien.
Pemeriksaan penunjang apa yang sebaiknya dilakukan untuk menemukan etiologi kelainan
pasien? Serta temuan apa yang diharapkan?
A. CT-scan abdomen - Adrenal adenoma
B. CT-scan abdomen - Bilateral adrenal hyperplasia
C. X-ray thorax – tumor paru
D. X-ray abdomen – adrenal adenoma
E. MRI otak - Pituitary adenoma

Jawaban: A. adrenal adenoma

Kondisi pasien menunjukkan tanda dan gejala Cushing’s syndrome. Etiologi hiperkortisol meliputi
adrenal adenoma, pituitary adenoma yang memproduksi ACTH, dan administrasi kortisol atau ACTH
eksogen. Uji supresi deksametason dapat membedakan etiologi hiperkortisol. Pada pasien normal,
deksametason dosis rendah dapat mensupresi produksi kortisol. Pada pasien dengan pituitary
adenoma yang menghasilkan ACTH, deksametason dosis tinggi diperlukan untuk mensupresi
produksi kortisol. Pada pasien dengan adrenal adenoma atau produksi ACTH ektopik, pemberian
deksametason dosis tinggi maupun rendah tidak mampu menurunkan produksi kortisol. Pasien
dengan adrenal adenoma memiliki ACTH yang rendah akibat umpan balik negatif oleh tingginya
kadar kortisol, tidak seperti pasien dengan pituitary adenoma.

Jawaban lain

A. CT-scan abdomen - Adrenal adenoma


B. Bilateral adrenal hyperplasia  terjadi akibat tingginya ACTH sehingga menstimulasi hiperplasia
adrenal. Pasien ini ACTH rendah
C. Tumor paru dapat mensekresi ACTH ektopik  pada kondisi ini ACTH akan meningkat. ACTH
pada pasien rendah.
D. X-ray abdomen – adrenal adenoma  X-ray abdomen memiliki sensitivitas yang rendah untuk
mendeteksi adrenal adenoma. Adrenal adenoma akan lebih dapat terdeteksi melalu pencitraan
CT-scan.
E. Pituitary adenoma  pada kondisi ini akan terjadi peningkatan hormon ACTH, dan uji
deksametason dosis tinggi akan mensupresi kortisol. Namun pada pasien ini tidak terjadi.

Referensi:

Harrison’s endocrinology 3rd edition

https://radiopaedia.org/articles/adrenal-adenoma
3. Seorang pria usia 27 tahun dengan riwayat grave’s disease datang ke klinik karena
mengeluhkan lemas otot terutama pada kedua kaki. Keluhan ini sering muncul hilang timbul
dan biasanya dimulai dari kaki lalu naik hingga ke atas. Bagian paha dirasakan pasien
merupakan bagian yang paling lemas. Pasien mengaku mengalami lemas jika pasien terlalu
banyak memakan nasi. Manakah dibawah ini yang dapat menangani keluhan pasien saat ini?
A. Metimazole
B. PTU
C. Kalium
D. Hidrokortison
E. Levotiroksin

Jawaban: C. kalium

Pasien ini mengalami thyrotoxic periodic paralysis (TPP). TPP merupakan efek tirotoksikosis pada
otot ditandai dengan paralisis periodik terutama pada ekstrimitas bawah dan hipokalemia.
Kelemahan ototo atau paralisis biasanya simetris dimulai dari otot ekstrimitas bawah. Biasanya otot
proksimal mengalami paralisis yang lebih berat. Kelainan ini dapat berbahaya jika mengenai otot
pernafasan. Faktor pencetus meliputi asupan karbohidrat berlebihan, pemakaian insulin, paparan
dingin, dan setelah kegiatan fisik berat. TPP terjadi akibat kadar kalium yang rendah. Tingginya
hormon tiroid dapat menyebabkan perpindahan kalium dari ekstraseluler menuju intraseluler
sehingga terjadi hipokalemia. Tatalaksana TPP adalah pemberian kalium per oral atau IV jika berat
serta pengobatan tirotoksikosis untuk mencegah terjadinya keluhan.

Jawaban lain:

A. Metimazole  mengobati tirotoksikosis, namun tidak untuk saat ini, obat yang lebih tepat
untuk menangani keluhan pasien adalah kalium.
B. PTU  mengobati tirotoksikosis, namun tidak untuk saat ini, obat yang lebih tepat untuk
menangani keluhan pasien adalah kalium.
C. Kalium
D. Hidrokortison  dapat menghambat konversi T4 menjadi T3, dapat digunakan pada krisis tiroid,
namun tidak pada TPP
E. Levotiroksin  obat untuk hipotiroid

Referensi: Pedoman pengelolaan penyakit hipertiroid. Perkeni 2017.


4. Seorang perempuan usia 53 tahun dengan riwayat diabetes mellitus tipe 2 datang ke klinik
mengeluhkan lelah dan tidak enak badan di pagi hari. Pasien rutin melakukan cek gula darah
mandiri dan mengaku sering mendapati gula darahnnya sekitar 120 saat malan dan
meningkat menjadi 170 -180 saat pagi hari. Pasien sudah mencoba untuk mengurangi
asupan karbohidrat saat malam namun justru sedikit memburuk. Manakah dibawah ini yang
dapat meringankan kondisi pasien?
A. Mengurangi dosis malam insulin NPH
B. Meningkatkan dosis malam insulin NPH
C. Meningkatkan dosis pagi insulin NPH
D. Meningkatkan insulin reguler malam
E. Meningkatkan insulin reguler pagi

Jawaban: A. mengurangi dosis malam insulin NPH.

Pasien ini mengalami hiperglikemi saat pagi hari sebagai respon akibat hipoglikemia nokturnal. Efek
ini disebut dengan efek Somogyi. Insulin reguler memiliki kerja pendek sedangkan insulin NPH
memiliki kerja panjang. Jika dosis insulin malam berlebih akan menyebabkan hipoglikemia pada
pasien dan menimbulkan stress, stress akan memicu produksi hormon yang akan meningkatkan
produksi glukosa pada pagi hari. Tindakan yang tepat adalah menurunkan dosis insulin malam.

Jawaban lain:

A. Mengurangi dosis malam insulin NPH


B. Meningkatkan dosis malam insulin NPH  meskipun hiperglikemia saat pagi dapat terjadi
akibat kekurangan insulin malam, namun pasien sudah berusaha mengurangi karbohidrat
malam dan malah terjadi perburukan, sehingga mekanisme yang lebih mungkin pada pasien
adalah akibat efek somogy.
C. Meningkatkan dosis pagi insulin NPH  hiperglikemia pagi pada pasien akibat stress pada
selama pasien tidur. Meningkatkan dosis insulin pagi tidak akan menurunkan glukosa pagi
pasien.
D. Mengurangi insulin reguler malam  insulin reguler memiliki jangka kerja pendek. Pasien
membutuhkan penurunan dosis insulin dengan kerja panjang.
E. Meningkatkan insulin reguler pagi  dosis pagi tidak berpengaruh.

Referensi: Tao Le et al. Kaplan’s, First Aid QA for the USMLE step 2 CK. 2 nd edition.
5. Seorang pria usia 28 tahun dengan riwayat batu ginjal darang dengan keluhan nyeri yang
membakar pada ulu hati. Pasien juga mengalami diare dan mual pada beberapa hari ini.
Muntah, demam disangkal. Riwayat keluarga didapatkan pamannya memiliki kanker
pankreas. Suhu 370C, N 88x/mnt, RR 16x/menit, TD 125/85 mmHg. Pemeriksaan abdomen
didapatkan nyeri tekan epigastrium. Pada endoskopi ditemukan ulkus sedalam 1 cm pada
antrum gaster. Ini merupakan ketiga kalinya pasien mengalami ulkus peptikum.
Na+: 140 mEq/L
K+: 4.9 mEq/L
Cl−: 105 mEq/L
HCO3−: 25 mEq/L
Ca2+: 12.0 mg/dL
PO4: 1.4 mg/dL
Mg2+: 2.0 mg/dL
Blood urea nitrogen: 10 mg/dL
Creatinine: 1.0 mg/dL
Glukosa: 87 mg/dL
Manakah dibawah ini yang juga akan ditemukan pada pasien?
A. Medullary thyroid carcinoma
B. Papillary thyroid carcinoma
C. Pheocromocytoma
D. Prolactinoma
E. Squamous cell lung cancer

Jawaban: D. Prolactinoma

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien ini diduga mengalami neoplasia endokrin
multipel tipe 1 yang terdiri dari tumor pankreas, hiperparatorid, dan adenoma pituitari. Sindrom
Zollinger-Ellison menyebabkan ulkus peptikum berulang akibat sekresi gastrin berlebih oleh
gastrinoma, yang dapat dihasilkan di pankreas atau organ lain di traktus gastrointestinal.
Hiperparatiroid menyebabkan hiperkalsemia, hipofosfatemia, dan peningkatan serum PTH. Tumor
pituitari yang paling sering ditemukan pada neoplasia endokrin multipel tipe 1 adalah prolactinoma.
Tumor lain yang dapat ditemukan namun lebih jarang adalah adenoma yang mensekresi ACTH dan
GH.

Jawaban lain

A. Medullary thyroid carcinoma  ditemukan pada neoplasia endokrin multipel tipe II


B. Papillary thyroid carcinoma  merupakan kanker tiroid paling umum, namun tidak berhubungan
dengan neoplasia endokrin multipel
C. Pheocromocytoma  ditemukan pada neoplasia endokrin multipel tipe IIA (medullary thyroid
cancer, pheochromocytoma, dan hyperparathyroidism) serta pada tipe IIB (medullary thyroid
cancer, pheochromocytoma, and mucosal neuromas
D. Prolactinoma
E. Squamous cell lung cancer  dapat menyebabkan hiperkalsemia dan hipofosfatemia akibat
protein yang berhubungan dengan PTH. Namun sanggat jarang ditemukan pada pasien usia muda
dan tidak berhubungan dengan ulkus peptikum berulang.

Referensi: Tao Le et al. Kaplan’s, First Aid QA for the USMLE step 2 CK. 2 nd edition.

Anda mungkin juga menyukai