1. Bagaimana mekanisme Sodium thiosulfat dan cara pemberiannya pada pasien kalsifilaksis?

Sodium tiosulfat membentuk kompleks dengan kalsium yang bersifat larut dalam air dan
mengurangi pengendapan fosfat-kalsium pada dinding vaskuler. Selain itu sodium tiosulfat juga
memberikan efek anti-oksidan dan vasodilatasi sehingga dapat mengurangi iskemia dan
meredakan nyeri. Pemberian sodium tiosulfat umumnya secara intravena sebanyak 25 gram 3
kali/minggu setelah melakukan hemodialisis. Durasi pemberian sodium tiosulfat bervariasi
dengan rata rata pemberian sekitar selama 20 minggu.

2. Bagaimana pemberian terapi oksigen hiperbarik?

Terapi oksigen hiperbarik dilakukan dengan memasukkan pasien ke dalam ruangan dengan
konsentrasi oksigen 100% dengan tekanan 2,5 atmosfer selama kurang lebih 2 jam. Terapi ini
bertujuan untuk meningkatkan distribusi oksigen ke jaringan dalam tubuh. Oksigen akan memicu
penyembuhan luka dengan mengaktivasi fibroblast dan neutrofil, menginduksi agniogenesis, dan
efek toksik oksigen diharapkan dapat membunuh bakteri anaerob pada luka. Terapi ini digunakan
pada pasien dengan luka yang diakibatkan oleh iskemia seperti luka diabetes, luka radiasi, luka
pemasangan jaringan flap (grafting), dan luka kalsifilaksis.

3. Analgesik apa yang aman diberikan pada pasien kalsifilaksis dengan gagal ginjal?

Etiologi yang diduga menyebabkan nyeri pada kalsifilaksis adalah akibat iskemia dan nyeri
neuropatik, sehingga analgesik yang sesuai diberikan untuk pasien kalsifilaksis adalah opioid
atau agen neuropatik. Opioid seperti morfin, kodein, dan hidrokodon sebaiknya dihindari karena
akumulasi metabolit obat tersebut bersifat neurotoksik. Opioid yang aman diberikan adalah
hydromorphone, fentanyl, metadon, buprenorphine, dan oxycodone.
Pemberian opioid dapat dimulai saat pasien memiliki nyeri sedang hingga berat. Opioid yang mulai
diberikan saat sudah timbul nyeri hebat dapat mengurangi efektivitas analgesik. Penggunaan NSAID
sebaiknya dibatasi pada pasien dengan gagal ginjal.