Anda di halaman 1dari 8

Neuromuscular Blocking Agents (Relaksan Otot)

A.

Pengertian
Neuromuscular blocking agents adalah obat-obatan anestesi yang digunakan
untuk dalam pemasangan intubasi trakhea, untuk imobilisasi selama proses
pembedahan, dan untuk memfasilitasi penggunaan ventilasi mekanik.

B.

Farmakologi Obat Pelumpuh Otot (Relaksan Otot)


Tempat kerja utama relaksan otot adalah pada reseptor nikotinik
antikolinergik di end-plate otot. Relaksan otot berinteraksi dengan reseptor
asetilkolin dengan cara depolarisasi end-plate otot atau dengan cara menyaingi
asetilkolin dalam proses pengikatan reseptor. Pada prinsipnya, obat ini

1.

menginterupsi transmisi impuls saraf pada neuromuscular junction.


Fisiologi Transmisi Saraf Otot
Daerah diantara motor neuron dan sel saraf disebut neuromuscular
junction. Membran sel neuron dan serat otot dipisahkan oleh sebuah celah (20
nm) yang disebut sebagai celah sinaps. Ketika potensial aksi mendepolarisasi
terminal saraf, ion kalsium akan masuk melalui voltage-gated calcium channels
menuju sitoplasma saraf, yang akhirnya vesikel penyimpanan menyatu dengan
membran terminal dan mengeluarkan asetilkolin. Selanjutnya asetilkolin akan
berdifusi melewati celah sinaps dan berikatan dengan reseptor nikotinik kolinergik
pada daerah khusus di membran otot yaitu motor end plate. Motor end plate
merupakan daerah khusus yang kaya akan reseptor asetilkolin dengan permukaan
yang berlipat-lipat.
Struktur reseptor asetilkolin bervariasi pada jaringan yang berbeda. Pada
neuromuscular junction, reseptor ini terdiri dari 5 sub unit protein, yaitu sub unit
, , , dan 2 sub unit . Hanya kedua sub unit identik yang mampu untuk
mengikat asetilkolin. Apabila kedua tempat pengikatan berikatan dengan
asetilkolin, maka kanal ion di intireseptor akan terbuka. Kanal tidak akan terbuka
apabila asetilkolin hanya menduduki satu tempat. Ketika kanal terbuka, natrium
dan kalsium akan masuk, sedangkan kalium akan keluar. Ketika cukup reseptor
yang diduduki asetilkolin, potensial motor end plate akan cukup kuat untuk
mendepolarisasi membran perijunctional yang kaya akan kanal natrium.

Ketika potensial aksi berjalan sepanjang membran otot, kanal natrium akan
terbuka dan kalsium akan dikeluarkan dari retikulum sarkoplasma. Kalsium
intraseluler ini akan memfasilitasi aktin dan myosin untuk berinteraksi yang
membentuk kontraksi otot. Kanal natrium memiliki dua pintu fungsional, yaitu
pintu atas dan bawah. Natrium hanya akan bisa lewat apabila kedua pintu ini
terbuka. Terbukanya pintu bawah tergantung waktu, sedangkan pintu atas
tergantung tegangan. Asetilkolin cepat dihidrolisis oleh asetilkolinesterase
menjadi asetil dan kolin sehingga lorong tertutup kembali dan terjadilah
2.

repolarisasi.
Farmakokinetik Relaksan Otot
Semua relaxan otot larut di air, relatif tidak larut di lemak, diabsorbsi
dengan kurang baik di usus dan onset akan melambat bila di administrasikan
intramuskular. Volume distribusi dan klirens dapat dipengaruhi oleh penyakit hati,
ginjal dan gangguan kardiovaskular. Pada penurunan cardiac output, distribusi
obat akan melemah dan menurun, dengan perpanjangan paruh waktu, onset yang
melambat dan efek yang menguat. Pada hipovolemia, volume distribusi menurun
dan konsentrasi puncak meninggi dengan efek klinis yang lebih kuat. Pada pasien
dengan edema, volume distribusi meningkat, konsentrasi di plasma menurun
dengan efek klinis yang juga melemah. Banyak obat relaxan otot sangat
tergantung dengan ekskresi ginjal untuk eliminasinya. Hanya suxamethonium,
atracurium dan cisatracurium yang tidak tergantung dengan fungsi ginjal. Umur
juga mempengaruhi farmakokinetik relaxan otot. Neonatus dan infant memiliki
plasma klirens yang menurun sehingga eliminasi dan paralisis akan memanjang.
Sedangkan pada orang tua, dimana cairan tubuh sudah berkurang, terjadi
perubahan volume distribusi dan plasma klirens. Biasanya ditemui sensitivitas
yang meningkat dan efek yang memanjang. Fungsi ginjal yang menurun dan
aliran darah renal yang menurun menyebabkan klirens yang menurun dengan efek

3.

pelumpuh otot yang memanjang.


Farmakodinamik Pelumpuh Otot
Obat pelumpuh otot tidak memiliki sifat anestesi maupun analgesik. Dosis
terapeutik menghasilkan beberapa efek yaitu ptosis, ketidakseimbangan otot

ekstraokular dengan diplopia, relaksasi otot wajah, rahang, leher dan anggota
a.

gerak dan terakhir relaksasi dinding abdomen dan diafragma.


Respirasi
Paralisis dari otot pernapasan menyebabkan apnea. Diafragma adalah bagian
tubuh yang kurang sensitif dibanding otot lain sehingga biasanya paling terakhir

b.

lumpuh.
Efek kardiovaskular
Hipotensi biasa ditemukan pada penggunaan D-tubocurarine, sedangkan
hipertensi ditemukan pada penggunaan pancuronium, takikardi pada penggunaan

c.

gallamine, rocuronium, dan pancuronium.


Pengeluaran histamin
D-tubocurarine adalah obat yang tersering menyebabkan pengeluaran histamin
sedangkan vecuronium adalah yang paling jarang. Reaksi alergi biasanya ditemui
pada wanita dengan riwayat atopi.

C.

Jenis Relaxan Otot


Obat relaxan otot dibagi menjadi dua kelas yaitu pelumpuh otot depolarisasi
(nonkompetitif, leptokurare) dan nondepolarisasi (kompetitif, takikurare). Obat
pelumpuh otot depolarisasi sangat menyerupai asetilkolin, sehingga ia bisa
berikatan dengan reseptor asetilkolin dan membangkitkan potensial aksi otot.
Akan tetapi obat ini tidak dimetabolisme oleh asetilkolinesterase, sehingga
konsentrasinya tidak menurun dengan cepat yang mengakibatkan perpanjangan
depolarisasi di motor-end plate. Perpanjangan depolarisasi ini menyebabkan
relaksasi otot karena pembukaan kanal natrium bawah tergantung waktu, Setelah
eksitasi awal dan pembukaan, pintu bawah kanal natrium ini akan tertutup dan
tidak bisa membuka sampai repolarisasi motor-end plate. Motor end-plate tidak
dapat repolarisasi selama obat pelumpuh otot depolarisasi berikatan dengan
reseptor asetilkolin. Hal ini disebut dengan phase I block. Setelah beberapa lama
depolarisasi end plate yang memanjang akan menyebabkan perubahan ionik dan
konformasi pada reseptor asetilkolin yang mengakibatkan phase II block, yang
secara klinis menyerupai obat pelumpuh otot nondepolarisasi.
Obat pelumpuh otot nondepolarisasi berikatan dengan reseptor asetilkolin
akan tetapi tidak mampu untuk menginduksi pembukaan kanal ion. Karena

asetilkolin dicegah untuk berikatan dengan reseptornya, maka potensial end-plate


tidak terbentuk.
Karena obat pelumpuh otot depolarisasi tidak dimetabolisme oleh
asetilkolinesterase, maka ia akan berdifusi menjauh dari neuromuscular junction
dan dihidrolisis di plasma dan hati oleh enzim pseudokolinesterase. Sedangkan
obat

pelumpuh

otot

nondepolarisasi

tidak

dimetabolisme

baik

oleh

asetilkolinesterase maupun pseudokolinesterase. Pembalikan dari blockade obat


pelumpuh otot nondepolarisasi tergantung pada redistribusinya, metabolisme,
ekskresi
1.

oleh

tubuh

dan

administrasi

agen

pembalik

lainnya

(kolinesteraseinhibitor).
Pelumpuh Otot Depolarisasi
Pelumpuh otot depolarisasi bekerja seperti asetilkolin, tetapi di celah
sinaps tidak dirusak dengan asetilkolinesterase sehingga bertahan cukup lama
menyebabkan terjadinya depolarisasi yang ditandai dengan fasikulasi yang diikuti
relaksasi otot lurik. Termasuk golongan ini adalah suksinilkolin (diasetil-kolin)
dan

dekametonium.

Didalam

vena,

suksinil

kolin

dimetabolisme

oleh

kolinesterase plasma, pseudokolinesterase menjadi suksinil-monokolin. Obat anti


kolinesterase

(prostigmin)

dikontraindikasikan

karena

menghambat

kerja

pseudokolinesterase.
a.
Suksinilkolin (diasetilkolin, suxamethonium)
Suksinilkolin terdiri dari 2 molekul asetilkolin yang bergabung. obat ini memiliki
onset yang cepat (30-60 detik) dan duration of action yang pendek (kurang dari
10 menit). Ketika suksinilkolin memasuki sirkulasi, sebagian besar dimetabolisme
oleh pseudokolinesterase menjadi suksinilmonokolin. Proses ini sangat efisien,
sehingga hanya fraksi kecil dari dosis yang dinjeksikan yang mencapai
neuromuscular junction. Duration of action akan memanjang pada dosis besar
atau dengan metabolisme abnormal, seperti hipotermia atau rendahnya level
pseudokolinesterase. Rendahnya level pseudokolinesterase ini ditemukan pada
kehamilan, penyakit hati, gagal ginjal dan beberapa terapi obat. Pada beberapa
orang juga ditemukan gen pseudokolinesterase abnormal yang menyebabkan
blokade yang memanjang.
1)
Interaksi obat
a)
Kolinesterase inhibitor

Kolinesterase inhibitor memperpanjang fase I block pelumpuh otot depolarisasi


dengan 2 mekanisme yaitu dengan menghambat kolinesterase, maka jumlah
asetilkolin akan semakin banyak, maka depolarisasi akan meningkatkan
depolarisasi. Selain itu, ia juga akan menghambat pseudokolinesterase.
b)
Pelumpuh otot nondepolarisasi
Secara umum, dosis kecil dari pelumpuh otot nondepolarisasi merupakan
antagonis dari fase I bock pelumpuh otot depolarisasi, karena ia menduduki
reseptor asetilkolin sehingga depolarisasi oleh suksinilkolin sebagian dicegah.
2)
Dosis
Karena onsetnya yang cepat dan duration of action yang pendek, banyak dokter
yang percaya bahwa suksinilkolin masih merupakan pilihan yang baik untu
intubasi rutin pada dewasa. Dosis yang dapat diberikan adalah 1 mg/kg IV.
3)
Efek samping dan pertimbangan klinis
Karena risiko hiperkalemia, rabdomiolisis dan cardiac arrest pada anak dengan
miopati

tak

terdiagnosis,

suksinilkolin

masih

dikontraindikasikan

pada

penanganan rutin anak dan remaja. Efek samping dari suksinilkolin adalah :

Nyeri otot pasca pemberian

Peningkatan tekanan intraokular

Peningkatan tekakana intrakranial

Peningkatan tekakanan intragastrik

Peningkatan kadar kalium plasma

Aritmia jantung

Salivasi

Alergi dan anafilaksis


2.
Obat pelumpuh otot nondepolarisasi
a.
Pavulon
Pavulon merupakan steroid sintetis yang banyak digunakan. Mulai kerja pada
menit kedua-ketiga untuk selama 30-40 menit. Memiliki efek akumulasi pada
pemberian berulang sehingga dosis rumatan harus dikurangi dan selamg waktu
diperpanjang. Dosis awal untuk relaksasi otot 0,08 mg/kgBB intravena pada
dewasa. Dosis rumatan setengah dosis awal. Dosis Intubasi trakea 0,15 mg/kgBB
intravena. Kemasan ampul 2 ml berisi 4 mg pavulon.
b.
Atracurium
1)
Struktur fisik
Atracurium mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman
Leontice Leontopeltalum. Keunggulannya adalah metabolisme terjadi di dalam
darah, tidak bergantung pada fungsi hati dan ginjal, tidak mempunyai efek
akumulasi pada pemberian berulang.

2)

Dosis
0,5 mg/kg iv, 30-60 menit untuk intubasi. Relaksasi intraoperative 0,25 mg/kg
initial, laly 0,1 mg/kg setiap 10-20 menit. Infuse 5-10 mcg/kg/menit efektif
menggantikan bolus.
Lebih cepat durasinya pada anak dibandingkan dewasa.
Tersedia dengan sediaan cairan 10 mg/cc. disimpan dalam suhu 2-8 OC, potensinya
hilang 5-10 % tiap bulan bila disimpan pada suhu ruangan. Digunakan dalam 14

hari bila terpapar suhu ruangan.


Efek samping dan pertimbangan klinis
Histamine release pada dosis diatas 0,5 mg/kg
c.
Vekuronium
1)
Struktur fisik
Vekuronium merupakan homolog pankuronium bromida yang berkekuatan lebih
3)

besar dan lama kerjanya singkat Zat anestetik ini tidak mempunyai efek akumulasi
pada
2)

pemberian

berulang

dan

tidak

menyebabkan

perubahan

fungsi

kardiovaskuler yang bermakna.


Metabolisme dan eksresi
Tergantung dari eksresi empedu dan ginjal. Pemberian jangka panjang dapat
memperpanjang blokade neuromuskuler. Karena akumulasi metabolit 3-hidroksi,
perubahan klirens obat atau terjadi polineuropati.
Faktor risiko wanita, gagal ginjal, terapi kortikosteroid yang lama dan sepsis.
Efek pelemas otot memanjang pada pasien AIDS. Toleransi dengan pelemas otot

3)

memperpanjang penggunaan.
Dosis
Dosis intubasi 0,08 0,12 mg/kg. Dosis 0,04 mg/kg diikuti 0,01 mg/kg setiap 15
20 menit. Drip 1 2 mcg/kg/menit.
Umur tidak mempengaruhi dosis. Dapat memanjang durasi pada pasien post

partum. Karena gangguan pada hepatic blood flow.


Sediaan 10 mg serbuk. Dicampur cairan sebelumnya.
d.
Rekuronium
1)
Struktur Fisik
Zat ini merupakan analog vekuronium dengan awal kerja lebih cepat.
Keuntungannya adalah tidak mengganggu fungsi ginjal, sedangkan kerugiannya
2)

adalah terjadi gangguan fungsi hati dan efek kerja yang lebih lama.
Metabolisme dan eksresi
Eliminasi terutama oleh hati dan sedikit oleh ginjal. Durasi tidak terpengaruh oleh
kelainan ginjal, tapi diperpanjang oleh kelainan hepar berat dan kehamilan, baik

untuk infusan jangka panjang (di ICU). Pasien orang tua menunjukan prolong
durasi.
Dosis
Potensi lebih kecil dibandingkan relaksant steroid lainnya. 0,45 0,9 mg / kg iv

3)

untuk intubasi dan 0,15 mg/kg bolus untuk rumatan. Dosis kecil 0,4 mg/kg dapat
pulih 25 menit setelah intubasi. Im ( 1 mg/kg untuk infant ; 2 mg/kg untuk anak
kecil) adekuat pita suara dan paralisis diafragma untuk intubasi. Tapi tidak sampai
3 6 menit dapat kembali sampai 1 jam. Untuk drip 5 12 mcg/kg/menit. Dapat
memanjang pada pasien orang tua.
Efek samping dan manifestasi klinis
Onset cepat hampir mendekati suksinilkolin tapi harganya mahal.
Diberikan 20 detik sebelum propofol dan thiopental.
Rocuronium (0,1 mg/kg) cepat 90 detik dan efektif untuk prekurasisasi sebelum

4)

suksinilkolin. Ada tendensi vagalitik.


D.

Pemilihan Pelumpuh Otot


Karakteristik pelumpuh otot ideal :
1. Nondepolarisasi
2. Onset cepat
3.
Duration of action dapat diprediksi, tidak mengakumulasi dan dapat
diantagoniskan dengan obat tertentu
4. Tidak menginduksi pengeluaran histamin
5. Potensi
6. Sifat tidak berubah oleh gangguan ginjal maupun hati dan metabolit tidak
memiliki aksi farmakologi.
Durasi pembedahan mempengaruhi pemilihan pelumpuh otot :
1. Ultra-short acting, contoh : suxamethonium
2. Short duration. Contoh: mivacurium
3.
Intermediate duration. Contoh: atracurium, vecuronium,
4.

cisatracurium
Long duration.

Contoh:

pancuronium,

D-tubocurarine,

rocuronium,
doxacurium,

pipecuronium.
Pelumpuh otot yang disarankan :
1. Untuk induksi yang cepat-suxamethonium, atau apabila dikontraindikasikan
2.

dapat dipakai rocuronium


Untuk stabilitas hemodinamika (contoh pada hipovolemia atau penyakit jantung

parah)-vecuronium
3.
Pada gagal ginjal
ataumivacurium

dan

hati-atracurium,

vekuronium,

cisatracurium

4.
5.

Miastenia gravis: jika dibutuhkan dosis 1/10 atrakurium


Kasus obstetric: semua dapat diberkan kecuali gallamin
Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot :
1. Cegukan (hiccup)
2. Dinding perut kaku
3. Ada tahanan pada inflasi paru.
E.

Penawar Relaxan Otot


Antikolinesterase bekerja dengan menghambat kolinesterase sehingga
asetilkolin dapat bekerja. Antikolinesterase yang paling sering digunakan adalah
neostigmin (dosis 0,04-0,08 mg/kg), piridostigmin (dosis 0,1-0,4 mg/kg) dan
edrophonium (dosis 0,5-1,0 mg/kg), dan fisostigmin yang hanya untuk
penggunaan oral (dosis 0,01-0,03 mg/kg). Penawar pelumpuh otot bersifat
muskarinik sehingga menyebabkan hipersalivasi, keringatan, bradikardi, kejang
bronkus, hipermotilitas usus dan pandangan kabur sehingga pemberiannya harus
disertai vagolitik seperti atropine (dosis 0,01-0,02mg/kg) atau glikopirolat (dosis
0,005-0,01 mg/kg sampai 0,2-0,3 mg pada dewasa)

Dafpus
1. Francois Donati, David R.B. Neromuscular blocking agents. 2006. In: Paul
G.B., Bruce F.C., Robert K.S. Clinical Anesthesia. 5th edition.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 421-50.
2. Morgan E, Mikhail M, 1996. Clinical Anesteshiology. Second Edition. The
United States of America: Prentice Hall International, Inc. 201-10.
3. Latief, Said A, dkk, (2002), Buku Praktis Anestiologi, Bagian Anestiologi
dan Terapi Intensif, FKUI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai