Relaksasi otot jurik dapat dicapai dengan mendalamkan anestesi umum inhalasi, blokade
saraf regional, dan memberikan pelumpuh otot. Dengan relakasasi otot ini akan memfasilitasi
intubasi trakea, mengontrol ventilasi mekanik dan mengoptimalkan kondisi pembedahan. Pada
1.
prinsipnya, obat ini menginterupsi transmisi impuls saraf pada neuromuscular junction.
Fisiologi Transmisi Saraf Otot
Daerah diantara motor neuron dan sel saraf disebut neuromuscular junction. membran
selneuron dan serat otot dipisahkan oleh sebuah celah (20 nm) yang disebut sebagai celah sinaps.
Ketika potensial aksi mendepolarisasi terminal saraf, ion kalsium akan masuk melalui voltagegated calcium channels menuju sitoplasma saraf, yang akhirnya vesikel penyimpanan menyatu
dengan membran terminal dan mengeluarkan asetilkolin. Selanjutnya asetilkolin akan berdifusi
melewati celah sinaps dan berikatan dengan reseptor nikotinik kolinergik pada daerah khusus di
membran otot yaitu motor end plate. Motor end plate merupakan daerah khusus yang kaya akan
reseptor asetilkolin dengan permukaan yang berlipat-lipat.
Gambar 2.1
Neuromuscular Junction
Gambar 2.2
Struktur reseptor asetilkolin
asetil dan kolin sehingga lorong tertutup kembali dan terjadilah repolarisasi.
Farmakokinetik Pelumpuh Otot
Semua pelumpuh otot larut di air, relatif tidak larut di lemak, diabsorbsi dengan kurang
baik di usus dan onset akan melambat bila di administrasikan intramuskular. Volume distribusi
dan klirens dapat dipengaruhi oleh penyakit hati, ginjal dan gangguan kardiovaskular. Pada
penurunan cardiac output, distribusi obat akan melemah dan menurun, dengan perpanjangan
paruh waktu, onset yang melambat dan efek yang menguat. Pada hipovolemia, volume distribusi
menurun dan konsentrasi puncak meninggi dengan efek klinis yang lebih kuat. Pada pasien
dengan edema, volume distribusi meningkat, konsentrasi di plasma menurun dengan efek klinis
yang juga melemah. Banyak obat pelumpuh otot sangat tergantung dengan ekskresi ginjal untuk
eliminasinya. Hanya suxamethonium, atracurium dan cisatracurium yang tidak tergantung
dengan fungsi ginjal. Umur juga mempengaruhi farmakokinetik obat pelumpuh otot. Neonatus
dan infant memiliki plasma klirens yang menurun sehingga eliminasi dan paralisis akan
memanjang. Sedangkan pada orang tua, dimana cairan tubuh sudah berkurang, terjadi perubahan
volume distribusi dan plasma klirens. Biasanya ditemui sensitivitas yang meningkat dan efek
yang memanjang. Fungsi ginjal yang menurun dan aliran darah renal yang menurun
3.
menyebabkan klirens yang menurun dengan efek pelumpuh otot yang memanjang.
Farmakodinamik Pelumpuh Otot
Obat pelumpuh otot tidak memiliki sifat anestesi maupun analgesik. Dosis terapeutik
menghasilkan beberapa efek yaitu ptosis, ketidakseimbangan otot ekstraokular dengan diplopia,
relaksasi otot wajah, rahang, leher dan anggota gerak dan terakhir relaksasi dinding abdomen dan
a.
b.
diafragma.
Respirasi
Paralisis dari otot pernapasan menyebabkan apnea. Diafragma adalah bagian tubuh yang kurang
sensitif dibanding otot lain sehingga biasanya paling terakhir lumpuh.
Efek kardiovaskular
pancuronium.
Pengeluaran histamin
D-tubocurarine adalah obat yang tersering menyebabkan pengeluaran histamin sedangkan
vecuronium adalah yang paling jarang. Reaksi alergi biasanya ditemui pada wanita dengan
riwayat atopi.
yang ditandai dengan fasikulasi yang diikuti relaksasi otot lurik. Termasuk golongan ini adalah
suksinilkolin (diasetil-kolin) dan dekametonium. Didalam vena, suksinil kolin dimetabolisme
oleh
kolinesterase
plasma,pseudokolinesterase
menjadi
suksinil-monokolin.
Obat
anti
pseudokolinesterase.
Pelumpuh otot nondepolarisasi
Secara umum, dosis kecil dari pelumpuh otot nondepolarisasi merupakan antagonis dari fase I
bock pelumpuh otot depolarisasi, karena ia menduduki reseptor asetilkolin sehingga depolarisasi
oleh suksinilkolin sebagian dicegah.
2)
Dosis
Karena onsetnya yang cepat dan duration of action yang pendek, banyak dokter yang percaya
bahwa suksinilkolin masih merupakan pilihan yang baik untu intubasi rutin pada dewasa. Dosis
yang dapat diberikan adalah 1 mg/kg IV.
3)
Efek samping dan pertimbangan klinis
Karena risiko hiperkalemia, rabdomiolisis dan cardiac arrest pada anak dengan miopati tak
terdiagnosis, suksinilkolin masih dikontraindikasikan pada penanganan rutin anak dan remaja.
Efek samping dari suksinilkolin adalah :
Nyeri otot pasca pemberian
Peningkatan tekanan intraokular
Peningkatan tekakana intrakranial
Peningkatan tekakanan intragastrik
pada fungsi hati dan ginjal, tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang.
Dosis
0,5 mg/kg iv, 30-60 menit untuk intubasi. Relaksasi intraoperative 0,25 mg/kg initial, laly 0,1
mg/kg setiap 10-20 menit. Infuse 5-10 mcg/kg/menit efektif menggantikan bolus.
Lebih cepat durasinya pada anak dibandingkan dewasa.
Tersedia dengan sediaan cairan 10 mg/cc. disimpan dalam suhu 2-8 OC, potensinya hilang 5-10 %
tiap bulan bila disimpan pada suhu ruangan. Digunakan dalam 14 hari bila terpapar suhu
ruangan.
Efek samping dan pertimbangan klinis
Histamine release pada dosis diatas 0,5 mg/kg
c. Vekuronium
1)
Struktur fisik
Vekuronium merupakan homolog pankuronium bromida yang berkekuatan lebih besar dan lama
3)
kerjanya singkat Zat anestetik ini tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang dan
2)
3)
memanjang pada pasien AIDS. Toleransi dengan pelemas otot memperpanjang penggunaan.
Dosis
Dosis intubasi 0,08 0,12 mg/kg. Dosis 0,04 mg/kg diikuti 0,01 mg/kg setiap 15 20 menit.
Drip 1 2 mcg/kg/menit.
Umur tidak mempengaruhi dosis. Dapat memanjang durasi pada pasien post partum. Karena
gangguan pada hepatic blood flow.
Sediaan 10 mg serbuk. Dicampur cairan sebelumnya.
d. Rekuronium
1)
Struktur Fisik
Zat ini merupakan analog vekuronium dengan awal kerja lebih cepat. Keuntungannya adalah
tidak mengganggu fungsi ginjal, sedangkan kerugiannya adalah terjadi gangguan fungsi hati dan
2)
3)
4)
kejang
bronkus, hipermotilitas usus dan pandangan kabur sehingga pemberiannya harus disertai
vagolitik seperti atropine (dosis 0,01-0,02mg/kg) atau glikopirolat (dosis 0,005-0,01 mg/kg
sampai 0,2-0,3 mg pada dewasa)