Anda di halaman 1dari 55

MUSCLE RELAXAN

Oleh :
Affandi Zulkarnain (1010070100..)
Rahmi Naim (1110070100701)
M.Fadhli Abdullah ( 1010070100166 )
Ihsanul Rizal ( 1010070100053 )

Latar Belakang
Obat-obat yang mempengaruhi otot skeletal
berfungsi sebagai 2 kelompok obat yang
sangat berbeda. Pertama, kelompok yang
digunakan selama prosedur pembedahan
dan unit perawatan intensif untuk
menghasilkan efek paralisis pada pasien
yang membutuhkan bantuan ventilator
(pelumpuh otot) dan kelompok lain yang
digunakan untuk mengurangi spastisitas
pada sejumlah kelainan neurologis
(spasmolitik).

Transmisi Saraf - Otot


Neuromuscular junction (NM) adalah region di sekitar neuron
motorik dan sel otot. Membran sel neuron dan serabut otot
dipisahkan oleh celah sempit (20 nm) yaitu celah sinaptik.
Pada orang dewasa, reseptor NM terdiri dari 5 peptida: 2
peptida alfa, 1 beta, 1 gamma, dan 1 peptida delta. Ikatan dua
molekul asetilkolin pada reseptor subunit - dan -
menyebabkan pembukaanchannel yang menimbulkan
potensial motor end-plate. Magnitudo potensialend-plate
berhubungan secara langsung dengan jumlah asetilkolin yang
dilepaskan. Jika potensialnya kecil permeabilitas dan
potensialend- plate kembali normal tanpa penyampaian
impuls dari ujungend- plate ke seluruh membran sel serabut
otot. Jika potensialend- plate besar, membran sel otot yang
berdekatan akan terpolarisasi, dan potensial aksi akan
diteruskan ke seluruh serabut otot.

1.Farmakologi Dasar Obat-obat Pelumpuh Otot.

1.1 Pembagian Obat-obat Pelumpuh Otot.

Obat pelumpuh otot nondepolarisasi


dibagi menjadi 3 grup lagi yaitu obat
kerja lama, sedang, dan singkat.
Obat-obat pelumpuh otot dapat
berupa senyawa benzilisokuinolin
atau aminosteroid. Obat- obat
pelumpuh otot membentuk blokade
saraf-otot fase I depolarisasi, blokade
saraf-otot fase II depolarisasi atau
nondepolarisasi.

1.1.2 Struktur Kimia


Semua obat pelumpuh otot memiliki kemiripan
struktur dengan asetilkolin. Sebagai contoh,
suksinilkolin adalah dua molekul asetilkolin yang
berikatan pada kedua ujungnya. Sebaliknya,
obat-obat nondepolarisasi (misal pancuronium)
mempunyai struktur ganda asetilkolin dalam satu
dari dua tipe sistem cincin besar dan semi-kaku.
Ciri kimiawi lain yang dimiliki oleh semua
pelumpuh otot adalah keberadaan satu atau dua
atom amonium kuartener yang memberi muatan
positif pada nitrogen untuk berikatan pada
reseptor nikotinik membuat obat-obat ini sulit
larut dalam lemak dan menghambat entrinya ke
sistem saraf pusat

1.1.3 Mekanisme Kerja


Seperti yang telah disebut sebelumnya, obat
pelumpuh otot depolarisasi sangat mirip dengan
asetilkolin dan dapat segera berikatan pada
reseptor asetilkolin dan membentuk potensial
aksi otot. Depolarisaseend-plate secara kontinu
menimbulkan relaksasi otot karena pembukaan
lower gate di sekitar persimpanganchannel
natrium sangat singkat. Setelah eksitasi awal
dan pembukaan,channel natrium akan menutup
dan tidak dapat membuka kembali sampai
repolarisasiend-plate.End- plate tidak dapat
berepolarisasi sepanjang pelumpuh otot
depolarisasi terus mengikatkan diri pada
reseptor asetilkolin; disebut blok fase I.

Setelah beberapa waktu, pemanjangan


depolarisasiend- plate dapat
menyebabkan perubahan ionik dan
konformasional di dalam reseptor
asetilkolin, inisiasi depolarisasi end-plate
akan menurun dan membran mengalami
repolarisasi. Mekanisme fase desensitisasi
tidak diketahui, namun beberapa bukti
mengindikasikan bahwa blokchannel
mungkin lebih penting dari pada aksi
agonis pada reseptor dalam fase II aksi
blok suksinilkolin. Blok fase II secara klinis
menyerupai blok obat pelumpuh otot
nondepolarisasi.

1.1.4 Mekanisme Nonklasik Blokade


Saraf-Otot
Beberapa obat mungkin dapat mengganggu fungsi
reseptor asetilkolin tanpa bertindak sebagai agonis
ataupun antagonis. Obat-obat ini mengganggu fungsi
normal tempat ikatan pada reseptor asetilkolin atau
pada pembukaan dan penutupan reseptor channel.
Obat-obat ini termasuk agen anestetik inhalasi,
anestetik lokal, dan ketamin. Membran lipid reseptor
asetilkolin adalah tempat kerja agen yang penting.
Obat-obat tertentu juga dapat menyebabkan
penutupan ataupun pembukaan blokadechannel.
Selama blokadechannel yang tertutup, obat-obat ini
secara fisik menyumbatchannel, mencegah kation
lewat baik saat asetilkolin sudah mengaktivasi
reseptor ataupun belum.

Relevansi klinis dari blokadechannel


adalah bahwa peningkatan
konsentrasi asetilkolin dengan
inhibitor kolinesterase tidak dapat
mengatasi blokade saraf-otot. Obatobat yang dapat menimbulkan
blokadechannel termasuk
neostigmin, antibiotik tertentu,
kokain, dan kuinidin.

1.1.5 Farmakodinamik Obat-Obat


Pelumpuh Otot
Farmakodinamik obat-obat
pelumpuh otot ditentukan dengan
mengukur kecepatan onset dan
durasi blokade saraf-otot. Paling
sering dipakai untuk menentukan
efek obat pelumpuh otot adalah
kontraksi m.adductor pollicis
(respons kedutan tunggal sampai 1
Hz) setelah stimulasi n.ulnaris.

Potensi setiap obat dapat ditentukan dengan


mengonstruksi kurva dosis-respons yang
mendeskripsikan hubungan antara depresi
kedutan dan dosis . Dosis efektif 50 (ED50) adalah
dosis median setara 50% depresi kedutan yang
telah dicapai. Nilai yang lebih relevan secara klinis
dan lebih sering dipakai adalah ED95 setara blok
95%. Sebagai contoh, ED95 vecuronium adalah
0,05 mg/kgBB yang berarti setengah dari pasien
akan mencapai minimal 95% blok kedutan
tunggal (dibandingkan dengan sebelum
pemberian vecuronium) dengan dosis tersebut,
dan setengah dari pasien akan mencapai kurang
dari 95% blok. ED95 rocuronium adalah 0,3
mg/KgBB.

Oleh karena itu, potensi rocuronium


adalah seperenam dari potensi
vecuronium karena dibutuhkan enam
kali lipat dosis rocuronium untuk
menghasilkan efek yang sama. Jika
tidak disebutkan lain, ED95 dianggap
mewakili potensi obat-obat
pelumpuh otot bersamaan dengan
pemberian anestetik N2O-barbituratopioid. Bila disertai dengan anestetik
volatil, ED95 menurun jauh
dibandingkan dengan keadaan tanpa
obat-obat anestetik ini.

1.1.6 Farmakokinetik Obat Pelumpuh Otot


Farmakokinetik obat pelumpuh otot
nondepolarisasi dihitung setelah pemberian cepat
intravena. Rerata obat pelumpuh otot yang hilang
dari plasma dicirikan dengan penurunan inisial
cepat (distribusi ke jaringan) diikuti penurunan
yang lebih lambat (klirens). Meskipun terdapat
perubahan distribusi dalam aliran darah, anestesi
inhalasi memiliki sedikit efek atau tidak sama
sekali pada farmakokinetik obat pelumpuh otot.
Peningkatan blok saraf-otot oleh anestesi volatil
mencerminkan aksi farmakodinamik, seperti
dimanifestasikan oleh penurunan konsentrasi
plasma obat pelumpuh otot yang dibutuhkan
untuk menghasilkan tingkat blokade saraf
tertentu dengan adanya anestesi volatil.

2.2 Obat Pelumpuh Otot Depolarisasi


Satu-satunya obat pelumpuh otot depolarisasi
yang dipakai adalah suksinilkolin. Suksinilkolin
memiliki 2 ciri unik dan penting, yaitu
menyebabkan paralisis yang intens dengan cepat
dan efeknya akan berkurang sebelum pasien yang
dipreoksigenasi menjadi hipoksia. Suksinilkolin 0,5
1 mg/kgBB IV, memiliki onset kerja cepat (30
60 detik) dan durasi kerja singkat (3 5 menit).
Ciri ini membuat suksinilkolin obat yang
bermanfaat untuk relaksasi otot untuk
memfasilitasi intubasi trakea. Suksinilkolin
memiliki beberapa efek samping yang dapat
membatasi bahkan kontraindikasi pada keadaan
tertentu.

2.3.1 Dosis
Dosis suksinilkolin untuk fasilitasi intubasi trakea
adalah 1 mg/kgBB IV. Dosis tersebut setara untuk
3,5 4 kali ED95. Secara konsep, pemberian dosis
1mg/kgBB pada pasien yang terpreoksigenasi
akan dihubungkan dengan nafas spontan sebelum
hipoksemia arteri signifikan. Pernafasan spontan
terjadi dalam 5 menit setelah paralisis akibat
pemberian suksinilkolin. Durasi rata-rata sebelum
mencapai 90% tingkat kedutan setelah pemberian
1 mg/kgBB adalah lebih besar dari 10 menit.
Dengan demikian, diperkirakan orang dewasa
yang sudah dipreoksigenasi dapat mengalami 8
menit apnea sebelum saturasi oksigen arteri
menurun ke 90%.

Dosis dapat bervariasi antara 0,5 1,5 mg/kgBB,


dosis kurang dari 1 mg/kgBB tidak mempersingkat
waktu terjadi pergerakan diafragma atau
pernafasan spontan. Selain itu, pada keadaan di
mana blokade saraf-otot penuh sangat diperlukan,
dosis 1,5 mg/kgBB masih tepat.
Durasi kerja suksinilkolin yang singkat (3 5
menit) disebabkan hidrolisis oleh kolinesterase
plasma (pseudokolinesterase). Kolinesterase
plasma disintesis di hati dan merupakan
glikoprotein tetrametrik mengandung 4 subunit
identik dengan masing-masing satu tempat
katalitik aktif. Metabolit suksinilkolin adalah
suksinilmonokolin dengan potensi 1/20 1/80
suksinilkolin.

2.3.2 Efek samping


Efek samping yang dapat timbul
dengan pemberian suksinilkolin
antara lain: 1) aritmia jantung, 2)
hiperkalemia, 3) mialgia, 4)
mioglobinuria, 5) peningkatan
tekanan intragastrik, 6) peningkatan
tekanan intraokuler, 7) peningkatan
tekanan intrakranial, dan 8) kontraksi
otot terus menerus. Efek samping ini
dapat membatasi bahkan merupakan
kontraindikasi pemberian
suksinilkolin.

2.4 Obat Pelumpuh Otot Non Depolarisasi

Obat pelumpuh otot secara klinis dibagi


menjadi kelompok kerja lama, kerja sedang,
dan kerja singkat. Perbedaan onset, durasi
kerja, waktu pulih, metabolisme, dan klirens
dipengaruhi oleh keputusan klinis untuk
memilih satu obat dibanding obat yang lain.
Berbagai variasi respons yang dicetus oleh
obat pelumpuh otot nondepolarisasi terjadi
karena perbedaan farmakokinetik.

2.4.1 Ciri Blokade Saraf-Otot


Nondepolarisasi
Respons otot skeletal saat terjadi blokade
saraf-otot nondepolarisasi seperti yang
dicetuskan oleh stimulasi elektrik dari
stimulator saraf perifer, antara lain: a)
penurunan respons kedutan terhadap stimulus
tunggal, b) respons tidak bertahan (lemah)
selama stimulasi berkelanjutan, c) rasio TOF <
0,7, d) potensiasi post-tetanik, e) potensiasi
obat pelumpuh otot nondepolarisasi yang lain,
f) antagonisme untuk obat antikolinesterase,
g) tidak terjadi fasikulasi saat onset blokade
saraf-otot nondepolarisasi.

2.4.2 Intubasi
Tidak satu pun dari obat pelumpuh otot
yang tersedia saat ini menyamai onset
cepat atau durasi kerja singkat
suksinilkolin. Namun, onset obat pelumpuh
otot dapat dipercepat dengan
menggunakan dosis yang lebih besar atau
dosis awal. ED95 adalah dosis efektif obat
pada 95% individu. Satu sampai dua kali
dosis ED95 biasa dipakai untuk intubasi.
Meskipun dengan dosis intubasi yang lebih
besar mempercepat onset, namun dapat
mengeksaserbasi efek samping dan
memperpanjang durasi blokade.

Sebagai contoh dosis 0,15 mg/kgBB pancuronium


dapat memberi kondisi intubasi dalam 90 detik,
tapi akan timbul hipertensi dan takikardia yang
lebih nyata- dan blok yang ireversibel selama
lebih dari 60 menit. Konsekuensi dari durasi kerja
yang panjang adalah kesulitan yang terjadi dalam
membalikkan blokade secara keseluruhan,
khususnya pada pasien usia tua dan mereka yang
menjalani pembedahan abdomen. Menurut aturan
umum, semakin poten obat pelumpuh otot
nondepolarisasinya, semakin panjang kecepatan
onsetnya, namun potensi yang lebih besar
membutuhkan dosis yang lebih kecil, yang
kemudian akan menurunkan pengantaran obat ke
NMJ.

2.4.3 Mencegah Fasikulasi


Untuk mencegah fasikulasi dapat
diberikan 10-15% dosis intubasi obat
pelumpuh otot nondepolarisasi 5 menit
sebelum pemberian suksinilkolin. Meskipun
sebagian besar obat nondepolarisasi dapat
digunakan untuk tujuan ini, tubocurarine
dan rocuronium adalah yang paling baik
efikasinya. Karena terdapat antagonisme
antara sebagian besar obat
nondepolarisasi dengan fase I blok, dosis
suksinilkolin yang berikutnya harus
dinaikkan menjadi 1,5 mg/kgBB.

2.4.4 Rumatan Relaksasi Otot


Setelah intubasi, paralisis otot diperlukan untuk
membantu proses pembedahan, misalnya pada
operasi abdomen, atau dalam manajemen
anestesi misal dalam mengendalikan ventilasi.
Variabilitas antara pasien dalam respons terhadap
dosis obat pelumpuh otot tidak dapat ditekankan
secara berlebihan. Monitoring fungsi saraf-otot
dengan stimulator saraf membantu mencegah
dosis yang berlebihan atau dosis yang kurang dan
juga mencegah paralisis otot yang serius dalam
ruang pemulihan. Dosis rumatan dengan bolus
intermiten atau infus kontinu harus dipandu
dengan stimulator saraf dan tanda-tanda klinis
(usaha pernapasan spontan atau pergerakan).

2.4.5 Potensiasi oleh Anestesi


Inhalasi
Agen-agen volatil menurunkan
kebutuhan dosis obat
nondepolarisasi sampai sekitar 15%.
Tingkat augmentasi postsinaptik
bergantung pada anestesi inhalasi
(desfluran > sevofluran > isofluran
dan enfluran > halotan >
N2O/O2/narkotik) dan obat pelumpuh
otot yang dipakai (pancuronium >
vecuronium dan atracurium).

2.4.6 Potensiasi oleh Obat


Nondepolarisasi yang Lain
Kombinasi beberapa obat
nondepolarisasi (misal mivacurium
dan pancuronium) menghasilkan
blokade saraf-otot yang lebih besar
dari pada efek aditif. Augmentasi
yang kurang pada senyawa yang
memiliki hubungan dekat
(vecuronium dan pancuronium)
memunculkan teori bahwa potensiasi
adalah hasil dari sedikit perbedaan
mekanisme kerja.

2.4.7 Efek Samping Otonom


Pada dosis klinis, obat nondepolarisasi mungkin
mempunyai perbedaan efek yang signifikan pada
reseptor kolinergik muskarinik dan nikotinik. Beberapa
agen yang lebih tua (tubocurarine dan pada cakupan
yang lebih sempit, metocurine) memblok ganglia
otonom, menghambat kemampuan sistem saraf
simpatis untuk meningkatkan kontraktilitas dan denyut
jantung sebagai respons terhadap hipotensi dan stres
intraoperatif yang lain. Sebaliknya, pancuronium (dan
gallamine) memblok reseptor vagal muskarinik di
nodus sinoatrial, berakibat pada takikardi. Semua obat
pelumpuh otot nondepolarisasi yang baru termasuk
atracurium, cisatracurium, mivacurium, doxacurium,
vecuronium, dan pipecuronium adalah obat-obat tanpa
efek otonom dalam penggunaan dosis yang
direkomendasikan.

2.4.8 Pelepasan Histamin


Pelepasan histamin dari sel mast
dapat berakibat bronkospasme,
flushing kulit, dan hipotensi akibat
vasodilatasi perifer. Baik atracurium
maupun mivacurium adalah dua
agen yang dapat mencetus
pelepasan histamin, khususnya pada
dosis yang lebih tinggi. Penyuntikan
lambat dan premedikasi antihistamin
H1 dan H2 mengurangi efek samping
ini.

2.4.9 Metabolisme di Hati


Hanya pancuronium dan vecuronium yang
dimetabolisme secara signifikan oleh hati. Metabolit
yang aktif berkontribusi dalam efek klinis kedua agen
tersebut. Vecuronium dan rocuronium sangat
bergantung pada eksresi empedu. Secara klinis,
gagal hati memperpanjang blokade pancuronium dan
rocuronium, dengan efek yang lebih sedikit pada
vecuronium dan tanpa efek pada pipecuronium.A
tracurium,cisatracuriu m, dan mivacurium adalah
agen yang dimetabolisme secara ekstensif, namun
bergantung pada mekanisme ekstrahepatik. Penyakit
hati berat tidak mempengaruhi klirens atracurium
ataupun cisatracurium, namun penurunan kadar
pseudokolinesterase mungkin dapat memperlambat
metabolisme mivacurium.

2.4.10 Ekskresi Renal


Doxacurium, pancuronium,
vecuronium, dan pipecuronium
sebagian diekskresi oleh ginjal dan
kerjanya lebih panjang pada pasien
dengan gagal ginjal. Eliminasi
atracurium, cisatracurium,
mivacurium, dan rocuronium tidak
bergantung pada fungsi ginjal.

Karakteristik Farmakologis Umum


Beberapa variabel mempengaruhi obat
pelumpuh otot nondepolarisasi:
1.Suhu
2.Keseimbangan Asam-Basa
3.Abnormalitas Elektrolit
4. Usia
5. Interaksi Obat
6. Penyakit yang Diderita
7. Kelompok Otot

2.5 Macam-macam Obat Pelumpuh Otot Non


Depolarisasi
1. Atracurium
Atracurium adalah kelompok kuartener, struktur
benzylisoquinoline membuat cara degradasi senyawa ini
menjadi unik. Obat ini merupakan gabungan dari 10
stereoisomer.
Metabolisme dan Ekskresi
Atracurium dimetabolisme secara ekstensif sehingga
faramkokinetiknya tidak bergantung pada fungsi ginjal dan
hati. Sekitar 10% dari obat ini diekskresi tanpa
dimetabolisme melalui ginjal dan empedu. Dua proses
terpisah berperan dalam metabolisme. Pertama, hidrolisis
ester yang dikatalisis oleh esterase nonspesifik, bukan oleh
asetilkolinesterase atau pseudokolinesterase. Kedua,
melalui eliminasi Hoffmann di mana penghancuran kimia
nonenzimatik spontan terjadi pada pH dan suhu fisiologis.

Dosis
Dosis 0,5 mg/kgBB diberikan melalui
intravena dalam 30 60 detik untuk
intubasi. Relaksasi intraoperatif
dicapai dengan dosis awal 0,25
mg/kgBB, kemudian dosis
inkremental 0,1 mg/kgBB setiap 10
20 menit. Infus 5 10 g/kg/menit
dapat menggantikan bolus
intermiten secara efektif. Kebutuhan
dosis tidak bervariasi sesuai usia,
namun atracurium dapat bekerja
lebih singkat pada anak-anak dan

Atracurium tersedia dalam solutio 10


mg/mL, yag sebaiknya disimpan
pada suhu 28C karena potensinya
akan berkurang 5 10% tiap bulan
bila terekspos suhu ruangan. Pada
suhu ruangan obat ini harus
digunakan dalam waktu 14 hari
untuk menjaga potensi.
Efek Samping dan Pertimbangan
Klinis :
1.Hipotensi dan Takikardia
2.Bronkospasme

2. Cisatracurium
Cisatracurium adalah stereoisomer
atracurium yang empat kali lebih poten.
Atracurium mengandung sekitar 15%
cisatracurium.
Metabolisme dan Ekskresi
Seperti atracurium, cisatracurium mengalami
degradasi dalam plasma pada pH dan suhu
fisiologis melalui eliminasi Hoffman yang tidak
tergantung organ. Metabolitnya (acrylate
monokuartener dan laudanosine) tidak
memiliki efek blokade saraf-otot intrinsik.

Dosis
Dosis intubasi adalah 0,1 0,15 mg/kgBB
dalam 2 menit dan menghasilkan
blokade otot dengan durasi kerja sedang.
Rata kecepatan infus adalah antara 1,0
2,0 g/kg/menit. Potensi cisatracurium
sama dengan vecuronium dan lebih
poten dibanding atracurium.
Cisatracurium harus disimpan dalam
pendingin (28C) dan harus digunakan
dalam waktu 21 hari bila disimpan pada
suhu ruangan.

Efek Samping dan Pertimbangan Klinis


Tidak seperti atracurium, cisatracurium
tidak menyebabkan peningkatan kadar
histamin plasma. Cisatracurium tidak
mempengaruhi denyut jantung atau
tekanan darah, juga tidak menimbulkan
efek otonom, bahkan pada dosis setinggi 8
kali ED95.
Efek samping cisatracurium yang
berkaitan dengan toksisitas laudanosine
(dengan tingkat yang lebih rendah karena
potensinya yang lebih besar), sensitivitas
pH dan suhu, dan inkompatibilitas kimia.

3. Mivacurium
Mivacurium adalah derivat benzylisoquinoline.

Metabolisme dan Ekskresi


Mivacurium, seperti suksinilkolin,
dimetabolisme oleh pseudokolinesterase dan
hanya dimetabolisme secara minimal oleh
kolinesterase asli. Hal ini memungkinkan durasi
kerja yang diperpanjang pada pasien dengan
kadar pseudokolinesterase rendah atau varian
dari gen pseudokolinesterase. Kenyataannya,
pasien yang heterozigot untuk gen atipikal
akan mengalami blok 2 kali lebih lama dari
durasi normal, di mana homozigot atipikal akan
tetap terparalisis selama berjam-jam.

Dosis
Dosis intubasi mivacurium adalah 0,15
0,2 mg/kg. Infus menetap untuk
relaksasi intraoperatif bervariasi sesuai
kadar pseudokolinesterase tapi dapat
diinisiasi 4 10 g/kg/min. Anak-anak
membutuhkan dosis yang lebih tinggi
dari pada orang dewasa jika dosis
dihitung berdasarkan berat badan,
namun tidak demikian bila berdasarkan
luas permukaan tubuh. Mivacurium
dapat bertahan selama 18 bulan bila
disimpan pada suhu ruangan.

Efek Samping dan Pertimbangan Klinis


Mivacurium melepas histamin dalam jumlah
yang sama banyak dengan atracurium. Efek
samping kardiovaskuler dapat diminimalkan
dengan injeksi lambat selama 1 menit. Namun,
pasien dengan penyakit jantung dapat
mengalami penurunan tekanan darah signifikan
yang meskipun jarang dapat terjadi setelah
pemberian dosis lebih besar dari 0,15 mg/kg
dengan suntikan lambat. Waktu onset
mivacurium sama dengan atracurium (2-3
menit). Keuntungan utamanya adalah durasi
kerjanya yang singkat (20 30 menit), yang
masih 2 hingga 3 kali lebih lama dibanding blok
fase I suksinilkolin, namun setengah dari durasi
atracurium, vecuronium, atau rocuronium.

Pada anak-anak onset lebih cepat


dan durasi kerja lebih singkat.
Meskipun pemulihannya cepat,
dalam pemberian mivacurium semua
pasien harus dimonitor untuk
menentukan apakah pembalikan
farmakologis diperlukan. Durasi kerja
mivacurium yang pendek cukup
nyata memanjang dengan
pemberian pancuronium.

4. Doxacurium
Doxacurium adalah senyawa
benzylisoquinoline yang erat berhubungan
dengan mivacurium dan atracurium.
Metabolisme dan Ekskresi
Relaksans kerja lama dan poten ini
mengalami tingkat hidrolisis yang rendah
oleh kolinesterase plasma. Seperti obat
pelumpuh otot kerja lama yang lain, rute
utama eliminasinya adalah melalui ekskresi
ginjal. Ekskresi hepatobiliaris hanya sedikit
berperan dalam klirens doxacurium.

Dosis
Kondisi intubasi trakea yang adekuat
dalam 5 menit membutuhkan dosis
doxacurium 0,05 mg/kg. Relaksasi
intraoperatif dicapai dengan dosis
inisial 0,02 mg/kg diikuti dosis 0,005
mg/kg. Doxacurium dapat diberikan
dalam dosis yang disesuaikan
dengan usia pada pasien muda dan
orang tua, meskipun pada orang tua
dapat dijumpai durasi kerja yang
memanjang.

Efek Samping dan Pertimbangan Klinis


Doxacurium tidak memiliki efek
samping kardiovaskuler dan
pelepasan histamin. Karena
potensinya yang lebih besar,
doxacurium memiliki onset kerja
yang sedikit lebih lambat dari pada
pelumpuh otot nondepolarisasi kerja
lama yang lain (4 6 menit). Durasi
kerjanya sama dengan pancuronium
yaitu 60 90 menit.

5. Pancuronium
Pancuronium memiliki cincin steroid yang ditempati dua
molekul asetilkolin yang termodifikasi (pelumpuh otot
biskuartener).

Metabolisme dan Ekskresi


Pancuronium dimetabolisme (deasetilisasi) oleh hati
dalam batas tertentu. Produk metaboliknya memiliki
aktivitas blokade saraf-otot. Ekskresi terutama melalui
ginjal (40%), meskipun sebagian dari obat dibersihkan
oleh empedu (10%). Eliminasi pancuronium lambat dan
efek blokade saraf-otot diperpanjang oleh gagal ginjal.
Pasien dengan sirosis butuh dosis inisial yang lebih besar
karena ada peningkatan volume distribusi tapi
membutuhkan dosis rumatan yang lebih rendah karena
penurunan klirens plasma.

Dosis
Dosis 0,08 0,12 mg/kg pancuronium
memberikan relaksasi yang adekuat untuk
intubasi dalam 2 3 menit. Relaksasi
intraoperatif dicapai dengan memberikan
0,04 mg/kg dosis inisial diikuti dengan dosis
0,01 mg/kg setiap 20 40 menit.
Anak anak perlu dosis pancuronium yang
lebih tinggi. Pancuronium tersedia dalam
larutan 1 atau 2 mg/mL dan disimpan pada
suhu 28C tapi stabil sampai 6 bulan pada
suhu ruangan.

Efek Samping dan Pertimbangan


Klinis :
1.Hipertensi dan takikardia
2.Aritmia
Reaksi Alergi
Pasien yang hipersensitif pada
bromida mungkin mengalami reaksi
alergi pancuronium (pancuronium
bromida).

6. Pipecuronium
Pipecuronium memiliki struktur steroid
yang sangat mirip dengan pancuronium.

Metabolisme dan Ekskresi


Metabolisme hanya sedikit berperan
pada pipecuronium. Eliminasi
bergantung pada ekskresi yang paling
utama ginjal (70%) dan biliaris (20%).
Durasi kerja meningkat pada pasien
gagal ginjal, tapi tidak pada insufisiensi
hepatik.

Dosis
Pipecuronium sedikit lebih poten
dibanding pancuronium dan dosis
intubasi adalah antara 0,06 0,1
mg/kg. Dosis relaksasi rumatan
dapat dikurangi sekitar 20% bila
dibandingkan dengan pancuronium.
Bayi butuh lebih sedikit
pipecuronium pada dasar dosis per
kilogram dari pada anak-anak atau
dewasa. Profile farmakologi
pipecuronium tidak berubah secara

Efek Samping dan Pertimbangan


Klinis
Keuntungan utama pipecuronium
dibanding pancuronium adalah efek
samping kardiovaskulernya yang
kurang karena penurunan ikatan
pada reseptor muskarinik jantung.
Seperti relaksans steroid yang lain,
pipecuronium tidak menyebabkan
pelepasan histamin. Onset dan
durasi kerja mirip dengan
pancuronium.

7. Vecuronium
Vecuronium adalah pancuronium yang kurang satu
grup metil kuartener (pelumpuh otot monokuartener).
Sedikit perubahan struktur memberi efek samping
menguntungkan tanpa mempengaruhi potensi.

Metabolisme dan Ekskresi


Vecuronium dimetabolisme dalam jumlah sedikit oleh
hati. Hal ini sangat bergantung pada ekskresi empedu
dan sekitar 25% oleh ekskresi ginjal.
Vecuronium adalah obat yang cukup aman pada
pasien dengan gagal ginjal, durasi kerjanya akan
memanjang dengan sebab yang tidak jelas. Durasi
kerja vecuronium yang singkat disebabkan oleh waktu
paruh eliminasinya yang lebih pendek dan klirens yang
lebih cepat dibandingkan pancuronium.

Dosis
Vecuronium ekuipoten dengan pancuronium
dan dosis intubasinya adalah 0,08 0,12
mg/kg. Dosis inisial 0,04 mg/kg diikuti dengan
dosis tambahan 0,01 mg/kg setiap 15 20
menit membantu relaksasi intraoperatif.
Sebagai alternatif, infus 1 2 g/g/menit
menghasilkan rumatan relaksasi yang baik.
Vecuronium dikemas dalam bentuk bubuk 10
mg yang direkonstitusi dengan 5 atau 10 mL
air bebas tanpa pengawet sesaat sebelum
digunakan. Vecuronium dan tiopental dapat
membentuk presipitat yang dapat
mengobstruksi aliran dalam kanul vena dan
dapat menyebabkan emboli paru.

Efek Samping dan Pertimbangan Klinis


1.Kardiovaskuler
2.Gagal Hati
8. Rocuronium
Rocuronium adalah steroid monokuartener analog
vecuronium, namun dirancang untuk memberikan onset
kerja yang cepat.
Metabolisme dan Ekskresi
Rocuronium tidak mengalami metabolisme dan dieliminasi
terutama oleh hati dan sedikit oleh ginjal. Durasi kerjanya
tidak terlalu dipengaruhi oleh penyakit ginjal, tapi cukup
memanjang oleh gagal hati berat dan kehamilan.
Rocuronium tidak memiliki metabolit aktif, dan mungkin
merupakan pilihan yang lebih baik dari pada vecuronium
untuk infus yang lama (misal pada unit perawatan intensif).
Pasien usia lanjut dapat mengalami durasi kerja yang
memanjang karena massa hati yang menurun.

Dosis
Rocuronium kurang potent dibanding
pelumpuh otot steroid lain. Dosis untuk
intubasi 0,45 0,9 mg/kg i.v dan 0,15 mg/kg
bolus untuk rumatan. Dosis yang lebih rendah
dari 0,4 mg/kg dapat memungkinkan
pembalikan 25 menit setelah intubasi.
Rocuronium intramuskuler (1 mg/kg untuk
bayi, 2 mg/kg untuk anak-anak) menyebabkan
paralisis pita suara dan diafragma untuk
intubasi, namun belum akan terjadi 3 6 menit
kemudian (injeksi deltoideus onsetnya lebih
cepat dari pada quadricep) dan dapat
dibalikkan setelah 1 jam.

Efek Samping dan Pertimbangan Klinis


Rocuronium pada dosis 0,9 1,2 mg/kg memiliki
onset kerja yang mendekati suksinilkolin (60 90
detik) sehingga cocok sebagai alternatif untuk
induksi urutan cepat, tapi dengan durasi kerja
yang jauh lebih panjang. Durasi kerja sedangnya
sebanding dengan vecuronium atau atracurium.

Rocuronium (0,1 mg/kg) adalah obat yang cepat


(90 detik) dan efektif (menurun fasikulasi dan
myalgia postoperative) untuk precurarisasi
terutama pada pemberian suksinilkolin.
Rocuronium juga memiliki kecenderungan
vagolitik.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai