Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

seseorang tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup

serta dapat menerima orang lain sebagaimana seharusnya serta mempunyai sikap

positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana

seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial

sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi

tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk

komunitasnya. Kondisi perkembangan yang tidak sesuai pada individu disebut

gangguan jiwa (UU No.18 tahun 2014).

Gangguan jiwa dimanesfestasikan dengan adanya gejala positif dan gejala

negatif. Adapun gejala positif menggambarkan fungsi normal yang berlebihan dan

khas, yang meliputi waham, halusinasi, disorganisasi pembicaraaan dan

disorganisasi perilaku seperti katatonia (gerakan yang ekstreme), atau agitasi

(gelisah). Gejala positif tidak hanya ditemukan pada penderita skizofrenia tetapi

juga didapatkan pada gangguan lainnya, missal pada penderita bipolar,depresi

psikotik dan dimensia. Sedangkan gejala negatif terdiri dari tipe yaitu ekspresi

emosi yang terbatas, dalam rentang intensitas, keterbatasan pembicaraan dan

perilaku dalam kelancaran dan produktivitas (alogia), keterbatasan perilaku dalam

menentukan tujuan (avolotion), berkurangnya minat dan menarik diri dari seluruh

aktivitas yang menyenangkan dan bisa dilakukan oleh penderita (adhenonia),

gangguan atensi: suatu yang dapat dilakukan symptom negatif bila ditemukan

1
adanya penurunan fungsi normal pada penderita skizofrenia. Dan gejala negatif

adalah kesulitan berfikir abstrak, pikiran yang stereotipik, dan kurangnya

spontanitas (Sinaga,2011).

Departemen kesehatan Republik Indonesia Riset Kesehatan Dasar

(Rikesdas, 2013) menyatakan bahwa jumlah gangguan jiwa berat

psikosis/skizofrenia di indonesia dimana provinsi-provinsi memiliki gangguan

jiwa terbesar yaitu urutan pertama DI Yogyakarta (0,27%), urutan kedua Aceh

(0,27%), urutan ketiga Sulawesi Selatan (0,26%). Peningkatan proporsi gangguan

jiwa pada data yang didapatkan Riskesdas 2018 cukup signifikan jika

dibandingkan dengan Riskesdas 2013, naik dari 1,7% menjadi 7%. Rumah Sakit

Jiwa Daerah Propinsi Jambi, merupakan rumah sakit jiwa satu-satunya yang ada

di kota Jambi, yang melayani berbagai pasien dengan masalah kejiwaan dan juga

melayani penyakit umum.

Tabel 1.1 Berdasarkan Laporan Diagnosa Keperawatan Aktual Rawat


Inap RSJD Provinsi Jambi Tahun 2017-2018
No Diagnosa Keperawatan Tahun 2017 Tahun 2018
Jumlah Jumlah
1 Halusinasi 7693 7906
2 Perilaku Kekerasan 457 384
3 ISOS 358 308
4 DPD 251 198
5 Waham 102 93
6 RBD 101 113
7 HDR 67 33
Sumber : Laporan Diagnosa Keperawatan Aktual Tahun 2017 dan 2018 ruang
rawat inap RSJD Provinsi Jambi.
Berdasarkan data dari Laporan Diagnosa Aktual Rumah Sakit Jiwa

Daerah Propinsi Jambi didapatkan pada tahun 2017 dari 7 diagnosa aktual

dirawat inap terdapat diagnosa keperawatan halusinasi pada tahun 2017 di

sejumlah 7693 diagnosa dengan halusinasi dengan peringkat pertama, dari 7

diagnosa kepearawatan aktual dirawat inap RSJD Provinsi Jambi terdapat

2
diagnosa keperawatan halusinasi pada tahun 2018 di sejumlah 7906 diagnosa

dengan halusinasi dengan peringkat pertama.

Tabel 1.2 Berdasarkan Laporan Diagnosa Keperawatan Aktual Rawat


Inap Ruang Gama RSJD Provinsi Jambi Tahun -2018
No Diagnosa Keperawatan Tahun 2019
Jumlah
1 Halusinasi 285
2 Perilaku Kekerasan 0
3 ISOS 28
4 DPD 39
5 Waham 4
6 RBD 0
7 HDR 0
Sumber : Laporan Diagnosa Keperawatan Aktual Tahun 2018 rawat inap ruang
gama RSJD Provinsi Jambi.
Berdasarkan data dari Laporan Diagnosa Aktual di Ruang Gama Rumah

Sakit Jiwa Daerah Propinsi Jambi didapatkan pada tahun 2018 dari 7 diagnosa

aktual dirawat inap terdapat diagnosa keperawatan halusinasi sejumlah 285

diagnosa dengan halusinasi dengan peringkat pertama.

Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan

sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi (Muhith 2011). Sebagaimana telah diketahui

bahwa kebanyakan pasien gangguan jiwa mengalami halusinasi yang merupakan

manifestasi dari ketidakmampuan pasien beradaptasi dalam kehidupan dan

lingkungan, diakibatkan oleh terjadinya gangguan pada kemampuan kognitif dan

psikomotor pasien dalam mengontrol halusinasinya.

Tanda dan gejala halusinasi pasien menjadi marah, bahkan menciderai diri,

orang lain dan lingkungan yang terjadi karena suara halusinasi tersebut. Pasien

juga terlihat seperti mendengarkan suara dan berbicara keras-keras seperti

menjawab pertanyaan seseorang dan bibirnya bergerak-gerak. Kadang-kadang

pasien menganggap halusinasi datang dari setiap tubuh atau diluar tubuhnya,

3
halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya bersifat khayalan, ancaman

dan lain-lain (Fitria Nita 2009).

Menurut Keliat dan Akemat (2009) dampak halusinasi yang terjadi bagi

pasien yaitu isolasi sosial karena pasien akan cenderung menyendiri menghadapi

halusinasinya dan resiko perilaku kekerasan apabila pasien mengikuti perintah

halusinasinya. Bahaya secara umum yang dapat terjadi pada pasien halusinasi

adalah gangguan psikotik berat dimana pasien tidak sadar lagi akan dirinya, terjadi

disorientasi waktu, dan ruang (Iyus Yosep,2009).

Menurut Carpenito (1996) dikutip oleh Keliat (2006), pemberian asuhan

keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama

antara perawat dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat

kesehatan yang optimal. Asuhan keperawatan juga menggunakan pendekatan

proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian menentukan masalah atau

diagnosa, menyusun rencana tindakan keperawatan, implementasi dan evaluasi.

Untuk mengetahui lebih lanjut masalah yang terjadi pada pasien perlu dikaji lebih

lanjut tentang gangguan persepsi sensori: halusinasi pada pasien. Salah satunya

dengan cara komunikasi terapeutik (Yosep, 2009).

Komunikasi adalah penyampaian informasi verbal dan non verbal untuk

mencapai kesamaan pengertian dari pengirim informasi kepada penerima,

sehingga menimbulkan tingkah laku yang diinginkan oleh pengirim dan penerima

informasi. Komunikasi merupakan sarana yang digunakan oleh seseorang untuk

mengadakan hubungan dengan orang lain untuk mencapai tujuan (Suliswati,

2005).

Menurut Sundeen (1990) menyatakan bahwa hubungan terapeutik adalah

hubungan kerjasama yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan

4
pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik. Komunikasi

terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan

kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Purwanto 1994).

Hal ini menunjukan bahwa pengaruh pelaksanaan komunikasi terapeutik

pada pasien dapat mempengaruhi pasien dalam mengontrol halusinasinya . Hal ini

sejalan dengan penelitian terdahulu oleh cahyaning fitria puspita sari (2016)

tentang upaya penurunan frekuensi halusinasi penglihatan dengan komunikasi

terapeutik. Penelitian tersebut menyatakan setelah dilakukan tindakan

keperawatan dengan komunikasi terapeutik pasien mampu mengontrol

halusinasinya dengan menerapkan strategi pelaksanaan satu dan dua. Begitu juga

dengan penelitan yang dilakukakn oleh Juli Widiyanto dan Zakiyah Rizki

tentanng Penerapan komunikasi terapeutik pada pasien halusinasi dirumah sakit

jiwa tampan Provinsi Riau tahun 2016. Penelitian tersebut menyatakan bahwa

sebagian besar perawata menerapkan komunikasi terapeutik dalam melakukan

tindakan keperawatan pada pasien halusinasi dirumah sakit jiwa tampan Provinsi

Riau. Dalam penelitian Nuri Danayanti tentang pengaruh komunikasi terapeutik

terhadap frekuensi halusinasi pada pasien di rumah sakit jiwa daerah Surakarta

tahun 2009. Penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat pengaruh penerapan

komunikasi terapeutik terhadap penurunan frekuensi halusinasi pasien. Hal ini

dapat diketahui dengan melihat hasil T hitung sebesar 10.897 yang lebih besar

dari T Tabel 2,045 dengan signifikansi 5% (p < 5%) yang dapat diartikan bahwa

komunikasi terapeutik dapat menurunkan frekuensi halusinasi, atau HO ditolak

dan HA dapat diterima.

Telah banyak penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah

Provinsi Jambi yang berhubungan dengan gangguan persepsi halusinasi, tetapi

5
penelitian tentang pengaruh pelaksanaan komunikasi terapeutik terhadap

kemampuan pasien mengontrol halusinasi belum pernah dilakukan (Wawancara

dengan Bagian Diklat Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi 2019).

Berdasarkan uraian diatas dan hasil penelitian sebelumnya, penulis tertarik

melakukan penelitian dengan judul pengaruh pelaksanaan komunikasi terapeutik

terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi di RSJD Provinsi Jambi tahun

2019.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Melakukan asuhan keperawatan pada Ny.Y dengan halusinasi

pendengaran dengan penerapan komunikasi terapeutik terhadap

kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi.

1.2.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus dari asuhan keperawatan klien dengan gangguan
persepsi halusinasi pendengaran :
a. Mampu melaksanakan pengkajian keperawatan pada Ny.Y dengan
halusinasi dengan komunikasi terapeutik diruang gama RSJD
Provinsi Jambi.
b. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada Ny.Y dengan
halusinasi dengan komunikasi terapeutik diruang gama RSJD
Provinsi Jambi.
c. Mampu melaksanakan intervensi keperawatan pada Ny.Y dengan
halusinasi dengan komunikasi terapeutik diruang gama RSJD
Provinsi Jambi.
d. Mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada Ny.Y
dengan halusinasi dengan komunikasi terapeutik diruang gama
RSJD Provinsi Jambi.
e. Mampu melaksanakan evaluasi keperawatan pada Ny.Y dengan
halusinasi dengan komunikasi terapeutik diruang gama RSJD
Provinsi Jambi.

6
1.3 Manfaat Penulisan

1.3.1 Bagi Pasien


Dengan penelitian ini diharapkan pasien dapat memperoleh
pengetahuan mengenai mengontrol halusinasi.
1.3.2 Bagi Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi
Dengan penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan
kepada pasien khususnya mengenai pelayanan asuhan keperawatan
kepada pasien halusinasi.
1.3.3 Bagi penulis
Menambah wawasan, pengetahuan dan keterampilan dalam
memberikan pelayanan keperawatan pada pasien dengan halusinasi.

7
BAB II
KONSEP DASAR

2.1 Konsep Halusinasi


2.1.1 Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien
mengalami perubahan sensori persepsi, seperti merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan, klien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Muhith, 2011). Halusinasi
dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang,
dimana tidak terdapat stimulus (Yosep, 2009).
Pengertian halusinasi berdasarkan referensi di atas adalah persepsi
klien yang salah terhadap lingkungan tanpa adanya rangsangan atau
stimulus yang nyata sehingga klien mempersiapkan dan merasakan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.

2.1.2 Etiologi
Menurut Muhith (2011)Faktor penyebab yang mendukung
terjadinya halusinasi diantaranya adalah :
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan
jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk
mengatasi stres. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya,
mengenai faktor perkembangan sosisal kultural, biokimia, psikologis,
dan genetik yaitu faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stres.
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya
respon neurobiology seperti pada halusinasi antara lain :
a. Faktor genetik
Telah diketahui bahwa secara genetik schizophrenia diturunkan
melalui kromosom-kromosom tertentu. Namun demikian,
kromosom yang keberapa menjadi faktor penentu gangguan ini
sampai sekarang masih dalam tahap penelitian.

8
b. Faktor perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stres dan
kecemasan.
c. Faktor neurobiology
Ditemukan bahwa kortex pre frontal dan kortex limbic pada klien
dengan schizophrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan
juga pada klien schizophrenia terjadi penurunan volume dan
fungsi otak yang abnormal.
d. Faktor neurotransmitter
Schizophrenia diduga juga disebabkan oleh adanya
ketidakseimbangan neurotransmitter serta dopamine berlebihan,
tidak seimbang dengan kadar serotinin.
e. Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan
adanya stres yang berlebihan yang dialami seseorang, maka tubuh
akan menghasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia sepertiBuffofenon dan Dimetytranferase (DPM).
f. Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ke-3 kehamilan dapat
menjadi faktor predisposisi schizophrenia.
g. Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi
schizophrenia, antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang
pencemas, terlalu melindungi, dingin dan tidak berperasaan,
sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
h. Faktor sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa
disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien
dibesarkan(Muhith,2011)

9
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu

sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi

ekstra untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan,

dan juga suasana sepi atau terisolasi sering menjadi pencetus

terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan stres dan

kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik

(Fitria Nita,2009).

2.1.3 Tanda dan gejala

Menurut Videbeck,(2008) ada beberapa tanda dan gejala pada pasien


dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran dilihat
data subyektif dan data obyektif pasien yaitu :
1. Data subyektif
a. Mendengar suara atau bunyi
b. Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya.
c. Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
d. Mendengar suara yang mengancam diri pasien atau orang lain
bahkan suara lain yang membahayakan.
2. Data obyektif
a. Mengarahkan telinga pada sumber suara.
b. Bicara sendiri.
c. Tertawa sendiri.
d. Marah-marah tanpa sebab.
e. Menutup telinga
f. Mulut komat kamit
g. Ada gerakan tangan.

2.1.4 Jenis halusinasi


10
Menurut Muhith (2011) menjelaskan jenis-jenis halusinasi sebagai
berikut:
a. Halusinasi pendengaran
Mendengarkan suara atau kebisingan yang kurang jelas
ataupun yang jelas, di mana terkadang suara-suara tersebut
seperti mengajak berbicara klien dan kadang memerintah klien
untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan

Stimulus visual dalam betuk kilatan atau cahaya, gambaran


atau bayangan yang rumit dan kompleks. Bayangan bisa
menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu

Membau bau-bauan tertentu seperti bau darah, urine, feses,


parfum, atau bau yang lain. Ini sering terjadi pada seseorang
pasca serangan stroke, kejang atau demensia.
d. Halusinasi pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti darah, urine, feses, atau lainnya.

e. Halusinasi perabaan
Merasa mengalami nyeri, rasa tersetrum atau
ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas.

11
f. Halusinasi canesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau
arteri, pencernaan makanan atau pembentukan urine.
g. Halusinasi kinestetika
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

2.1.5 Tahapan halusinasi


Halusinasi berkembang melalui empat tahap berdasarkan (Ermawati
dkk, 2009) yaitu sebagai berikut :
1. Tahap I (Non-psikotik)
Memberi nyaman tingkat ansietas sedang secara umum halusinasi
merupakan suatu kesenangan.
Karakteristik:

a) Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan.


b) Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan
ansietas.
c) Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam kontrol
kesadaran.
Perilaku yang muncul:
a) Tersenyum atau tertawa sendiri.
b) Menggerakan bibir tanpa suara
c) Pergerakan mata yang cepat
d) Respons verbal lambat, diam, dan berkonsentrasi.
2. Tahap II
Tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami
tingkat kecemasan berat. Secara umum halusinasi yang ada dapat
menyebabkan antipati.
Karakteristik:
a) Pengalaman sensori menakutkan.
b) Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut.
c) Mulai merasa kehilangan kontrol.
d) Menarik diri dari orang lain.

12
Perilaku yang muncul:
1) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan, dan tekanan
darah.
2) Perhatian terhadap lingkungan berkurang.
3) Konsentrasi terhadap pengalaman sensoripun.
4) Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan
realitas.
3. Tahap III
Klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat
kecemasan berat, dan halusinasi tidak dapat ditolak.
Karakteristik:
a. Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya (halusinasi)
b. Isi halusinasi menjadi atraktif.
c. Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensori berakhir. Perilaku
yang muncul:
1) Perintah halusinasi ditandai
2) Sulit berhubungan dengan orang lain.
3) Perhatian terhadap lingkungan sedikit kurang atau hanya
beberapa detik.
4) Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor
dan berkeringat.
4. Tahap IV
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien
terlihat panik.
Perilaku yang muncul:
a. Perilaku panik.
b. Potensial untuk bunuh diri atau membunuh.
c. Tindak kekerasanagitasi, menarik atau katatonik.
d. Tidak mampu merespon terhadap lingkungannya.

13
2.1.6 Pohon Masalah
Pohon masalah berdasarkan Fitria (2009) adalah sebagai berikut:
Bagan 1.1 Pohon Masalah
Effect Resiko Tinggi Prilaku Kekerasan

Core Problem Gangguan Persepsi Sensori; Halusinasi

Causa
Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah Kronis

2.1.7 Masalah keperawatan yang muncul


Menurut Fitria Nita (2009) masalah keperawatan yang muncul pada
halusinasi sebagai berikut :
1. Gangguan persepsi : Halusinasi.
2. Isolasi sosial: Menarik Diri.
3. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

2.1.7  Penatalaksanaan(Yosep, 2009)


2.1.7.1 Medis (Psikofarmako)
1.   Chlorpromazine
a) Indikasi
Indikasi obat ini utnuk sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat
norma social dan tilik diri terganggu. Berdaya berat dalam fungsi-
fungsi mental seperti: waham dan halusinasi. Gangguan perasaan dan
perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi
kehidupan sehari-hari seperti tidak mampu bekerja, hubungan social
dan melakukan kegiatan rutin.
b)  Mekanisme kerja
Memblokade dopamine pada reseptor pasca sinap di otak, khususnya
system ekstra pyramidal.

14
c)   Efek samping
 Sedasi, dimana pasien mengatakan merasa melayang-layang
antar sadar atau tidak sadar.
 Gangguan otonomi (hipotensi) antikolinergik atau
parasimpatik, seperti mulut kering, kesulitan dalam miksi dan
defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekana intraokuler
meninggi, gangguan irama jantung.
 Gangguan ektrapiramidal seperti : distonia akut, akathsia
syndrome parkinsontren, atau bradikinesia regiditas.
d)     Kontra indikasi
Kontra indikasi obat ini seperti penyakit hati, penyakit darah,
epilepsi (kejang, perubahan kesadaran), kelainan jantung, febris
(panas), ketergantungan obat, penyakit SSP (system saraf pusat),
gangguan kesadaran disebabkan oleh depresan.
e)      Penggunaan obat
Penggunaan obat pada klien dengan kondisi akut di berikan
3x100mg. Apabila kondisi klien sudah stabil dosisnya di kurangi
menjadi 1x100mg pada malam hari saja.
2. Haloperidol (HLP)
a) Indikasi
Indikasi dalam pemberian obat ini, yaitu pasien yang berdaya berat
dalam kemampuan menilai realitas, baik dalam fungsi mental dan
dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
b)   Mekanisme kerja
Obat anti psikis ini dapat memblokade dopamine pada reseptor pasca
sinaptik neuron di otak, khususnya system limbic dan system
pyramidal.
c)      Efek samping
 Sedasi dan inhibisi psikomotor
 Gangguan miksi dan parasimpatik, defekasi, hidung tersumbat,
mata kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan irama
jantung.

15
d)     Kontra indikasi
Kontra indikasi obat ini seperti penyakit hati, penyakit darah, epilepsi
(kejang, perubahan kesadaran), kelainan jantung, febris (panas),
ketergantungan obat, penyakit SSP (system saraf pusat), gangguan
kesadaran.
e)      Penggunaan obat
Penggunaan obat pada klien dengan kondisi akut biasanya dalam
bentuk injeksi 3x5mg IM pemberian ini dilakukan 3x24 jam.
Sedangkan pemberian peroral di berikan 3x1,5mg atau 3x5 mg.
3. Trihexyphenidil (THP)
a)     Indikasi dalam pemberian obat ini, yaitu segala jenis penyakit
parkinson, termasuk pasca encephalitis (infeksi obat yang disebabkan
oleh virus atau bakteri) dan idiopatik (tanpa penyebab yang jelas).
Sindrom Parkinson akibat obat, misalnya reserpina dan fenotiazine.
b)      Mekanisme kerja
Obat ini sinergis (bekerja bersama) dengan obat kiniden; obat
depreson, dan antikolinergik lainnya.
c)      Efek samping
Mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung,
agitasi (gerakan motorik yang menunjukkan kegelisahan), konstipasi,
takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine.
d)     Kontra indikasi
Kontra indikasinya seperti hipersensitif terhadap trihexypenidil
(THP), glaucoma sudut sempit, psikosis berat psikoneurosis,
hipertropi prostat, dan obstruksi saluran edema.
e)      Penggunaan obat
Penggunaan obat ini di berikan pada klien dengan dosis 3x2 mg
sebagai anti parkinson.
2.1.7.2 Keperawatan
Tindakan keperawatan dapat dilakukan secara individual dan terapi
berkelompok (TAK) Terapi Aktifitas Kelompok.
Tindakan secara individual menerapkan strategi pelaksanaan untuk
dengan masalah keperawatan gangguan persepsi sensori halusinasi
berdasarkan (Fitria Nita) adalah sebagai berikut :

16
A. SP 1
a. Menggali halusinasi yang dialami klien ( isi, frekuensi, waktu,
respon, situasi).
b. Mengajarkan teknik menghardik dengan mengucapkan pergi,
pergi, pergi kamu suara palsu.
c. Membimbing atau meminta klien untuk mendemonstrasikan
teknik mengontrol halusinasi dengan menghardik.
d. Memotivasi klien untuk membuat jadwal latihan menghardik 2
jam sekali.
B. SP II
a. Menjelaskan tata cara minum obat secara teratur dengan 5
benar dalam minum obat :
1.       Benar obat
2.       Benar pasien
3.       Benar cara meminumnya
4.       Benar waktunya
5.       Benar dosisnya.
C. SP III
a. Mengenalkan dan mendemonstrasikan cara kontrol halusinasi
yang kedua yaitu dengan bercakap-cakap.
b. Melatih teknik cara kontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
sama teman atau perawat.
D. SP IV
a. Mengenalkan dan mendemonstrasikan cara kontrol halusinasi
yang ke-3 yaitu dengan melakukan kegiatan seperti mengepel,
cuci piring, melipat baju.
b. Melatih ulang cara kontrol halusinasi sp 3 dengan melakukan
kegiatan.

2.1.8 Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Halusinasi


1.) Pengkajian
a. Identitas klien meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal dirawat,
tanggal pengkajian, nomor rekam medic
b. Faktor predisposisi merupakan faktor pendukung yang meliputi factor
biologis, faktor psikologis, sosial budaya, dan faktor geneti

17
c. Faktor presipitasi merupakan faktor pencetus yang meliputi sikap
persepsi merasa tidak mampu, putus asa, tidak percaya diri, merasa
gagal, merasa malang, kehilangan, rendah diri, perilaku agresif,
kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan penanganan gejala stress
pencetus pada umunya mencakup kejadian kehidupan yang penuh
dengan stress seperti kehilangan yang mempengaruhi kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan
ansietas.
d. Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan sosial
dan spiritual
e. Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas
motorik, alam perasaan, afek pasien, interaksi selama wawancara,
persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat
kosentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian, dan daya tilik diri.
f. Mekanisme koping: koping yang dimiliki klien baik adaptif maupun
maladaptive
g. Aspek medik yang terdiri dari diagnos medis dan terapi medis
h. Pada proses pengkajian, data penting yang perlu diketahui saudara
dapatkan adalah:
1. Jenis halusinasi
Berikut adalah jenis-jenis halusinasi, data objektif dan subjektifnya. Data
objektif dapat dikaji dengan cara melakukan wawancara dengan pasien.
Melalui data ini perawat dapat mengetahui isi halusinasi pasien.

Jenis Data objektif Data subjektif


halusinasi
Halusinasi -      Bicara atau tertawa sendiri -       Mendengar suara atau
dengar -      Marah-marah tanpa sebab kegaduhan
-      Menyedengkan telinga-       Mendengar suara yang
kearah tertentu bercakap-cakap
-      Menutup telinga -       Mendengar suara menyuruh
melakukan sesuatu yang
berbahaya
Halusinasi -      Menunjuk-nunjuk kearah-       Melihat bayangan, sinar,

18
Penglihatan tertentu bentuk geometris, bentuk
-      Ketakutan pada sesuatu kartoon, melihat hantu atau
Yang tidak jelas monster
Halusinasi -      Menghidu seperti sedang-       Membaui bau-bauan sperti
penghidu membaui bau-bauan tertentu bau darah, urin, feces, kadang-
-      Menutup hidung kadang bau itu menyenangkan
Halusinasi -      Sering meludah -       Merasakan rasa seprti darah,
pengecapan -      Muntah urin atau feces
Halusinasi -      Menggaruk-garuk-       Mengatakan ada serangga
Perabaan permukaan kulit dipermukaan kulit
-       Merasa seperti tersengat listrik

2. Isi halusinasi
Data tentang halusinasi dapat dikethui dari hasil pengkajian tentang jenis
halusinasi.
3. Frekuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya
halusinasi yang dialami oleh pasien.Kapan halusinasi terjadi? Apakah pagi,
siang, sore atau malam? Jika mungkin jam berapa? Frekuensi terjadinya
halusinasi apakah terus menerus atau hanya sekal-kali? Situasi terjadinya
apakah kalau sendiri, atau setelah terjadi kejadian tertentu. Hal ini
dilakukan untuk menetukan intervensi khusus pada waktu terjadinya
halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan munculnya
halusinasi.Sehingga pasien tidak larut dengan halusinasinya.Sehingga
pasien tidak larut dengan halusinasinya.Dengan mengetahui frekuensi
terjadinya halusinasinya dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk
mencegah terjadinya halusinasi.
4. Respon halusinasi
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu muncul.
Perawat dapat menanyakan pada pasien hal yang dirasakan atau dilakukan
saat halusinasi timbul.Perawat dapat juga menanyakan kepada keluarga
atau orang terdekat dengan pasien.Selain itu dapat juga dengan
mengobservasi perilaku pasien saat halusinasi timbul.
2.1.9 Diagnosa Keperawatan
Menurut Yosep, 2009 diagnosa keperawatan yang muncul adalah :

19
a. Gangguan persepsi sensori : halusinasi penglihatan
b. Isolasi sosial
c. Resiko periaku mencederai diri
d. Harga diri rendah
2.1.10 Rencana Tindakan Keperawatan
Gangguan persepsi sensori halusinasi penglihatan
  

Tujuan tindakan untuk pasien meliputi :


 Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
 Pasien dpat mengontrol halusinasinya
 Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
Tindakan keperawatan
1. Membantu pasien mengenali halusinasi dan melatih pasien mengontrol
halusinasi.
Untuk membantu pasien mengenali halusinasi saudara dapat
melakukannya dengan cara berdiskusikan dengan pasien tentang isi
halusinasi (apa yang dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi
terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusiansi muncul dan
respon pasien saat muncul. Untuk membantu pasien agar mampu
mengontrol halusinasi saudara dapat melatih pasien empat cara yang
sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi. Keempat cara tersebut
meliputi :
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap
halusinasi yang muncul.Pasien dilatih untuk mengatakan tidak
terhadap halusinasi yang muncul atau tidak mempedulikan
halusinasinya. Kalau ini dapat dilakukan, pasien akan mampu
mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul.
Mungkin halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini pasien
tidak akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam halusinasinya.
2. Menggunakan obat secara teratur
Untuk mampu mengontrol halusinasi pasien juga harus dilatih untuk
menggunakan obat secara teratur sesuai dengan program.Pasien
gangguan jiwa yang dirawat dirumah seringkali mengalami putus obat
sehingga akibatnya pasien mengalami kekambuhan. Bila terjadi

20
kekambuhan maka untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih
sulit. Untuk itu pasien perlu dilatih menggunakan obat sesuai program
dan berkelanjutan.
Berikut ini tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan
obat:
 Jelaskan guna obat
 Jelaskan akibat bila putus obat
 Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
 Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar
obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis)
3. Bercakap-cakap dengan orang lain
Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap
dengan halusinasi orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap dengan
orang lain maka terjadi distraksi; focus perhatian pasien akan beralih
dari halusiansi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
4. Melakukan aktifitas yang terjadwal
Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan
menyibukkan diri dengan aktifitas yang teratur. Dengan beraktifitas
secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang
sendiri yang seringkali mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien
mengalami halusinasi biasa dibantu untuk mengatasi halusinasinya
dengan cara beraktifitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur
malam, tujuh hari dalam seminggu.
Tahapan intervensinya sebagai berikut :
 Menjelaskan pentingnya aktifitas yang teratur untuk mengatasi
halusinasi
 Mendiskusikan aktifitas yang dilakukan pasien
 Melatih pasien melakukan aktiftas
 Menyusun jadwal aktifitas sehari-hari sesuai dengan aktifitas yang
telah dilatih. Upayakan pasien mempunyai aktifitas dari bangun
pagi sampai tidur malam, 7 hari dalam seminggu.
 Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberikan penguatan
terhadap perilaku pasien yang positif.

21
2.1.11 Implementasi
Menurut Depkes, 2000 Implementasi adalah tindakan keperawatan yang
disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Sebelum
melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah di rencanakan perawat
perlu memvalidasi rencana tindakan keperawatan yang masih di butuhkan
dan sesuai dengankondisi klien saat ini.
2.1.12 Evaluasi
Menurut Keliat, 1998 evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk
menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien.
Evaluasi dapat dilakukan berdasarkan SOAP sebagai pola pikir.
S : respon subjektif dari klien terhadap intervensi keperawatan
O : respon objektif dari klien terhadap intervensi keperawatan
A : analisa ulang atas dasar subjek dan objek untuk mengumpulkan apakah
masalah masih ada, munculnya masalah baru, atau ada data yang
berlawanan dengan masalah yang masih ada.
P : perencanaan atau tindakan lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon
klien

22
2.2 Pengertian Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan


secara sadar, bertujuan dan kegiatannya difokuskan untuk
kesembuhan pasien, dan merupakan komunikasi profesional yang
mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien (Heri
Purwanto,1994).
Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni
dari penyembuhan (As Hornby dalam Intan, 2005). Maka disini dapat
diartikan bahwa terapeutik adalah segala sesuatu yang memfasilitasi
proses penyembuhan seseorang. Sehingga komunikasi terapeutik itu
sendiri dapat di definisikan sebagai komunikasi yang direncanakan
dan dilakukan untuk membantu klien atau pasien dalam
penyembuhan/pemulihan klien atau pasiennya. Komunikasi terapeutik
merupakan komunikasi profesional bagi perawat.
Dalam bukunya Stuart G.W menjelaskan : Pada profesi
keperawatan komunikasi menjadi sangat penting karena komunikasi
merupakan alat dalam melaksanakan proses keperawatan. Dalam
asuhan keperawatan, komunikasi ditunjukan untuk mengubah
perilaku klien dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal.Karena
bertujuan untuk terapi maka komunikasi dalam keperawatan disebut
dengan komunikasi terapeutik (Stuart G.W 2006).
2.2.1 Hubungan Terapeutik
Hubungan terapeutik berbeda dari hubungan dimana perawat lebih
memaksimalkan keterampilan komunikasinya, pemahaman tingkah laku
manusia dan kekuatan pribadi untuk meningkatkan pertumbuhan klien.
Fokus hubungan adalah ide klien, pengalaman dan perasaan klien.
Perawat dan klien mengidentifikasi area yang memerlukan eksplorasi
dan evaluasi secara periodik terhadap tingkat perubahan klien. Peran
tidak akan berubah dan hubungan tetap konsisten berfokus pada
masalah klien. King cit. Varcarolis (1990) menggambarkan hubungan
terapeutik sebagai pengalaman belajar baik bagi klien dan perawat. Dia
mengidentifikasi empat tindakan yang harus diambil diantara perawat
dan klien:
23
1. Tindakan diawali oleh perawat
2. Respon reaksi dari klien
3. Interaksi dimana perawat dan klien mengkaji kebutuhan klien dan
tujuan
4. Transaksi dimana hubungan timbal balik pada akhirnya dibangun
untuk mencapai tujuan hubungan.
a. Tujuan Hubungan Terapeutik
Menurut Stuart dan Sundeen (dalam Keliat, 2003) yang di kutip
dalam buku Komunikasi Terapeutik Dalam Praktik Keperawatan, 2009
adalah:
1. Realisasi diri, penerimaan diri, dan rasa hormat terhadap diri sendiri
2. Identitas diri yang jelas dan rasa integritas diri yang tinggi
3. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang intim, saling
tergantung dan mencintai.
4. Peningkatan fungsi dan kemampuan memuaskan kebutuhan serta
mencapai tujuan personal yang realistis. (Mukhripah Damiyanti,
2008)
b. Tahapan Dalam Hubungan Terapeutik
Dalam membina hubungan terapeutik (berinteraksi) perawat
mempunyai empat tahap yang pada setiap tahapannya mempunyai tugas
yang harus diselesaikan oleh perawat (Stuart dan Sundeen, dalam
Christina, dkk., 2003).
1. Fase Pra-Interaksi
Pra-interaksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan
berkomunikasi dengan klien.
2. Fase Orientasi/Perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang anda lakukan saat pertama
kali bertemu dengan klien.
3. Fase Kerja
Fase kerja merupakan inti hubungan perawatan klien yang terkait
erat dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan sesuai dangan tujuan yang akan dicapai.
2. Fase Terminasi

24
Terminasi merupakan akhir dari setiap pertemuan perawat dengan
klien. Terminasi dibagi dua, yaitu terminasi sementara dan
terminasi akhir:
a. Terminasi Sementara
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat
dan klien. Pada terminasi sementara, perawat akan bertemu lagi
dengan pasien pada waktu yang telah ditentukan.

b. Terminasi Akhir
Terminasi akhir terjadi jika klien akan pulang dari Rumah Sakit
atau setelah klien selesai praktek di Rumah Sakit (Mukhripah
Damiyanti, 2008 )
c. Tujuan Komunikasi Terapeutik
Dengan memiliki keterampilan dan kemampuan
berkomunikasi terapeutik, perawat akan lebih mudah menjalin
hubungan saling percaya dengan klien, sehingga akan lebih efektif
dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan yang telah diterapkan,
memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan
dan akan meningkatkan profesi.
Tujuan komunikasi terapeutik (Purwanto, 1994) adalah:
1) Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban
perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk
mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang
diperlukan.
2) Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil
tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3) Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri
dalam hal peningkatan derajat kesehatan.
4) Mempererat hubungan atau interaksi antara klien dengan
terapis (tenaga kesehatan) secara professional dan proporsional
dalam rangka membantu penyelesaian masalah klien.
d. Hambatan Komunikasi Terapeutik

25
Hambatan komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan
hubungan perawat – klien terdiri dari tiga jenis utama: resistens,
transferens, dan kontertransferens (Hamid, 1998). Ini timbul dari
berbagai alasan dan mungkin terjadi dalam bentuk berbeda, tetapi
semuanya menghambat komunikasi terapeutik. Perawat harus segera
mengatasinya. Oleh karena itu hambatan ini menimbulkan perasaan
tegang baik bagi perawat maupun bagi klien. Untuk lebih jelasnya
marilah kita bahas satu-persatu mengenai hambatan komunikasi
terapeutik itu.

 Resisten
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari
aspek penyebab ansietas yang dialaminya. Resisten merupakan
keengganan alamiah atau seperti penghindaran verbalisasi yang
telah dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan
masalah aspek diri seseorang. Resisten sering merupakan akibat
dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk
berubah telah dirasakan. Perilaku resistens biasanya diperlihatkan
oleh klien selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak berisi
proses penyelesaian masalah.
 Transferens
Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien
mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada
dasarnya akan terkait dengan tokoh yang ada didalam
kehidupannya di masa lalu. Sifat yang paling menonjol adalah
ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan penggunaan
mekanisme pertahanan pengisaran (displacement) yang
maladaptif. Ada dua jenis utama reaksi bermusuhan dan
tergantung.
 Kontertranferens

26
Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan
oleh klien. Konterrtransferens merujuk pada respon emosional
spesifik oleh perawat terhadap klien yang tidak tepat dalam isi
maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam
intensitas emosi. Reaksi ini biasanya berbentuk salah satu dari
tiga jenis reaksi yang sangat mencintai, reaksi yang sangat
bermusuhan atau membenci dan reaksi sangat cemas sering kali
digunakan sebagai respon terhadap resisten klien. Untuk
mengatasi hambatan dalam komunikasi terapeutik, perawat harus
siap untuk mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat
dalam konteks hubungan perawat – klien (Hamid, 1998).
Awalnya, perawat haruslah mempunyai pengetahuan tentang
hambatan komunikasi terapeutik dan dapat mengenali perilaku
yang tentu menunjukkan adanya hambatan tersebut. Latar
belakang perilaku digali baik klien atau perawat bertanggung
jawab atas hambatan terapeutik dan dampak negatif pada proses
terapeutik. (Mukhripah Damiyanti, 2008).
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA YN. Y DENGAN HALUSINASI

3.1 Pengkajian
FORMULIR PENGKAJIANKEPERAWATAN
KESEHATAN JIWA

RUANGAN RAWAT : Gama TANGGAL DIRAWAT : 27-04-2019

I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Ny.Y (P) Tanggal Pengkajian : 02 Mei 2019
Umur : 47 Tahun. RM No. :072707
Informan :-

II. ALASAN MASUK/ KELUHAN UTAMA


klien diantar keluarga dengan keluhan tertawa sendiri, sulit tidur, tidak teratur minum obat dan
banyak melamun, klien tanpak kotor dan bau.

III. FAKTOR PREDISPOSISI


1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu ? √ Ya Tidak

2. Pengobatan sebelumnya. Berhasil √ kurang berhasil tidak berhasil

27
3. Pelaku/Usia Korban/Usia Saksi/Usia

Aniaya fisik √ √

Aniaya seksual

Penolakan √ √

Kekerasan dalam keluarga √ √

Tindakan kriminal

Jelaskan No. 1, 2, 3 : klien sebelumnya gelisah, dan ngoceh-ngoceh,


Dan banyak melamun

Masalah Keperawatan : Halusinasi pendengaran

4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa Ya √ Tidak


Hubungan keluarga Gejala Riwayat pengobatan/perawaran

_______________________ ________________________________________

_______________________ ____________________ ___________________

Masalah Keperawatan : tidak ada

5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan

Masalah Keperawatan: tidak ada

IV.FISIK
1. Tanda vital : TD : 110/70 mmHg N : 80 x/menit S : 36,5 oC P : 20 x/menit
2. Ukur : TB : 164 BB : 60 Kg

3. Keluhan fisik : Ya √ Tidak


Jelaskan :
Masalah keperawatan : tidak ada

V. PSIKOSOSIAL

1. Genogram

28
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Garis Keturunan
: Tinggal bersama
: Klien
Jelaskan : Klien anak ke-2 dari 3 bersaudara, klien tinggal bersama orang tuanya.
Masalah Keperawatan : tidak ada

2. Konsep diri
a Gambaran diri :klien mengatakan tidak merasa malu terhadap bentuk tubuh dan wajahnya

b. Identitas :klien mengaku tidak puas sebagai seorang anggota keluarga, klien
mengaku puas sebagai perempuan

c. Peran :klien mengaku belum dapat menjalankan perannya baik sebagai anggota
keluarga maupun anggota masyarakat dilingkungan sekitar tempat tinggal
klien

d. Ideal diri : klien sangat ingin sembuh, mempunyai pekerjaan dan hidup mapan
bersama keluarga

e. Harga diri :klien merasa diperlakukan berbeda karena kondisi penyakitnya, merasa
disepelekan oleh lingkungan dan merasa tidak berharga

Masalah Keperawatan : Gangguan Konsep Diri

3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti : Orang yang paling berharga dalam hidupnya saat ini adalah almarhum
kedua orang tuanya

b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat : terbatas

c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang Lain : klien kadang ngoceh sendiri

Masalah keperawatan : Halusinasi pendengaran

4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : klien mengaku beragama islam

b. Kegiatan ibadah : klien mengatakan kadang melaksanakan kegiatan ibadah seperti sholat
dan berdoa.

Masalah Keperawatan : tidak ada

VI. STATUS MENTAL

1. Penampilan

29
√ Tidak rapi Penggunaan pakaian √ Cara berpakaian tidak seperti
tidak sesuai biasanya
Jelaskan :
Masalah Keperawatan : Defisit perawatan diri

2. Pembicaraan

Cepat Keras Gagap Inkoheren

Apatis Lambat Membisu Tidak mampu memulai pembicaraan

lelaskan :
Masalah Keperawan : tidak ada

3. Aktivitas Motorik:

Lesu Tegang Gelisah Agitasi

Tik Grimasen Tremor Kompulsif

Jelaskan :
Masalah Keperawatan : tidak ada

4. Alam perasaaan

Sedih Ketakutan Putus asa Khawatir Gembira berlebihan

Jelaskan : klien mengatakan perasaannya ingin pulang


Masalah Keperawatan : tidak ada

5. Afek

Datar Tumpul √ Labil Tidak sesuai

Jelaskan : saat interaksi klien tampak berubah-ubah moodnya.


Masalah Keperawatan :

6. lnteraksi selama wawancara

bermusuhan Tidak kooperatif Mudah tersinggung

Kontak mata (-) Defensif Curiga

Jelaskan : klien kooperatif


Masalah Keperawatan :

7. Persepsi

√ Pendengaran Penglihatan Perabaan

Pengecapan Penghidu

Jelaskan :. Data Subjektif

30
Isi Halusinasi : klien mengatakan mendengar suara orang marah-
marah
Klien juga mengatakan mendengar suara-suara
seperti
sedang berbisik-bisik.
Frekuensi : sekitar 5-10 menit
Waktu : sore hari dan malam hari
Situasi saat muncul : saat berada di kamar tidur
Respon pasien : ketakutan
Data Objektif : klien tampak diam sendiri dikamar
Klien tampak tersenyum

Masalah Keperawatan : halusinasi pendengaran

8. Proses Pikir

sirkumtansial tangensial kehilangan asosiasi

flight of idea blocking pengulangan pembicaraan/persevarasi

Jelaskan :
Masalah Keperawatan : tidak ada

9. Isi Pikir

Obsesi Fobia Hipokondria

depersonalisasi ide yang terkait pikiran magis

Waham

Agama Somatik Kebesaran Curiga

nihilistic sisip piker Siar piker Kontrol pikir

Jelaskan :
Masalah Keperawatan :

10. Tingkat kesadaran

31
bingung sedasi stupor

Disorientasi

waktu tempat orang

Jelaskan :
Masalah Keperawatan : tidak ada

11. Memori

Gangguan daya ingat jangka panjang gangguan daya ingat jangka pendek

gangguan daya ingat saat ini konfabulasi

Jelaskan :
Masalah Keperawatan : tidak ada

12. Tingkat konsentrasi dan berhitung

√ mudah beralih tidak mampu konsentrasi Tidak mampu berhitung sederhana

Jelaskan :
Masalah Keperawatan : Perubahan proses pikir

13. Kemampuan penilaian

Gangguan ringan gangguan bermakna

Jelaskan :
Masalah Keperawatan : tidak ada

14. Daya tilik diri

mengingkari penyakit yang diderita menyalahkan hal-hal diluar dirinya

Jelaskan : klien menyatakan bahwa dirinya bingung kenapa selalu dibawa ke rumah sakit
Masalah Keperawatan : tidak ada

VIII. Mekanisme Koping

Adaptif Maladaptif

Bicara dengan orang lain Minum alkohol

Mampu menyelesaikan masalah reaksi lambat/berlebih

Teknik relaksasi bekerja berlebihan

Aktivitas konstruktif √ menghindar

Lainnya _______________ lainnya : __________________

Masalah Keperawatan : tidak ada

32
IX. Masalah Psikososial dan Lingkungan:

Masalah dengan dukungan kelompok, spesifik


__________________________________________________________________________

Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik


__________________________________________________________________________

Masalah dengan pendidikan, spesifik


__________________________________________________________________________

Masalah dengan pekerjaan, spesifik


__________________________________________________________________________

Masalah dengan perumahan, spesifik


__________________________________________________________________________

Masalah ekonomi, spesifik


__________________________________________________________________________

Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifik


__________________________________________________________________________

Masalah lainnya, spesifik


__________________________________________________________________________

Masalah Keperawatan : tidak ada

X. Pengetahuan Kurang Tentang:

Penyakit jiwa √ system pendukung

Faktor presipitasi penyakit fisik

Koping obat-obatan

Lainnya : klien mengatakan keluarganya tidak peduli lagi sama dia


________________________________________________________________________________

Masalah Keperawatan : tidak ada

XI. Aspek Medik

Diagnosa Medik : F.20.0 (Skizofrenia)

Terapi Medik : Trihexyphenidyl 2 mg 2x1


Risperidone 2 mg 2x1
Merlopam 2 mg 1x1

XII. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN

33
1. Halusiansi Pendengaran
2. Defisit perawatan diri
3. Gangguan Konsep Diri

XIII. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Halusinasi pendengaran
2. Defisit perawatan diri

Jambi, 2019
Perawat,

( )

34
3.2 Analisa Data
N DATA MASALAH
O KEPERAWATAN
1. DS : Gangguan Persepsi sensori :
Klien mengatakan mendengar suara Halusinasi pendengaran
orang marah-marah. Klien juga
mengatakan mendengar suara-suara
seperti sedang berbisik-bisik.
mendengar suara marah-marah
tersebut saat klien sedang
menyendiri, namun klien mengatakan
suara bisikan tersebut muncul
terkadang pada sore hari dan malam
hari. Klien mengatakan merasa sangat
terganggu dengan suara bisikan
tersebut. Klien mengatakan merasa
ketakutan
DO :
Klien terlihat sesekali mulutnya
komat-kamit, mondar mandir di
ruangan, senyum-senyum sendiri ,
klien tampak takut pada sesuatu yang
tak jelas dan klien tampak sering
menggerak-gerakkan kakinya dan
tangannya seperti tanpa disadarinya.
2. DS : Defisit Perawatan Diri
Klien mengatakan malas mandi
terkadang mandi hanya pagi
saja,klien mengatakan gosok gigi
dilakukan 1 hari sekali.
DO :
Klien tampak kotor dan bau
Kliaen tampak tidak rafi

3.3 Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi penglihatan dan pendengaran

2. Defisit Perawatan Diri.

35

Anda mungkin juga menyukai