PENDAHULUAN
seseorang tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup
serta dapat menerima orang lain sebagaimana seharusnya serta mempunyai sikap
positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana
seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial
tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
negatif. Adapun gejala positif menggambarkan fungsi normal yang berlebihan dan
(gelisah). Gejala positif tidak hanya ditemukan pada penderita skizofrenia tetapi
psikotik dan dimensia. Sedangkan gejala negatif terdiri dari tipe yaitu ekspresi
menentukan tujuan (avolotion), berkurangnya minat dan menarik diri dari seluruh
gangguan atensi: suatu yang dapat dilakukan symptom negatif bila ditemukan
1
adanya penurunan fungsi normal pada penderita skizofrenia. Dan gejala negatif
spontanitas (Sinaga,2011).
jiwa terbesar yaitu urutan pertama DI Yogyakarta (0,27%), urutan kedua Aceh
jiwa pada data yang didapatkan Riskesdas 2018 cukup signifikan jika
dibandingkan dengan Riskesdas 2013, naik dari 1,7% menjadi 7%. Rumah Sakit
Jiwa Daerah Propinsi Jambi, merupakan rumah sakit jiwa satu-satunya yang ada
di kota Jambi, yang melayani berbagai pasien dengan masalah kejiwaan dan juga
Daerah Propinsi Jambi didapatkan pada tahun 2017 dari 7 diagnosa aktual
2
diagnosa keperawatan halusinasi pada tahun 2018 di sejumlah 7906 diagnosa
Sakit Jiwa Daerah Propinsi Jambi didapatkan pada tahun 2018 dari 7 diagnosa
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi (Muhith 2011). Sebagaimana telah diketahui
Tanda dan gejala halusinasi pasien menjadi marah, bahkan menciderai diri,
orang lain dan lingkungan yang terjadi karena suara halusinasi tersebut. Pasien
pasien menganggap halusinasi datang dari setiap tubuh atau diluar tubuhnya,
3
halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya bersifat khayalan, ancaman
Menurut Keliat dan Akemat (2009) dampak halusinasi yang terjadi bagi
pasien yaitu isolasi sosial karena pasien akan cenderung menyendiri menghadapi
halusinasinya. Bahaya secara umum yang dapat terjadi pada pasien halusinasi
adalah gangguan psikotik berat dimana pasien tidak sadar lagi akan dirinya, terjadi
antara perawat dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat
Untuk mengetahui lebih lanjut masalah yang terjadi pada pasien perlu dikaji lebih
lanjut tentang gangguan persepsi sensori: halusinasi pada pasien. Salah satunya
sehingga menimbulkan tingkah laku yang diinginkan oleh pengirim dan penerima
2005).
hubungan kerjasama yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan
4
pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik. Komunikasi
pada pasien dapat mempengaruhi pasien dalam mengontrol halusinasinya . Hal ini
sejalan dengan penelitian terdahulu oleh cahyaning fitria puspita sari (2016)
halusinasinya dengan menerapkan strategi pelaksanaan satu dan dua. Begitu juga
dengan penelitan yang dilakukakn oleh Juli Widiyanto dan Zakiyah Rizki
jiwa tampan Provinsi Riau tahun 2016. Penelitian tersebut menyatakan bahwa
tindakan keperawatan pada pasien halusinasi dirumah sakit jiwa tampan Provinsi
terhadap frekuensi halusinasi pada pasien di rumah sakit jiwa daerah Surakarta
dapat diketahui dengan melihat hasil T hitung sebesar 10.897 yang lebih besar
dari T Tabel 2,045 dengan signifikansi 5% (p < 5%) yang dapat diartikan bahwa
5
penelitian tentang pengaruh pelaksanaan komunikasi terapeutik terhadap
dengan Bagian Diklat Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi 2019).
2019.
1.2 Tujuan
6
1.3 Manfaat Penulisan
7
BAB II
KONSEP DASAR
2.1.2 Etiologi
Menurut Muhith (2011)Faktor penyebab yang mendukung
terjadinya halusinasi diantaranya adalah :
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan
jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk
mengatasi stres. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya,
mengenai faktor perkembangan sosisal kultural, biokimia, psikologis,
dan genetik yaitu faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stres.
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya
respon neurobiology seperti pada halusinasi antara lain :
a. Faktor genetik
Telah diketahui bahwa secara genetik schizophrenia diturunkan
melalui kromosom-kromosom tertentu. Namun demikian,
kromosom yang keberapa menjadi faktor penentu gangguan ini
sampai sekarang masih dalam tahap penelitian.
8
b. Faktor perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stres dan
kecemasan.
c. Faktor neurobiology
Ditemukan bahwa kortex pre frontal dan kortex limbic pada klien
dengan schizophrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan
juga pada klien schizophrenia terjadi penurunan volume dan
fungsi otak yang abnormal.
d. Faktor neurotransmitter
Schizophrenia diduga juga disebabkan oleh adanya
ketidakseimbangan neurotransmitter serta dopamine berlebihan,
tidak seimbang dengan kadar serotinin.
e. Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan
adanya stres yang berlebihan yang dialami seseorang, maka tubuh
akan menghasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia sepertiBuffofenon dan Dimetytranferase (DPM).
f. Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ke-3 kehamilan dapat
menjadi faktor predisposisi schizophrenia.
g. Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi
schizophrenia, antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang
pencemas, terlalu melindungi, dingin dan tidak berperasaan,
sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
h. Faktor sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa
disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien
dibesarkan(Muhith,2011)
9
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu
(Fitria Nita,2009).
e. Halusinasi perabaan
Merasa mengalami nyeri, rasa tersetrum atau
ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas.
11
f. Halusinasi canesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau
arteri, pencernaan makanan atau pembentukan urine.
g. Halusinasi kinestetika
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
12
Perilaku yang muncul:
1) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan, dan tekanan
darah.
2) Perhatian terhadap lingkungan berkurang.
3) Konsentrasi terhadap pengalaman sensoripun.
4) Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan
realitas.
3. Tahap III
Klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat
kecemasan berat, dan halusinasi tidak dapat ditolak.
Karakteristik:
a. Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya (halusinasi)
b. Isi halusinasi menjadi atraktif.
c. Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensori berakhir. Perilaku
yang muncul:
1) Perintah halusinasi ditandai
2) Sulit berhubungan dengan orang lain.
3) Perhatian terhadap lingkungan sedikit kurang atau hanya
beberapa detik.
4) Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor
dan berkeringat.
4. Tahap IV
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien
terlihat panik.
Perilaku yang muncul:
a. Perilaku panik.
b. Potensial untuk bunuh diri atau membunuh.
c. Tindak kekerasanagitasi, menarik atau katatonik.
d. Tidak mampu merespon terhadap lingkungannya.
13
2.1.6 Pohon Masalah
Pohon masalah berdasarkan Fitria (2009) adalah sebagai berikut:
Bagan 1.1 Pohon Masalah
Effect Resiko Tinggi Prilaku Kekerasan
Causa
Isolasi Sosial
14
c) Efek samping
Sedasi, dimana pasien mengatakan merasa melayang-layang
antar sadar atau tidak sadar.
Gangguan otonomi (hipotensi) antikolinergik atau
parasimpatik, seperti mulut kering, kesulitan dalam miksi dan
defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekana intraokuler
meninggi, gangguan irama jantung.
Gangguan ektrapiramidal seperti : distonia akut, akathsia
syndrome parkinsontren, atau bradikinesia regiditas.
d) Kontra indikasi
Kontra indikasi obat ini seperti penyakit hati, penyakit darah,
epilepsi (kejang, perubahan kesadaran), kelainan jantung, febris
(panas), ketergantungan obat, penyakit SSP (system saraf pusat),
gangguan kesadaran disebabkan oleh depresan.
e) Penggunaan obat
Penggunaan obat pada klien dengan kondisi akut di berikan
3x100mg. Apabila kondisi klien sudah stabil dosisnya di kurangi
menjadi 1x100mg pada malam hari saja.
2. Haloperidol (HLP)
a) Indikasi
Indikasi dalam pemberian obat ini, yaitu pasien yang berdaya berat
dalam kemampuan menilai realitas, baik dalam fungsi mental dan
dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
b) Mekanisme kerja
Obat anti psikis ini dapat memblokade dopamine pada reseptor pasca
sinaptik neuron di otak, khususnya system limbic dan system
pyramidal.
c) Efek samping
Sedasi dan inhibisi psikomotor
Gangguan miksi dan parasimpatik, defekasi, hidung tersumbat,
mata kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan irama
jantung.
15
d) Kontra indikasi
Kontra indikasi obat ini seperti penyakit hati, penyakit darah, epilepsi
(kejang, perubahan kesadaran), kelainan jantung, febris (panas),
ketergantungan obat, penyakit SSP (system saraf pusat), gangguan
kesadaran.
e) Penggunaan obat
Penggunaan obat pada klien dengan kondisi akut biasanya dalam
bentuk injeksi 3x5mg IM pemberian ini dilakukan 3x24 jam.
Sedangkan pemberian peroral di berikan 3x1,5mg atau 3x5 mg.
3. Trihexyphenidil (THP)
a) Indikasi dalam pemberian obat ini, yaitu segala jenis penyakit
parkinson, termasuk pasca encephalitis (infeksi obat yang disebabkan
oleh virus atau bakteri) dan idiopatik (tanpa penyebab yang jelas).
Sindrom Parkinson akibat obat, misalnya reserpina dan fenotiazine.
b) Mekanisme kerja
Obat ini sinergis (bekerja bersama) dengan obat kiniden; obat
depreson, dan antikolinergik lainnya.
c) Efek samping
Mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung,
agitasi (gerakan motorik yang menunjukkan kegelisahan), konstipasi,
takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine.
d) Kontra indikasi
Kontra indikasinya seperti hipersensitif terhadap trihexypenidil
(THP), glaucoma sudut sempit, psikosis berat psikoneurosis,
hipertropi prostat, dan obstruksi saluran edema.
e) Penggunaan obat
Penggunaan obat ini di berikan pada klien dengan dosis 3x2 mg
sebagai anti parkinson.
2.1.7.2 Keperawatan
Tindakan keperawatan dapat dilakukan secara individual dan terapi
berkelompok (TAK) Terapi Aktifitas Kelompok.
Tindakan secara individual menerapkan strategi pelaksanaan untuk
dengan masalah keperawatan gangguan persepsi sensori halusinasi
berdasarkan (Fitria Nita) adalah sebagai berikut :
16
A. SP 1
a. Menggali halusinasi yang dialami klien ( isi, frekuensi, waktu,
respon, situasi).
b. Mengajarkan teknik menghardik dengan mengucapkan pergi,
pergi, pergi kamu suara palsu.
c. Membimbing atau meminta klien untuk mendemonstrasikan
teknik mengontrol halusinasi dengan menghardik.
d. Memotivasi klien untuk membuat jadwal latihan menghardik 2
jam sekali.
B. SP II
a. Menjelaskan tata cara minum obat secara teratur dengan 5
benar dalam minum obat :
1. Benar obat
2. Benar pasien
3. Benar cara meminumnya
4. Benar waktunya
5. Benar dosisnya.
C. SP III
a. Mengenalkan dan mendemonstrasikan cara kontrol halusinasi
yang kedua yaitu dengan bercakap-cakap.
b. Melatih teknik cara kontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
sama teman atau perawat.
D. SP IV
a. Mengenalkan dan mendemonstrasikan cara kontrol halusinasi
yang ke-3 yaitu dengan melakukan kegiatan seperti mengepel,
cuci piring, melipat baju.
b. Melatih ulang cara kontrol halusinasi sp 3 dengan melakukan
kegiatan.
17
c. Faktor presipitasi merupakan faktor pencetus yang meliputi sikap
persepsi merasa tidak mampu, putus asa, tidak percaya diri, merasa
gagal, merasa malang, kehilangan, rendah diri, perilaku agresif,
kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan penanganan gejala stress
pencetus pada umunya mencakup kejadian kehidupan yang penuh
dengan stress seperti kehilangan yang mempengaruhi kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan
ansietas.
d. Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan sosial
dan spiritual
e. Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas
motorik, alam perasaan, afek pasien, interaksi selama wawancara,
persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat
kosentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian, dan daya tilik diri.
f. Mekanisme koping: koping yang dimiliki klien baik adaptif maupun
maladaptive
g. Aspek medik yang terdiri dari diagnos medis dan terapi medis
h. Pada proses pengkajian, data penting yang perlu diketahui saudara
dapatkan adalah:
1. Jenis halusinasi
Berikut adalah jenis-jenis halusinasi, data objektif dan subjektifnya. Data
objektif dapat dikaji dengan cara melakukan wawancara dengan pasien.
Melalui data ini perawat dapat mengetahui isi halusinasi pasien.
18
Penglihatan tertentu bentuk geometris, bentuk
- Ketakutan pada sesuatu kartoon, melihat hantu atau
Yang tidak jelas monster
Halusinasi - Menghidu seperti sedang- Membaui bau-bauan sperti
penghidu membaui bau-bauan tertentu bau darah, urin, feces, kadang-
- Menutup hidung kadang bau itu menyenangkan
Halusinasi - Sering meludah - Merasakan rasa seprti darah,
pengecapan - Muntah urin atau feces
Halusinasi - Menggaruk-garuk- Mengatakan ada serangga
Perabaan permukaan kulit dipermukaan kulit
- Merasa seperti tersengat listrik
2. Isi halusinasi
Data tentang halusinasi dapat dikethui dari hasil pengkajian tentang jenis
halusinasi.
3. Frekuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya
halusinasi yang dialami oleh pasien.Kapan halusinasi terjadi? Apakah pagi,
siang, sore atau malam? Jika mungkin jam berapa? Frekuensi terjadinya
halusinasi apakah terus menerus atau hanya sekal-kali? Situasi terjadinya
apakah kalau sendiri, atau setelah terjadi kejadian tertentu. Hal ini
dilakukan untuk menetukan intervensi khusus pada waktu terjadinya
halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan munculnya
halusinasi.Sehingga pasien tidak larut dengan halusinasinya.Sehingga
pasien tidak larut dengan halusinasinya.Dengan mengetahui frekuensi
terjadinya halusinasinya dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk
mencegah terjadinya halusinasi.
4. Respon halusinasi
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu muncul.
Perawat dapat menanyakan pada pasien hal yang dirasakan atau dilakukan
saat halusinasi timbul.Perawat dapat juga menanyakan kepada keluarga
atau orang terdekat dengan pasien.Selain itu dapat juga dengan
mengobservasi perilaku pasien saat halusinasi timbul.
2.1.9 Diagnosa Keperawatan
Menurut Yosep, 2009 diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
19
a. Gangguan persepsi sensori : halusinasi penglihatan
b. Isolasi sosial
c. Resiko periaku mencederai diri
d. Harga diri rendah
2.1.10 Rencana Tindakan Keperawatan
Gangguan persepsi sensori halusinasi penglihatan
20
kekambuhan maka untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih
sulit. Untuk itu pasien perlu dilatih menggunakan obat sesuai program
dan berkelanjutan.
Berikut ini tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan
obat:
Jelaskan guna obat
Jelaskan akibat bila putus obat
Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar
obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis)
3. Bercakap-cakap dengan orang lain
Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap
dengan halusinasi orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap dengan
orang lain maka terjadi distraksi; focus perhatian pasien akan beralih
dari halusiansi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
4. Melakukan aktifitas yang terjadwal
Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan
menyibukkan diri dengan aktifitas yang teratur. Dengan beraktifitas
secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang
sendiri yang seringkali mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien
mengalami halusinasi biasa dibantu untuk mengatasi halusinasinya
dengan cara beraktifitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur
malam, tujuh hari dalam seminggu.
Tahapan intervensinya sebagai berikut :
Menjelaskan pentingnya aktifitas yang teratur untuk mengatasi
halusinasi
Mendiskusikan aktifitas yang dilakukan pasien
Melatih pasien melakukan aktiftas
Menyusun jadwal aktifitas sehari-hari sesuai dengan aktifitas yang
telah dilatih. Upayakan pasien mempunyai aktifitas dari bangun
pagi sampai tidur malam, 7 hari dalam seminggu.
Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberikan penguatan
terhadap perilaku pasien yang positif.
21
2.1.11 Implementasi
Menurut Depkes, 2000 Implementasi adalah tindakan keperawatan yang
disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Sebelum
melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah di rencanakan perawat
perlu memvalidasi rencana tindakan keperawatan yang masih di butuhkan
dan sesuai dengankondisi klien saat ini.
2.1.12 Evaluasi
Menurut Keliat, 1998 evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk
menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien.
Evaluasi dapat dilakukan berdasarkan SOAP sebagai pola pikir.
S : respon subjektif dari klien terhadap intervensi keperawatan
O : respon objektif dari klien terhadap intervensi keperawatan
A : analisa ulang atas dasar subjek dan objek untuk mengumpulkan apakah
masalah masih ada, munculnya masalah baru, atau ada data yang
berlawanan dengan masalah yang masih ada.
P : perencanaan atau tindakan lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon
klien
22
2.2 Pengertian Komunikasi Terapeutik
24
Terminasi merupakan akhir dari setiap pertemuan perawat dengan
klien. Terminasi dibagi dua, yaitu terminasi sementara dan
terminasi akhir:
a. Terminasi Sementara
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat
dan klien. Pada terminasi sementara, perawat akan bertemu lagi
dengan pasien pada waktu yang telah ditentukan.
b. Terminasi Akhir
Terminasi akhir terjadi jika klien akan pulang dari Rumah Sakit
atau setelah klien selesai praktek di Rumah Sakit (Mukhripah
Damiyanti, 2008 )
c. Tujuan Komunikasi Terapeutik
Dengan memiliki keterampilan dan kemampuan
berkomunikasi terapeutik, perawat akan lebih mudah menjalin
hubungan saling percaya dengan klien, sehingga akan lebih efektif
dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan yang telah diterapkan,
memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan
dan akan meningkatkan profesi.
Tujuan komunikasi terapeutik (Purwanto, 1994) adalah:
1) Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban
perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk
mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang
diperlukan.
2) Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil
tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3) Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri
dalam hal peningkatan derajat kesehatan.
4) Mempererat hubungan atau interaksi antara klien dengan
terapis (tenaga kesehatan) secara professional dan proporsional
dalam rangka membantu penyelesaian masalah klien.
d. Hambatan Komunikasi Terapeutik
25
Hambatan komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan
hubungan perawat – klien terdiri dari tiga jenis utama: resistens,
transferens, dan kontertransferens (Hamid, 1998). Ini timbul dari
berbagai alasan dan mungkin terjadi dalam bentuk berbeda, tetapi
semuanya menghambat komunikasi terapeutik. Perawat harus segera
mengatasinya. Oleh karena itu hambatan ini menimbulkan perasaan
tegang baik bagi perawat maupun bagi klien. Untuk lebih jelasnya
marilah kita bahas satu-persatu mengenai hambatan komunikasi
terapeutik itu.
Resisten
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari
aspek penyebab ansietas yang dialaminya. Resisten merupakan
keengganan alamiah atau seperti penghindaran verbalisasi yang
telah dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan
masalah aspek diri seseorang. Resisten sering merupakan akibat
dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk
berubah telah dirasakan. Perilaku resistens biasanya diperlihatkan
oleh klien selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak berisi
proses penyelesaian masalah.
Transferens
Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien
mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada
dasarnya akan terkait dengan tokoh yang ada didalam
kehidupannya di masa lalu. Sifat yang paling menonjol adalah
ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan penggunaan
mekanisme pertahanan pengisaran (displacement) yang
maladaptif. Ada dua jenis utama reaksi bermusuhan dan
tergantung.
Kontertranferens
26
Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan
oleh klien. Konterrtransferens merujuk pada respon emosional
spesifik oleh perawat terhadap klien yang tidak tepat dalam isi
maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam
intensitas emosi. Reaksi ini biasanya berbentuk salah satu dari
tiga jenis reaksi yang sangat mencintai, reaksi yang sangat
bermusuhan atau membenci dan reaksi sangat cemas sering kali
digunakan sebagai respon terhadap resisten klien. Untuk
mengatasi hambatan dalam komunikasi terapeutik, perawat harus
siap untuk mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat
dalam konteks hubungan perawat – klien (Hamid, 1998).
Awalnya, perawat haruslah mempunyai pengetahuan tentang
hambatan komunikasi terapeutik dan dapat mengenali perilaku
yang tentu menunjukkan adanya hambatan tersebut. Latar
belakang perilaku digali baik klien atau perawat bertanggung
jawab atas hambatan terapeutik dan dampak negatif pada proses
terapeutik. (Mukhripah Damiyanti, 2008).
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA YN. Y DENGAN HALUSINASI
3.1 Pengkajian
FORMULIR PENGKAJIANKEPERAWATAN
KESEHATAN JIWA
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Ny.Y (P) Tanggal Pengkajian : 02 Mei 2019
Umur : 47 Tahun. RM No. :072707
Informan :-
27
3. Pelaku/Usia Korban/Usia Saksi/Usia
Aniaya fisik √ √
Aniaya seksual
Penolakan √ √
Tindakan kriminal
_______________________ ________________________________________
IV.FISIK
1. Tanda vital : TD : 110/70 mmHg N : 80 x/menit S : 36,5 oC P : 20 x/menit
2. Ukur : TB : 164 BB : 60 Kg
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
28
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Garis Keturunan
: Tinggal bersama
: Klien
Jelaskan : Klien anak ke-2 dari 3 bersaudara, klien tinggal bersama orang tuanya.
Masalah Keperawatan : tidak ada
2. Konsep diri
a Gambaran diri :klien mengatakan tidak merasa malu terhadap bentuk tubuh dan wajahnya
b. Identitas :klien mengaku tidak puas sebagai seorang anggota keluarga, klien
mengaku puas sebagai perempuan
c. Peran :klien mengaku belum dapat menjalankan perannya baik sebagai anggota
keluarga maupun anggota masyarakat dilingkungan sekitar tempat tinggal
klien
d. Ideal diri : klien sangat ingin sembuh, mempunyai pekerjaan dan hidup mapan
bersama keluarga
e. Harga diri :klien merasa diperlakukan berbeda karena kondisi penyakitnya, merasa
disepelekan oleh lingkungan dan merasa tidak berharga
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti : Orang yang paling berharga dalam hidupnya saat ini adalah almarhum
kedua orang tuanya
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang Lain : klien kadang ngoceh sendiri
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : klien mengaku beragama islam
b. Kegiatan ibadah : klien mengatakan kadang melaksanakan kegiatan ibadah seperti sholat
dan berdoa.
1. Penampilan
29
√ Tidak rapi Penggunaan pakaian √ Cara berpakaian tidak seperti
tidak sesuai biasanya
Jelaskan :
Masalah Keperawatan : Defisit perawatan diri
2. Pembicaraan
lelaskan :
Masalah Keperawan : tidak ada
3. Aktivitas Motorik:
Jelaskan :
Masalah Keperawatan : tidak ada
4. Alam perasaaan
5. Afek
7. Persepsi
Pengecapan Penghidu
30
Isi Halusinasi : klien mengatakan mendengar suara orang marah-
marah
Klien juga mengatakan mendengar suara-suara
seperti
sedang berbisik-bisik.
Frekuensi : sekitar 5-10 menit
Waktu : sore hari dan malam hari
Situasi saat muncul : saat berada di kamar tidur
Respon pasien : ketakutan
Data Objektif : klien tampak diam sendiri dikamar
Klien tampak tersenyum
8. Proses Pikir
Jelaskan :
Masalah Keperawatan : tidak ada
9. Isi Pikir
Waham
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
31
bingung sedasi stupor
Disorientasi
Jelaskan :
Masalah Keperawatan : tidak ada
11. Memori
Gangguan daya ingat jangka panjang gangguan daya ingat jangka pendek
Jelaskan :
Masalah Keperawatan : tidak ada
Jelaskan :
Masalah Keperawatan : Perubahan proses pikir
Jelaskan :
Masalah Keperawatan : tidak ada
Jelaskan : klien menyatakan bahwa dirinya bingung kenapa selalu dibawa ke rumah sakit
Masalah Keperawatan : tidak ada
Adaptif Maladaptif
32
IX. Masalah Psikososial dan Lingkungan:
Koping obat-obatan
33
1. Halusiansi Pendengaran
2. Defisit perawatan diri
3. Gangguan Konsep Diri
Jambi, 2019
Perawat,
( )
34
3.2 Analisa Data
N DATA MASALAH
O KEPERAWATAN
1. DS : Gangguan Persepsi sensori :
Klien mengatakan mendengar suara Halusinasi pendengaran
orang marah-marah. Klien juga
mengatakan mendengar suara-suara
seperti sedang berbisik-bisik.
mendengar suara marah-marah
tersebut saat klien sedang
menyendiri, namun klien mengatakan
suara bisikan tersebut muncul
terkadang pada sore hari dan malam
hari. Klien mengatakan merasa sangat
terganggu dengan suara bisikan
tersebut. Klien mengatakan merasa
ketakutan
DO :
Klien terlihat sesekali mulutnya
komat-kamit, mondar mandir di
ruangan, senyum-senyum sendiri ,
klien tampak takut pada sesuatu yang
tak jelas dan klien tampak sering
menggerak-gerakkan kakinya dan
tangannya seperti tanpa disadarinya.
2. DS : Defisit Perawatan Diri
Klien mengatakan malas mandi
terkadang mandi hanya pagi
saja,klien mengatakan gosok gigi
dilakukan 1 hari sekali.
DO :
Klien tampak kotor dan bau
Kliaen tampak tidak rafi
35