Anda di halaman 1dari 10

Makalah Asuhan Keperawatan

Dengan Diagnosa Uretritis

OLEH : Kelompok III

Ratnawati
Agustin Potutu
Tiska Kewu
Feriyanto Iyabu
Isma Abdul Gani

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO


KELAS BOALEMO
2016
LAPORAN PENDAHULUAN
URETRITIS

A. PENGERTIAN
Uretritis adalah peradangan uretra sebbagai manifestasi dari infeksi pada uretra. Meskipun
berbagai kondisi klinis dapat menyebabkan iritasi pada uretra tersebut, istilah uretritis
biasanya diperuntukkan untuk menggambarkan peradangan uretra yang disebabkan oleh
penyakit menular seksual (PMS).

B. ETIOLOGI
1. Gonokokal uretritis. Gonokokal uretritis (80% kasus) disebabkan oleh gonorrhoae N,
yang merupakan gram negatif intraseluler.
2. Nongonococcal uretritis. NGU disebabkan oleh Trachomatis C., Urealyticum U.,
Hominis M., dan Vaginalis T. Pada beberapa kasus bisa berhubungan dengan
venereum lymphogranuloma, herpes simpleks, sifilis, mikobakteri, atau infeksi
saluran kemih dengan struktur uretra.
3. Pada pasien bladder training dengan kateterisasi intermitten 10 kali lebih mungkin
terjadi uretritis dengan kateter lateks dibandingkan dengan kateter silikon.

C. PATOFISIOLOGI
Uretritis adalah kondisi infeksi yang dapat menular, biasanya menular secara seksual
dan dikategorikan sebagai uretritis gonokokal atau NGU. Organisme Neisseria
gonorrhoeae ini terutama menginfeksi uretra pada pria sehingga menyebabkan uretritis.
Pada wanita, serviks merupakan tempat infeksi utama. Infeksi juga terjadi pada tempat
lain di traktus genitalia. Prostat, glandula vesikulosa, dan epididimis lazim terserang pada
pria, menyebabkan peradangan akut supuratif yang diikuti dengan fibrosis dan terkadang
sterilitas. Sementara itu uretra, kelenjar Bartholini, Skene, dan tuba uterina merupakan
bagian yang lazim terkena pada wanita. Salpingitis menyebabkan fibrosis tuba uterina
yang menyebabkan infertilitas dan meningkatkan risiko kehamilan ektopik. Dengan
bervariasinya praktik seksual dapat menyebabkan faringitis gonokokus dan gonorhoe anal;
proktitis gonokokus seringkali terjadi pada pria homoseksual.
Pada pria, manifestasi yang lazim adalah disuria dan sekret uretra purulen, sedangkan
pada wanita servisitis dapat menimbulkan sekret vaginal. Gejala-gejala sistemik biasanya
tidak ada. Alasan yang membuat penyakit ini sukar dikendalikan adalah kemungkinan
asimtomatik gonorhoe pada kedua jenis kelamin, yang menimbulkan sumber karier yang
tampak sangat sehat. Penyakit asimtomatik jauh lebuh sering di kalangan wanita.
Identifikasi karier asimtomatik dengan melacak kontak-kontak seksual pasien simtomatik
yang baru terinfeksi adalah penting. Risiko infeksi setelah satu kali hubungan seksual
dengan pasangan yang terinfeksi diperkirakan 20-30% (CDC, 2006). Diagnosis gonorhoe
ditegakkan melalui apusan langsung pada sekret uretra atau vagina. Pewarnaan gram
menunjukkan diplokokus gram negatif baik ekstraselular maupun di dalam netrofil.
Diagnosis tersebut harus dipastikan dengan biakan yang memerlukan media khusus dan
lingkungan tinggi CO2. Biakan ini penting dilakukan karena spesies Neisseria selain
gonokokus mungkin tedapat komensal dalam vagina.
Sekitar 40% kasus NGU disebabkan oleh Clamydia trachomatis. Clamydia
trachomatis juga merupakan penyebab penting servisitis purulen pada wanita dan infeksi
anorektum pada homoseksual pria. Sindrom Reiter (uretritis, servisitis pada wanita,
konjungtivitis, artritis, dan lesi mukokutan tipikal) terkait dengan infeksi klamidia lebih
dari 70% kasus. Uji diagnostik klamidia dengan mengisolasi agen di dalam biakan
jaringan atau dengan metode imunologik saat ini telah tersedia secara rutin. Pada beberapa
kasus lainnya, NGU merupakan manifestasi atipikal herpes simpleks dan infeksi
Trikomoniasis vaginalis. Pada lebih dari separuh kasus tidak ditemukan penyebabnya.
Pada kasus NGU dengan Clamydia-negatif ini, Ureplasma erealiticum atau Mycoplasma
genitalium merupakan penyebab yang paling mungkin.
Uretritis pasca trauma dapat terjadi pada 2-20% dari pasien yang berlatih kateterisasi
intermitten. Kejadian uretritis memiliki rasio 10 kali lebih mungkin terjadi dengan kateter
lateks dibandingkan dengan kateter silikon.

D. PENATALAKSANAAN
1. Pemberian antibiotik untuk mencegah morbiditas dan untuk mengurangi penularan
penyakit kepada orang lain. Akan tetapi antibiotik harus mencakup baik gonokokus
uretritis dan uretritis nongonoccocal (NGU).
2. Menghindari kontak seksual juga mencegah infeksi ulang dari pasien.
E. TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
a. Anamnesa
1. Identitas pasien
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang lazim didapatkan adalah keluhan iritasi saluran kemih
seperti disuria dan pengeluaran duh tubuh (sekret yang berasal dari iritasi
uretra).
3. Riwayat penyakit
Pengkajian riwayat penyakit meliputi hal-hal sebagai berikut:
 Pengkajian penggunaan kondom dalam melakukan hubungan seksual.
 Usia saat hubungan seksual pertama: dengan pengecualian beberapa
kelompok agama yang mendorong pernikahan dan monogami pada
usia dini. Usia yang lebih muda pada hubungan seksual pertama
berkorelasi pada peningkatan risiko tertular PMS.
 Jumlah pasangan seksual: individu dengan beberapa pasangan
cenderung terjangkit PMS. Pasangan monogami sangat jarang untuk
mengalami kontak dengan kuman.
 Preferensi seksual: laki-laki homoseksual memiliki tingkat tertinggi
PMS, kemudian laki-laki heteroseksual, dan wanita homoseksual.
Mulainya keluhan akibat iritasi uretra mulai 4 hari sampai 2 minggu
setelah kontak dengan pasangan yang terinfeksi atau pasien yang mungkin
tanpa gejala. Kemudian akan ada keluhan rabas uretra, cairan bisa kuning,
hijau, coklat, atau bercampur darah, dan produksi rabas tidak berhubungan
dengan aktivitas seksual.
Keluhan disuria biasanya tidak disertai adanya frekuensi atau urgensi.
Keluhan lain berupa perasaan gatal uretra, bukan rasa sakit atau terbakar.
Keluhan pembesaran skrotum akibat epididimitis, orchitis, atau keduanya.
Pada wanita, keluhan-keluhan tersebut akan lebih parah terjadi pada
menstruasi.
Pengkajian lain yang penting adalah mengenai adanya penggunaan alat
kateter untuk mendeteksi adanya uretritis pasca trauma. Keluhan sistemik
(misalnya: demam, menggigil, berkeringat, mual) biasanya tidak ada, tetapi
jika ada, hal ini mengindikasikan suatu penyebaran infeksi dalam bentuk
pielonefritis, artritis, konjungtivitis, proctitis, prostatitis, epididimitis, atau
orchitis, pneumonia, otitis media, nyeri pinggang (misalnya artritis reaktif),
iritis, atau ruam (telapak tangan dan telapak kaki).
4. Pemeriksaan Fisik
Secara umum kebanyakan pasien dengan uretritis tidak didapatkan gejala
khas sebagai tanda-tanda sepsis, seperti demam, takikardi, techypnea, atau
hipotensi. Fokus utama pemeriksaan adalah pada alat kelamin.
 Pemeriksaan Pria
Sebelum pemeriksaan, perawat sangat penting untuk menjaga
kewaspadaan umum (universal precaution). Pastikan kondisi privasi
sudah terjaga, dan pemenuhan informasi sebelum melakukan
pemeriksaan fisik sangat penting. Berikut tahapan dalam memeriksa
alat kelamin pria:
1) Pakaian pasien dilepas seluruhnya dan memeriksa pakaian apakah
ada sekresi yang menempel pada pakaian atau celana dalam. Hal
ini dapat menghasilkan informasi tambahan.
2) Periksa pasien adanya lesi kulit yang mungkin mengindikasikan
PMS lainnya, seperti kondiloma acuminatum, herpes simpleks,
atau sifilis. Apabila pasien tidak disunat, pemeriksa harus menarik
kembali kulup untuk memeriksa adanya suatu lesi dan eksudat
yang dapattersembunyi di bawah.
3) Periksa lumen meatus uretra distal tentang adanya suatu lesi,
striktur, atau debit uretra.
4) Perah penis dengan lembut dari pangkal penis ke glans. Setiap
rabas yang keluar dari meatus uretra dilihat jenis dan warna cairan
yang keluar. Palpasi dilakukan sepanjang uretra untuk memeriksa
adanya fluktuasi, kelembutan, kehangatan, dan adanya kelainan.
5) Periksa testis untuk menilai adanya massa atau peradangan. Palpasi
saluran spermatika, apakah ada pembengkakan, nyeri, atau tanda-
tanda peradangan orkhitis atau epididimitis.
6) Palpasi prostat untuk menilai adanya kelembutan atau adanya tana-
tanda peradangan prostat dengan cara colok dubur.
 Pemeriksaan wanita
Beberapa tahapan dalam memeriksa alat kelamin wanita:
1) Pasien harus dalam posisi lithotomy.
2) Periksa kulit untuk setiap lesi yang mungkin menunjukkan adanya
PMS lainnya.
3) Palpasi pengeluaran uretra dengan memasukkan jari ke dalam
vagina anterior dan menekan ke depan pada sepanjang uretra.
Setiap pengeluaran uretra harus menjadi sampel pemeriksaan.
4) Ikuti pemeriksaan uretra dengan pemeriksaan panggul lengkap.

5. Pengkajian Diagnostik
Uretritis dapat didiagnosis berdasarkan:
 Keluarnya cairan dari uretra mukopurulen atau purulen
 Pap uretra yang menunjukkan setidaknya 5 leukosit per lapangan
minyak pencelupan terhadapt mikroskop
 Spesimen urin yang menunjukkan esterase leukosit pada tes dipstick
atau setidaknya 10 sel darah putih (leukosit) per bidang pada
mikroskop. Semua pasien dengan uretritis harus diuji untuk
Gonorrhoeae N. Dan C. Trachomatis.

II. Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri.
2. Retensi urin berhubungan dengan Tekanan uretra tinggi, blockage, hambatan
reflek, spingter kuat.
3. Manejemen regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan keterbatasan
pengetahuan.
III. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
dengan:  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara
Agen injuri (biologi,  pain control, komprehensif termasuk lokasi,
kimia, fisik, psikologis),  comfort level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
kerusakan jaringan Setelah dilakukan dan faktor presipitasi
tinfakan keperawatan  Observasi reaksi nonverbal dari
DS: selama …. Pasien ketidaknyamanan
- Laporan secara verbal tidak mengalami  Bantu pasien dan keluarga untuk
DO: nyeri, dengan kriteria mencari dan menemukan dukungan
- Posisi untuk menahan hasil:  Kontrol lingkungan yang dapat
nyeri  Mampu mengontrol mempengaruhi nyeri seperti suhu
- Tingkah laku berhati-hati nyeri (tahu penyebab ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Gangguan tidur (mata nyeri, mampu  Kurangi faktor presipitasi nyeri
sayu, tampak capek, sulit menggunakan tehnik  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
atau gerakan kacau, nonfarmakologi untuk menentukan intervensi
menyeringai) mengurangi nyeri,  Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
- Terfokus pada diri sendiri mencari bantuan) napas dala, relaksasi, distraksi, kompres
- Fokus menyempit  Melaporkan bahwa hangat/ dingin
(penurunan persepsi nyeri berkurang dengan  Berikan analgetik untuk mengurangi
waktu, kerusakan proses menggunakan nyeri: ……...
berpikir, penurunan manajemen nyeri  Tingkatkan istirahat
interaksi dengan orang  Mampu mengenali nyeri  Berikan informasi tentang nyeri seperti
dan lingkungan) (skala, intensitas, penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
- Tingkah laku distraksi, frekuensi dan tanda berkurang dan antisipasi
contoh : jalan-jalan, nyeri) ketidaknyamanan dari prosedur
menemui orang lain  Menyatakan rasa  Monitor vital sign sebelum dan sesudah
dan/atau aktivitas, nyaman setelah nyeri pemberian analgesik pertama kali
aktivitas berulang-ulang) berkurang
- Respon autonom (seperti  Tanda vital dalam
diaphoresis, perubahan rentang normal
tekanan darah, perubahan  Tidak mengalami
nafas, nadi dan dilatasi gangguan tidur
pupil)
- Perubahan autonomic
dalam tonus otot
(mungkin dalam rentang
dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Retensi urin NOC: NIC :
berhubungan dengan:  Urinary elimination Urinary Retention Care
Tekanan uretra  Urinary Contiunence - Monitor intake dan output
tinggi,blockage, Setelah dilakukan - Monitor penggunaan obat
hambatan reflek, tindakan keperawatan antikolinergik
spingter kuat selama …. retensi urin - Monitor derajat distensi bladder
DS: pasien teratasi dengan - Instruksikan pada pasien dan
- Disuria kriteria hasil: keluarga untuk mencatat output
- Bladder terasa penuh  Kandung kemih urine
DO : kosong secarapenuh - Sediakan privacy untuk eliminasi
- Distensi bladder  Tidak ada residu urine - Stimulasi reflek bladder dengan
- Terdapat urine residu >100-200 cc kompres dingin pada abdomen.
- Inkontinensia tipe  Intake cairan dalam - Kateterisaai jika perlu
luapan rentang normal - Monitor tanda dan gejala ISK
- Urin output sedikit/tidak  Bebas dari ISK (panas, hematuria, perubahan bau
ada  Tidak ada spasme dan konsistensi urine)
bladder
 Balance cairan
seimbang

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Intervensi
Kriteria Hasil
Manejemen regimen NOC: NIC :
terapeutik tidak efektif  Complience Self Modification assistance
berhubungan dengan: Behavior - Kaji pengetahuan pasien tentang
Konflik dalam  Knowledge : penyakit, komplikasi dan
memutuskan terapi, konflik treatment regimen pengobatan
keluarga, keterbatasan Setelah dilakukan - Interview pasien dan keluarga untuk
pengetahuan, kehilangan tindakan mendeterminasi masalah yang
kekuatan, defisit support keperawatan berhubungan dengan regimen
sosial selama …. pengobatan tehadap gaya hidup
DS: manejemen - Hargai alasan pasien
- Pilihan tidak efektif regimen terapeutik - Hargai pengetahuhan pasien
terhadap tujuan tidak efektif pasien - Hargai lingkungan fisik dan sosial
pengobatan/program teratasi dengan pasien
pencegahan kriteria hasil: - Sediakan informasi tentang
- Pernyataan keluarga dan  Mengembangkan penyakit, komplikasi dan
pasien tidak mendukung dan mengikuti pengobatan yang direkomendasikan
regimen regimen terapeutik - Dukung motivasi pasien untuk
pengobatan/perawatan,  Mampu mencegah melanjutkan pengobatan yang
- Pernyataan keluarga dan perilaku yang berkesinambungan
pasien tidak mendukung/ berisiko
tidak mengurangi faktor  Menyadari dan
risiko perkembangan mencatat tanda-
penyakit atau skuelle tanda perubahan
DO : status kesehatan
- Percepatan gejala-gejala
penyakit

IV. Implementasi
Disesuaikan dengan intervensi yang telah disusun.

V. Evaluasi
Disesuaikan dengan tujuan dan outcome (NOC) yang telah disusun.

 PATOFISIOLOGI

Invasi kuman bakteri ke uretra

Latihan kandung kemih


Ketidakmampuan pertahanan
lokal terhadap infeksi

Penempelan bakteri di urotelium Penggunaan kateter intermitten


uretra berulang

Uretritis Respon traumatik pada uretra

Ketidaktahuan dalam proses Reaksi infeksi-inflamasi lokal


transmisi penyakit Nyeri lokal
Iritasi pada saluran kemih

Risiko tinggi penularan penyakit Nyeri Akut Piuria, disuria

Manejemen regimen Retensi urin


terapeutik tidak efektif

Anda mungkin juga menyukai