Anda di halaman 1dari 21

Nursing blog

HomeASKEP

Selasa, 01 Januari 2013

ASUHAN KEPERAWATAN STROKE NON HEMORAGIK (SNH)

BAB I

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi
otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Hendro Susilo, 2000).

Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya
suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa
tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002)

Stroke non hemoragik dapat berupa iskemik, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak.
Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau gangguan tidur. Tidak terjadi perdarahan,
kesadaran umumnya baik dan terjadi proses udema oleh karena hipoksia jaringan otak (Price, 2006)

B. KLASIFIKASI

1. Stroke non hemoragik

a. Trombosis cerebri, terjadi penyempitan lumen pembuluh darah otak perlahan karna proses
arterosklerosis cerebral dan perlambatan sirkulasi serebral.

b. Embolisme cerebral, penyempitan pembuluh darah terjadi mendadak akibat abnormalitas patologik
pada jantung. Embolus biasanya menyumbat arteri cerebral tengah atau cabang-cabangnya,yang
merusak sirkulasi cerebral.
2. Stroke Haemorhagi

Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau
saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.

(Corwin, 2009)

C. ETIOLOGI

a. Trombosis cerebri ( bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)

b. Embolisme cerebral ( bekuan darah atau material yang di bawa ke otak dari bagian tubuh yang lain)

c. Iskemia cerebral( penurunan aliran darah ke otak)

d. Aterosklerosis

(Smeltzer,2002)

D. MANIFESTASI KLINIS

a. Sementara

Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang sendiri dengan atau
tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient ischemic attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam
wujud sama, memperberat atau malah menetap.

b. Sementara,namun lebih dari 24 jam

Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini dissebut reversible ischemic neurologic defisit (RIND)

c. Gejala makin lama makin berat (progresif)

Hal ini desebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat yang disebut progressing stroke
atau stroke inevolution

d. Sudah menetap/permanen

(Harsono, 2002)

Timbulnya defisit neurologis secara mendadak/sub akut

Didahului gejala pradormal


Terjadi pada waktu istirahat/bangun pagi

Kesadaran biasanya tidak menurun ( kecuali bila emboli cukup besar )

Terjadi pada usia lebih dari 50th.

( Mansjoer, 2000).

E. PATOFISIOLOGI

Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme
vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia karena gangguan paru dan jantung).
Arterosklerosis sering/cenderung sebagai faktor penting trhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak
arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau
terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan oedema dan
nekrosis diikuti thrombosis dan hypertensi pembuluh darah.

Jika aliran darah kesetiap bagian otak terhambat karena trombus dan embolus maka mulai terjadi
kekurangan O2 kejaringan otak. Kekurangan selama 1 menit dapat menyebabkan nekrosis mikroskopis
neuron-neuron area kemudian di sebut infark.

Kekurangan O2 pada awalnya mungkin akibat iskemik umumnya (karena henti jantung / hipotensi ) /
hipoksia karena proses anemia / kesulitan bernafas. Jika neuron hanya mengalami iskemik,maka masih
ada peluang untuk menyelamatkannya. Suatu sumbatan pada arteri koroner dapat mengakibatkan
suatu infark disekitar zona yang mengalami kekurangan O2

Stroke karena embolus merupakan akibat dari bekuan darah, lemak dan udara, emboli pada otak
kebanyakan berasal dari jantung.

Sindrom neuron vaskuler yang lebih penting terjadi pada stroke trombotik dan embolik karena
keterlibatan arteri serebral mediana

(Hudak, G. 1996).

F. PATHWAY
Arterosklerosis

Trombosis
emboli

Iskemik cerebral
Sulit menelan
N VII

Saraf N II

G. KOMPLIKASI

1. Hemiparesis dan Hemiplagia

2. Afraksia

3. Afasia : sensorik, motorik, global

4. Disartia: kesulitan dalam berkata

5. Disfagia : sukar menelan

6. Perubahan penglihatan

7. Perubahan berpikir abstrak

8. Emosi labil

9. Inkontinensia

( Hudak, 1996)

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a) Pemeriksaan radiologi

(1) CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke
permukaan otak (Linardi Widjaja, 1993)

(2) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik (Marilynn E. Doenges, 2000)
(3) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi
vaskuler (Satyanegara, 1998)

(4) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke (Jusuf
Misbach, 1999)

b) Pemeriksaan laboratorium

(1) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari
pertama (Satyanegara, 1998)

(2) Pemeriksaan darah rutin

(3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat
mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali (Jusuf Misbach, 1999)

(4) Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Linardi Widjaja,
1993)

I. PENATALAKSANAAN

Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut :

Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan :

a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang sering, oksigenasi,
kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.

b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan
hipertensi.

Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.

Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.

Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah
posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.

(Mansjoer, 2000).

J. PROSES KEPERAWATAN

a. Pengkajian Primer
- Airway

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk

- Breathing

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak
teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi

- Circulation

TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal
pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.

- Disability

Klien dalam keadaan tidak sadar

b. Pengkajian Sekunder

1. Aktivitas dan istirahat

Data Subyektif:

- kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis.

- mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )

Data obyektif:

- Perubahan tingkat kesadaran

- Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) , kelemahan umum.

- gangguan penglihatan

2. Sirkulasi

Data Subyektif:

- Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis
bacterial ), polisitemia.
Data obyektif:

- Hipertensi arterial

- Disritmia, perubahan EKG

- Pulsasi : kemungkinan bervariasi

- Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal

3. Integritas ego

Data Subyektif:

- Perasaan tidak berdaya, hilang harapan

Data obyektif:

- Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan

- kesulitan berekspresi diri

4. Eliminasi

Data Subyektif:

- Inkontinensia, anuria

- distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara usus( ileus paralitik )

5. Makan/ minum

Data Subyektif:

- Nafsu makan hilang

- Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK

- Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia

- Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah

Data obyektif:

- Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )

- Obesitas ( factor resiko )

6. Sensori neural
Data Subyektif:

- Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )

- nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.

- Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati

- Penglihatan berkurang

- Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral ( sisi
yang sama )

- Gangguan rasa pengecapan dan penciuman

Data obyektif:

- Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan tingkah laku (seperti:
letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif

- Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis stroke, genggaman tangan
tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam ( kontralateral )

- Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )

- Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata,
reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.

- Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil

- Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik

- Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral

7. Nyeri / kenyamanan

Data Subyektif:

- Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya

Data obyektif:

- Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial

8. Respirasi
Data Subyektif:

- Perokok ( factor resiko )

9.Keamanan

Data obyektif:

- Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan

- Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan terhadap
bagian tubuh yang sakit

- Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali

- Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh

- Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri

10. Interaksi social

Data obyektif:

- Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi

(Doenges E, Marilynn,2000 hal 292)

Diagnosa

a. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral. (Marilynn E.
Doenges, 2000)

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia (Donna D. Ignativicius, 1995)

c. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak (Donna D.
Ignativicius, 1995)

d. Gangguan eliminasi alvi(konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak
adekuat (Donna D. Ignativicius, 1995)

e. Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan ( Barbara
Engram, 1998)

f. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama (Barbara Engram, 1998)

g. Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penurunan refleks batuk dan
menelan.(Lynda Juall Carpenito, 1998)
h. Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan sensasi, disfungsi
kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi (Donna D. Ignatavicius, 1995)

Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :

a. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intra cerebral

1) Tujuan :

Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal

2) Kriteria hasil :

· Klien tidak gelisah

· Tidak ada keluhan nyeri kepala

· GCS 456

· Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali
permenit)

3) Rencana tindakan

a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab gangguan perfusi jaringan otak dan
akibatnya

b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total

c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua jam

d) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal tipis)

e) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan

f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung

g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor

4) Rasional

a) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan

b) Untuk mencegah perdarahan ulang


c) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan
yang tepat

d) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral

e) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi perdarahan
ulang

f) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan
ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik
/ perdarahan lainnya

g) Memperbaiki sel yang masih viabel

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia

1. Tujuan :

Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya

2. Kriteria hasil

- Tidak terjadi kontraktur sendi

- Bertambahnya kekuatan otot

- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas

3. Rencana tindakan

a) Ubah posisi klien tiap 2 jam

b) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit

c) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit

d) Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya

e) Tinggikan kepala dan tangan

f) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien

4. Rasional

a) Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah
yang tertekan

b) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan
pernapasan
c) Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan

c. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak

1) Tujuan

Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal

2) Kriteria hasil

- Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi

- Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat

3) Rencana tindakan

a) Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat

b) Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi

c) Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak”

d) Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien

e) Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi

f) Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara

4) Rasional

a) Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien

b) Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain

c) Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi

d) Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif

e) Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi

f) Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar

d. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot
mengunyah dan menelan

1) Tujuan

Tidak terjadi gangguan nutrisi

2) Kriteria hasil
- Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan

- Hb dan albumin dalam batas normal

3) Rencana tindakan

a. Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk

b. Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan

c. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan diatas
bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan

d. Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu

e. Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang

f. Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat menelan
air

g. Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan

h. Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan

i. Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan melalui selang

4) Rasional

a. Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien

b. Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi

c. Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler

d. Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan
dan meningkatkan masukan

e. Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar

f. Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut, menurunkan terjadinya
aspirasi

g. Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya tersedak

h. Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan

i. Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak mampu
untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut
e. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak
adekuat

1) Tujuan

Klien tidak mengalami konstipasi

2) Kriteria hasil

- Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat

- Konsistensi feses lunak

- Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )

- Bising usus normal ( 7-12 kali per menit )

3) Rencana tindakan

a. Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi

b. Auskultasi bising usus

c. Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang mengandung serat

d. Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi

e. Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien

f. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif, suppositoria, enema)

4) Rasional

a. Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi

b. Bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltik

c. Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi reguler

d. Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai pada usus dan
membantu eliminasi reguler

e. Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus oto abdomen dan merangsang
nafsu makan dan peristaltik

f. Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan massa feses dan
membantu eliminasi

f. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama


1) Tujuan

Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit

2) Kriteria hasil

- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka

- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka

- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka

3) Rencana tindakan

a. Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin

b. Rubah posisi tiap 2 jam

c. Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol

d. Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah
posisi

e. Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan
pelunakan jaringan tiap merubah posisi

f. Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit

4) Rasional

a. Meningkatkan aliran darah kesemua daerah

b. Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah

c. Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol

d. Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler

e. Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan

f. Mempertahankan keutuhan kulit

g. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan menurunnya
refleks batuk dan menelan, imobilisasi

1) Tujuan :

Jalan nafas tetap efektif.

2) Kriteria hasil :
- Klien tidak sesak nafas

- Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan

- Tidak retraksi otot bantu pernafasan

- Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit

3) Rencana tindakan :

a. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat ketidakefektifan jalan nafas

b. Rubah posisi tiap 2 jam sekali

c. Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)

d. Observasi pola dan frekuensi nafas

e. Auskultasi suara nafas

f. Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien

4) Rasional :

a. Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan
nafas

b. Perubahan posisi dapat melepaskan sekret dari saluran pernafasan

c. Air yang cukup dapat mengencerkan sekret

d. Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas

e. Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas

f. Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru

h. Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan sensasi, disfungsi
kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi

1) Tujuan :

Klien mampu mengontrol eliminasi urinya

2) Kriteria hasil :

- Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia

- Tidak ada distensi bladder


3) Rencana tindakan :

a. Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering

b. Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari

c. Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kutaneus dengan penepukan
suprapubik, manuver regangan anal)

d. Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal yang telah
direncanakan

e. Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc per hari bila tidak ada
kontraindikasi)

4) Rasional :

a. Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung kemih yang berlebih

b. Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah enuresis

c. Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih

d. Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urine sehingga
memerlukan untuk lebih sering berkemih

e. Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin Elizabeh.J.2009 Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9 Alih bahasa Tim penerbit PSIK UNPAD,
EGC, Jakarta,

Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC,
Jakarta.
Harsono. (2000). Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hudak C.M.,Gallo B.M. (1996). Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI, Volume II, EGC, Jakarta.

Lismidar, (1990). Proses Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.

MansJoer, Arif 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius. Jakarta.

Price S.A., Wilson L.M. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4, Buku II, EGC,
Jakarta.

Susilo, Hendro. (2000). Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu Pendekatan Baru
Millenium III. Bangkalan.

Widjaja, Linardi. (1993). Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke. Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf, FK
Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai