PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah diperoleh gambaran secara teoritis
dalam merawat pasien dengan apendisitis.
2. Tujuan Khusus
2.1 Pengertian
Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum
tepat dibawah katup ileocecal (Brunner dan Sudarth, 2002).
Appendisitis adalah suatu peradangan pada appendiks yang berbentuk cacing, yang
berlokasi dekat katup ileocecal (Long, Barbara C, 1996).
Apendisitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering (Arif Mansjoer dkk, 2000).
Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus
ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan
penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi,
dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur (Anonim,
2007).
2.2.2 Fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke
dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lender di muara apendiks
tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid
Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks., ialah IgA.
Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian,
pengangkatan apendiks tidak memengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfe
di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.
2.3 Epidemologi
Ada beberapa fakta-fakta dalam buku ilmiah bahwa pada tahun 1500-an para ahli
mengakui adanya hubungan yang sebenarnya dengan inflamasi yang membahayakan dari
daerah sekum yang disebut “pertyphilitist”. Meskipun dilaporkan keberhasilan apendiktomi
pertama pada tahun 1776, pada 1886 baru Reginal Flitz yang membantu membuat aturan
bedah dalam pengangkatan apendiks yang meradang sebagai pengobatan, yang sebelumnya
dianggap fatal. Pada tahun 1889, Charles McBurney mengenalkan laporan lama sebelum
New York Surgical Society mengemukakan akan pentingnya operasi apendisitis akut dini
serta kelembapan titik maksimum dari perut yang ditentukan dengan menekan satu-tiga jari di
garis yang menghubungkan antara spina iliaca anterior superior dengan umbilicus. Lima
tahun kemudian ia menemukan pemisahan otot dengan pemotongan yang kini dikenal dengan
namanya.
4. Klasifikasi
1. Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur
lokal.
2. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
1. Apendisitis kronis fokalis atau parsial, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur
lokal.
2. Apendisitis kronis obliteritiva, yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia
tua.
4. Etiologi
Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang
bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya hiperplasia jaringan
limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa
merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. namun ada beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya:
1. Faktor sumbatan
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis akut. Adanya
fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi,
karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan
terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu
Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang
menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%.
3. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ,
apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi
apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama
dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekalith dan mengakibatkan obstruksi
lumen.
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa kulit
putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai risiko lebih tinggi dari Negara yang
pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih
telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang
yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki risiko
apendisitis yang lebih tinggi.
Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama epidemi influenza dan
pneumonitis, jumlah kasus apendisitis ini meningkat. Namun, hati-hati karena penyakit
infeksi saluran pernapasan dapat menimbulkan seperti gejala permulaan apendisitis.
4. Patogenesis
Apendisitis vermiformis merupakan sisa apeks sekum yang pada manusia fungsinya
tidak diketahui. Apendiks merupakan tabung panjang, sempit (sekitar 6 sampai 9 cm). Pada
apendiks ini terdapat arteria apendikularis yang merupakan end-artery.
Pada posisinya yang normal, apendiks terletak pada dinding abdomen di bawah titik
Mc Burney. Titik Mc Burney dicari dengan menarik garis dari spina iliaka superior kanan ke
umbilicus. Titik tengah garis ini merupakan tempat pangkal apendiks.
Apendisitis merupakan suatu peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan
dinding organ tersebut. Tanda patogenetik primer diduga karena obstruksi lumen, biasanya
oleh fekalith (feses keras). Pemyumbatan pengeluaran sekret mukus mengakibatkan
pembengkakkan, infeksi dan ulserasi. Peningkatan tekanan intraluminal dapat menyebabkan
oklusi end-artery apendikularis. Bila keadaan ini dibiarkan berlangsung terus, biasanya
mengakibatkan nekrosis, gangren, dan perforasi. Dalam penelitian terakhir telah ditemukan
bahwa ulserasi mukusa merupakan langkah awal dari terjadinya apendisitis pada lebih dari
separuh kasus, lebih sering daripada sumbatan pada lumen (Silen, 1991). Penyebab ulserasi
tidak diketahui, walaupun sampai sekarang telah dipostulasikan bahwa penyebabnya adalah
virus.
4. Patofisiologi
Etiologi
Obstruksi lumen (fekalit, tumor, dan lain-lain)
Infiltrat Perforasi
4. Manifestasi Klinis
Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah
dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc Burney bila dilakukan tekanan.
Nyeri tekan lepas (hasil atau intensifikasi dari nyeri bila tekanan dilepaskan) mungkin
dijumpai. Derajat nyeri tekan spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak
tergantung pada beratnya infeksi dan lokal apendiks. Bila apendiks melingkar di belakang
sekum dan nyeri tekan dapat terasa didaerah lumbar; ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda
ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan ujung
apendiks berada dekat rektum; nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks
dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus
kanan dapat terjadi.
Tanda Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang
secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa di kuadran kanan bawah. Apabila
apendiks telah ruptur, nyeri menjadi lebih menyebar; distensi abdomen terjadi akibat ileus
paralitik, dan kondisi pasien memburuk.
Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda
tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau proses penyakit lainnya.
Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur apendiks. Insidens
perforasi pada apendiks lebih tinggi pada lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari
bantuan perawatan kesehatan tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda.
4. Komplikasi
4. Pemeriksaan Penunjang
4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis akut meliputi terapi medis dan terapi
bedah. Terapi medis terutama diberikan pada pasien yang tidak mempunyai akses ke
pelayanan bedah, dimana pada pasien diberikan antibiotik. Namun sebuah penelitian
prospektif menemukan bahwa dapat terjadi apendisitis rekuren dalam beberapa bulan
kemudian pada pasien yang diberi terapi medis saja. Selain itu terapi medis juga berguna
pada pasien apendisitis yang mempunyai risiko operasi yang tinggi. Namun pada kasus
apendisitis perforasi, terapi medis diberikan sebagai terapi awal berupa antibiotik dan
drainase melalui CT-scan pada absesnya. The Surgical Infection Society menganjurkan
pemberian antibiotik profilaks sebelum pembedahan dengan menggunakan antibiotik
spektrum luas kurang dari 24 jam untuk apendisitis non perforasi dan kurang dari 5 jam untuk
apendisitis perforasi.
Penggantian cairan dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik sistemik adalah
pengobatan pertama yang utama pada peritonitis difus termasuk akibat apendisitis dengan
perforasi.
1. Cairan intravena
Cairan yang secara massive ke rongga peritonium harus di ganti segera dengan cairan
intravena, jika terbukti terjadi toxix sistemik, atau pasien tua atau kesehatan yang buruk harus
dipasang pengukur tekanan vena central. Balance cairan harus diperhatikan. Cairan atau
berupa ringer laktat harus di infus secara cepat untuk mengkoreksi hipovolemia dan
mengembalikan tekanan darah serta pengeluaran urin pada level yang baik. Darah di berikan
bila mengalami anemia dan atau dengan perdarahan secara bersamaan.
2. Antibiotik
Prosedurnya, port placement terdiri dari pertama menempatkan port kamera di daerah
umbilikus, kemudian melihat langsung ke dalam melalui 2 buah port yang berukuran 5 mm.
Ada beberapa pilihan operasi, pertama apakah 1 port diletakkan di kuadran kanan bawah dan
yang lainnya di kuadran kiri bawah atau keduanya diletakkan di kuadran kiri bawah. Sekum
dan apendiks kemudian dipindahkan dari lateral ke medial. Berbagai macam metode tersedia
untuk pengangkatan apendiks, seperti dectrocauter, endoloops, stapling devices.
Mengenai pemilihan metode tergantung pada ahli bedahnya. Apendiks kemudian
diangkat dari abdomen menggunakan sebuah endobag. Laparoskopik apendiktomi
mempunyai beberapa keuntungan antara lain bekas operasinya lebih bagus dari segi kosmetik
dan mengurangi infeksi pascabedah.
2.12 Asuhan Keperawatan
2.12.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, alamat, nomor register.
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, alamat.
3. Keluhan Utama
Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul
keluhan nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau
di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-
menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai
biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
4. Riwayat kesehatan masa lalu, biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien
sekarang.
5. Pemeriksaan fisik keadaan umum, meliputi:
Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan, perasaan takut, penampilan yang tidak tenang.
2.12.2 Diagnosa Keperawatan
1. Risiko tinggi terhadap infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan utama; perforasi/ruptur
pada apendiks; peritonitis; pembentukan abses. Prosedur invasif, insisi bedah.
2. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b.d muntah praoperasi, pembatasan
pasca operasi (contoh puasa), status hipermetabolik (contoh demam, proses
penyembuhan), inflamasi peritoneum dengan cairan asing.
3. Nyeri (akut) b.d distensi jaringan usus oleh inflamasi, adanya insisi bedah.
4. Perubahan pola napas b.d nyeri akut.
5. Ansietas b.d kurang informasi mengenai proses penyakit.
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b.d kurang terpajan/mengingat; salah interpretasi informasi, tidak
mengenal sumber informasi.
3. Intervensi
Dx 1: Risiko tinggi terhadap infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan utama; perforasi/ruptur
pada apendiks; peritonitis; pembentukan abses. Prosedur invasif, insisi bedah.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5x24 jam, risiko tinggi infeksi tidak terjadi.
Intervensi:
Mandiri:
3. Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/drein. Adanya eritema.
Rasional: Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi dan atau pengawasan
penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya.
Kolaborasi:
Rasional: Kultur pewarnaan gram dan sensitifitas berguna untuk mengidentifikasi organisme
penyebab dan pilihan terapi.
Rasional: Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organisme (pada
infeksi yang telah ada sebelumnya) untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhan pada
rongga abdomen.
Dx 2: Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b.d muntah praoperasi, pembatasan
pasca operasi (contoh puasa), status hipermetabolik (contoh demam, proses penyembuhan),
inflamasi peritoneum dengan cairan asing.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5x24 jam, risiko kekurangan cairan tidak
terjadi.
Intervensi:
Mandiri:
Rasional: Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga
dehidrasi/kebutuhan peningkatan cairan.
5. Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan per oral dimulai, dan
lanjutkan dengan diet sesuai toleransi.
6. Berikan perawatan mulut sering dengan perhatian khusus pada perlindungan bibir.
Kolaborasi:
Rasional: Selang NG biasanya dimasukan pada praoperasi dan dipertahankan pada fase
segera pasca operasi untuk dekompresi usus, meningkatkan istirahat usus, mencegah muntah.
2. Berikan cairan IV dan elektrolit.
Dx 3: Nyeri (akut) b.d distensi jaringan usus oleh inflamasi, adanya insisi bedah.
Intervensi:
Mandiri:
1. Kaji nyeri, catat lokasi karakteristik, beratnya (skala 0-10). Selidiki dan laporkan
perubahan nyeri dengan tepat.
Rasional: Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis,
menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang.
Kolaborasi:
1. Pertahankan puasa/penghisapan NG pada awal.
Rasional: Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini dan iritasi gaster/muntah.
Rasional: Menghilangkan nyeri dan mempermudah kerjasama dengan intervensi terapi lain
contoh ambulasi, batuk.
Rasional: Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung saraf.
Catatan: Jangan lakukan kompres panas karena dapat menyebabkan kongesti jaringan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatn 5x24 jam, pola napsa terpenuhi.
Intervensi:
Mandiri:
- Takut
- Nyeri
- Aktivitas / Latihan
- Yakinkan pasien bahwa tindakan-tindakan akan segera dilakukan agar lebih nyaman.
- Hilangkan pikiran ansietas klien dengan mempertahankan kontak mata dengan anda (atau
mungkin dengan orang lain yang dipercaya).
3. Nyeri
-Dorong melepaskan persepsi nyeri melalui konsentrasi yang lebih efisien pada pernapasan.
4. Latihan / kegiatan
-Dorong napas dalam perlahan,istirahat sejenak ketika ambulasi saat pertama setelah
imobilisasi atau pembedahan.
-Dorong kesadaran mengontrol napas selama latihan (napas perlahan, dalam, pernapasan
abdomen.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5x24 jam, ansietas klien teratasi.
KH: Klien dapat mengekspresikan kecemasan secara konstruktif, klien dapat tidur dengan
tenang dan berkomunikasi dengan teman sekamarnya.
Intervensi:
Rasional: Dengan penjelasan diharapkan klien dapat mengerti sehingga klien menerima dan
beradaptasi dengan baik.
Rasional: Pengertian dan pemahamannya yang benar membantu klien berfikir secara
konstruktif.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5x24 jam, pengetahuan klien bertambah.
Intervensi:
Mandiri:
Rasional: Memberikan informasi pada pasien untuk merencanakan kembali rutinitas biasa
tanpa menimbulkan masalah.
3. Anjurkan menggunakan laksatif/pelembek feses ringan bila perlu dan hindari edema.
Rasional: Membantu kembali ke fungsi usus semula; mencegah mengejan saat defekasi.
4. Diskusikan perawat jahan insisi, termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi, dan
kembali ke dokter untuk mengangkat jahitan/pengikat.
4. Implementasi
4. Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan. Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan apendisitis
adalah:
1. Klien dapat mempertahankan
keseimbangan cairan dalam
tubuh.
2. Klien dapat terhidar dari bahaya
infeksi.
3. Rasa nyeri akan dapat teratasi.
4. Klien sudah mendapat informasi
tentang perawatan dan
pengobatannya.
BAB III
KASUS
Nn. C, 24 tahun datang ke UGD RS Lekas Sembuh dengan keluhan nyeri di perut seperti
ditusuk, pada saat kaki kanan diangkat, skala nyeri bertambah. TD 130/90 mmHg, HR
103x/menit, RR 25x/menit, S 39,2°C. Hb 11,3, Ht 33, leuksosit 18.200, trombosit 268.000,
skala nyeri saat ini 8. Pasien telah mendapat paracetamol 3x500 mg, cefriaxon 3x500 mg,
dexametason 3x500 mg, dzp 1x5 mg malam. Pasien dianjurkan untuk operasi apendektomi
segera.
Pertanyaan:
Jawaban:
DS:
DO:
Data Tambahan:
Eritema.
Mual dan muntah.
Diare.
Neutrofil 75 %.
Adanya drainase purulen.
Turgor kulit buruk.
Membran mukosa kering.
Mual & muntah.
Distensi abdomen.
Pernapasan takipnea.
Wajah tampak meringis.
Otot tegang
Sirkulasi takikardi
Klien sering terlihat memegang area abdomennya
Analisa Data
DO:
1. TTV:
- S: 39,2˚C
- TD: 130/90 mmHg
- HR: 103x/menit
- RR: 25x/menit
2. Leukosit: 18.200
3. Skala nyeri 8
4. Pasien telah mendapat
Dexametason 3x500 mg,
Ceftriaxon 3x500 mg
DT:
1. Eritema
2. Mual dan muntah
3. Diare
4. Neutrofil 75 %
5. Adanya drainase purulen
DO:
1. TTV:
- S: 39,2˚C
- HR: 103x/menit
- RR: 25x/menit
2. Skala nyeri 8
3. Pasien telah mendapat Dzp
1x5 mg (malam)
DT:
1. Distensi abdomen
2. Pernapasan takipnea
3. Wajah tampak meringis
4. Otot tegang
5. Eritema
6. Pernapasan takipnea
7. Sirkulasi takikardi
8. Klien sering terlihat
memegang area abdomennya.
1. TTV:
- S: 39,2˚C
- TD: 130/90 mmHg
- HR: 103x/menit
2. Ht: 103x/menit
3. Pasien mendapat paracetamol
3x500 mg
DT:
Diagnosa Keperawatan
Intervensi
Dx 1: Risiko perluasan infeksi b.d terdapatnya infeksi pada apendiks.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5x24 jam,risiko perluasan infeksi tidak
terjadi.
KH: Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar; bebas tanda infeksi/inflamasi, drainase
purulen, eritema, dan demam.
Intervensi:
Mandiri:
2. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptik. Berikan perawatan
paripurna.
3. Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/drein. Adanya eritema.
Rasional: Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi dan atau pengawasan
penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya.
Kolaborasi:
Rasional: Kultur pewarnaan gram dan sensitifitas berguna untuk mengidentifikasi organisme
penyebab dan pilihan terapi.
Rasional: Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organisme (pada
infeksi yang telah ada sebelumnya) untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhan pada
rongga abdomen.
3. Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan.