Anda di halaman 1dari 46

PRESENTASI KASUS

Cardiomyopati Peripartum

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian

Ilmu Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul

Diajukan Kepada :

dr. Agus Yuha Ahmadu, Sp. PD

Disusun Oleh :

Dewi Diana

20204010289

ILMU PENYAKIT DALAM

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

2021
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

CARDIOMYOPATI PERIPARTUM

Disusun oleh :

Dewi Diana

20204010289

Telah disetujui dan dipresentasikan

pada tanggal Januari 2022

1
2

Pembimbing

dr. Agus Yuha Ahmadu, Sp. PD


3

BAB I

PENDAHULUAN

Sekitar 0,2 – 4% kehamilan di negara maju disertai komplikasi penyakit

kardiovaskular. Spektrum kejadian penyakit kardiovaskular selama kehamilan

berubah sepanjang waktu dan berbeda antara masing-masing negara. Risiko

seorang wanita untuk mengalami gangguan jantung pada masa kehamilan

dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni usia ibu saat pertama kali mengandung,

gangguan metabolik seperti diabetes mellitus, hipertensi dan obesitas. Penyakit

kardiovaskular ini merupakan penyebab tingginya angka kematian maternal

selama masa kehamilan terutama di negara maju. Salah satu penyakit

kardiovaskular yang dapat terjadi pada periode kehamilan adalah kardiomiopati

peripartum. Walaupun kejadiannya di masyarakat jarang, gangguan ini memiliki

komplikasi kardiovaskular yang berat baik terhadap ibu maupun janin yang

dikandung. Penyakit kardiomiopati merupakan kelompok gangguan organ jantung

akibat abnormalitas struktur anatomis yang terbatas hanya pada miokardium

dengan penyebab utama yang masih belum diketahui pasti. (Dwiani Sulistyani et

al,
4

BAB II

KASUS

A. IDENTITAS

Nama : Ny. K

Tanggal Lahir : 6 Juni 1991

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 30 tahun

Alamat : Manding, Bantul

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Tanggal Masuk : 15 Desember 2021

Diagnosa Masuk : Hipoglikemi dan Vertigo

No. RM : 66 – 65 – xx

B. ANAMNESA

Anamnesa di IGD dilakukan secara alloanamnesis (pada suami pasien),

selanjutnya autoanamnesis dilakukan setelah pasien masuk bangsal.

1. Keluhan Utama:

Pasien mengeluh lemas dan pusing berputar

2. Riwayat Penyakit Sekarang:


5

Pasien perempuan, berusia 30 tahun datang diantar keluarga ke

IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul pada tanggal 15 Desember 2020

dengan dengan keluhan badan lemas (+) sejak jam 02.00. Keluhan disertai

rasa sesak nafas dan pusing berputar. Ibu baru saja melahirkan pada hari

kamis 10 Desember 2021(H6) P2A0, lahir di bidan dengan perdarahan lalu

di rujuk ke RSPS Bantul.

3. Riwayat Penyakit Dahulu:

- Keluhan serupa : (-)

- Riwayat Diabetes melitus : (-)

- Riwayat Hipertensi : (-)

- Riwayat Alergi : (-)

- Riwayat Jantung : (-)

- Riwayat Asma : (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga:

- Keluhan serupa : (-)

- Riwayat Hipertensi : (-)

- Riwayat Diabetes melitus : (-)

- Riwayat Jantung : (-)

- Riwayat Alergi : (-)

- Riwayat Asma : (-)

5. Riwayat Personal Sosial

Pasien adalah ibu rumah tangga hanya melakukan pekerjaan rumah

tangga. Pasien tinggal dirumah sendiri dengan suaminya. Merokok (-)


6

6. Riwayat Pengobatan

Tidak ada

7. Anamnesis Sistem

● Kepala leher : Pusing berputar

● THT : tidak ada keluhan

● Respirasi : Sesak

● Integumentum : tidak ada keluhan

● Gastrointestinal : tidak ada keluhan

● Kardiovaskular : tidak ada keluhan

● Perkemihan : tidak ada keluhan

● Sistem Reproduksi : tidak ada keluhan

● Kulit dan Ekstremitas : tidak ada keluhan

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Generalis

- Keadaan Umum : Sedang

- Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)

2. Vital Sign

TD : 139/95 mmHg

Suhu : 36,9 oC

Nadi : 91x/menit

Respirasi : 18x/menit
7

Saturasi Oksigen : 97% room air, NK 3lpm 99%

3. Pemeriksaan Head to Toe

a. Kepala : Simetris, pertumbuhan rambut merata

b. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

c. Hidung : Deviasi (-), discharge (-), pendarahan (-)

d. Telinga : Simetris kanan kiri, secret (-/-)

e. Mulut : Sianosis (-), mukosa bibir lembab, nyeri telan (-), lidah

kotor (-), perdarahan gusi (-) gigi berlubang (-)

f. Leher : Pembesaran KGB (-), peningkatan JVP (-)

g. Thorax :

Jantung

- Inspeksi : Ictus cordis tak tampak di SIC V

- Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V, kuat angkat (+)

- Perkusi : Redup, kardiomegali (+), batas bawah jantung

bergeser ke lateral midaxilla sinistra

- Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, reguler, bising jantung(-)

Paru-paru

- Inspeksi : Simetris, retraksi dada (-), deformitas (-)

- Palpasi : Vokal fremitus kanan kiri sama, ketertinggalan

nafas (-)

- Perkusi : Redup pada basal paru


8

- Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi basah basal (-/-), wheezing

(-/-)

h. Abdomen

- Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada,

deformitas (-) tanda peradangan (-) distensi (-)

- Auskultasi : Bising usus (+)

- Palpasi : Supel (+), hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan

abdomen (-), nyeri ketok ginjal (-), nyeri tekan suprapubik (-)

- Perkusi : Timpani (+) shifting dullness (-)

h. Ekstremitas

● Superior : Akral Hangat (+/+), edema (-/-), CRT >2 detik

● Inferior : Akral Hangat (+/+), edema (-/-), CRT >2 detik

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Rutin (15/12/2021) WIB

PEMERIKSAAN HASIL RUJUKAN SATUAN

HEMATOLOGI
Hemoglobin 13.0 14.0 - 18.0 g/dl
Lekosit 8.79 4.00 - 11.00 10^3/uL
Eritrosit 4.19 4.50 - 5.50 10^6/uL
Trombosit 380 150 – 450 10^3/uL
Hematokrit 38.4 42.0 - 52.0 vol%
HITUNG JENIS
9

Eosinofil 3 2–4 %
Basofil 1 0–1 %
Batang 0 2–5 %
Segmen 75 51 – 67 %
Limfosit 17 20 – 35 %
Monosit 4 4–8 %
FUNGSI GINJAL
Ureum 22 17-43 mg/dl
Creatinin 0.54 0.60-1.10 mg/dl
DIABETES
GDS 75 80-200 mg/dl
ELEKTROLIT
Natrium 141.0 137.0-145.0 mmol/l
Kalium 3.78 3.50-5.10 mmol/l
Klorida 110.4 98.0-107.0 mmol/l

Sero-Imunologi

Anti SARS Cov-2 Nonreaktif Non reaktif

Rontgen Thorax (15/12/2021)


10

Kesan : Cardiomegali, corakan vascular pulmo meningkat

Elektrokardiogram (15/12/2021)

Interpretasi :

- Irama sinus

- Probable LAE

- Left ventricular hyperthrophy with repolarisasi abnormality

- Abnormal EKG
11

E. DIAGNOSA KERJA

● Cardiomyopati Peripartum

● Hipoglikemia

Diagnosis Banding:

● Idiopatic Dilated Cardomyopathy (IDCM)

● Preeklampsia

● Noncardiogenic Pulmonary Edema

davis et al 2021 januari

F. PENATALAKSANAAN

● IGD

o Inf. NaCL 15tpm

o Inf. D5% 15tpm

o Inf D10% 10tpm

o Bolus D40% jika


12

o GDS <50 = 3 fl

o GDS 50-70 = 2 fl

o GDS 70-80 = 1 fl

o O2 NK 3lpm

o Inj. Paracetamol 500g/8jam

o PO Mertigo 3x1

o Inj. Furosemid 1A/24jam

o Inj. Captopril 3 x 6,125 mg

G. FOLLOW UP

Tgl. Follow Up
15/12/2 S:
1 Pasien postpartum di bidan dengan perdarahan 550cc 5HRSMRS datang
ke IGD diantar keluarga dengan keluhan lemas(+) pusing berputar(+)
pasien hanya mau makan sedikit Mual (+) muntah (-) nyeri perut (-).
Demam (-) Pusing (-) BAB/BAK tidak ada keluhan. Riwayat jatuh (-)
Sesak napas (+)
O:
KU sedang,CM
TD : 130/90 mmHg
Suhu : 36,9 oC
Nadi : 100x/menit
Respirasi : 24x/menit
Saturasi Oksigen : 97% NK 3lpm

GDS 05.00 : 110


08.20 : 75
09.30 : 72 (bolus D40% 1fl)
10.30 : 102
16.00 : 109
19.00 : 95
Kepala
● Mata : Konjungtiva anemis (-/-) sclera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-) mukosa mulut lembab (+) mata cowong (-/-)
Leher
 Pembesaran Limfonodi (-)
13

Thoraks :
● Simetris (+), retraksi (-)
● Suara Paru : Vasikuler +/+ Ronkhi basah basal +/+ Wheezing -/-
● Suara Jantung : S1 dan S2 tunggal, reguler, bising jantung(-)

Abdomen :
● Supel (+), Peristaltik (+), timpani, nyeri tekan (-)
Ekstremitas
● Akral hangat (+/+/+/+), ADP kuat angkat, CRT <2 detik, inferior
edem (+/+), ulkus kaki kiri
A:
● Observasi penurunan kesadaran ec Hipoglikemia
● CKD on HD rutin
● DM + ulkus pedis
P:
● Infus NaCl 0.9% 20 tpm mikro
● Inj. Furosemid 2A/12 jam
● Inj. Cefoperazon 1g/12 jam
● Inj. Isoket 1 mg/jam (sampai TD 140/100 stop)
● Inj. Novomix 10-0-10 mulai besok pagi
● CaCO3 3x1 tab
● Asam Folat 3x1 tab
● Candesartan 16mg 1x1 tab
● Monitor GDS/3jam

22/12/2 S: Pasien mengeluh lemas dan sesak (+). Mual (+) muntah (+) nyeri
0 kepala (-) keringat dingin (-),
O: KU lemah, CM
TD : 200/100 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 26 x/menit
T : 36.4C
SpO2 : 99% NK 3lpm
GDS
07.20 48 🡪 bolus D40% 3 flash
11.20 59 🡪 bolus D40% 2 flash
13.00 120
Kepala
● Mata : Konjungtiva anemis (-/-) sclera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-)
Thoraks :
● Simetris (+), retraksi (-)
● Suara Paru : Vasikuler +/+ Ronkhi basah basal +/+ Wheezing -/-
● Suara Jantung : S1 dan S2 tunggal, reguler, bising jantung(-)

Abdomen :
14

● Supel (+), Peristaltik (+), timpani, nyeri tekan (-)


Ekstremitas
● Akral hangat (+/+/+/+), ADP kuat angkat, CRT <2 detik, inferior
edem (+/+), ulkus kaki kiri
A:
● Hipoglikemia
● CKD stad V dg edem pulmo
● DM + ulkus pedis
P:
o Infus NaCl 0.9% 20 tpm mikro
o Inj. Furosemid 2A/12 jam
o Inj. Cefoperazon 1g/12 jam
o Inj. Isoket 1 mg/jam stopwaktu HD
o Inj. Novomix stop
o CaCO3 3x1 tab
o Asam Folat 3x1 tab
o Candesartan 16mg 1x1 tab
o Clonidin 3x1 tab
o Inj. Ondansetron 1A/8jam
o Inj. Esomeprazole 1A/12jam
o Monitor GDS premeal
o HD cito

23/12/2 S: Pasien mengeluh lemas (+) sesak (+) berkurang, mual (+) berkurang,
0 muntah (-)
O: KU sedang, CM
TD: 140/80
HR: 80x/menit
RR: 20x/menit
T: 36.2oC
SpO2: 98%
GDS
07.00 221
13.00 139
16.00 43 🡪bolus D40% 2 flash, infus ganti D10%
17.00 288
Kepala
● Mata : Konjungtiva anemis (-/-) sclera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-)
Thoraks :
● Simetris (+), retraksi (-)
● Suara Paru : Vasikuler +/+ Ronkhi basah basal +/+ Wheezing -/-
● Suara Jantung : S1 dan S2 tunggal, reguler, bising jantung(-)

Abdomen :
15

● Supel (+), Peristaltik (+), timpani, nyeri tekan (-)


Ekstremitas
● Akral hangat (+/+/+/+), ADP kuat angkat, CRT <2 detik, inferior
edem (+/+), ulkus kaki kiri
A:
● Hipoglikemia
● CKD stad V dg edem pulmo
● DM + ulkus pedis
P:
● Infus NaCl 0.9% 20 tpm mikro 🡪 D10%
● Inj. Furosemid 2A/12 jam
● Inj. Cefoperazon 1g/12 jam
● Inj. Isoket 1 mg/jam stop
● Inj. Novomix stop🡪 novorapid 3x8 iu
● CaCO3 3x1 tab
● Asam Folat 3x1 tab
● Candesartan 16mg 1x1 tab
● Clonidin 3x1 tab
● Inj. Ondansetron 1A/8jam 🡪 tab
● Inj. Esomeprazole 1A/12jam 🡪 lansoprazole 2x1
● Adalat oros 30mg 1x1 tab
● Monitor GDS premeal

24/12/2 S: Pasien mengeluh lemas (+) sesak (+) berkurang, mual (-), muntah (-),
0 makan minum mulai meningkat
O: KU sedang, CM
TD: 120/90
HR: 80x/menit
RR: 20x/menit
T: 36.5oC
SpO2: 99%
GDS
07.00 106
11.00 75
12.00 79
20.00 159
Kepala
● Mata : Konjungtiva anemis (-/-) sclera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-)
Thoraks :
● Simetris (+), retraksi (-)
● Suara Paru : Vasikuler +/+ Ronkhi -/- Wheezing -/-
● Suara Jantung : S1 dan S2 tunggal, reguler, bising jantung(-)

Abdomen :
● Supel (+), Peristaltik (+), timpani, nyeri tekan (-)
16

Ekstremitas
● Akral hangat (+/+/+/+), ADP kuat angkat, CRT <2 detik, inferior
edem (+/+), ulkus kaki kiri
A:
● Hipoglikemia
● CKD stad V dg edem pulmo
● DM + ulkus pedis
P:
● Infus NaCl 0.9% 20 tpm mikro
● Inj. Furosemid 2A/12 jam
● Inj. Cefoperazon 1g/12 jam
● Inj. Novorapid 3x4iu
● CaCO3 3x1 tab
● Asam Folat 3x1 tab
● Candesartan 16mg 1x1 tab
● Clonidin 3x1 tab
● Ondansetron 2x1
● Lansoprazole 2x1
● Adalat oros 30mg 1x1 tab
● Monitor GDS premeal

25/12/2 S: Pasien mengeluh lemas (-) sesak (+) berkurang, mual (-), muntah (-),
0 makan minum mulai meningkat. BAK sedikit. BAB (-) terakhir senin
O: KU sedang, CM
TD: 110/70
HR: 76x/menit
RR: 20x/menit
T: 36.oC
SpO2: 99%
GDS
07.00 132
12.00 143 🡪 novorapid (-)
17.00 161
Kepala
● Mata : Konjungtiva anemis (-/-) sclera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-)
Thoraks :
● Simetris (+), retraksi (-)
● Suara Paru : Vasikuler +/+ Ronkhi -/- Wheezing -/-
● Suara Jantung : S1 dan S2 tunggal, reguler, bising jantung(-)

Abdomen :
● Supel (+), Peristaltik (+), timpani, nyeri tekan (-)
Ekstremitas
● Akral hangat (+/+/+/+), ADP kuat angkat, CRT <2 detik, inferior
edem (+/+), ulkus kaki kiri
17

A:
● Hipoglikemia
● CKD stad V dg edem pulmo
● DM + ulkus pedis
P:
● Infus NaCl 0.9% 20 tpm mikro
● Inj. Furosemid 2A/12 jam
● Inj. Cefoperazon 1g/12 jam
● Inj. Novorapid 3x4iu
● CaCO3 3x1 tab
● Asam Folat 3x1 tab
● Candesartan 16mg 1x1 tab
● Clonidin 3x1 tab
● Ondansetron 2x1
● Lansoprazole 2x1
● Adalat oros 30mg 1x1 tab
● Monitor GDS premeal
● HD rabu-sabtu

26/12/2 S: Pasien mengeluh lemas (-) sesak (-) mual (+), muntah (+) 4x sejak
0 semalam. BAK sedikit. BAB (-) terakhir senin
O: KU sedang, CM
TD: 130/80
HR: 80x/menit
RR: 22x/menit
T: 36.5.oC
SpO2: 98%
GDS
07.00 165
12.00 114 🡪 novorapid (-)
17.00 200
Kepala
● Mata : Konjungtiva anemis (-/-) sclera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-)
Thoraks :
● Simetris (+), retraksi (-)
● Suara Paru : Vasikuler +/+ Ronkhi -/- Wheezing -/-
● Suara Jantung : S1 dan S2 tunggal, reguler, bising jantung(-)

Abdomen :
● Supel (+), Peristaltik (+), timpani, nyeri tekan (-)
Ekstremitas
● Akral hangat (+/+/+/+), ADP kuat angkat, CRT <2 detik, inferior
edem (+/+), ulkus kaki kiri
A:
● CKD stad V dg edem pulmo
18

● DM + ulkus pedis
P:
● Infus NaCl 0.9% 20 tpm mikro
● Inj. Furosemid 2A/12 jam
● Inj. Cefoperazon 1g/12 jam
● Inj. Novorapid 3x4iu
● CaCO3 3x1 tab
● Asam Folat 3x1 tab
● Candesartan 16mg 1x1 tab
● Clonidin 3x1 tab
● Ondansetron 2x1
● Lansoprazole 2x1
● Adalat oros 30mg 1x1 tab
● Monitor GDS premeal
● HD

27/12/2 S: Pasien mengeluh lemas (+) sesak (-) mual (+), muntah (-) BAK sedikit.
0 BAB (-) terakhir senin
O: KU sedang, CM
TD: 140/80
HR: 80x/menit
RR: 20x/menit
T: 36.2oC
SpO2: 98%
GDS
07.00 141
12.00 111
17.00 92
Kepala
● Mata : Konjungtiva anemis (-/-) sclera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-)
Thoraks :
● Simetris (+), retraksi (-)
● Suara Paru : Vasikuler +/+ Ronkhi -/- Wheezing -/-
● Suara Jantung : S1 dan S2 tunggal, reguler, bising jantung(-)

Abdomen :
● Supel (+), Peristaltik (+), timpani, nyeri tekan (-)
Ekstremitas
● Akral hangat (+/+/+/+), ADP kuat angkat, CRT <2 detik, inferior
edem (+/+), ulkus kaki kiri
A:
● CKD stad V dg edem pulmo
● DM + ulkus pedis
P:
19

● Infus NaCl 0.9% 20 tpm mikro


● Inj. Furosemid 2A/12 jam
● Inj. Cefoperazon 1g/12 jam
● Inj. Novorapid 3x4iu
● CaCO3 3x1 tab
● Asam Folat 3x1 tab
● Candesartan 16mg 1x1 tab
● Clonidin 3x1 tab
● Ondansetron 2x1
● Lansoprazole 2x1
● Adalat oros 30mg 1x1 tab
● Monitor GDS premeal

28/12/2 S: Pasien mengeluh kaki kesemutan (+) lemas (-) sesak (-) mual (-)
0 muntah (-)
O: KU sedang, CM
TD: 110/70
HR: 80x/menit
RR: 20x/menit
T: 36oC
SpO2: 98%
GDS
07.00 89
Kepala
● Mata : Konjungtiva anemis (-/-) sclera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-)
Thoraks :
● Simetris (+), retraksi (-)
● Suara Paru : Vasikuler +/+ Ronkhi -/- Wheezing -/-
● Suara Jantung : S1 dan S2 tunggal, reguler, bising jantung(-)

Abdomen :
● Supel (+), Peristaltik (+), timpani, nyeri tekan (-)
Ekstremitas
● Akral hangat (+/+/+/+), ADP kuat angkat, CRT <2 detik, inferior
edem (+/+), ulkus kaki kiri
A:
● CKD stad V dg edem pulmo
● DM + ulkus pedis
P:
● BLPL
● Furosemid 1-0-0
● Cefixime 2x100mg
● Inj. Novorapid 3x4iu
● CaCO3 3x1 tab
20

● Asam Folat 3x1 tab


● Candesartan 16mg 1x1 tab
● Clonidin 3x1 tab
● Ondansetron 2x1
● Lansoprazole 2x1
● Adalat oros 30mg 1x1 tab
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Hipoglikemia didefinisikan sebagai: 1) Perkembangan otonom atau gejala

neuroglikopenik; 2) Level glukosa plasma rendah (PG) (<4,0 mmol / L untuk

diabetisi yang diobati dengan insulin atau insulin secretagogue); dan 3) gejala

yang merupakan respons intake karbohidrat yang non adeuat. Tingkat keparahan

hipoglikemia ditentukan oleh manifestasi klinis. Hipoglikemia paling banyak

sering terjadi pada penderita diabetes tipe 1, diikuti oleh penderita diabetes tipe 2

dikelola oleh insulin, dan penderita diabetes tipe 2 dikelola oleh sulfonylureas

(Yale et al., 2018).

Sebelumnya, American Diabetes Association

menyarankan bahwa pasien yang berisiko hipoglikemia

harus waspada terhadap kemungkinan pengembangan

hipoglikemia pada glukosa darah yang dimonitor sendiri

(SMGD) atau glukosa subkutan pada pemantauan glukosa

berkelanjutan (CGM) ≤70mg / dL (3.9mmol / L) (Nakhleh &

Shehadeh, 2018).ADA ini telah mengembangkan lima kategori hipoglikemia :

1. Hipoglikemia berat.

Hipoglikemia berat adalah kejadian yang membutuhkan bantuan orang

lain untuk secara aktif mengelola karbohidrat, glukagon, atau melakukan tindakan

21
22

korektif lainnya. Konsentrasi glukosa plasma mungkin tidak tersedia, tetapi

pemulihan neurologis setelah kembalinya glukosa plasma ke normal dianggap

sebagai bukti yang cukup bahwa kejadian tersebut diinduksi oleh konsentrasi

glukosa plasma yang rendah (Nakhleh & Shehadeh, 2018).

2. Gejala hipoglikemia yang terdokumentasi.

Gejala hipoglikemia terdokumentasi adalah peristiwa

di mana gejala khas hipoglikemia disertai dengan

konsentrasi glukosa plasma terukur ≤70mg / dL (3.9mmol /

L) (Nakhleh & Shehadeh, 2018).

3. Hipoglikemia asimtomatik.

Hipoglikemia asimtomatik merupakan kejadian yang

tidak disertai gejala khas hipoglikemia tetapi dengan

konsentrasi glukosa plasma terukur ≤70mg / dL (3.9mmol /

L) (Nakhleh & Shehadeh, 2018).

4. Kemungkinan gejala hipoglikemia.

Kemungkinan gejala hipoglikemia adalah peristiwa di

mana gejala khas hipoglikemia tidak disertai dengan

penentuan glukosa plasma.tapi kemungkinan disebabkan

oleh konsentrasi glukosa plasma ≤70mg / dL (3.9mmol / L)

(Nakhleh & Shehadeh, 2018).

5. Pseudo-hipoglikemia.

Pseudo-hipoglikemia adalah sebuah peristiwa dimana

penderita diabetes melaporkan salah satu gejala tipikal


23

hipoglikemia dengan konsentrasi glukosa plasma terukur

≤70mg / dL (3.9mmol / L) atau mendekati level tersebut

(Nakhleh & Shehadeh, 2018).


24

B. Etiologi

Hipoglikemia iatrogenik lebih sering pada pasien diabetes tipe 1 defisiensi

insulin endogen berat dan diabetes tipe 2 lanjut. Insidennya meningkat dengan

durasi diabetes. Hal itu disebabkan oleh pengobatan dengan sulfonylurea, glinide,

atau insulin. Hipoglikemia terjadi sekitar dua sampai tiga kali lebih sering pada

diabetes tipe 1 dibandingkan pada diabetes tipe 2. Tingkat kejadian untuk

hipoglikemia berat untuk pasien dengan diabetes tipe 1 berkisar dari 115 hingga

320 per 100 pasien-tahun. Hipoglikemia berat pada pasien diabetes tipe 2 telah

terbukti terjadi pada tingkat 35 hingga 70 per 100 pasien-tahun. Namun, karena

diabetes tipe 2 jauh lebih banyak dan lebih umum daripada diabetes tipe 1,

sebagian besar episode hipoglikemia, termasuk hipoglikemia berat, terjadi pada

diabetisi tipe 2 (Seaquist et al., 2013).

C. Faktor Resiko

Faktor risiko hipoglikemia dibagi menjadi dua kategori yaitu faktor risiko

yang terkait dengan hiperinsulinemia terapeutik dan faktor yang terkait dengan

kegagalan mekanisme pertahanan terhadap penurunan glukosa plasma (Nakhleh

& Shehadeh, 2018).

Berikut adalah contoh kondisi yang dapat menyebabkan hiperinsulinemia

terapeutik (Nakhleh & Shehadeh, 2018):

1. Pengobatan dengan insulin, sulfonylurea, atau glinide, diberikan dalam

dosis tinggi atau waktu yang salah sehubungan dengan makan


25

2. Kekurangan glukosa eksogen, seperti makan sangat rendah karbohidrat

atau puasa berkepanjangan

3. Kurangnya produksi glukosa endogen setelah konsumsi alkohol

4. Peningkatan penggunaan glukosa selama atau setelah berolahraga

5. Peningkatan sensitivitas insulin karena penurunan berat badan atau

aktivitas fisik

6. Penurunan bersihan insulin pada gagal ginjal, gagal hati, atau

hipotiroidisme.

D. Epidemiologi

Bagi pasien diabetes, hipoglikemia adalah fakta kehidupan. Sekitar 90%

dari semua pasien yang menerima insulin pernah mengalami episode

hipoglikemik. Insiden hipoglikemia yang dilaporkan sangat bervariasi di antara

penelitian, namun pada umumnya pasien dengan diabetes tipe 1 mengalami rata-

rata dua episode gejala hipoglikemia per minggu dan satu episode hipoglikemia

berat setahun sekali. Diperkirakan 2-4% kematian dari populasi ini telah terjadi

dikaitkan dengan hipoglikemia (Shafiee et al., 2012).

Meskipun sulit untuk menilai angka absolut, frekuensi hipoglikemia

iatrogenik secara substansial lebih rendah pada diabetes tipe 2 dibandingkan pada

diabetes tipe 1. Tingkat kejadian representatif untuk hipoglikemia berat (yang

membutuhkan bantuan individu lain) selama terapi insulin agresif pada diabetes

tipe 1 berkisar dari 62 hingga 110 hingga 170 episode per 100 pasien-tahun.

Mereka yang menjalani terapi insulin agresif pada diabetes tipe 2 berkisar dari 3

hingga 10 hingga 73 episode per 100 pasien-tahun (Cryer et al., 2003).


26

Dengan demikian, tingkat hipoglikemia berat pada diabetes tipe 2 kira-kira

10% dari pada diabetes tipe 1 bahkan selama terapi agresif dengan insulin. Tidak

diragukan lagi bahkan lebih rendah pada mereka yang diobati dengan agen

hipoglikemik oral. Namun, data kuantitatif (yaitu, angka kejadian) dari pasien

dengan diabetes tipe 2 yang diobati dengan neareuglikemia dengan pemantauan

hipoglikemia yang ketat tidak tersedia. Studi degan lebih dari 6 tahun follow up

pasien dengan diabetes tipe 2 di Inggris (UKPDS), melaporkan 2,4% dari pasien

yang menggunakan metformin, 3,3% dari pasien yang menggunakan sulfonylurea,

dan 11,2% dari pasien yang menggunakan insulin mengalami hipoglikemia mayor

(yang membutuhkan perhatian medis atau masuk ke rumah sakit). Sebagai

perbandingan, 65% dari pasien diabetes tipe 1 yang dirawat secara intensif di

Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) menderita hipoglikemia berat

(yang membutuhkan bantuan individu lain) selama 6,5 tahun follow up (Cryer et

al., 2003).

D. Patofisiologi

Dalam kondisi normal, penurunan kadar glukosa plasma mengarah pada dua

respons utama: peningkatan produksi glukosa endogen oleh glikogenolisis dan

glukoneogenesis, dan perubahan perilaku yang menyebabkan rasa lapar dan akses

yang tepat ke makanan (Nakhleh & Shehadeh, 2018).

Pada non-penderita diabetes, respon awal terhadap penurunan kadar

glukosa darah adalah penurunan sekresi insulin yang terjadi sedini mungkin.

Kadar glukosa berada dalam kisaran fisiologis rendah. Pengurangan lebih lanjut
27

glukosa menyebabkan peningkatan sekresi glukagon dan epinefrin, serta

peningkatan sekresi kortisol dan hormon pertumbuhan, dan mengaktifkan respons

simpatoadrenal yang intens yang menghasilkan gejala yang relevan (Nakhleh &

Shehadeh, 2018).

Pada banyak pasien diabetes, mekanisme pertahanan ini terganggu.

Mekanisme pertama penurunan sekresi insulin dieliminasi pada pasien dengan

kegagalan sel beta yang signifikan, yang menyebabkan sekresi glukosa hati

tertunda selama hipoglikemia. Respon glukagon terhadap hipoglikemia, meskipun

normal pada tahap awal diabetes, tampaknya terganggu dengan perkembangan

diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2 yang sudah berlangsung lama. Selain itu,

respons simpatoadrenal terhadap hipoglikemia terganggu pada diabetes stadium

lanjut. Penurunan respons adrenal mungkin akibat penurunan ambang glukosa

darah yang diperlukan untuk mengaktifkannya. Dengan demikian, penurunan

gabungan glukagon dan respons epinefrin terhadap hipoglikemia menyebabkan

peningkatan risiko hipoglikemia pada pasien diabetes tipe 1. Mekanisme ini tidak

nampak pada tahap awal diabetes tipe 2, tetapi bertambah seiring diabetes

berkembang dan sekresi insulin endogen menurun (Nakhleh & Shehadeh, 2018).
28

E. Klasifikasi

Hipoglikemia diklasifikasikan berdasarkan hipoglikemia yang terdeteksi

oleh SMGD, CGM (setidaknya selama 20 menit), atau pengukuran laboratorium

glukosa plasma menjadi tiga level (Nakhleh & Shehadeh, 2018).

Level 1. Nilai peringatan glukosa ≤70mg / dL

(3.9mmol / L). Hal ini tidak perlu dilaporkan secara rutin

dalam studi klinis, meskipun akan tergantung pada tujuan

penelitian (Nakhleh & Shehadeh, 2018).

Level 2. Kadar glukosa <54mg / dL (3.0mmol / L) cukup rendah untuk

menunjukkan hipoglikemia yang serius dan penting secara klinis (Nakhleh &

Shehadeh, 2018).
29

Level 3. Hipoglikemia berat, seperti yang didefinisikan oleh ADA,

menunjukkan gangguan kognitif parah yang membutuhkan bantuan eksternal

untuk pemulihan (Nakhleh & Shehadeh, 2018).

Sumber: Standard of medical care in diabetes (American Diabetes Association,

2019).

F. Manifestasi Klinis

Konsentrasi glukosa plasma turun menyebabkan serangkaian gejala

dengan memberi sinyal respons sistem saraf otonom yang dimediasi oleh sistem

saraf pusat dan dengan membatasi metabolisme saraf. Gejala neurogenik (atau

otonom) adalah hasil dari persepsi perubahan fisiologis yang disebabkan oleh

aktivasi sistem saraf otonom yang dipicu oleh hipoglikemia. Meskipun ketiga

komponen eferen dari sistem saraf otonom adrenomeduler, saraf simpatis, dan

saraf parasimpatis — diaktivasi oleh hipoglikemia, gejala neurogenik diduga

disebabkan oleh aktivasi simpatoadrenal dan dimediasi oleh norepinefrin yang

dilepaskan dari neuron postganglionik adrenergik simpatis, medula adrenal, atau

keduanya, oleh asetilkolin yang dilepaskan dari neuron postganglionik simpatis

kolinergik dan oleh epinefrin yang dilepaskan dari medula adrenal. Beberapa

gejala neurogenik, seperti gemetar, palpitasi, dan kecemasan / gairah, bersifat


30

adrenergik (diperantarai katekolamin); sedangkan yang lain, seperti berkeringat,

lapar, dan parestesia, bersifat kolinergik. Kesadaran hipoglikemia sebagian besar

merupakan hasil dari persepsi gejala neurogenik dan pengakuan bahwa gejala

tersebut merupakan indikasi hipoglikemia. Oleh karena itu, kesadaran

hipoglikemia adalah fungsi dari pengetahuan dan pengalaman individu, serta

respon fisiologis terhadap konsentrasi glukosa rendah (Cryer et al., 2003).

Gejala neuroglikopenik adalah akibat kekurangan glukosa saraf otak.

Mereka termasuk sensasi hangat, lemah, dan juga kelelahan kesulitan berpikir,

kebingungan, perilaku perubahan (sering bingung dengan mabuk oleh orang lain),

dan ketidakmampuan emosional. Mereka juga termasuk kejang, kehilangan

kesadaran, dan, jika hipoglikemia parah dan berkepanjangan, kerusakan otak dan

bahkan kematian (Cryer et al., 2003).

Tanda-tanda fisik yang dihasilkan dari aktivasi sistem simpatoadrenal

antara lain pucat dan diaphoresis, yang sering menonjol, dan peningkatan denyut

jantung dan tekanan darah sistolik, yang seringkali lebih halus. Bukti

neuroglikopenia dapat menjadi manifestasi yang paling jelas, atau bahkan satu-

satunya, yang dapat diamati pada hipoglikemia. Memang, gejala neuroglikopenik

seringkali merupakan petunjuk yang dikenali oleh keluarga dan teman dari

individu yang terkena. Hipotermia sering muncul. Terjadi defisit neurologis fokal

sementara (mis., Diplopia, hemiparesis) kadang. Seperti disebutkan sebelumnya,

kerusakan otak permanen jarang terjadi (Cryer et al., 2003).


31

Sumber : Hypoglycemia (Yale et al., 2018).

G. Diagnosis

Diagnosis hipoglikemia ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang sesuai kebutuhan. Pada anamnesis

berupa keluhan yang disampaikan pasien dan pemeriksaan klinis berdasarkan

gejala dan tanda hipoglikemia. Selain itu perlu untuk menggali faktor risiko yang

dapat mendukung terjadinya hipoglikemia.


32

Meskipun gambaran klinis dapat menjadi karakteristik, terutama untuk

individu yang berpengalaman dengan diabetes, gejala dan tanda hipoglikemia

cenderung nonspesifik. Oleh karena itu, dokumentasi konsentrasi glukosa plasma

atau glukosa darah yang rendah, jika memungkinkan, sangat membantu. Selain itu

dapat digunakan Whipple triad:

- gejala yang sesuai dengan hipoglikemia,

- glukosa plasma rendah atau konsentrasi glukosa darah, dan

- resolusi gejala tersebut setelah konsentrasi glukosa dinaikkan menjadi

normal.

Gejala hipoglikemia bersifat idiosinkratik dan tidak jarang hanya terjadi pada

individu tertentu. Jadi, banyak penderita diabetes mempelajari gejala unik mereka

berdasarkan pengalaman mereka. Gejala hipoglikemia dapat terjadi tetapi tidak

dikenali sebagai indikasi hipoglikemia, terutama bila perhatian pasien difokuskan

pada masalah lain. Misalnya, beberapa melaporkan bahwa mereka cenderung

tidak mengenali hipoglikemia saat bekerja daripada saat melakukan aktivitas

santai. Selain itu, gejalanya relatif tidak sensitif. Orang dengan diabetes yang

tidak terkontrol dapat menderita gejala hipoglikemia pada konsentrasi glukosa

plasma lebih tinggi daripada yang diperlukan untuk menimbulkan gejala pada

individu non diabetes, sedangkan mereka yang terkontrol dengan ketat sering

mentolerir kadar glukosa rendah tanpa gejala. Dalam praktiknya, kadar glukosa

darah yang dimonitor sendiri yang harus menjadi perhatian perlu dibuat secara

individual untuk pasien tertentu pada titik waktu tertentu. Karena tingkat yang
33

lebih rendah mengganggu pertahanan terhadap hipoglikemia berikutnya, maka

ditetapkan batas bawah 72 mg / dl (4.0 mmol / l) (Cryer et al., 2003).

H. Tatalaksana

Kebanyakan kasus hipoglikemia simtomatik dan asimtomatik bisa diobati

secara efektif dengan mengonsumsi karbohidrat yang bekerja cepat yang setara

dengan sekitar 20 gram glukosa, yang merupakan dosis yang wajar dalam

sebagian besar kasus ini, dengan perbaikan klinis diharapkan dalam 20 menit.

Setelah glukosa darah di atas 70mg / dL (~ 4mmol / L) dan pasien telah pulih,

karbohidrat kerja cepat harus diikuti dengan pemberian karbohidrat kerja lama

karena, dalam kasus hiperinsulinemia terus menerus, efek glukosa oral bersifat

sementara dan berlangsung kurang dari dua jam (Nakhleh & Shehadeh, 2018).

Berikut adalah protokol untuk pengobatan hipoglikemia di sesuai dengan

pedoman dari Joint British Diabetes Societies :

Orang dewasa yang sadar, berorientasi dan mampu menelan

1. Berikan 15-20g karbohidrat kerja cepat pilihan pasien jika

memungkinkan. Contoh: GlucoGel 15g, jus jeruk 150- 200ml, 3-4

sendok teh gula dilarutkan dalam air.

2. Ulangi pengukuran glukosa darah kapiler 10-15 menit kemudian.

Jika masih kurang dari 70mg / dL, ulangi langkah pertama (tidak

lebih dari 3 perawatan secara total).

4. Jika glukosa darah kapiler tetap kurang dari 70mg / dL setelah 30-

45 menit atau 3 siklus pengobatan, pertimbangkan IV 150-200ml

glukosa 10% selama 15 menit atau 1 mg glukagon


34

5. Setelah glukosa darah di atas 70mg / dL dan pasien sudah sembuh,

dianjurkan untuk memberikan karbohidrat kerja panjang. Contoh:

Satu potong roti, 200- segelas susu 300ml (biasanya, setiap makan

reguler akan mengandung karbohidrat kerja panjang).

N.B. pasien yang diberi glukagon membutuhkan porsi yang lebih besar dari

karbohidrat longacting untuk mengisi simpanan glikogen.

N.B. Jika hipoglikemia terjadi akibat sulfonylurea atau insulin kerja lama, risiko

hipoglikemia dapat bertahan 24-36 jam setelah dosis terakhir, terutama pada orang

dengan insufisiensi ginjal.

Orang dewasa yang sadar tetapi bingung, tidak dapat bekerja sama tapi bisa

menelan

1. Jika pasien tidak kooperatif tetapi mampu menelan, berikan 2

tabung glukosa (misalnya GlucoGel) diperas ke dalam mulut atau

berikan glukagon 1mg IM.

2. Ulangi kadar glukosa darah kapiler setelah 10-15 menit. Jika masih

kurang dari 70mg / dL, ulangi langkah pertama (tidak lebih dari

total 3 perawatan dan hanya memberikan glukagon IM satu kali).

3. Jika glukosa darah kapiler tetap kurang dari 70mg / dL setelah 30-

45 menit (atau 3 siklus pengobatan), berikan IV 150-200ml

glukosa 10% selama 15 menit.

4. Setelah glukosa darah di atas 70 mg / dL dan pasien sudah sembuh,

dianjurkan memberikan karbohidrat kerja panjang.

Orang dewasa yang tidak sadar dan / atau mengalami kejang


35

1. Diperlukan evaluasi medis yang mendesak. Yang berikut harus

diperiksa dan dirawat sesuai: jalan nafas (beri oksigen),

pernapasan, sirkulasi, tingkat kesadaran, glukosa darah dan suhu

tubuh. Jika pasien mendapat infus insulin (misalnya pompa),

segera matikan.

2. Dapatkan akses IV dan berikan 75-100ml glukosa 20% di atas 15

menit atau 150 200ml glukosa 10% selama 15 menit. Ulangi

pengukuran glukosa darah kapiler 10 menit kemudian. Jika masih

kurang dari 70mg / dL, ulangi langkah ini.

3. IM glukagon 1mg adalah pilihan lain, terutama jika tidak ada akses

ke glukosa intravena. Perlu dicatat bahwa glukagon mungkin

kurang efektif pada pasien yang diresepkan sulfonylurea terapi atau

pasien yang saat ini di bawah pengaruh alkohol. Jika pengobatan

jangka panjang diperlukan, glukosa IV lebih baik.

4. Setelah glukosa darah lebih besar dari 70mg / dL dan pasien pulih,

berikan karbohidrat kerja panjang pilihan pasien jika

memungkinkan.

I. Komplikasi

Secara keseluruhan, diperkirakan 4% hingga 10% kematian pasien dengan

diabetes tipe 1 dikaitkan dengan hipoglikemia. Dalam sampel 1013 orang dewasa

dengan diabetes tipe 1 atau 2, laporan diri hipoglikemia berat dikaitkan dengan

kematian 3,4 kali lipat lebih tinggi setelah 5 tahun dibandingkan dengan mereka

yang melaporkan tidak ada kejadian atau kejadian ringan. Dalam sebuah
36

penelitian terhadap 11.140 orang dengan diabetes tipe 2, angka kematian di antara

mereka yang melaporkan hipoglikemia berat adalah 19,5%, dibandingkan dengan

9% untuk mereka yang tidak hipoglikemia berat, dan semua penyebab risiko

kematian tetap meningkat selama 4 tahun setelah kejadian hipoglikemik parah

(Morales & Schneider, 2014).

Banyak dari kematian ini dapat dimediasi melalui peningkatan risiko

kematian kardiovaskular. Dalam uji coba ADVANCE, hipoglikemia berat

dikaitkan dengan peningkatan yang signifikan dalam risiko kejadian

makrovaskular mayor dan kejadian mikrovaskular mayor. Dalam populasi besar

(> 860.000) orang dengan diabetes tipe 2, mereka dengan kejadian hipoglikemik

rawat jalan dan masuk berikutnya untuk kejadian kardiovaskular memiliki

kemungkinan 79% lebih tinggi dari kejadian kardiovaskular akut, bahkan setelah

penyesuaian untuk variabel perancu yang penting (Morales & Schneider, 2014).

Efek fisiologis terkait hipoglikemia, yang mungkin meningkatkan risiko

penyakit kardiovaskular, termasuk tingkat sirkulasi yang lebih tinggi dari penanda

inflamasi, molekul adhesi vaskular, dan penanda trombosis dan aktivasi trombosit.

Hipoglikemia yang diinduksi insulin juga dikaitkan dengan perubahan fungsi

listrik jantung, yang mungkin penting dalam menimbulkan aritmia parah dan

sindrom "dead-inbed". Menarik untuk dicatat bahwa dalam sebuah penelitian

melihat terutama pada perubahan elektrokardiografik setelah satu bolus insulin,

perpanjangan interval QT pada subjek serupa ketika normoglikemik 15 menit

setelah injeksi dan ketika hipoglikemik pada glukosa darah (perpanjangan QTc 27

19 ms dan 25 24 ms, masing-masing, P. 25), menunjukkan bahwa hipoglikemia


37

saja mungkin tidak bertanggung jawab atas perubahan yang diamati ini (Morales

& Schneider, 2014).

Hipoglikemia berat dapat merusak kognitif secara permanen pada orang

muda dan orang dewasa yang lebih tua. Dibandingkan dengan populasi umum,

penderita diabetes tipe 2 dan hipoglikemia memiliki peningkatan risiko 1,5 hingga

2,5 kali lipat mengembangkan demensia, yang dapat dikaitkan dengan

perkembangan penyakit mikrovaskuler serebral atau faktor lain yang membuat

otak orang yang lebih tua lebih rentan. Risiko demensia pada pasien yang lebih

tua telah terbukti sesuai dengan frekuensi hipoglikemia berat (Morales &

Schneider, 2014)..

J. Pencegahan

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah hipoglikemia pada

pasien DM antara lain (American Diabetes Association, 2019):

a. Pemantauan dan penetapan tujuan

i. Dorong SMGD sebelum makan, sebelum tidur, dan selama

gejala sugestif

ii. Dorong SMGD antara pukul 2 pagi. dan 5 A.M. setidaknya tiga

kali seminggu

iii. Tetapkan target untuk kadar glukosa darah preprandial pada

100–150 mg / dL

b. Pendidikan pasien
38

i. Mendidik pasien tentang gejala hipoglikemik dan peran

hipoglikemia rekuren dalam penyebab ketidaksadaran

hipoglikemia

ii. Yakinkan pasien bahwa ketidaksadaran hipoglikemia dapat

disembuhkan melalui menghindari hipoglikemia

iii. Latih pasien untuk mengenali dan segera merespons gejala

neuroglikopenik dini

c. Intervensi diet

i. Pastikan asupan kalori yang memadai

ii. Rekomendasikan camilan interprandial dan sebelum tidur

iii. Pastikan akses ke karbohidrat yang mudah diserap setiap saat

iv. Pertimbangkan minuman xanthine dalam jumlah sedang, jika

ditoleransi

d. Konseling latihan fisik

i. Dorong SMGD sebelum, selama, dan setelah berolahraga

ii. Anjurkan asupan kalori sebelum latihan jika glukosa darah

adalah, 140 mg / dL

iii. Anjurkan konsumsi kalori tambahan selama dan setelah

olahraga jika glukosa darahnya, 140mg / dL

e. Penyesuaian obat

i. Sesuaikan rejimen insulin untuk mencapai dan

mempertahankan kadar glukosa target


39

ii. Gunakan analog insulin kerja cepat (lispro, aspart, glulisine)

untuk mengurangi risiko interprandial hipoglikemia

iii. Gunakan analog insulin basal (glargine, detemir) untuk

mengurangi risiko hipoglikemia nokturnal

iv. Pertimbangkan pompa infus insulin subkutan kontinu, yang

sesuai

v. Pertimbangkan perangkat CGM

K. Prognosis

Prognosis hipoglikemia tergantung pada penyebab kondisi ini, tingkat

keparahannya, dan durasinya. Jika penyebab hipoglikemia puasa diidentifikasi

dan diobati lebih awal, prognosisnya sangat baik. Jika masalah tidak dapat

disembuhkan, seperti tumor ganas yang tidak dapat dioperasi, prognosis jangka

panjangnya buruk. Namun, perhatikan bahwa tumor ini mungkin berkembang

agak lambat. Hipoglikemia berat dan berkepanjangan dapat mengancam nyawa

dan dapat dikaitkan dengan peningkatan mortalitas pada pasien diabetes (Zammitt

& Frier, 2005).

Jika pasien mengalami hipoglikemia reaktif, gejala sering kali secara

spontan membaik seiring waktu, dan prognosis jangka panjangnya sangat baik.

Hipoglikemia reaktif sering berhasil diobati dengan perubahan pola makan dan

dikaitkan dengan morbiditas minimal. Kematian tidak diamati. Hipoglikemia

reaktif yang tidak diobati dapat menyebabkan ketidaknyamanan yang signifikan

pada pasien, tetapi gejala sisa jangka panjang tidak mungkin terjadi (Zammitt &

Frier, 2005).
40
41

BAB IV

PEMBAHASAN

Dari anamnesis didapatkan pasien mengalami penurunan kesadaran

dengan riwayat makan sedikit sejak 2 HSMRS dan penggunaan insulin, hal ini

sesuai dengan faktor risiko terjadinya hipoglikemia pada pasien DM. Pasien

mengalami kekurangan intake karbohidrat sedangkan masih dalam penggunaan

insulin kerja panjang sehingga memicu hyperinsulinemia. Penurunan kesadaran

yang terjadi merupakan efek neuroglycopenic dari hipoglikemia.

Pemeriksaan fisik didapat pasien lemas dan sopor (E2V0M5), untuk tanda-

tanda vital pasien TD 235/110 mmHg 🡪 212/113 mmHg , suhu badan 35.9 oC,

nadi 98x/menit, respirasi 24x/menit , dan saturasi oksigen 81% roomair dan 99%

nasal kanul. Didapatkan palpitasi yang merupaka tanda neurogenic. Untuk

pemeriksaan head to toe didapatkan ronkhi basah basal dan edema pada kedua

extremitas inferior pasien, mendukung riwayat gagal ginjal kronis yang dialami

pasien.

Pada pemeriksaan penunjang hasil laboratorium fungsi ginjal tanggal 21

Desember 2020 didapatkan peningkatan ureum dan creatinine yang dapat menjadi

perancu dalam penegakan diagnosis hipoglikemi. Peningkatan ureum kreatinin

pada pasien dapat memberikan diferensial diagnosis sindrom uremia. Dari hasil

pemeriksaan juga didapatkan gula darah sewaktu 25mg/dl, hal ini sesuai untuk

menegakkan diagnose hipoglikemia pada pasien dimana GDS<70mg/dl.


42

Pada follow up didapatkan ketidakstabilan gula darah pada pasien. Pasien

mengalami peningkatan sensitifitas pada insulin sehingga memiliki risiko

hipoglikemia yang tinggi. Dilakukan penyesuaian terapi insulin yang diterima

pasien, mulai dari penurunan dosis insulin kerja panjang, hingga penggantian

regimen menjadi insulin kerja cepat dengan dosis yang rendah hingga pasien

mencapai gula darah yang stabil.


43

BAB V

KESIMPULAN

Hipoglikemia adalah respon autonomic (neurogenic) atau neuroglycopenic

terhadap intake karbohidrat yang tidak adekuat. Diagnosis hipoglikemia

ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa plasma dengan kadar <70mg/dl. Tanda

dan gejala hipoglikemia dibagi menjadi tanda neurogenic dan neuroglycopenic

tanda neurogenik muncul pada awal episode hipoglikemia, antara lain, tremor,

palpitasi, kelaparan dan kesemutan. tanda neuroglikopenik muncul pada fase

lanjut, yaitu, kesulitan berkonsentrasi, kebingungan, kelemahan, pusing, hingga

penurunan kesadaran.

Penegakan diagnosis pada kasus ini didasarkan pada klinis pasien yang

mengalami penurunan kesadaran dan hasil pemeriksaan gula darah sewaktu

25mg/dl. Penatalaksanaan yang dilakukan pada awal adalah pemberian bolus

glukosa intravena. Dalam masa pemantauan selanjutnya pasien mengalami

ketidakstabilan gula darah sehingga dilakukan penyesuaian dosis dan regimen

pada terapi insulin yang diberikan.


44

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. (2019). Standards of Medical Care in Diabetes—

2019. Diabetes Care, 42(Supplement 1). https://doi.org/10.2337/dc19-

S006

Cryer, P. E., Davis, S. N., & Shamoon, H. (2003). Hypoglycemia in Diabetes.

Diabetes Care, 26(6), 1902–1912.

https://doi.org/10.2337/diacare.26.6.1902

Nakhleh, A., & Shehadeh, N. (2018). Chapter 01 Hypoglycemia in Diabetes. 26.

Rudijanto, A., Saraswati, M. R., Yunir, E., Kumala, P., Puteri, H. H. S., &

Mandang, V. V. V. (2018). Indonesia Cohort of IO HAT Study to

Evaluate Diabetes Management, Control, and Complications in

Retrospective and Prospective Periods Among Insulin-Treated Patients

with Type 1 and Type 2 Diabetes. Acta Med Indones, 50(1), 12.

Seaquist, E. R., Anderson, J., Childs, B., Cryer, P., Dagogo-Jack, S., Fish, L.,

Heller, S. R., Rodriguez, H., Rosenzweig, J., & Vigersky, R. (2013).

Hypoglycemia and Diabetes: A Report of a Workgroup of the American

Diabetes Association and The Endocrine Society. Diabetes Care, 36(5),

1384–1395. https://doi.org/10.2337/dc12-2480

Shafiee, G., Mohajeri-Tehrani, M., Pajouhi, M., & Larijani, B. (2012). The

importance of hypoglycemia in diabetic patients. Journal of Diabetes &

Metabolic Disorders, 11(1), 17. https://doi.org/10.1186/2251-6581-11-17


45

Yale, J.-F., Paty, B., & Senior, P. A. (2018). Hypoglycemia. Canadian Journal of

Diabetes, 42, S104–S108. https://doi.org/10.1016/j.jcjd.2017.10.010

Zammitt, N. N., & Frier, B. M. (2005). Hypoglycemia in Type 2 Diabetes:

Pathophysiology, frequency, and effects of different treatment modalities.

Diabetes Care, 28(12), 2948–2961.

https://doi.org/10.2337/diacare.28.12.2948

Anda mungkin juga menyukai