Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH WAWASAN KEMARITIMAN

“Lingkungan Maritim “

OLEH :

NAMA : INDRAYANTI FAUZIAH

NIM : J1A121269

KELAS : E

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudulkan
“Lingkungan Maritim”. Dengan adanya makalah ini, penulis berharap kita
sebagai mahasiswa dapat mengetahui dan memahami konsep tentang lingkungan
maritim serta menyadari perlunya memanfaatkan serta mempertahankan lingkungan
maritim Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini. Selain itu, penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini pasti masih banyak kekurangan dan kesalahan baik dalam segi isi maupun
penulisannya. Untuk itu, penulis mohon kritik dan sarannya untuk perbaikan dan
penulisan selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semuanya.

. Kendari, 21 November 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER…………………………………………..……………….........i

KATA PENGANTAR……………………………...…….......................ii

DAFTAR ISI………………………………………… ……..…………iii

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…… ………………………….........................4
B. Rumusan Masalah…………………………………………….5
C. Tujuan Penulisa.………………………………………………5
D. Manfaat Penulisan………………………………........................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Pengertian Lingkungan Maritim……………………………………..
B. Peradaban maritim di Indonesia …………………..…….…….........6
C. Negara Indonesia bisa berpengaruh bagi poros maritim dunia………….6
D. Kondisi Masyarakat Pesisir ………………………………………..12
E. Nelayan tradisional terpinggirkan ………………………………...14
F. Ekonomi Maritim Indonesia di Kuasai Asing…………………………..
G. Sistem logistik nasional masih lemah…………………………………..
H. Produk-produk dari International Maritim Organization ……..….....19
I. Upaya-Upaya Pencemaran Laut………………………………….22
J. Pemanfaatan Lingkungan Maritim…………………………………..

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan………………………..……………………………….30
B. Saran……………………………………………………………..……30

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Sebagai negara maritim terbesar di dunia, Indonesia memiliki luas wilayah laut dan
Zona Ekonomi Eksklusif berturut-turut 3,1 dan 2,7 juta km,dikarunia sumber daya
pesisir dan lautan yang sangat beragam dengan jumlah besar. Kondisi ekologis wilayah
laut Indonesia merupakan wilayah yang penuh daya tarik dan menantang dari sudut
pengkajian berbagai ilmu pengetahuan. Ekosistem laut Indonesia mengandung sejumlah
fenomena yang menarik untuk dikaji dari berbagai dimensi dan sudut pandang, baik
dimensi fisik ekologis, maupun dimensi yang berkaitan dengan masalah sosial budaya,
termasuk di dalamnya penggunaan teknologi dalam pengelolaan dan pemanfaatan
lingkungan laut.
Sumber daya potensil bagi ekosistem laut Indonesia, baik sumber daya yang dapat pulih
(renewble resources), seperti perikanan tangkap,perikanan budidaya pantai (tambak)
dan marikultur, mangrove, terumbu karang, padang lamun, dan rumput laut pada
umumnya belum dimanfaatkan secara optimal. Demikian pula dengan sumber daya
yang tidak dapat pulih (urenewble resources), seperti minyak dan gas bumi, dan mineral
lainnya serta jasa-jasa lingkungan (environmental service), yang meliputi
energi,kawasan rekreasi dan pariwisata, masih banyak yang belum terjamah dan
dimanfaatkan secara optimal.
Belum termanfaatkan nya secara optimal dari segenap potensi sumber daya laut
tersebut terkait erat dengan masalah perkembangan teknologi yang d i k u a s a i , baik
oleh pemerintah maupun masyarakat maritim sendiri.Pemanfaatan lingkungan alam laut
sesungguhnya merupakan serangkaian upaya yang dilakukan oleh individu maupun
kelompok masyarakat dengan mendaya gunakan sejumlah potensi yang terkandung di
dalam lingkungan laut tersebut untuk memenuhi sejumlah kebutuhan manusia.Dalam

4
upaya pemanfaatan lingkungan laut itu, teknologi sebagai wujud dan fungsi kebudayaan
memegang peranan yang sangat penting.
Mencermati dinamika konteks tersebut di atas, maka dilaksanakannya Perumusan
Kebijakan Kebijakan Strategi Pengamanan Wilayah Nasional, yang bertujuan untuk
merumuskan kebijakan strategi pengamanan wilayah nasional, terutama laut, sebagai
negara kepulauan yang mempunyai posisi geostrategis sangat unggul di lintasan jalur
pelayaran manca negara. Sasaran yang ingin dicapai dari perumusan kebijakan ini
adalah tersusunnya kebijakan strategi pengamanan wilayah nasional, yang dapat
dijadikan masukan dalam perumusan operasional strategi pertahanan keamanan dan
pengembangan wilayah Negara maritime yang tangguh .

B  RUMUSAN MASALAH
adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Apa yang di maksud dengan lingkungan maritim?
2. Bagaimana peradaban maritim?
3. Mengapa negara Indonesia bisa berpengaruh bagi poros maritim dunia?
4. Bagaimana kemiskinan yang terjadi pada masyarakat pesisir?
5. Mengapa nelayan tradisional terpinggirkan?
6. Bagaimana ekonomi maritim yang dikuasai oleh Negara asing?
7. Mengapa sistem logistik masih lemah?
8. Apa saja produk dari International Maritim Organization?
9. Bagaimana upaya-upaya meningkatkan keselamatan dan mengurangi
pencemaran laut ?
10. Apa saja manfaat lingkungan kemaritiman bagi Indonesia?

5
C.  TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui lingkungan maritim .
2. Untuk mengetahui peradaban maritim .
3. Untuk mengetahui alasan negara Indonesia bisa berpengaruh bagi
poros maritim dunia .
4. Untuk mengetahui kemiskinan yang terjadi pada masyarakat pesisir .
5. Untuk mengetahui nelayang tradisional bisa terpinggirkan .
6. Untuk mengetahui ekonomi maritim yang dikuasai oleh Negara asing .
7. Untuk mengetahui sistem logistik masih lemah.
8. Untuk mengetahui produk dari International Maritim Organization.
9. Untuk mengetahui upaya-upaya meningkatkan keselamatan
dan mengurangi pencemaran laut .
10. Untuk mengetahui manfaat lingkungan kemaritiman bagi Indonesia .

D.  MANFAAT PENULISAN

Manfaat yang dapat dipetik dalam makalah ini yaitu, dapat memberikan wawasan lebih
kepada pembaca tentang kemaritiman, terkhusus di Indonesia. Dimana kita ketahui
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan potensi alam. Selain itu, mendorong
kesadaran kita bahwa kita merupakan generasi berikutnya yang harus melanjutkan
perjuangan para tokoh terdahulu yang memperjuangkan wilayah maritim.

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Lingkungan Maritim

          Pada  dasarnya batas lingkungan maritim suatu negara adalah artifisial karena
pencemaran yang terjadi disuatu negara akan dirasakan juga oleh negara yang
berbatasan laut. Tumpahan minyak dari kapal tanker akan mencemari pula perairan
negara lain yang berbatasan. Seperti sudah dikenal sebelumnya konsep tentang
pencemaran oleh tindakan manusia dapat dibedakan atas dua macam yakni :
Pollution Pay Principles. Prinsip ini secara tidak langsung memberi hak  kepada
pencemar untuk melakukan pencemaran asalkan membayar kompensasinya. Dalam
lingkungan bisnis maritim konsep ini sudah mulai ditinggalkan, pengenaan denda lebih
dianggap sebagai hukuman  bukan sebagai kompensasi.
Pollution Prevention Pays. Pada konsep ini pencemaran harus dicegah secara proaktif,
untuk itu perlu pengerahan dana untuk mencegah terjadinya pencemaran. Konsep inilah
yang dikembangkan oleh IMO dalam konvensi-konvensi internasional tentang
pencegahan pencemaran lingkungan maritim seperti keharusan membuat konstruksi
Double Hull dan Segragated Ballast Tank untuk kapal tanker minyak mentah.
Kalau kita tinjau apa yang dikemukakan oleh  Naes (1989) tentang ekofilosofi yang
membedakan dua kelompok pencinta lingkungan hidup. Penganut ekologi dangkal
(diarahkan kepada kepentingan negara barat/maju  semata) dan penganut ekologi
mendalam, kelompok ini berpendapat manusia adalah bahagian integral dari alam
kehidupan dan makhluk hidup mempunyai hak yang sama.
Dalam menyiasati lingkungan maritim global teori ini memang ada benarnya, negara-
negara maju/barat terlihat lebih banyak berfikir untuk kepentingan regional negara-
negaranya sendiri. Sebagai contoh kecelakaan kapal Torey Canyon di Alaska telah
membuat para pemikir disana untuk mengharuskan semua kapal yang memasuki
wilayah Amerika dengan konstruksi double hull. Begitu juga dengan kasus lainnya
negara-negara barat dengan mudahnya mengambil keputusan untuk membuang limbah

7
nuklirnya ke kawasan Pasifik dan tidak di Atlantik misalnya.  Kalau kita bandingkan
kecelakaan tanker yang terjadi diselat Malaka beberapa waktu yang lalu,  suatu lintasan
laut terpadat di dunia belum membuat negara-negara maju/barat  untuk berbuat sesuatu
untuk melindungi kawasan tersebut. Contoh-contoh diatas merupakan pembenaran dari
teori ekologi dangkal dari Naes.
Dalam dunia maritim persyaratan mengenai pencegahan pencemaran laut  harus
dipenuhi untuk dapat berlayar diperairan internasional atau memasuki negara lain.
Adanya peraturan dari IMO-PBB tentang MARPOL (Marine Pollution) merupakan
gambaran keterkaitan yang tidak dapat ditawar antara keinginan mempertahankan
ekologi dengan kepentingan bisnis.
Dewasa ini masalah lindungan lingkungan tidak semata-mata membicarakan bagai
mana menganggulangi pencemaran, tetapi sudah beralih kepada bagai mana agar
pencemaran tidak terjadi, bersifat proaktif(Pollution Prevention Pays). Biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk keperluan lindungan lingkungan sudah di internalisasikan menjadi
anggaran operasi. Di Pertamina lindungan lingkungan merupakan bagian yang tidak
terpisah dengan kegiatan operasi perusahaan. Setiap direktorat memiliki bagian yang
bertanggung jawab terhadap Lindungan Lingkungan (LK3).

B.Peradaban maritim di Indonesia

Indonesia memiliki potensi alam yang luas. Pemanfaatan yang dilakukan pada alam
sangatlah beragam. Kita ketahui bahwa Indonesia dominan dengan lautnya. Sehingga
inilah yang mendorong banyak pihak untuk menggunakannya sebagai kebutuhan
ekonomi. Dahulu kita telah mengenal beberapa sektor ekonomi kelautan secara
tradisional antara lain penangkapan ikan, pelayaran rakyat, industri pengolahan hasil
laut dan wisata bahari. Belakangan ini telah berkembang industri baru yang berbasis
eksploitasi sumber daya kelautan yakni produksi gas alam dan petroleum, budidaya
kelautan, perikanan tangkap, dan pariwisata kelautan.
            Hadirnya era globalisasi yang memperluas jaringan perdagangan baik nasional
maupun internasional menjadikan sektor maritim Indonesia semakin terbuka lebar untuk

8
dimanfaatkan bagi peningkatan perekonomian masyarakat antara lain melalui sektor
perkapalan dan jasa pelabuhan sehingga dapat menciptakan kesejaheraan bagi
masyarakat Indonesia secara keseluruhan sesuai dengan amanat yang tercantum pada
Pembukaan UUD 1945. Perkembangan kehidupan masyarakat dulunya berawal aktifitas
umum masyarakat yang tinggal di pesisir pantai untuk mempertahankan hidup dengan
mencari ikan, kura-kura, atau penyu untuk dimakan. Seiring berkembangnya waktu,
kegiatan itu menjadi sumber perekonomian mereka.
Indonesia dikenal dengan negara Maritim dan yang dimaksud dengan negara Maritim
adalah Negara yang daerah teritorial lautnya lebih luas daripada daerah teritorial
daratnya dengan kata lain Negara Maritim adalah negara yang menyandang predikat
Negara Kepulauan. Kenapa Indonesia disebut sebagai negara maritim hal ini
dikarenakan Negara Indonesia merupakan negara Kepualauan dan 2/3 wilayah
Indonesia merupakan lautan dan 1/3 -nya merupakan daerah daratan.
Konsekuensi menyandang predikat sebagai negara maritim adalah Indonesia harus
mengembangkan aktifitas pelayarannya, hal ini karena salah satu penunjang
perekonomian Indonesia adalah sektor pelayaran, ini juga didukung oleh letak strategis
Negara Indonesia yang berada di daerah persilangan dunia yang juga membuat
indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam mengembangkan laut.
Dalam mengolah dan membangun sumberdaya maritim tersebut diperlukan adanya
kearifan lokal. Disini kearifan lokal diartikan sebagai kebijaksanaan atau pengetahuan
yang dimiliki oleh masyarakat alam rangka mengelola lingkungan, yaitu pengetahuan
yang melahirkan perilaku hasil adaptasi mereka terhadap lingkungan, yang implikasinya
adalah kelestarian dan kelangsungan lingkungan untuk jangka panjang.
Dalam kearifan lokal terkandung pula kebudayaan lokal, hal ini menyebabkan
pembangunan pada daerah-daerah tidak boleh menghilangkan unsur budaya dari daerah
tersebut. Seharusnya pembangunan di suatu daerah harus melihat terlebih dahulu
kondisi sosial-budayanya, sehingga dapat mengolah sumber daya dengan baik tanpa
merugikan penduduk yang pada akhirnya akan memajukan perekonomian daerah dan
nasional.

9
Indonesia seperti yang telah dijelaskan merupakan negara kemaritiman, dimana kondisi
Indonesia yang lebih banyak daerah perairan dari pada daerah daratan. Kondisi inilah
yang membentuk budaya indonesia menjadi budaya yang lebih merujuk pada budaya
kemaritiman, yang masyarakat lebih banyak berprofesi sebagai nelayan pada daerah
pesisir.
Budaya Indonesia sebagai budaya kemaritiman, maka pembangunan yang dilaksanakan
di indonesia haruslah berparadigma kemaritiman, dimana maritim menjadi pusat
pembangunan bangsa. Hal ini dapat diwujudkan melalui pembangunan berkelanjutan
kemaritiman yang dirancang oleh pemerintahan seperti; penangkapan ikan alami;
pelestarian daerah pesisir, pengolahan energi alam di bawah laut menggunakan
AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), dan penangkaran/ pelestarian biota
laut yang dianggap punah, dan membangun pariwisata bahari.
Namun pada kenyataannya banyak penelitian yang mengungkapkan perilaku
penangkapan ikan pada zaman modern lebih senang menangkap ikan menggunakan
peralatan yang dapat menyebabkan kerusakan pada kelestarian biota laut, seperti
contohnya Bom yang digunakan oleh para nelayan memiliki efek destruktif pada
kehidupan bawah laut, hal ini disebabkan bom tersebut mengandung zat kimia yang
dapat melumpuhkan biota-biota laut.

Keadaan dan Masalah Maritim Indonesia

Bangsa Indonesia melahirkan Wawasan Nusantara.Pandangan itu adalah satu konsepsi


geopolitik dan geostrategi yang menyatakan bahwa Kepulauan Nusantara yang meliputi
seluruh wilayah daratan, lautan dan ruang angkasa di atasnya beserta seluruh
penduduknya adalah satu kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan-
keamanan.Agar bangsa Indonesia mencapai tujuan perjuangannya, yaitu terwujudnya
masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila, Wawasan Nusantara
harus diaktualisasikan dan tidak tinggal sebagai semboyan atau potensi belaka.
Untuk memperoleh aktualisasi Wawasan Nusantara ada tiga kendala utama, yaitu :

10
1.       Indonesia belum menjalankan manajemen nasional yang memungkinkan
perkembangan seluruh bagian dari Benua Maritim itu. Terdahulu bangsa Indonesia
menggunakan pemerintahan sentralisasi yang ketat mengakibatkan sebagian wilayah-
wilayah tertentu mengalami perkembangan yang pesat dibanding wilayah lain. Kalau
sikap demikian tidak segera berubah maka tidak mustahil kerawanan nasional seperti
yang sudah disebutkan sebelumnya, dapat menjadi kenyataan yang menyedihkan.
Rakyat diluar wilayah tersebut akan mendeerita. Apalagi melihat kondisi dunia yang
sedang bergulat dalam persaingan ekonomi dan menggunakan segala cara untuk unggul
dan memenangkan persaingan itu.
2.       Mayoritas bangsa Indonesia lebih berorientasi kepada daratan saja dan kurang
dekat kepada lautan. Dalam zaman dulu sampai masa kerajaan Majapahit dan Demak
mayoritas rakyat Jawa adalah pelaut. Akan tetapi sejak sirnanya kerajaan Majapahit dan
Demak rakyat Jawa telah menjadi manusia daratan belaka yang mengabaikan lautan
yang ada di sekitar pulaunya. Titik berat kehidupan adalah sebagai petani tanpa ada
perimbangan sebagai pelaut. Juga dalam konsumsi makanannya ikan dan hasil laut
lainnya tidak mempunyai peran penting. Gambaran rakyat Jawa itu juga terlihat pada
keseluruhan rakyat Indonesia, yaitu orientasi ke daratan jauh lebih besar ketimbang ke
lautan. Gambaran keadaan umum rakyat Indonesia amat bertentangan dengan kenyataan
bahwa luas daratan nasional adalah sekitar 1,9 juta kilometer persegi, sedangkan
wilayah perairan adalah sekitar 3 juta kilometer persegi. Apalagi kalau ditambah dengan
zone ekonomi eksklusif yang masuk wewenang Indonesia. Selama pandangan mayoritas
rakyat Indonesia terhadap lautan belum berubah, bagian amat besar dari potensi
nasional tidak terjamah dan karena itu kurang sekali berperan untuk meningkatkan
kesejahteraan bangsa. Malahan yang lebih banyak memanfaatkan adalah bangsa lain
yang memasuki wilayah lautan Indonesia untuk mengambil kekayaannya.
3.       kurangnya pemanfaatan ruang angkasa di atas wilayah Nusantara untuk
kepentingan nasional, khususnya pemantapan kebudayaan nasional. Mayoritas rakyat
Indonesia belum cukup menyadari perubahan besar yang terjadi dalam umat manusia
sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan besar itu
terutama menyangkut teknologi angkutan dan komunikasi. Khususnya komunikasi

11
elektronika sekarang memungkinkan manusia berhubungan dengan cepat dan tepat
melalui telpon, televisi, komputer yang menghasilkan E-Mail dan Internet. Letak
kepulauan Nusantara sepanjang khatulistiwa amat menguntungkan untuk penempatan
satelit yang memungkinkan komunikasi yang makin canggih dengan memanfaatkan
ruang angkasa yang terbentang di atas wilayah Nusantara.. Ini sangat penting untuk
pembangunan dan pemantapan kebudayaan nasional, khususnya melalui televisi.
Namun untuk itu diperlukan biaya yang memadai.

Pembangunan maritim memerlukan sistem pengelolaan terpadu wilayah pesisir dan


lautan. Dalam pengelolaan ini berbagai masalah akan muncul, berbagai konflik akan
terjadi yang disebabkan oleh adanya degradasi mutu dan fungsi lingkungan hidup yang
antara lain disebabkan karena musnahnya hutan bakau, rusaknya terumbu karang, abrasi
pantai, intrusi air lautm pencemaran lingkungan pesisir dan laut serta perubahan iklim
global. Berbagai masalah berakar dari:
1.    Masing – masing pelaku pembangunan dalam menyusun perencanaan sangat
terikat       pada sektornya sendiri tanpa adanya sistem koordinasi baku lintas sektor.
2.    Belum adanya lembaga yang berwenang penuh baik di pusat maupun di daerah
yang mempunyai wewenang penentu dalam pembangunan maritim secara utuh
3.    Belum lengkapnya peraturan perundang-undangan yang mengatur kewenangan
pengelolaan sumberdaya maritim.
4.    Belum lengkapnya tataruang yang mencakup wilayah pesisir dan laut nasional yang
dapat dijadikan sebagai induk perencanaan bagi daerah.

Untuk dapat menjamin efektifitas pembangunan maritim, berbagai masalah tersebut


harus dapat diatasi secara tuntas, paling tidak yang terkait dengan:
a.    Penataaan peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan pembangunan
maritim yang bersifat lintas sektoral
b.    Pembentukan  wadah untuk penyusunan dan penerapan mekanisme perencanaan
dan pengawasan terpadu, pengelolaan yang dikoordinasikan serta pengendalian yang
sinkron

12
c.    Penciptaan dan peningkatan sumberdaya maritim handal dan profesional.
d.    Penataan peraturan perundang- undangan disertai upaya penegakan peraturan
hukum yang konsisten
e.    Penetapan tata ruang maritim disertai pola pengelolaan, pemanfaatan dan pendaya
gunaannya.
f.     Sistem pengumpulan dan pengelolaan informasi maritim yang dapat diakses secara
luas.
g.    Memperbesar kemampuan pengadaan sumber dana yang dapat diserap dalam upaya
pembangunan maritim dengan kemudahannya
h.    Pembentukan wadah untuk menyuburkan upaya penelitian dan pengembangan
maritim untuk dapat mempermudah penerapan.

C.Negara Indonesia bisa berpengaruh bagi poros maritim dunia

Salah satu gagasan cemerlang Presiden Jokowi yang mendapat dukungan publik dengan
penuh antusiasme adalah tekadnya untuk mewujudkan Indonesia sebagai PMD (Poros
Maritim Dunia). Yakni Indonesia yang maju, sejahtera, dan berdaulat berbasis pada
ekonomi kelautan, hankam dan budaya maritim.  Lebih dari itu, Indonesia kelak
diharapkan menjadi rujukan bagi bangsa-bangsa lain di dunia dalam berbagai bidang
kelautan, mulai dari ekonomi, IPTEK, hankam sampai cara menata pembangunan
kelautan (ocean governance). Visi Presiden RI ke-7 itu sangat tepat dan beralasan.
Pasalnya, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang tersusun atas
lebih dari 17.000 pulau, dirangkai oleh 95.181 km garis pantai (terpanjang kedua setelah
Kanada), dan sekitar 70% wilayahnya berupa laut.  Di wilayah pesisir dan laut itu
terkandung beragam SDA (Sumber Daya Alam) dan jasa-jasa lingkungan
(environmental services) yang sangat besar dan belum dimanfaatkan secara optimal.
Kekayaan SDA dan jasa-jasa lingkungan kelautan tersebut dapat kita dayagunakan
untuk kemajuan dan kemakmuran bangsa melalui 11 sektor ekonomi kelautan: (1)
perikanan tangkap, (2) perikanan budidaya, (3) industri pengolahan hasil perikanan, (4)
industri bioteknologi kelautan, (5) pertambangan dan energi (ESDM), (6) pariwisata

13
bahari, (7) hutan mangrove, (8) perhubungan laut, (9) sumberdaya wilayah pulau-pulau
kecil, (10) industri dan jasa maritim, dan (11) SDA non-konvensional. Total nilai
ekonomi kesebelas sektor ekonomi kelautan itu sekitar 1,2 trilyun dolar AS/tahun, dan
dapat menyediakan lapangan kerja sedikitnya untuk 40 juta orang.  Sampai sekarang,
potensi ekonomi kelautan yang luar biasa besar itu baru dimanfaatkan sekitar 22% dari
total potensinya (Dahuri, 2014).  Ibarat ‘Raksasa Ekonomi Yang Tertidur’ Selain itu,
posisi geoekonomi dan geopolitik Indonesia juga sangat strategis, dimana 45% dari
seluruh komoditas dan produk yang diperdagangkan di dunia dengan nilai 1.500 trilyun
dolar AS/tahun dikapalkan melalui ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) (UNCTAD,
2012). Wilayah NKRI yang diapit oleh Benua Asia dan Australia serta Samudera
Pasifik dan Hindia merupakan ’choke point’ yang sangat menentukan pergerakan kapal-
kapal perang maupun niaga dan dinamika politik global, khususnya potensi konflik
antara negara-negara besar seperti AS, China, Jepang, India, dan ASEAN.  Wilayah
pesisir dan laut Indonesia juga merupakan pusat keanekaragaman hayati laut dunia dan
penentu dinamika iklim global. Bila kita mampu membangun wilayah pesisir dan lautan
serta kekayaan alam yang terdapat di dalamnya secara produktif, efisien, inklusif, dan
ramah lingkungan. Maka, kita akan mampu mengatasi sejumlah permasalahan utama
bangsa, seperti pengangguran dan kemiskinan, kesenjangan antara kelompok kaya vs
miskin yang kian melebar, disparitas pembangunan antar wilayah, buruknya
konektivitas dan sangat mahalnya biaya logistik (26% PDB), gizi buruk, dan rendahnya
daya saing serta IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Indonesia.

D. Kondisi Masyarakat Pesisir

Besarnya potensi kelautan tersebut ternyata tidak diikuti oleh kesejahteraan masyarakat
nelayan.Hal ini terlihat dimana kondisi sosial ekonomi nelayan kita sangat jauh berbeda
dengan potensi sumberdaya alamnya. Hal ini dibuktikan dengan masih rendahnya
sumbangan sektor kelautan selama Pelita VI terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
Nasional yaitu 12,1% dengan laju pertumbuhan 3,8% jauh di bawah laju pertumbuhan
rata-rata seluruh sektor sebesar 7,4%  (Waspada, 18 Maret 2000).

14
Nelayan adalah suatu fenomena sosial yang sampai saat ini masih merupakan tema yang
sangat menarik untuk didiskusikan.Membicarakan nelayan hampir pasti isu yang selalu
muncul adalah masyarakat yang marjinal, miskin dan menjadi sasaran eksploitasi
penguasa baik secara ekonomi maupun politik. Kemiskinan yang selalu menjadi “trade
mark” bagi nelayan dalam beberapa hal dapat dibenarkan dengan beberapa fakta seperti
kondisi pemukiman yang kumuh, tingkat pendapatan dan pendidikan yang
rendah,  rentannya mereka terhadap perubahan-perubahan sosial, politik, dan ekonomi
yang melanda, dan ketidakberdayaan mereka terhadap intervensi pemodal, dan
penguasa yang datang.

Menurut Mubyarto dkk, kemiskinan nelayan lebih banyak disebabkan oleh adanya
tekanan struktur, yaitu nelayan kaya/penguasa yang menekan nelayan miskin. Hampir
sama dengan asumsi yang dibangun oleh Mubyarto tentang pengaruh struktur, Resusun
(1985) juga menemukan data bahwa nelayan di Pulau Sembilan, Kabupaten Sinjai,
Sulawesi Selatan, ada satu kelompok nelayan yang hidupnya tidak berkecukupan, yaitu
nelayan yang tidak punya modal (nelayan kecil), dan mereka selalu diekspoitasi oleh
nelayan yang punya modal (punggawa) dan pedagang (pa’bilolo) yaitu  sawi bagang
atau Pa’bagang  atau pembantu utama punggawa dalam menangani kegiatan operasi
penangkapan ikan.  Penelitian yang dilakukan oleh Resusun di atas juga menunjukkan
adanya struktur hubungan sosial yang khas pada masyarakat nelayan.Hubungan itu
adalah adanya ketidak seimbangan antara yang mempunyai modal usaha dan para
pekerjanya.  Hubungan itu adalah antara  punggawasawi/pa’bagang  yang bersifat
timbal balik (reprocity). Walaupun sawi perlu sang  punggawa sebagai sumber lapangan
kerja, punggawa juga memerlukan tenaga sawi. Seorang  punggawa akan berusaha
supaya  sawi yang dipercayai menetap diusahanya. Akibatnya terjadi hubungan yang
selalu merugikan  sawi. Karena seringkali kerelaan  punggawa untuk meminjamkan
uang kepada  sawi berdasarkan motivasi agar  sawi tetap berada di lingkaran setan.
Hutang yang tidak bisa dilunasi seringkali harus dibalas dengan jasa yang sangat
berlebihan.

15
Mata pencaharian penduduk yang berlokasi di kawasan pantai biasanya tidak
seluruhnya merupakan nelayan.Sebagian lagi masih memiliki keterkaitan dengan
nelayan, sedangkan sebagian lagi berbeda dengan profesi nelayan.Kombinasi anatar
kegiatan kenelayanan dan kegiatan non kenelayanan dalam rumah tangga identik
dikenal dengan kegiatan multiple emplyoment/ pluri-activity.

Menurut Fuller dan Brun (1990:149) multiple employment atau pluri-activity bisa
dijabarkan sebagai berbagai kegiatan dalam suatu rumah tangga nelayan yang
mendukung penambahan penghasilan dari usaha kenelayanan. Aktivitas-aktivitas
tersebut meliputi :
1)      Pekerjaan yang masih pada bidang kenelayanan, misalnya sebagai anak buah
perahu orang lain;
2)      Kegiatan-kegiatan yang masih terkait dengan hasil kenelayanan seperti
pemindangan ikan, pembuatan ikan asin dan ikan asap dan lainlain;
3)      Kegiatan-kegiatan lain yang non-kenelayanan tetapi masih terkait dengan
kenelayanan misalnya mengantar turis dengan perahunya, warung makanan, toko
kelontong;
4)      Kegiatan-kegiatan yang sama sekali di luar kegiatan kenelayanan seperti buruh
bangunan, guru dan lain-lain.

Oleh karena perjalanan historis yang telah diceritakan di atas yang menyebabkan
budaya mereka cenderung bukan budaya maritim, penduduk setempat tidak begitu kaya
pengetahuan-pengetahuan yang berkaitan dengan laut, hanya menggunakan teknologi
yang sederhana dan terbatas aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan laut.Apalagi
menjadi prinsip umum di kalangan masyarakat di propinsi ini bahwa laut bersifat open
access.Laut tidak dimiliki oleh mereka, semua orang memiliki kawasan laut, semua
perahu boleh melintasi laut di wilayah Kelurahan Bahari.

16
Saat ini banyak program pemberdayaan yang menklaim sebagai program yang berdasar
kepada keinginan dan kebutuhan masyarakat (bottom up), tapi ironisnya masyarakat
tetap saja tidak merasa memiliki akan program-program tersebut sehingga tidak aneh
banyak program yang hanya seumur masa proyek dan berakhir tanpa dampak berarti
bagi kehidupan masyarakat.   Memberdayakan masyarakat pesisir berarti menciptakan
peluang bagi masyarakat pesisir untuk menentukan kebutuhannya, merencanakan dan
melaksanakan kegiatannya, yang akhirnya menciptakan kemandirian permanen dalam
kehidupan masyarakat itu sendiri. Memberdayakan masyarakat pesisir tidaklah seperti
memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat lainnya, karena didalam habitat
pesisir terdapat banyak kelompok kehidupan masayarakat diantaranya:

1.       Masyarakat nelayan tangkap, adalah kelompok masyarakat pesisir yang mata


pencaharian utamanya adalah menangkap ikan dilaut.  Kelompok ini dibagi lagi dalam
dua kelompok besar, yaitu nelayan tangkap modern dan nelayan tangkap
tradisional.  Keduanya kelompok ini dapat dibedakan dari jenis kapal/peralatan yang
digunakan dan jangkauan wilayah tangkapannya.
2.       Masyarakat nelayan pengumpul/bakul, adalah kelompok masyarakt pesisir yang
bekerja disekitar tempat pendaratan dan pelelangan ikan.  Mereka akan mengumpulkan
ikan-ikan hasil tangkapan baik melalui pelelangan maupun dari sisa ikan yang tidak
terlelang yang selanjutnya dijual ke masyarakat sekitarnya atau dibawah ke pasar-pasar
lokal.  Umumnya yang menjadi pengumpul ini adalah kelompok masyarakat pesisir
perempuan.
3.       Masayarakat nelayan buruh, adalah kelompok masyarakat nelayan yang paling
banyak dijumpai dalam kehidupan masyarakat pesisir. Ciri dari mereka dapat terlihat
dari kemiskinan yang selalu membelenggu kehidupan mereka, mereka tidak memiliki
modal atau peralatan yang memadai untuk usaha produktif. Umumnya mereka bekerja
sebagai buruh/anak buah kapal (ABK) pada kapal-kapal juragan dengan penghasilan
yang minim.
4.       Masyarakat nelayan tambak, masyarakat nelayan pengolah, dan kelompok
masyarakat nelayan buruh.

17
E. Nelayan tradisional terpinggirkan

Sampai saat ini keberdaan nelayan tradisional semakin terpinggirkan dengan banyaknya
nelayan tangkap yang menggunakan kapal dan peralatan yang lebih canggih. Hal seperti
ini semakin parah karena tidak adanya ketidakberpihakan pemerintah terhadap nelayan
tradisional. Sandra berharap, ke depan keadaan seperti ini, pemerintah harus mengambil
langkah-langkah yang pasti untuk membela dan memberdayakan nelayan tradisional
ini. Masalah-masalah seperti, kurangnya bahan bakar bersubsidi untuk nelayan
tradisional bisa diselesaikan dengan bekerjasama dengan Dinas Perikanan di setiap
daerah kabupaten atau provinsi. Masalah lain yang dihadapi nelayan tradisional adalah
cuaca dan kerasnya kehidupan di laut. Mereka hanya nelayan dan akan selamanya
menjadi nelayan. Selain itu, nelayan kerap tertangkap polisi laut negeri tetangga. Ini
merupakan ketidaktahuan para nelayan tentang baas laut Indonesia. 
 Sejak dahulu kala, di negeri maritim  Indonesia ini, Para pelaut menggantungkan
hidupnya pada luasnya samudera. Akan tetapi, bayangan tentang pelaut yang pulang
dengan membawa setumpuk hasil laut mampu membuat makmur keluarganya, semakin
samar. Kehidupan nelayan tradisional saat ini tidak hanya menghadapi tantangan
dengan banyaknya kapal ikan berukuran besar yang menggunakan alat tangkap canggih,
namun nasib mereka juga memprihatinkan akibat berkurangnya hasil tangkapan.
Imbasnya adalah kehidupan keluarga yang kian hari kian tidak menentu.
                        Dari penelitian ini beberapa temuan pokoknya adalah sebagi berikut.
pertama, nelayan tradisional di daerah pantai yang berada di wilayah perkotaan, ternyata
karakteristik sosial ekonomi tidak berbeda dengan nelayan di daerahpedesaan, yaitu
umumnya berpendidikan rendah, sedikit memiliki ketrampilan diluar sektor perikanan,
miskin dan memiliki modal yang sedikit dalam mengembangkan kegiatan disektor
perikanan.
Kedua, tekanan struktural yang dialami oleh nelayan tradisional diperkotaan, lebih
banyak berkait dengan ketidakmampuan menghadapi nelayan yang menggunakan
teknologi modern.

18
Karena nelayan yang modern bisa mendapatkan hasil yang lebih banyak, karena daya
jangkaun pencarian ikan lebih jauh, sementara nelayan tradisional terbatas wilayahnya.
Hal ini berakibat nelayan tradisional tidak memiliki posisi tawar-menawar (bargaining
position) dalam menentukan harga ikan.
Ketiga, kendala-kendala yang dialami oleh nelayan tradional untuk meningkatkan
kesejahteraan hidupnya: (1) kondisi internal, yang dicirikan dengan nelayan yang tidak
mempunyai modal, teknologi dan ketrampilan untuk meningkatkan nilai tambah pada
hasil tangkapan ikannya; (2) kondisi eskternal, yang dicirikan dengan munculnya
nelayan-nelayan yang memiliki teknologi dan modalnya yang besar, bahkan ada
beberapa orang lain yang berasal dari luar komunitas nelayan yang menguasai
kehidupan para nelayan, dengan memiliki kapal besar dengan teknologi yang lebih
modern, sementara nelayan setempat hanya sebagai buruh dari pemilik kapal tersebut.
Di sisi lain pemerintah kota tidak serius untuk meningkatkan kesejahteraan para nelayan
tradisional, misalnya tidak tersedia kredit lunak bagi nelayan tradisional, dan minimnya
pelatihan bagi nelayan tradisional untuk pengembangan usaha di sektor perikanan.

F.   Ekonomi Maritim Indonesia di Kuasai Asing

Salah satu potensi perekonomian maritim terbesar yang dimiliki Indonesia


adalah sumber minyak bumi dan gas
Sayangnya Indonesia belum bisa memanfaatkannya secara
maksimal. Ironisnya,sebaran besar sumber-sumber,energi tidak terbaharukan ini di
kuasai pihak asing. Padahal sangat jelas, Pasal 33 Ayat (3)LruD1945 menyebut "Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat" . Alih-
alih memakmurkan rakyat, mem-bayar hutang negara pun tidak mampu.
Salah satu contoh sikap pemerintah yang pro terhadap kepentingan asing adalah
polemik blok Migas West Madura. Sekadar informasi,mulanya saham West Madura
dimiliki Pertamina (50 persen),Kodeco (25 persen), dan CNOOC (25 persen).

19
Sebulan menjelanghabisnya masa kontrak, Kodeco mengalihkan sebagian sahamnya ke
PT Sinergindo Cahaya Harapan dan CNOOC ke Pure Link Ltd,masing-
masing sebesar L2,5 persen. Meski bukan Pemegang saham mayoritas, selama ini blok
West Madura dikelola Kodeco, perusahaan minyak asal Korea Selatan.
Sikap pemerintah yang berpihak pada kepentingan perusahaan asing terlihat dari
beberapa kebijakannya. Pertama, Pertamina sejak Mei 2008 telah lima kali meminta
kepada pemerintah'agar blok West Madura sepenuhnya dikelola BUMN.
Sayang, hingga kini pemerintah belum mengabulkan permintaan tersebut. Di sisi lain
proses pengalihan saharn dari Kodeco dan CNOOC ke PT Sinergindo Citra Harapan
(SCH) dan Pure Link Investment Ltd (PLI) hanya berlangsung dalam beberapa hari
saja. Itupun tanpa tender yang transparan.
Kedua, porsi saham Pertamina diWest Madura adalah yang paling besar. Namun pada
kenyataannya yang menjadi pengelola adalah Kodeco dengan kemampuan produksi
hanya berada pada level 13-14 ribu bph. Di sisi lain, Pertamina menyatakan sanggup
menyedot minyak di ladang itu hingga 30 ribu barel per hari.
Ketiga, potensi cadangan blok tersebut menurut Federasi Serikat Pekerja Pertamina
Bersatu (FSPPB) cukup besar, yaitu 22,22 juta barel minyak dan gas sebesar 219,8
BCFG. Jika diasumsikan harga minyak mentah 100 dolar AS per barrel dan gas 4 dolar
AS per MMbtu, maka nilai potensi migas blok tersebut dapat mencapai Rp28 triliun.
Jika blok tersebut dapat diproduksi 30 ribu barel migas perhari, cadangan tersebut
baru habis selama enam tahun. Setelah dipotongcost recoaery 10 dolar AS perbarel,
kekayaan yang dapat diraup sekitar Rp4 triliun pertahun. Menyerahkan pengelolaan
kepada Kodeco, Pertamina sebagai BUMN tidak mendapat keuntungans ebagai
operator.
Inilah ironi negara yang kaya migas namun pengelolaannya justru didominasi pihak
asing. Padahal Pertamina sebagai satu-satunya BUMN di bidang migas memiliki
kemampuan yang tak kalah hebatnya dibanding perusahaan asing. Kondisi ini terjadi
karena terpasung regulasi yang kapitalistis, khususnya UU Migas No2212001,,
Pertamina disejajarkan dengan perusahaan-perusahan swasta termasuk asing. Dalam

20
praktiknya bahkan cenderung dianaktirikan. Alhasil kekayaan negara ini tidak dapat
dikuasai dan dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan rakyat.
Dari aspek sumber daya alam, Indonesia merupakan negara kaya. Tanah subur
kaya mineral, lautan kaya ikan, berbagai barang tambang strategis, minyak dan gas
tertimbun di perut bumi L:rdonesia. Namun jika dicermati satu-persaht intervensi dan
penguasaan oleh asing masih begitu besar dalam pemanfaatan sumberdaya alat tersebut.
Berdasarkan data Indonesia Energy Statistic 2009, yang dikeluarkanKementerian
ESDIvI, total cadangan minyak Indonesia Mencapai 2998 MMSTB (million standard
tanker barrel). Jumlah ini menempatkan Indonesia sebagai negara penghasil minyak
terbesar ke-29 di dunia. Sementara cadangan gas mencapai 159,63 TSCF (triliun
standard cubic feet) atau terbesar ke-LL dunia.
Indonesia merupakan produsen batu bara terbesar ke-15 dunia.Per 2009 cadangan
batubara mencapai 126 miliar ton. Indonesiajuga kaya dengan energi.panas bumi
(geotermal) yang tersebar diberbagai penjuru nusantara, potensinya mencapai 28,1 GW.
Barang tambang seperti nikel, emas, perak, timah, tembaga dan biji besi jugajumlahnya
sangat melimpah. Bahkan Indonesia diketahui memiliki kualitas nikel terbaik di dunia.
Namun, kekayataan alam tersebut justru lebih banyak dinikmati negara lain ketimbang
penduduk Indonesia. Berdasarkan Neraca Energi 2009 dari 346 juta barel minyak
mentah yang diproduksi di dalam negeri, 38 persen diekspor ke luar negeri. Ironisnya
pada saat yang sama Indonesia harus mengimpor minyak mentah 129 juta BOE, atau 35
persen dari total produksi dalarn negeri terjadi karena 85 persen produksi minyak
Indonesia dikuasai swasta termasuk asing. Di sisi lain, rakyat terus dibuat sengsara
akibat harga minyak dinaikkan agar sesuai dengan standar intenasional.
Demikian pula dengan gas alam Indonesia. Produksinya Dimonopoli swasta asing.
Sebagian besar hasilnya dijual ke luar negeri dengan kontrak-kontrak jangka paniang.
Dari total produksi 459 juta BOE(banel of oil equfualent) pada2009, hampir 60 persen
diekspor ke luar negeri yang terdiri dari gas alam (12 persen) dan dalam bentuk LNG48
persen. Sisanya dibagi-bagi untuk industri (19 persen), PLN (10persen) dan lain-lain.
Padahal dengan jumlah tersebut, kebutuhan domestik sangat tidak memadai. Seiumlah
industri menjerit-jerit kekurangan pasokan gas. Hal yang sama juga dialami PLN.

21
Akibat kekurangan gas, PLN terpaksa menggunakan minyak yang biaya produksinya
jauh lebih mahal. Negeri ini amat kaya, namun perut penduduknya kelaparan. Ibarat
anak ayam mati di lumbung padi.
  G.  Sistem logistik nasional masih lemah
Sistem logistik juga menjadi penentu utama daya saing yang membutuhkan pengiriman
cepat. Secara sederhana, keberhasilan dalam perdagangan global dapat tercapai jika
sebuah perusahaan memiliki kemampuan untuk bergerak melewati lintas batas dengan
cepat.
Kepala Lembaga Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lukman Hakim
menjelaskan biaya logistik Indonesia tertinggi di ASEAN yakni sebesar 25-30% dari
Produk Domestik Bruto (PDB). Padahal dengan kondisi geografi Indonesia, idealnya
biaya logistik tidak lebih 15% dari PDB.
Ketidakefisienan sistem logistik nasional mengakibatkan daya saing produk domestik
masih lemah. Ini menjadi masalah krusial karena sistem operasi logistik yang kompetitif
merupakan kunci sukses dalam ekonomi global. Bahkan komoditas impor bisa jauh
lebih murah daripada produk lokal. Untuk menjembatani adanya tantangan tersebut,
Pemerintah mengeluarkan Perpres Nomor 26 Tahun 2012 Tentang Cetak Biru
Pengembangan Sistem Logistik Nasional (Sislognas). Menteri Riset dan Teknologi
Kementerian Riset dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta mengatakan rencana aksi
sislognas berdasar pada enam kunci yakni komoditas penggerak utama, pelaku dan
penyedia jasa logistik, infrastruktur transportasi, teknologi informasi dan komunikasi,
manajemen sumber daya manusia dan regulasi. "Logistics Performance Index (LPI)
yang dilansir World Bank menunjukkan logistik kita memprihatinkan dimana peringkat
kinerjanya masih jauh berada di bawah kebanyakan negara-negara lainnya," ungkapnya.
Dalam acara yang digelar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini, menristek
berharap keberhasilan dan implementasi sislognas akan berdampak pada efisiensi di
bidang logistik sehingga dapat memperbaiki daya saing ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat.
Kepala LIPI Lukman Hakim menjelaskan biaya logistik Indonesia tertinggi di ASEAN
yakni sebesar 25-30 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Padahal dengan kondisi

22
geografi Indonesia, idealnya biaya logistik tidak lebih 15 persen dari PDB. "Sistem
logistik nasional yang masih kurang baik terlihat dari biaya pengiriman yang tinggi.
Distribusi barang antar wilayah maupun antar pulau menjadi tantangan tersendiri karena
harga barang di Pulau Jawa lebih tinggi," ungkapnya.
Lukman mencontohkan, harga beras di satu provinsi bisa mencapai 64 persen lebih
tinggi dibanding provinsi lainnya. Bahkan harga satu kantong semen di wilayah Papua
bisa 20 kali lipatnya. Menurutnya selain arus barang dan uang, aliran informasi harus
dikelola secara hati-hati karena merupakan pendukung dalam sistem logistik nasional.
Senada dengan itu, Kepala Bidang Mekatronik LIPI Estiko Rijanto mengungkapkan
teknologi juga perlu diperhitungkan dalam sislognas. Misalnya saja sistem robotic di
pelabuhan. Sistem teknologi pada robotic bisa menciptakan sistem logistik lebih efisien
dan efektif. "China sudah memakai dan mengembangkan teknologi itu. Kita memang
belum punya sistem teknologi untuk logistik seperti itu, tapi bisa kita siapkan," ujarnya.

H. Produk-produk dari International Maritim Organization


            Organisasi Maritim Internasional (International Maritime
Organization atau IMO (dulunya dikenal sebagai Inter-Governmental Maritime
Consultative Organization atau IMCO)), didirikan pada tahun 1948 melalui PBB untuk
mengkoordinasikan keselamatan maritim internasional dan pelaksanaannya. Walaupun
telah didirikan sepuluh tahun sebelumnya, IMO baru bisa berfungsi secara penuh pada
tahun 1958. Dengan berpusat di London, Inggris, IMO mempromosikan kerja-sama
antar-pemerintah dan antar-industri pelayaran untuk meningkatkan keselamatan maritim
dan untuk mencegah polusi air laut.
IMO dijalankan oleh sebuah majelis dan dibiayai oleh sebuah dewan yang
beranggotakan badan-badan yang tergabung di dalam majelis tadi. Dalam melaksanakan
tugasnya, IMO memiliki lima komite. Kelima komite ini dibantu oleh beberapa sub-
komite teknis. Organisasi-organisasi anggota PBB boleh meninjau cara kerja IMO.
Status peninjau (observer) bisa diberikan juga kepada LSM yang memenuhi syarat
tertentu.

23
IMO didukung oleh sebuah kantor sekretariat yang para pegawainya adalah wakil-wakil
dari para anggota IMO sendiri. Sekretariat terdiri atas seorang Sekretaris Jendral yang
secara berkala dipilih oleh Majelis, dan berbagai divisi termasuk Inter-Alia,
Keselamatan Laut (Marine Safety), Perlindungan Lingkungan dan sebuah seksi
Konferensi.
Tumpahan minyak dari kapal tanker akan mencemari perairan negara lain  tanpa
mengenal batas negara serta akan mengakibatkan dampak luas dengan merusak
ekosistem yang ada. Berdasarkan kenyataan diatas maka masyarakat maritim
internasional membentuk International Maritime Organisation (IMO) yang bernaung
dibawah PBB yang bermarkas di London. IMO mensponsori semua konvensi-konvensi
internasional dibidang maritim. Peraturan-peraturan IMO tersebut menjadi dasar
peraturan di bidang maritim oleh negara-negara anggota termasuk Indonesia.
1.        Safety Of Life At Sea (SOLAS 73/78)
SOLAS merupakan peraturan utama yang berisi  ketentuan-ketentuan yang
berhubungan dengan keselamatan pelayaran (text box) yang wajib dipatuhi oleh negara
anggota IMO.
 2.        Marine Pollution (MARPOL)
Penomena pencemaran laut oleh minyak mulai muncul setelah digunakannya kapal
tanker sebagai pengangkut minyak lewat laut pada tahun 1885. Namun pemikiran secara
sungguh-sungguh dilakukan setelah insiden kandasnya kapal Torrey Canyon pada tahun
1967 diperairan selatan Inggeris, yang menumpahkan 35,000,000 galon minyak mentah
kelaut. Hasil pemikiran tersebut akhirnya dituangkan dalam bentuk ketetapan MARPOL
73/78 yang mulai berlaku mulai tanggal 2 Oktober 1983. Ketentuan-ketentuan didalam
MARPOL dapat dilihat pada text box.
3.        Standard of Training Certification and Watchkeeping for Seafarer,
1995   (STCW-95).
Dalam ketentuan IMO ditetapkan pula bahwa semua operator pelayaran baik
perusahaan pelayaran maupun non perusahaan pelayaran diwajibkan mentaati semua
ketetuan STCW-95.

24
STCW-95 ditanda tangani di London tanggal 7 Juli 1995, setiap  negara anggota
termasuk Indonesia wajib menerapkan sepenuhnya ketentuan STCW-95 yang meliputi
tanggung jawab pemerintah dalam mengeluarkan sertifikat kecakapan pelaut yang
diakui oleh IMO dan tanggung jawab  perusahaan untuk mempekerjakan pelaut yang
memenuhi standard IMO.
Mulai tanggal 1 Februari 1997 STCW-95 secara serentak diberlakukan secara
internasional dan mulai tanggal 1 Agustus 1998 semua pendidikan kepelautan sudah
harus mengacu pada ketentuan STCW-95.
Bagi perusahaan yang mengoperasikan kapal kehadiran konvensi tentunya merupakan
peluang untuk mendapatkan pelaut dengan standard kualifikasi yang diakui. Dengan
demikian keselamatan kapal akan dapat lebih terjamin baik terhadap kecelakaan
maupun terhadap pencemaran laut. Pada akhirnya perusahaan akan terhindar dari  resiko
kerugian akibat kecelakaan ataupun kerugian akibat pencemaran.
Bagi Pertamina penerapan ketentuan baru ini jelas merupakan tambahan pengeluaran
biaya khususnya dalam hal pembinaan SDM pelaut.   Diklat Khusus Pelaut  telah
mendapat  kepercayaan dari IMO dan Pemerintah untuk menyelenggarakan pelatihan
untuk para pelaut Pertamina dan non Pertamina , adanya ketentuan mandatory ini
merupakan peluang pula untuk untuk mendidik para pelaut diluar Pertamina. Tentunya
kalau dikembangkan secara profesional akan merupakan lahan bagi unit usaha yang
mandiri karena pasar yang tersedia cukup luas. Menurut data KPI (Kesatuan Pelaut
Indonesia) tahun 1997 terdapat 50,000 pelaut Indonesia, yang secara reguler setiap lima
tahun harus kembali melakukan latihan penyegaran.
Penerapan STCW-95 ini secara internasional tentunya akan membawa permasalan baru
bagi pemerintah, wahana pelatihan dan perusahan yang mengoperasikan kapal.
Bagi pemerintah penerapan konvensi ini akan melibatkan departemen Perhubungan cq
Ditjenla sebagai pemegang otoritas maritim, adanya konvensi yang baru ini akan
memdatangkan tugas yang baru pula terutama dalam hal  menyusun/menyesuaikan
struktur pelatihan dan sylabus yang sudah ada dengan metode yang telah disusun oleh
IMO.

25
Disektor tenaga kerja kehadiran STCW-95 dapat merupakan acuan untuk menyiapkan
tenaga kerja profesional yang akan dipasarkan didalam ataupun keluar negeri.
Bagi wahana pendidikan pelaut kehadiran STCW-95 dapat pula merupakan tantangan
untuk membenahi kekurangan yang ada pada wahana pendidikan yang ada selama ini.
Penelitian yang dilakukan oleh IMO tahun 1996 terhadap sejumlah institusi pendidikan
kepelautan baik yang dikelola swasta maupun yang dikelola pemerintah masih perlu
pembenahan baik dalam hal kelengkapan perangkat keras maupun perangkat lunak
instrukturnya.
Bagi pelaut tentunya konvensi ini merupakan tantangan untuk menambah ilmu dan
keterampilan untuk memperkuat daya saing dipasaran tenaga kerja. Tetapi tentu saja
dapat juga dianggap suatu hambatan bagi pelaut khususnya pelaut bawahan, karena
biaya pendidikan ini cukup mahal.

I. Upaya-Upaya Meningkatkan Keselamatan Dan Mengurangi Pencemaran Laut

1.  Dibidang Konstruksi dan Perlengkapan Kapal.


a.    Konsep Clean Ballast.
Menurut survey yang dilakukan IMO cara terbaik untuk mencegah terjadinya
pencemaran laut akibat kegiatan operasi kapal adalah dengan membuat konstruksi kapal
atau melengkapi kapal dengan SBT, CBT dan COW. Oleh IMO kemudian aturan ini
diadopsi menjadi bagian dari Marpol 73/78.
Ketentuan MARPOL 73/78 yang mulai berlaku mulai tanggal 2 Oktober 1983
menetapkan :
Kapal Baru  yakni yang dibangun dengan kontrak pembangunan sesudah 1 Juni 1979
atau keel laying setelah 1 Januari 1980 atau delivery setelah 1 Juni 1982, ditetapkan :
 Semua Tanker Minyak Crude á 20,000 DWT  harus dilengkapi dengan SBT
atau CBT dan COW.
 Semua Tanker minyak Produk  á 30,000 DWT  harus dilengkapi dengan SBT.

26
 Semua Tanker segala ukuran harus memiliki Oil Discharge Monitoring.
Catatan  :           SBT     =  Segragated Ballast Tank.
CBT      =  Dedicated Clean Ballast Tank.
COW    =  Crude Oil Washing.
  b.    Konsep Double Hull/Double Skin.
Konvensi-konvensi yang terdahulu ternyata belum dapat memberikan  jaminan yang
memuaskan terhadap usaha pencegahan pencemaran yang dinginkan IMO. Kecelakaan
kapal Exxon Valdez yang menumpahkan minyak mentah di laut Alaska tahun 1989
telah membuat Pemerintah Amerika membuat aturan sepihak melalui “Oil Pollution Act
1990”. Dalam aturan tersebut semua kapal yang memasuki perairan Amerika harus
memakai konstruksi double hull(lambung ganda).
Oleh IMO kemudian aturan ini diadopsi menjadi bagian dari Marpol 73/78. Ditetapkan
bahwa :
Kapal yang dibangun dengan kontrak setelah 6 Juli 1993 dengan ukuran diatas 5000
DWT harus memakai konstruksi double hull. Sedangkan kapal tua yang dibangun
sebelum tanggal diatas diberi keringanan dalam waktu lima tahun untuk merubah
konstruksi untuk membuat SBT.
Dapat dibayangkan dampak dari keluarnya aturan ini terhadap kegiatan angkutan laut
umumnya, dan Pertamina khususnya. Membuat kapal dengan lambung ganda tentunya
akan menaikkan biaya pembuatan kapal yang pada gilirannya akan meningkatkan pula
biaya angkutan minyak.

2.    Usaha dalam bidang manajemen, melaui ISM Code.


Mengoperasikan kapal niaga khususnya kapal tanker merupakan kegiatan yang sangat
komplek dan khusus karena disamping harus terikat dengan peraturan nasional harus
pula tunduk pada aturan yang sifatnya internasional, sepanjang sudah diratifikasi oleh
negara yang bersangkutan.

27
Peraturan-peraturan tersebut selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan
dan tuntutan zaman. Angka-angka statistik dari IMO menunjukkan 80% kecelakan
kapal adalah bersumber dari kesalahan manusia, serta 75% ~79 % dari faktor kesalahan 
tersebut bersumber dari ketidak tanggapam manajemen terhadap permasalahan dikapal.
Yang sedang dikembangkan saat ini oleh IMO adalah menciptakan kondisi yang aman
melalui sistem manajemen yang mampu menjembatani kepentingan manajemen kapal
dengan kepentingan manajemen darat/kantor. Tentunya sistem tersebut perlu ditunjang
dengan adanya prosedur dan SDM yang mampu melaksanakan baik secara teknis
maupun secara manajerial. Dalam hal ini diperlukan tindakan yang proaktif dalam arti
setiap tindakan/keputusan yang diambil tentunya sudah mempertimbangkan
konsekuensi yang akan timbul secara luas.
Berangkat dari hasil survey yang dilakukan dan keinginan untuk melindungi lingkungan
secara terpadu maka IMO mengeluarkan satu lagi peraturan baru yang disebut ISM-
Code yang telah ditetapkan menjadi Bab IX SOLAS 73/78 dan telah ditetapkan berlaku
secara internasional mulai 1 Juli 1997.
ISM-Code merupakan perubahan mendasar dalam manajemen perusahaan yang sudah
ada dan merupakan alat untuk menyeragamkan manajemen pengoperasian kapal secara
global. Banyak segi positif dalam penerapan ISM Code khususnya bagi perusahaan
pelayaran terutama mengenai struktur organisasi yang efisien dan tepat guna. Dengan
melaksanakan ISM Code secara konsekuen akan menjamin armada kapal terpelihara
dengan baik, karena disana diatur pula mengenai prosedur pemeliharaan kapal,
dukungan material serta sistem audit intern maupun ekstern.
Berkaitan dengan bisnis dibidang pelayaran keberadaan ISM Code dapat dianggap
sebagai tantangan untuk meningkatkan kinerja perusahaan melalui penerapan
manajemen operasi yang efisien. Disamping itu membuka peluang pula untuk
meningkatkan daya saing  melalui peningkatan mutu pelayanan. Disamping itu ISM
Code juga secara terarah akan membentuk SDM yang berprilaku proaktif.
Panduan penerapan ISM Code pada kapal-kapal milik ada pada Buku Pedoman
Manajemen Keselamatan yang terdiri atas 2(dua) buku yakni PSH 100 yang merupakan

28
referensi bagi pekerja di kantor dan PSH 500 sebagai referensi bagi pekerja awak kapal
di kapal.
Salah satu elemen dalam PSH 100 dan PSH 500 adalah Peraturan Managemen
Pemeliharaan Kapal. Peraturan tersebut merupakan panduan dalam melaksanakan
kegiatan di kantor maupun di kapal yang pada hakekatnya adalah untuk
memaksimalkan tingkat keselamatan dikapal dan pencegahan terjadinya pencemaran
oleh kapal. Disana diatur system pemeliharaan kapal secara terencana karena hanya
dengan pemeliharaan kapal yang tertata baik kondisi layak laut kapal dapat
dipertahankan.     
Bagi Pertamina penerapan ISM Code bukanlah hal yang terlalu sulit karena pada
dasarnya semua prosedur tertulis dan dokumentasi yang syaratkan oleh ISM Code tidak
jauh berbeda dengan standard operasi dan sistem dan tata kerja yang telah dimiliki oleh
Pertamina Perkapalan. Hanya saja prosedur yang telah ada tersebut perlu disesuaikan
dengan persyaratan ISM Code. Yang mungkin agak sulit adalah merubah kebiasaan
bertindak lebih kearah proaktif seperti yang diinginkan oleh ISM Code.
Di sisi lain bagi perusahaan adanya ISM Code yang bersifat mandatori dapat dianggap
sebagai cerminan dari citra dan keandalan perusahaan tersebut. Dengan demikian
penerapan ISM Code dapat merupakan satu competitive advantage bagi perusahaan
untuk merebut pasar. Begitu juga terhadap kapal-kapal tanker swasta yang akan
dicharter Pertamina  diharuskan pula menerapkan ISM Code yang  dibuktikan dengan
seertifikat DOC dan SMC.

J.Pemanfaatan Lingkungan Maritim

Secara teoritis dapat dikemukakan bahwa pemanfaatan sumber daya pesisir dan


pemanfaatan lingkungan alam tersebut, memiliki makna yang sangatstrategis karena
dengan itu, masyarakat nelayan memenuhi kebutuhanekonominya, di samping
kebutuhan sosial, budaya dan biologis lainnya. Haltersebut memang sesuai dengan
prinsip alamai yang dimiliki oleh manusia, yaknidi samping rangsangan dan dorongan
untuk memanfaatkan lingkungan alamsebesar-besarnya guna memenuhi sejumlah
kebutuhan, baik kebutuhan dasar(biologis) maupun kebutuhan psikologis dan kebutuhan
sosial.Akan tetapi, lebih dari itu, disamping memanfaatkan lingkungan alam lautuntuk
memenuhi sejumlah kebutuhannya, masyarakat nelayan bagang rambo diBarru juga

29
memiliki seperangkat tatanan (norma dan nilai) yang mengarahkan  mereka untuk tetap
menjadi bagian dari lingkungan yang lestari. Fenomenaempirik yang dapat dijadikan
acuan atas pembenaran dari fakta ini adalahdilakukannya sejumlah kegiatan ritual yang
bermakna mewujudkan hubunganharmonis antara mereka dengan lingkungannya. Juga
telah disepakatinyasejumlah nilai yang menganggap perbuatan negatif dan pemberian
sanksi sosialsegala hal yang merupakan tindakan destruktif bagi tindakan yang
merusaklingkungan seperti penggunaan bom dan sejenisnya untuk kegiatan
penangkapan.Dengan demikian, nelayan yang memainkan posisi sebagai antroposentris
bagilingkungan telah memainkan peran ganda, yakni di smaping sebagai
pegnambilmanfaat dari lingkungan, juga telah memposisikan diri sebagai
pemeliharalingkungan, sehingga tercipta keserasian yang harmonis antara lingkungan di
satu pihak dengan masyarakat nelayan itu sendiri
 
 pada pihak lain.Dalam rangka memanfaatkan lingkungan laut, masyarakat
nelayanmengembangkan seperangkat kebudayaan dalam bentuk idea, gagasan,
aktivitasatau tindakan, serta teknologi yang berupa materi dan cara-cara atau
strategitertentu sebagai wujud dari penerapan ilmu pengetahuan yang mereka miliki
(AbuHamid, 1996). Elaborasi konsep teknologi dalam konteks ini mengacu
pada pemahaman operasional bahwa teknologi, khususnya teknologi
penangkapan danteknologi transfortasi laut harus dipahami dengan penekanan pada
bagaimana anggota masyarakat
 
memberi tanggapan dan harapan serta bagaimana mekanisme pemanfaatannya (Abu
Hamid, 1986 : 8).Secara empirik, kenyataan menunjukkan bahwa masyarakat
nelayanadalah bagian dari kelompok masyarakat yang memanfaatkan lingkungan
alamlaut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sejak beberapa dasawarsa
yanglaluhingga saat ini mengalami dinamikanya sendiri sebagai suatu proses
menujuterciptanya sebuah perubahan, baik perubahan yang bersifat microsopic
maupun perubahan yang bersifat macrosopic
 
Beberapa masalah pencemaran di laut yaitu:1)
 
Pencemaran MinyakSaat ini industri minyak dunia telah berkembang pesat, sehingga
kecelakaan-kecelakaan yang mengakibatkan tercecernya minyak dilautan hampir tidak

30
bisadielakkan.Kapal tanker mengangkut minyak mentah dalam jumlah besar tiap
tahun.Apabila terjadi pencemaran minyak dilautan, ini akan mengakibatkan
minyakmengapung diatas permukaan laut yang akhirnya terbawa arus dan terbawa ke
pantai.Pencemaran minyak mempunyai pengaruh luas terhadap hewan dan tumbuh-
tumbuhan yang hidup disuatu daerah.Minyak yang mengapung berbahaya
bagikehidupan burung laut yang suka berenang diatas permukaan air. Tubuh burung
akantertutup minyak sehingga untuk membersihkannya, mereka menjilatinya.
Akibatnyamereka banyak minum minyak dan mencemari diri sendiri.Selain itu,
mangrove dandaerah air payau juga rusak. Mikroorganisme yang terkena pencemaran
akan segeramenghancurkan ikatan organik minyak, sehingga banyak daerah pantai yang
terkenaceceran minyak secara berat telah bersih kembali hanya dalam waktu 1 atau 2
tahun.2)
 
Pencemaran logam beratLogam-logam berat yang masuk kedalam tubuh hewan
umumnya tidakdikeluarkan lagi dari tubuh mereka.Karena itu logam-logam cenderung
untukmenumpuk di dalam tubuhnya. Sebagi akibatnya logam-logam tersebut akan
terus berada di sepanjang rantai makan. Hal ini disebabkan oleh karena predator pada
satutrofik level makan mangsa mereka dari trofik yang lebih rendah yang telah
tercemar(ikan dimakan oleh manusia). Disini terlihat bahwa kandungan konsentrasi
logam berat terdapat lebih tinggi pada tubuh hewan yang letaknya lebih tinggi
didalamtropik level.Jadi predator tingkat tinggi (dengan umur lebih panjang) lebih
banyakmenumpuk logam berat. Contoh pencemaran logam berat :
“Minamata Disease” (di Jepang) yang disebabkan oleh Hg (merkuri).
Menyebabkan kelemahan otot, kehilangan penglihatan, ketidakseimbangan fungsiotot
dan kelumpuhan. Selain itu juga meracuni janin dan merusak sistem syaraf pusat  
 
“Itai itai Disease” yang disebabkan oleh logam Cd. Menyebabkan nyeri/ngilu
  pada tulang, mempengaruhi kehamilan, lactasi, ketidakseimbangan internal
sekresi, penuaan, dan kekurangan kalsium. Perkembangan dan reproduksi;
menyebabkanterjadinya perubahan morfologi; merubah tingkah laku organisme.3)
 

31
SampahSampah yang mengandung kotoran minyak juga dibuang kelaut melalui
sistemdaerah aliran sungai (DAS).Sampah-sampah ini kemungkinan mengandung
logam berat dengan konsentrasi yang tinggi. Tetapi umumnya mereka kaya akan bahan-
bahanorganik, sehingga akan memperkaya kandungan zat-zat makanan pada suatu
daerahyang tercemar yang membuat kondisi lingkungan menjadi lebih baik bagi
pertumbuhanmikroorganisme. Aktifitas pernafasan dari organisme ini membuat makin
menipisnyakandungan oksigen khususnya pada daerah estuarin. Hal tersebut akan
berpengaruh besar pada kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang hidup disitu.
Pada keadaanyang paling ekstrim, jumlah spesies yang ada didaerah itu akan berkurang
secara drastisdan dapat mengakibatkan bagian dasar dari estuarin kehabisan oksigen.
Sehinggamikrofauna yang dapat hidup hanya dari golongan cacing.Jenis-jenis
sampahkebanyakan termasuk golongan yang mudah hancur dengan cepat,
sehingga pencemaran yang disebabkannya tidak merupakan suatu masalah besar diperai
ranterbuka.4)
 
PestisidaKerusakan yang disebabkan oleh pestisida adalah bersifat akumulatif.
Merekasengaja ditebarkan ke dalam suatu lingkungan dengan tujuan untuk mengontrol
hamatanaman atau organisme-organisme lain yang tidak diingini. Beberapa pestisida
yangdipakai kebanyakan berasal dari suatu grup bahan kimia yang disebut
Organochloride,misalnya DDT.Pestisida jenis ini termasuk golongan yang mempunyai
ikatan molekulyang sangat kuat dimana molekul-molekul ini kemungkinan dapat
bertahan di alamsampai beberapa tahun sejak mereka mulai dipergunakan. Hal itu
sangat berbahayakarena dengan digunakannya golongan ini secara terus menerus akan
membuat merekamenumpuk di lingkungan dan akhirnya mencapai suatu tingkatan yang
tidak dapat  
ditolerir lagi dan berbahaya bagi organisme hidup didaerah tersebut.
Beberapaorganisme air termasuk ikan dan udang ternyata menumpuk bahan kimia
didalam jaringan tubuhnya.5)
 

32
Limbah Industri Dan DomesticLimbah adalah limbah cair yang berasal dari masyarakat
urban, termasuk didalamnya limbah kota (municipal) dan aktivitas industri, yang masuk
ke sistem
saluran pembuangan kota. Pada umumnya limbah domestik mengandung sampah padat(
berupa tinja, dan cair yang berasal dari rumah tangga).

33
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Jadi, tidak bisa dibantahkan lagi bahwa sesungguhnya Indonesia terlahir sebagai Negara
maritim. Hal ini terbukti dari berbagai fakta sejarah yang ada, serta bukti kejayaan
nenek moyang kita pada masa kerajaan – kerajaan, ditambah dengan peninggalan –
peninggalan sejarah yang makin menguatkan fakta tersebut. Namun keadaan maritim
Indonesia saat ini justru mengalami kemunduran yang signifikan, dikarenakan visi
maritim tida lagi  jelas dan tidak mampunya masyarakat Indonesia melihat potensi dari
posisi strategis nusantara.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya jita kembali kapada visi maritim yang dulu seperti
diterapkan nenek moyang kita, karena sejatinya Indonesia menyandang predikat
“Negara Maritim” atau negara kepulauan. Sehingga dengan mengoptimalkan letak
strategis dari Indonesia dan kekayaan sember daya bahari yang  melimpah, maka bukan
mustahil jika Indonesia akan menjadi bangsa yang disegani dan diperhitunkan di dunia
dalam bidang maritim layaknya dimasa jayanya dulu., tidak dapat dibantahkan lagi
bahwa Indonesia memang terlahir sebagai Negara maritime.Sebelum Indonesia
merdeka, nenek moyang telah menunjukkan bahwa Indonesia pada zaman dahulu sudah
berlayar jauh dengan perahu sederhana dan ilmu yang mereka miliki melalui
kebudayaannya. Hingga munculnya kerajaan-kerajaan maritime yang semakin
memperkuat konsep “kemaritiman” Indonesia.
 Indonesia dikenal dengan negara Maritim dan yang dimaksud dengan negara Maritim
adalah Negara yang daerah teritorial lautnya lebih luas daripada daerah teritorial
daratnya dengan kata lain Negara Maritim adalah negara yang menyandang predikat
Negara Kepulauan. Kenapa Indonesia disebut sebagai negara maritim hal ini
dikarenakan Negara Indonesia merupakan negara Kepualauan dan 2/3 wilayah
Indonesia merupakan lautan dan 1/3 -nya merupakan daerah daratan.

34
 Nelayan adalah suatu fenomena sosial yang sampai saat ini masih merupakan tema
yang sangat menarik untuk didiskusikan.Membicarakan nelayan hampir pasti isu yang
selalu muncul adalah masyarakat yang marjinal, miskin dan menjadi sasaran eksploitasi
penguasa baik secara ekonomi maupun politik. Kemiskinan yang selalu menjadi “trade
mark” bagi nelayan dalam beberapa hal dapat dibenarkan dengan beberapa fakta seperti
kondisi pemukiman yang kumuh, tingkat pendapatan dan pendidikan yang
rendah,  rentannya mereka terhadap perubahan-perubahan sosial, politik, dan ekonomi
yang melanda, dan ketidakberdayaan mereka terhadap intervensi pemodal, dan
penguasa yang datang.
 Sampai saat ini keberdaan nelayan tradisional semakin terpinggirkan dengan
banyaknya nelayan tangkap yang menggunakan kapal dan peralatan yang lebih canggih.
Hal seperti ini semakin parah karena tidak adanya ketidakberpihakan pemerintah
terhadap nelayan tradisional.
Salah satu potensi perekonomian maritim terbesar yang dimiliki Indonesia
adalah sumber minyak bumi dan gas.
Sayangnya Indonesia belum bisa memanfaatkannya secara
maksimal. Ironisnya,sebagran besar sumber-sumber,energi tidak terbaharukan ini di
kuasai pihak asing.
 Ketidakefisienan sistem logistik nasional mengakibatkan daya saing produk domestik
masih lemah. Ini menjadi masalah krusial karena sistem operasi logistik yang kompetitif
merupakan kunci sukses dalam ekonomi global. Bahkan komoditas impor bisa jauh
lebih murah daripada produk lokal.

B.Saran
 Saran yang dapat penulis sampaikan kali ini bahwa wilayah maritim Indonesia
sangatlah luas untuk itu marilah kita manfaatkan dengan sebaik mungkin dan
menjaganya jangan sampai wilayah maritim Indonesia menjadi tercemar untuk itu perlu
adanya kesadaran dari segenap warga Indonesia untuk bekerja sama menjaga kelestarian
biota dalam laut kita.

35
DAFTAR PUSTAKA

Pieter .1995. Dasar-Dasar Peraturan Keselamatan Pelayaran dan Pencegahan


Pencemaran Dari Kapal Sesuai Ketentuan IMO. Mutiara Sumber Widya. Jakarta.

Umar  .1997. Perubahan Ekologi.  Yogyakarta.

http://asfarsyafar.blogspot.com/2013/10/makalah-wawasan-sosial-budaya-maritim.html

http://siradel.blogspot.com/2011/03/tentara-nasional-indonesia-angkatan.html

http://zeyacute.blogspot.com/2013/07/makalah-ketahanan-nasional.html

http://sahabatnadzhttp://ncupphe30jan.blogspot.com/ri.blogspot.com/2008/08/teknologi
-dan-pemanfaatan-lingkungan.htmlhttp://ekosistem-
ekologi.blogspot.com/2013/02/mengenal-ekosistem-
laut.htmlhttp://ciahh.blogspot.com/2013/04/v-
behaviorurldefaultvmlo.htmlhttp://lautmaritim.blogspot.com/2013/03/hukum-
maritim.htmlhttp://indomaritimeinstitute.org/2011/07/pencemaran-laut-
%E2%80%9Cmengancam potensi-sumberdaya-dan-lingkungan-maritim%E2%80%9D

Bernhard Limbong, 2015, Poros Maritim, Edisi 1, Cetakan 1, PT Dharma Karya

36

Anda mungkin juga menyukai