DIBUAT OLEH:
• CHESELLIA PUTERI ANGGEYANI
• NADYA DWI EFENDI
• SELLY PUTRI YUSMAN
• CHILKA JUMIA IVO
• RAISAH AZ-ZAHRA HALOMOAN
• NURUL RAFIKA DYAH
• RAYHAN FERNADA
• REHAN JANUARTA
• DHIKA YUDHA PRANATA
1
BIODATA SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
2
BIOGRAFI SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Ketika duduk di bangku kelas lima, untuk pertama kalinya SBY kenal dan akrab
dengan nama Akademi Militer Nasional (AMN), Magelang, Jawa Tengah. SBY
kemudian melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri Pacitan. Sejak kecil, SBY
bercita-cita untuk menjadi tentara dengan masuk Akademi Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia (Akabri) setelah lulus SMA akhir tahun 1968. Namun, lantaran
terlambat mendaftar, SBY tidak jadi masuk Akabri dan akhirnya dia menjadi
mahasiswa Teknik Mesin Institut 10 November Surabaya (ITS).
Namun kemudian, SBY justru memilih masuk Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan
Pertama (PGSLP) di Malang, Jawa Timur. Sewaktu belajar di PGSLP Malang itulah,
Susilo Bambang Yudhoyono mempersiapkan diri untuk masuk kembali ke Akabri.
Tahun 1970, akhirnya SBY masuk Akabri di Magelang, Jawa Tengah, setelah lulus
ujian penerimaan akhir di Bandung. SBY satu angkatan dengan Agus
Wirahadikusumah, Ryamizard Ryacudu, dan Prabowo Subianto. Semasa
pendidikan, SBY yang mendapat julukan Jerapah, sangat menonjol. Terbukti, ketika
dia meraih predikat lulusan terbaik Akabri 1973 dengan menerima penghargaan
lencana Adhi Makasaya. Seusai menamatkan pendidikan militer pertamanya, SBY
kemudian masih melanjutkan study militernya dengan pergi belajar ke beberapa
universitas militer ternama.
Perjalanan karier militer SBY dimulai dengan memangku jabatan sebagai Dan
Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad (Komandan Peleton III di Kompi Senapan A,
Batalyon Infantri Lintas Udara 330/Tri Dharma, Kostrad) tahun 1974-1976,
membawahi langsung sekitar 30 prajurit. Kefasihan dalam berbahasa Inggris,
membuatnya terpilih mengikuti pendidikan lintas udara (airborne) dan pendidikan
pasukan komando (ranger) di Pusat Pendidikan Angkatan Darat Amerika Serikat,
Ford Benning, Georgia, 1975.
3
Sekembalinya ke tanah air, SBY memangku jabatan Komandan Peleton II Kompi A
Batalyon Linud 305/Tengkorak (Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad) tahun 1976-1977.
Beliau pun memimpin Pleton ini bertempur di Timor Timur. Sepulang dari Timor
Timur, SBY menjadi Komandan Peleton Mortir 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977).
Setelah itu, beliau ditempatkan sebagai Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I
Kostrad (1977-1978), Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981), dan Paban
Muda Sops SUAD (1981-1982).
Selanjutnya, SBY dipercaya menjabat Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988)
dan Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988), sebelum mengikuti pendidikan
di Sekolah Staf dan Komando TNI-AD (Seskoad) di Bandung dan keluar sebagai
lulusan terbaik Seskoad 1989. SBY pun sempat menjadi Dosen Seskoad (1989-
1992), dan ditempatkan di Dinas Penerangan TNI-AD (Dispenad) dengan tugas
antara lain membuat naskah pidato KSAD Jenderal Edi Sudradjat. Ketika Edi
Sudradjat menjabat Panglima ABRI, SBY ditarik ke Mabes ABRI untuk menjadi
Koordinator Staf Pribadi (Korspri) Pangab Jenderal Edi Sudradjat (1993). Ada
banyak sekali jabatan militer yang kemudian dijabat oleh SBY, puncaknya adalah
ketika dia dipercaya bertugas ke Bosnia Herzegovina untuk menjadi perwira PBB
(1995).
SBY menjabat sebagai Kepala Pengamat Militer PBB (Chief Military Observer United
Nation Protection Force) yang bertugas mengawasi genjatan senjata di bekas
negara Yugoslavia berdasarkan kesepakatan Dayton, AS antara Serbia, Kroasia dan
Bosnia Herzegovina. Setelah kembali dari Bosnia, beliau diangkat menjadi Kepala
Staf Kodam Jaya (1996). Kemudian menjabat Pangdam II/Sriwijaya (1996-1997)
sekaligus Ketua Bakorstanasda dan Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR
1998) sebelum menjabat Kepala Staf Teritorial (Kaster) ABRI (1998-1999).
Di tahun 2000, SBY memulai langkah politiknya dengan untuk memutuskan pensiun
lebih dini dari militer. SBY kemudian ditunjuk untuk menjabat sebagai Menteri
Pertambangan dan Energi selama masa pemerintahan Presiden KH Abdurrahman
Wahid. Tak lama kemudian, SBY harus meninggalkan posisinya sebagai
Mentamben karena Gus Dur memintanya menjabat Menkopolsoskam. Pada tanggal
10 Agustus 2001, Presiden Megawati mempercayai dan melantik SBY menjadi
Menko Polkam dalam Kabinet Gotong-Royong.
Tetapi pada 11 Maret 2004, SBY memilih untuk mengundurkan diri dari jabatan
Menko Polkam. Langkah pengunduran diri ini membuatnya lebih leluasa
menjalankan hak politik yang akan mengantarkannya ke kursi puncak kepemimpinan
nasional. Pada pemilu Presiden yang dilakukan secara langsung untuk pertama
kalinya, SBY yang berpasangan dengan Jusuf Kalla meraih kepercayaan mayoritas
4
rakyat Indonesia dengan perolehan suara di atas 60 persen. Dan pada tanggal 20
Oktober 2004 Susilo Bambang Yudhoyono dengan Jusuf Kalla dilantik menjadi
Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia ke-6.
Pada 3 Juli 2013, SBY mendapat penghargaan Maha Dwija Praja Utama dari
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Penghargaan itu diberi saat Kongres
XXI PGRI di Jakarta. Penghargaan tertinggi dari PGRI dipersembahkan pada tokoh
yang memperjuangkan dan memartabatkan guru. SBY dinilai perhatian pada nasib
guru dengan mendeklarasikan bahwa guru adalah jabatan profesi pada 2004. Tahun
2005, disahkan UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Juga adanya
sertifikasi guru dan tunjangan profesi guru mulai dibayar.
5
PENDIDIKAN DAN KARIER SUSILO BAMBANG
YUDHOYONO
• Pendidikan
• Karier
6
• Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995)
• Chief Military Observer United Nation Peace Forces (UNPF) di Bosnia -
Herzegovina (sejak awal November 1995)
• Kasdam Jaya (1996 - hanya lima bulan)
• Pangdam II/Sriwijaya (1996 - 1997) sekaligus Ketua Bakorstanasda
• Asospol Kassospol ABRI/wakil Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Umum MPR
1998)
• Kassospol ABRI/Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998)
• Kepala Staf Teritorial (Kaster ABRI) (1998 - 1999)
• Menteri Pertambangan dan Energi (sejak Oktober 1999)
• Menteri Koordinator Politik Sosial Keamanan (Pemerintahan Presiden KH
Abdurrahman Wahid)
• Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Pemerintahan Presiden Megawati
Soekarnoputri), mengundurkan diri 11 Maret 2004
• Presiden Republik Indonesia (2004 - 2009)
• Presiden Republik Indonesia (2009 - 2014)
7
PERISTIWA AWAL DIPILIHNYA SUSILO BAMBANG
YUDHOYONO SEBAGAI PRESIDEN
• Pemilu Legislatif
Pada bulan April tahun 2004, sekitar 84 persen dari pemilih Indonesia (atau sekitar
113.5 juta orang) memberikan suara mereka untuk pemilihan legislatif nasional.
Kontras dengan Pemilu tahun 1999, kali ini Indonesia bisa memilih kandidat tertentu
dari partai yang membawa elemen yang lebih personal dalam pemilihan ini.
Dalam pemilihan ini, dua partai terbesar dari pemilu sebelumnya, yaitu PDI-P
beserta Golkar, kehilangan mayoritas mutlak mereka. PDI-P jatuh - sesuai dengan
dugaan - dari 34 persen menjadi 19 persen karena rakyat Indonesia tidak puas
dengan kinerja Megawati sebagai presiden. Dia tampaknya kurang memiliki visi dan
kepemimpinan, sementara korupsi dalam partainya tumbuh. Golkar, yang telah
terbukti mampu bertahan tanpa dukungan dari Suharto dan TNI, mempertahankan
bagian suaranya (22 persen), meski Golkar mengharapkan untuk mendapat lebih
banyak suara.
8
Namun dua pendatang baru, keduanya tidak ikut dalam pemilu 1999, menarik
perhatian. Yang pertama adakah Partai Keadilan Sejahtera (PKS), partai yang
menempatkan penekanan besar pada peran Islam dalam kehidupan publik. Partai ini
menerima tujuh persen suara dalam Pemilu 2004. Yang kedua adalah Partai
Demokrat (PD). Partai ini adalah kendaraan politik Susilo Bambang Yudhoyono
(sering disebut sebagai SBY), Menteri Koordinator Politik dan Keamanan dalam
kabinet Megawati. Yudhoyono berharap untuk menjadi wakil presiden pada tahun
2001 namun kalah dengan Hamzah Haz.
Memiliki aspirasi politik pribadi yang tinggi dan didukung sekelompok kecil intelektual
di sekelilingnya (yang mendirikan PD terutama untuk dia), Yudhoyono tampaknya
menjadi calon presiden yang kuat untuk Pemilu 2004. Hal ini mengusik Megawati
dan menyebabkan keretakan di antara keduanya. Pada awal 2004, Yudhoyono
meninggalkan kabinet Megawati, keputusan yang sebenarnya membuatnya bahkan
lebih populer. PD menerima lebih dari tujuh persen suara, memungkinkan
Yudhoyono untuk berpartisipasi dalam pemilihan presiden tahun 2004 (sebuah
partai membutuhkan minimal lima persen untuk diizinkan menominasikan calon
presiden).
Pada bulan Juli 2004, masyarakat Indonesia pergi ke kotak suara untuk pemilihan presiden.
Pemenang pemilu ini membutuhkan mayoritas mutlak, karena itu tampaknya kemungkinan
besar bahwa putaran kedua akan diperlukan di mana dua kandidat dengan suara terbanyak
dari putaran pertama bersaing satu sama lain
Karena fakta bahwa presiden dan wakil presiden berpartisipasi dalam pemilu ini sebagai
pasangan yang tak terpisahkan, komposisinya menjadi kepentingan strategis. Yudhoyono
(PD), memimpin dalam survei dan pol opini, bekerja sama dengan Jusuf Kalla (pengusaha
dari Indonesia Timur). Megawati (PDI-P) dipasangkan dengan Hasyim Muzadi (ketua
Nahdlatul Ulama). Pasangan lain yang tampaknya memiliki kesempatan, meskipun kecil,
adalah Wiranto (mantan jenderal Angkatan Darat, dicalonkan oleh Golkar) yang bergabung
dengan Sallahudin Wahid (wakil ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia).
Dengan 33.5 persen suara, kurang dari yang diharapkan, Yudhoyono dan Kalla
menjadi pemenang dari putaran pertama. Pada tempat kedua, dengan demikian
berhak untuk bersaing di putaran kedua, adalah pasangan Megawati-Muzadi yang
menerima 26.5 persen suara. Seperti yang diduga, putaran kedua itu dengan mudah
dimenangkan oleh Yudhoyono dengan mayoritas mutlak 60.5 persen kemudian ia
dilantik sebagai presiden baru Indonesia pada tanggal 20 Oktober 2004.
9
KEBIJAKAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO SEBAGAI
PRESIDEN
Kebijakan politik yang dibuat adalah Kabinet Indonesia Bersatu yang berada di
dalam 2 periode, Kabinet Indonesia Bersatu I dan Kabinet Indonesia Bersatu II. Saldi
Isra dalam 10 tahun bersama SBY: catatan dan refleksi dua periode kepemimpinan
(2014) mengatakan bahwa selama menjabat sebagai presiden, Susilo Bambang
Yudhoyono dianggap sebagai presiden yang secara spesifik mengemukakan
agenda pemberantasan korupsi.
Pada zaman SBY, KPK direvitalisasikan dan memiliki posisi politik yang sangat kuat.
KPK telah membongkar berbagai kasus salah satunya kasus suap Kemenpora
Wafid Muharram atau kasus korupsi Wisma Atlet yang dilakukan oleh Nazaruddin.
Selama 10 tahun kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, penegakan atau
supremasi hukum diberikan porsi yang baik dan besar.
Meskipun banyak pencapaian yang dibuat oleh Suliso Bambang Yudhoyono, namun
banyak isu kontroversial yang ada di dalam masa pemerintahannya. Beberapa di
antaranya adalah:
1. Kasus Century
2. Kriminalisasi KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi
3. Kasus mafia pajak yang melibatkan Gayus Tambunan
4. Kasus Sekretariat Gabungan
5. Isu jaksa agung yang terkait pengangkatan Jaksa Agung Hendarman
Supandji
6. Konflik perbatasan Indonesia dan Malaysia
10
PERKEMBANGAN EKONOMI DAN POLITIK SBY
Sejak krisis yang dialami bangsa pada tahun 1998, kondisi perekonomian
masyarakat Indonesia belum pulih. Upaya pengentasan kemiskinan yang juga
pernah dicanangkan oleh presiden sebelumnya masih belum terlaksana
sepenuhnya. Kondisi ini diperparah dengan terjadinya sejumlah bencana alam
terutama tragedi tsunami di Aceh yang merenggut banyak korban dengan kerugian
material yang sangat besar. Presiden SBY bersama Kabinet Indonesia Bersatu
segera mengambil langkah-langkah penanggulangan pasca bencana. Salah satunya
adalah dengan menetapkan Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 2005 mengenai
Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat
Aceh dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatra Utara. Selain itu dibentuk pula Badan
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Aceh dan Nias.
Selain berupaya untuk menjaga kedaulatan wilayah dari ancaman luar, upaya
internal yang dilakukan pemerintah untuk menjaga kedaulatan wilayah adalah
mencegah terjadinya disintegrasi di wilayah konflik. Konflik berkepanjangan di
wilayah Aceh dan Papua yang belum juga berhasil diselesaikan pada masa
pemerintahan presiden sebelumnya, mendapat perhatian serius dari Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono. Kendati telah dilakukan pendekatan baru melalui dialog pada
masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie termasuk dengan mencabut status DOM
yang diterapkan oleh pemerintah Orde Baru, namun konflik di Aceh tidak kunjung
selesai. Pada masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,
pemerintah berupaya untuk lebih mengefektifkan forum-forum dialog mulai dari
tingkat lokal Aceh hingga tingkat internasional. Di tingkat internasional, upaya
11
tersebut menghasilkan Geneva Agreement (Kesepakatan Penghentian
Permusuhan/Cessation of Hostilities Agreement (CoHA). Tujuan dari kesepakatan
tersebut adalah menghentikan segala bentuk pertempuran sekaligus menjadi
kerangka dasar dalam upaya negosiasi damai diantara semua pihak yang berseteru
di Aceh. Namun pada kenyataannya, CoHA dan pembentukkan komite keamanan
bersama belum mampu menciptakan perdamaian yang sesungguhnya. Belum dapat
dilaksanakannya kesepakatan tersebut dikarenakan minimnya dukungan di tingkat
domestik, baik dari kalangan DPR maupun militer selain tidak adanya pula dukungan
dari pihak GAM (Gerakan Aceh Merdeka).
12
Tidak dapat dipungkiri bahwa peristiwa Reformasi 1998, seperti halnya juga terjadi di
beberapa negara lain, menunjukkan bahwa sebuah perubahan hingga dapat
mempengaruhi situasi politik nasional bahkan pergantian kepemimpinan,
memerlukan energi yang besar dan ide-ide cemerlang sehingga mampu menarik
minat masyarakat untuk berpartisipasi dalam gerbong perubahan itu sendiri.
Pengaruh dan ide-ide tokoh masyarakat yang bersinergi dengan semangat pemuda
dan mahasiswa yang energik melahirkan sebuah kekuatan besar dalam masyarakat
(people power) untuk pada akhirnya melakukan perubah.
13
AKHIR MASA PEMERINTAH SBY
14