Anda di halaman 1dari 6

Profil Adam Malik

Nama : Adam Malik


Lahir : 22 Juli 1917, Kota Pematangsiantar, Indonesia
Meninggal : Bandung, Jawa Barat, 5 September 1984
Makam : Taman Makam Pahlawan Kalibata
Zodiac : Cancer
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam

Pada masa order baru, adam malik berperan sebagai fasilitator dalam perundingan dengan
berbagai Negara. Beliau juga mempelopori terbentuknya ASEAN bersama dengan menteri
luar negeri seluruh Negara di daerah asia. Asean terbentuk pada tahun 1967. Adam malik
juga pernah menjadi wakil presiden republik Indonesia ketiga mengantikan sri sultan
hamengkubuono ke IX. Bapak Haji Adam Malik meninggal di kota bandung pada tanggal 5
september tahun 1984. Karena penyakit kanker liver.

Pendidikan Adam Malik


Hollandsch-Inlandsche School Pematangsiantar
Sekolah Agama Parabek di Bukittinggi

Karir Adam Malik


Wakil Presiden Republik Indonesia
Ketua DPR/MPR
Menteri Luar Negeri Indonesia
Duta besar luar biasa dan berkuasa penuh untuk Uni Soviet dan Polandia
Menko Pelaksana Ekonomi Terpimpin

Penghargaan Adam Malik


Bintang Mahaputera kl. IV pada tahun 1971
Bintang Adhi Perdana kl.II pada tahun 1973
Pahlawan Nasional pada tahun 1998

Profil Hamengkubuwono IX

Nama lahir : Bendoro Raden Mas Dorodjatun

Gelar : Sri Sultan Hamengkubuwono IX

Tempat Lahir : Yogyakarta

Tanggal Lahir : 12 April 1912

Warga Negara : Indonesia

Wafat : 2 Oktober 1988

Zodiac : Aries

Agama : Islam

Gelar : Pahlawan Nasional


Peranan pada masa orde baru :

Sultan HB IX berperan pada saat Indonesia berada dalam ke krisisisan. Sebagai Menteri
Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri (Menko Ekuin) Kabinet Ampera, Sultan HB
IX telah meletakkan rumusan dasar bagi program rehabilitasi dan stabilitasi Orde Baru dalam
bidang ekonomi, moneter dan infrastruktur.

Program kerja yang dilakukan oleh Sultanpun mulai terasa dan memberikan pemulihan bagi
Orde baru secara perlahan-lahan, mulai dari kembalinya kepercayaan luar negeri terhadap
Indonesia, mengatur kembali perrundingan dengan negara pemberi pinjaman di masa lalu
guna mengatur jadwal pembayarannya. Dalam usaha ini, HB IX juga bertindak aktif dengan
mengadakan perjalanan ke mana-mana, seperti menghadiri pertemuan luar negeri yang
orientasinya untuk menarik penanaman odal asing dan investasi di Indonesia.

Berbagi rintisan perbaikan ekonomi pada masa awal Orde baru (1966-1968) di mana Sultan
HB IX memegang peranan utama telah banyak membuahkan hasil. Bantuan dari luar negeri
mengalir dari berbagai penjuru dalam bentuk bantuan kredit devisa, bantuan pangan, bantuan
teknik dan proyek dan melaksanakan pembangunan di Indonesia. Namun di balik
keberhasilan Sultan HB IX dalam menarik modal asing juga memicu eksploitasi sumber daya
alam Indonesia oleh perusahaan-perusahaan multi-nasional yanng dikendalikan oleh
Amerika. Dalam bulan November 1967, menyusul tertangkapnya hadiah terbesar, kemudian
hasil tangkapannya dibagi. The Time Life Corporation mensponsori konfrensi istimiwa di
Jenawa yang dalam waktu tiga hari merancang pengambil alihan Indonesia. Para pesertanya
meliputi kapitalis yang paling berkuasa di dunia, orang-orang seperti david Rockefeller.

Pendidikan Hamengkubuwono IX

Taman kanak-kanak atau Frobel School asuhan Juffrouw Willer di Bintaran Kidul
Eerste Europese Lagere School (1925)
Hogere Burger School (HBS, setingkat SMP dan SMU) di Semarang dan Bandung
(1931)
Rijkuniversiteit Leiden, jurusan Indologie (ilmu tentang Indonesia) kemudian
ekonomi

Karir Hamengkubuwono IX

Kepala dan Gubernur Militer Daerah Istimewa Yogyakarta (1945)


Menteri Negara pada Kabinet Sjahrir III (2 Oktober 1946 - 27 Juni 1947)
Menteri Negara pada Kabinet Amir Sjarifuddin I dan II (3 Juli 1947 - 11 November
1947 dan 11 November 1947 - 28 Januari 1948)
Menteri Negara pada Kabinet Hatta I (29 Januari 1948 - 4 Agustus 1949)
Menteri Pertahanan/Koordinator Keamanan Dalam Negeri pada Kabinet Hatta II (4
Agustus 1949 - 20 Desember 1949)
Menteri Pertahanan pada masa RIS (20 Desember 1949 - 6 September 1950)
Wakil Perdana Menteri pada Kabinet Natsir (6 September 1950 - 27 April 1951)
Ketua Dewan Kurator Universitas Gajah Mada Yogyakarta (1951)
Ketua Dewan Pariwisata Indonesia (1956)
Ketua Sidang ke 4 ECAFE (Economic Commision for Asia and the Far East) dan
Ketua Pertemuan Regional ke 11 Panitia Konsultatif Colombo Plan (1957)
Ketua Federasi ASEAN Games (1958)
Menteri/Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (5 Juli 1959)
Ketua Delegasi Indonesia dalam pertemuan PBB tentang Perjalanan dan Pariwisata
(1963)
Menteri Koordinator Pembangunan (21 Februari 1966)
Wakil Perdana Menteri Bidang Ekonomi 11 (Maret 1966)
Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka (1968)
Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia/KONI (1968)
Ketua Delegasi Indonesia di Konferensi Pasific Area Travel Association (PATA) di
California, Amerika Serikat (1968)
Wakil Presiden Indonesia (25 Maret 1973 - 23 Maret 1978)

Penghargaan Hamengkubuwono IX

Pahlawan Nasional

Sudomo

Laksamana TNI (Purn.) Sudomo (lahir di Malang, Jawa Timur, 20 September 1926
meninggal di Jakarta, 18 April 2012 pada umur 85 tahun) adalah seorang petinggi militer
yang terkenal di masanya karena jabatannya sebagai Pangkopkamtib.

Dalam posisi pemerintahan ia pernah menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja pada periode
1983 - 1988 dan juga sebagai Ketua DPA (1988-1998).
Lahir di Malang, Jawa Timur, 20 September 1926, separuh usia Sudomo memang habis di
Tentara Nasional Indonesia. Dan ketertarikan kepada dunia militer itu sudah tumbuh
semenjak belia. Begitu tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dia langsung masuk
Sekolah Pelayaran. Dari sana dia masuk Angakatan Laut tahun 1945.

Karir milternya terus melesat. Dalam usia 35 tahun, dia sudah menjadi perwira tinggi. Tahun
1962, dia ditunjuk menjadi Panglima Angkatan Laut Mandala dengan pangkat komodor.
Sudomo ikut bergabung dengan sejumlah perwira ketika tiga kapal Angkatan Laut Indonesia
merangsek ke Irian Barat tanggal 15 Januari 1962.

Tiga kapal itu melaju petang hari. Sekitar pukul lima sore. Dan Sudomo yang ketika itu
pangkatnya kolonel bergabung dengan pasukan di KRI Harimau yang melaju paling depan,
bersama Kolonel Mursyid dan Kapten Tondomulyo. Di belakang mereka melaju KRI Macan
Tutul yang ditumpangi Komodor Yos Sudarso, yang kemudian tewas dalam pertempuran
melawan Belanda.

Peranan :

Karir cemerlang masih terus mengiringi Sudomo sampai di pemerintahan Soeharto. Dia
tercatat pernah menjabat Kepala Staf TNI AL (1969-1973) dan Panglima Komando
Pengendalian Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) sejak 17 April 1978 hingga 29
Maret 1983. Barangkali semasa menjadi Pangkopkamtib inilah peran Sudomo sangat
menonjol sekaligus penuh kontroversi.

Sekitar 1984-1986, misalnya, Pangkopkamtib itu menggelar operasi penertiban terhadap


pengemis dan gembel di Jakarta. Alasannya malu terhadap tamu negara. Konon dari situlah
sejarahnya mengapa para penjual koran dan majalah di pinggir jalan itu memakai baju atau
rompi media massa. Agar mereka sedikit terlihat rapi.

Pada tahun 1984,Sudomo pernah membentuk Operasi Sapujagat yang melancarkan operasi
khusus untuk kejahatan bersenjata dan subversi di DKI Jakarta, Jawa Barat, Lampung dan
Sumatera Selatan. Sudomo menunjuk dua jenderal berbintang tiga untuk menjalankan
Sapujagad, yakni Letjen Widjojo Soejono dan Letjen Wiyogo. Operasi inilah yang dituduh
banyak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) di sejumlah tempat.

Setelah di dunia militer, Sudomo masuk dunia politik dengan menjadi anggota MPR RI,
menjabat Menteri Tenaga Kerja (1983-1988), Menko Polkam (1988-1993), dan puncaknya
sebagai ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA) periode 1993 hingga 1998.

Ali Moertopo

Letnan Jenderal (Purn.) Ali Moertopo, atau dieja sering pula dieja Ali Murtopo (lahir di Blora, Jawa
Tengah, 23 September 1924 meninggal di Jakarta, 15 Mei 1984 pada umur 59 tahun), adalah
pemikir, tokoh intelijen, dan politikus yang berperan penting terutama pada masa Orde Baru di
Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Penerangan Indonesia (1978 1983) serta Deputi
Kepala (1969 1974) dan Wakil Kepala (1974 1978) Badan Koordinasi Intelijen Negara
Peran : Ali berperan besar dalam melakukan modernisasi intelejen Indonesia. Ia terlibat
dalam operasi-operasi intelejen dengan nama Operasi Khusus (Opsus) yang terutama
ditujukan untuk memberangus lawan-lawan politik pemerintahan Soeharto.

Pada tahun 1968, Ali menggagas peleburan partai-partai politik, yang saat itu sangat banyak
jumlahnya, menjadi beberapa partai saja agar lebih mudah dikendalikan. Hal ini kemudian
terwujud pada tahun 1973 sewaktu semua partai melebur menjadi tiga partai: Golkar, PPP
(penggabungan partai-partai berbasis Islam), dan PDI (penggabungan partai-partai berbasis
nasionalis).

Pada tahun 1971, bersama Soedjono Hoemardhani, asisten pribadi Soeharto, ia merintis
pendirian CSIS (Centre for Strategic and International Studies) yang merupakan lembaga
penelitian kebijakan pemerintahan. Pada tahun 1972, ia menerbitkan tulisan Dasar-dasar
Pemikiran tentang Akselerasi Modernisasi Pembangunan 25 Tahun yang selanjutnya
diterima MPR sebagai strategi pembangunan jangka panjang (PJP)

Anda mungkin juga menyukai