Anda di halaman 1dari 6

Aspek Hukum Atas Tuntutan Tenaga Kerja Terhadap Perusahaan

Menurut UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Oleh :

tri annisya

Email : triannisyatjg@gmail.com

FAKULTAS EKONOMI DAN


BISNIS ISLAM PERBANKAN
SYARIAH VII C
UIN SUMATERA UTARA
TA 2021

Abstrak

Sebagai pemimpin perusahaan atau HR Manager, penting untuk Anda memahami


ketentuan Undang-Undang ini. Agar anda dapat mengaplikasikannya saat
mempekerjakan atau Peraturan perundang-undangan yang membahas masalah
ketenagakerjaan adalah UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Pemerintah pada dasarnya telah menyusun instrumen untuk melindungi dan
mengatur ketenagakerjaan di Indonesia melalui uu 13 tahun 2003 ini. Itu dilakukan
agar tidak merugikan berbagai pihak yaitu tenaga kerja dan perusahaan yang
bersangkutan. Salah satu instrumen tersebut diwujudkan dalam UU No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaanmengatur karyawan di perusahaan.

Abstract

The legislation that discusses manpower issues is Law No. 13 of 2003 concerning
Manpower. The government has basically drawn up instruments to protect and
regulate employment in Indonesia through Law 13 of 2003. This is done so as not to
harm various parties, namely the workforce and the company concerned. One of
these instruments is embodied in Law no. 13 of 2003 concerning Manpower. As a
company leader or HR Manager, it is important that you understand the provisions of
this Act. So that you can apply it when hiring or managing employees in the
company.

PENDAHULUAN
Sektor informal tercatat terus mendominasi dengan angka terakhir mencapai 57
persen dari lapangan kerja yang tersedia. Tingginya sektor informal ini juga disebabkan oleh
latar belakang pendidikan tenaga kerja yang masih relatif kurang memadai dimana tenaga
kerja berpendidikan SMP ke bawah mencapai 57,5 persen dari total pekerja. Sebesar 60,43
persen dari total pekerja juga masih memiliki keterampilan dan keahlian yang rendah. 1
Jika ditelusuri lebih lanjut di sektor informal, tenaga kerja dengan pendidikan SMP
ke bawah masih mendominasi dan mencapai 75,6 persen. Sementara sektor formal memiliki
catatan statistik yang lebih baik dimana tenaga kerja yang berpendidikan SMP ke bawah
hanya sekitar 36,6 persen dari total tenaga kerja formal meskipun masih menempati porsi
tertinggi dari total pekerja di sektor ini, Apabila kondisi ini terus berlanjut dan tidak segera
dibenahi maka pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka panjang akan terhambat.
Peningkatan produktivitas ini bukan hanya pekerjaan satu atau lima tahun saja tetapi harus
terus dilakukan secara berkesinambungan,2
Saat ini pembangunan SDM merupakan prioritas utama, dan hal ini tidak membutuhkan
waktu yang singkat. Selain membangun kualitas SDM, Indonesia juga harus terus
memperbaiki iklim usaha dan infrastruktur sehingga mendukung pertumbuhan produktivitas
yang lebih tinggi dan mampu mendorong perbaikan daya saing.

PEMBAHASAN

Dasar Hukum Probation dan Ketentuannya

Probation atau masa percobaan kerja diatur dalam Undang-Undang Nomor 13


Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-
150/Men/2000 Tahun 2000 tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan
Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Ganti Kerugian diPerusahaan3 sebagai

1
Berdasarkan data dari Badan Kebijakan Fiskal
22
Tim Peneliti Gabungan Kemenkeu, 2020
3
Kepmenaker 2000 h. 150
mana telah diubah dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep-
78/Men/2001 Tahun 2001 tentang Perubahan Kemenak ertransaker Nomor Kep150/Men/200
0 tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang
Penghargaan Masa Kerja dan Ganti Kerugian di Perusahaan dan diubah kedua kalinya
dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep-111/Men/2001
Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Pasal 35A Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor Kep-78/Men/2001 tentang Perubahan Atas Beberapa Pasal Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-150/Men/2000 tentang Penyelesaian Pemutusan
Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja, dan Ganti
Kerugian di Perusahaan.
Berdasarkan Pasal 58 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan, masa percobaan tidak
dapat diberlakukan dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Apabila dalam PKWT
diberlakukan ketentuan masa percobaan, maka ketentuan tersebut menjadi batal demi hukum
atau dianggap tidak pernah ada.
Ini artinya, masa percobaan hanya dapat diberlakukan bagi pekerja dengan
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dan mengenai lamanya masa
percobaan, hanya dapat berlaku selama 3 (tiga) bulan. Selain itu, ketentuan dalam Pasal 5
ayat (2) Kepmenaker 150/2000 menambahkan, masa percobaan selama 3 bulan ini hanya
boleh diadakan dalam satu kali masa kerja. Pengusaha yang menerima pekerja yang
sebelumnya pernah mengikuti magang atau job training di perusahaannya atau di
perusahaan yang ditunjuk oleh pengusaha yang bersangkutan tidak boleh mensyaratkan
adanya masa percobaan, Masa percobaan sendiri bukanlah merupakan hal yang wajib untuk
diterapkan, sehingga dimungkinkan apabila dalam PKWTT pekerja langsung menjadi
pekerja tetap.
Namun, perlu diperhatikan bahwa syarat adanya masa percobaan kerja harus
dicantumkan dalam perjanjian kerja. Apabila perjanjian kerja dilakukan secara lisan, maka
syarat masa percobaan kerja harus diberitahukan kepada pekerja yang bersangkutan
dan dicantumkan dalam surat pengangkatan. Dalam hal tidak dicantumkan dalam perjanjian
kerja atau dalam surat pengangkatan, maka ketentuan masa percobaan kerja dianggap tidak
ada.

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada Masa Percobaan

Dalam praktik, pada klausul masa percobaan di perjanjian kerja biasanya diatur
tentang jika pekerja tidak memenuhi standar yang dibutuhkan perusahaan. Apabila masa
percobaan selesai dan perusahaan tidak mau mempekerjakan pekerja tersebut lebih lanjut,
perusahaan berhak mengakhiri PKWTT tersebut. Dalam perjanjian kerja juga biasanya
diatur pemberitahuan yang harus dilakukan dalam jangka waktu tertentu kepada para pihak
yang ingin mengakhiri perjanjian.

Selain itu, pemutusan hubungan kerja dengan pekerja yang masih berada dalam masa
percobaan juga tidak memerlukan penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial4.
Namun, masa percobaan sebagaimana dijelaskan di atas hanya boleh
diberlakukan paling lama 3 (tiga) bulan dan hanya boleh diadakan untuk satu kali masa
percobaan kerja. Masa percobaan kerja Anda yang selama 6 (enam) bulan tersebut jelas
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Akan tetapi menurut Juanda
Pangaribuan, Advokat Spesialisasi Ketenagakerjaan dan Hakim Ad Hoc pada Pengadilan
Hubungan Industrial (2006-2016), pemberlakuan masa kerja selama 6 (enam) bulan tersebut
tidak membatalkan perjanjian kerja. Yang batal hanyalah kelebihan waktu tersebut saja
(kelebihan 3 bulan). Artinya, masa percobaan tetap sah tetapi harus dihitung 3 bulan.
Kemudian berdasarkan keterangan Anda, ada salah satu pasal dalam Employment
Agreement (perjanjian kerja) yang berbunyi “Apabila salah satu pihak antara karyawan
atau perusahaan ingin mengakhiri perjanjian ini, maka harus dilakukan pemberitahuan
secara tertulis paling lambat 3 bulan sebelumnya”. Kemudian ternyata Anda diputus
hubungan kerjanya tanpa ada pemberitahuan tertulis terlebih dahulu sebagaimana diatur
dalam ketentuan perjanjian kerja tersebut dengan alasan tidak sejalan dengan konsep dan
strategi perusahaan.
Lazimnya, sebagai bentuk pembinaan perusahaan kepada karyawan sebelum melakukan
PHK adalah dengan menerbitkan Surat Peringatan terlebih dahulu. Terkait hal ini, Pasal 161
UU Ketenagakerjaan mengatur.
Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan
pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan
surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.
Namun, bagi pekerja dalam masa percobaan, menurut Juanda Pangaribuan,
ketentuan Pasal 161 UU ketenagakerjaan tersebut tidak perlu diterapkan. Apabila pekerja
tidak perform, perusahaan dapat langsung memutus perjanjian kerjanya karena itulah tujuan
dari masa percobaan, yaitu menguji kelayakan pekerja selama maksimal 3 bulan.
Juanda Pangaribuan juga berpendapat apabila hubungan kerja dalam masa
percobaan tersebut diakhiri tanpa pemberitahuan tertulis, pada dasarnya itu tidak berakibat
apa-apa terhadap pengakhiran tersebut. Beliau menambahkan, tidak ada norma undang-

4
Pasal 154 huruf a Pasal 151 ayat (3) UU Ketenagakerjaan
undang yang bisa menjadi rujukan untuk menyatakan tindakan tersebut menjadi batal.
Juanda Pangaribuan menyimpulkan bahwa apabila terdapat syarat pemberitahuan jika ada
pengkahiran hubungan kerja paling lambat 3 bulan sebelumnya dalam perjanjian kerja dan
syarat tersebut tidak dilaksanakan, hal itu tidak memberi akibat hukum sehingga penghentian
hubungan kerja dalam masa percobaan tetap dapat dibenarkan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, menurut hemat kami dengan mengacu pada
pendapat Juanda Pangaribuan, maka pemutusan hubungan kerja Anda dengan alasan tidak
sejalan dengan konsep dan strategi perusahaan sebelum masa waktu percobaan Anda
berakhir sebagaimana Anda tanyakan bukanlah suatu pelanggaran hukum.

Langkah-Langkah yang Dapat Anda Lakukan.


Dalam kasus Anda, telah terjadi perselisihan pemutusan hubungan kerja, yaitu
perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran
hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.
Adapun langkah yang dapat Anda lakukan jika Anda tidak sependapat dengan perusahaan
mengenai pemutusan hubungan kerja menurut Pasal 3 ayat 5(1). (UU Nomor 2/2004) adalah
dengan terlebih dahulu menyelesaikannya melalui perundingan bipartit secara musyawarah
untuk mencapai mufakat antara Anda dengan perusahaan.
Apabila upaya tersebut gagal, salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan
perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan pada
wilayah perusahaan Anda dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian
melalui perundingan telah dilakukan. Nantinya, Anda dan perusahaan akan ditawarkan
upaya penyelesaian perselisihan. Untuk perselisihan pemutusan hubungan kerja, pilihan upa
ya penyelesaian perselisihannya atau konsiliasi atau mediasi.
Mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, kepentingan, perselisihan dan pemut
usan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu
perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang
netral.
Sementara itu, konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam
satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau
lebih konsiliator yang netral.
Dalam hal upaya penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi atau mediasi tidak
mencapai kesepakatan, maka Anda dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan
Industrial (PHI).

5
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Kesimpulan
Berdasarkan Pasal 58 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan, masa percobaan tidak dapat
diberlakukan dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Apabila dalam PKWT
diberlakukan ketentuan masa percobaan, maka ketentuan tersebut menjadi batal demi hukum
atau dianggap tidak pernah ada. Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran
ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada
pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga
secara berturut-turut.

Anda mungkin juga menyukai