Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH FIQIH SIYASAH

" Implementasi Prinsip-Prinsip Pada Masa Bani Umayyah "

Dosen Pengampu : Dr. Alimuddin Siregar, M. HUM

Oleh : Yunita Pardina (2001010194)

Vera Wahyuni (2001010191)

Fakultas Agama Islam

Universitas Al-Washliyah (UNIVA)

MEDAN T.A 2020-2021


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam juga
disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan keluarganya,
seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah
membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Fiqih Siyasah.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalam

Medan, 20 Senin2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................1
C. Tujuan....................................................................................................................................1
BAB II.............................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.............................................................................................................................2
1. Sejarah Berdirinya Bani Umayyah......................................................................................2
2. Sistem pemerintahan bani umayyah....................................................................................2
3. Perkembangan Pada Masa Bani Umayyah.........................................................................4
4. Kemunduran Peradaban Islam pada Masa Bani Umayyah..............................................6
5. Khalifah-khalifah bani Umayyah.........................................................................................7
6. Kemajuan Peradaban Dinasti Umayyah...........................................................................11
BAB III.........................................................................................................................................14
PENUTUP....................................................................................................................................14
A. Kesimpulan..........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

kita tahu bahwa dalam sejarah islam, sistem pemerintahan yang diterapkan seringkali berubah-
ubah dari aktu kewaktu. Mulai dari sistem demokrasi yang diterapkan pada zaman Nabi
Muhammad hingga pada masa Khulafa’urrasyidin. Tetapi setelah masa khulafa’urrasyidin usai,
sistem pemmerintahanpun juga ikut berubah yang semula demokrasi berubah menjadi monarchi
yang mana pusat pemerintahan dipegang oleh oleh seorang raja dan keturunanya, yang mana
pada saat itu merupakan masa pemerintahan bani Umayyah. Kita tentu tau bahwa ada banyak
peristiwa yang melatar belakangi bisa berkuasanya bani umayyah pada saat itu. Diantaranya
yang paling penting dan paling diingat oleh umat islam adalah peristiwa tahkim (arbitrase) antara
khalifah Ali bin abi thalib dengan mu’awiyyah bin abi sufyan. Dan ada banyak peristiwa penting
yang terjadi pada masa pemerintahan bani Umayyah yang mana akan dijelaskan secara panjang
lebar dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah

1. Jelaskan Sejarah Berdirinya Bani Umayyah?


2. Bagaimana Sistem Pemerintahan Bani Umayyah?
3. Bagaimana Perkembangan Pada Masa Bani Umayyah?
4. Jelaskan kemunduran Peradaban Islam pada masa Bani Umayyah?
5. Mengenal Khalifah-khalifah pada masa Bani Umayyah?
6. Apa saja kemajuan Peradaban Islam pada masa Bani Umayyah?

C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Sejarah Berdirinya Bani Umayyah.


2. Untuk Mengetahui Sistem Pemerintahan Bani Umayyah.
3. Untuk Mengetahui Perkembangan Pada Masa Bani Umayyah.
4. Untuk Mengetahui Kemunduran Peradaban Islam Pada Masa Bani Umayyah.
5. Untuk Mengenal khalifah-khalifah pada Masa Bani Umayyah.
6. Untuk Mengetahui Kemajuan Peradaban Islam Pada Masa Bani Umayyah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. Sejarah Berdirinya Bani Umayyah

Bani Umayyah adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafa ar-Rasyidin yang
memerintah dari 661-M sampai 750-M di Jazirah Arab dan sekitarnya, serta dari 756-M sampai
1031-M di Cordova, Spanyol. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin ‘Abd asy-Syams,
kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Mu’awiyah bin Abu Sufyan atau
kadangkala disebut juga dengan Mu’awiyah. Ia adalah pendiri dan Khalifah pertama Dinasti ini.
Terbentuknya Dinasti ini dan Muawiyah memangku jabatan khalifah secara resmi, menurut ahli
sejarah, terjadi pada tahun 660 M/40 H pada saat Umayah memproklamirkan diri menjadi
khalifah di Iliyah (Palestina), setelah pihaknya dinyatakan oleh Majelis Tahkim sebagai
pemenang, Pemerintahan Dinasti Umayah (41-132 H).
Peristiwa itu terjadi setelah Hasan bin Ali yang dibaiat oleh pengikut setia Ali menjadi khalifah,
sebagai penganti Ali, mengundurkan diri dari gelanggang politik. Sebab, ia tidak ingin lagi
terjadi pertumpahan darah yang lebih besar, dan menyerakan kekuasaan sepenuhnya kepada
Muawiyah. Langkah penting Hasan bin Ali ini dapat dikatakan sebagai usaha rekonsiliasi umat
Islam yang terpecah belah. Karenanya peristiwa itu dalam sejarah Islam dikenal dengan tahun
persatuan (am al-jama’at). Yaitu episode sejarah yang mempersatukan umat kembali berada
dibawah kekuasaan seorang khalifah. Rujuk dan perdamaian antara Hasan dan Muawiyah setelah
Muawiyah bersedia memenuhi persyaratan yang diajukan oleh Hasan. Yaitu Muawiyah harus
menjamin keamanan dan keselamatan jiwa dan harta keturunan Ali dan pendukungnya.
Pernyataan ini diterima Muawiyah dan dibuat secara tertulis. Persetujuan Muawiyah ini
diimbangi oleh Hasan dengan membaiatnya. Rakyat juga menunjukkan ketaatan dengan
membaiatnya.

Muawiyah dikenal sebagai seorang politikus dan administrator yang pandai. Umar bin Khattab
sendiri pernah menilainya sebagai seorang yang cakap dalam urusan politik pemerintahan, cerdas
dan jujur. Ia juga dikenal seorang negarawan yang ahli bersiasat, piawai dalam merancang taktik
dan strategi, disamping kegigihan dan keuletan serta kesediaanya menempuh segala cara dalam
berjuang. Untuk mencapai cita-citanya karena pertimbangan politik dan tuntunan situasi. Dengan
kemampuan tersebut dan bakat kepemimpinan yang dimilikinya, Muawiyah dinilai berhasil
merekrut para pemuka masyarakat, politikus, dan administrator bergabung ke dalam sistemnya
pada zamannya, untuk memperkuat posisinya dipuncak pimpinan. Muawiyah juga dikenal
berwatak keras dan tegas, tetapi juga bisa bersifat toleran dan lapang dada.

2. Sistem pemerintahan bani umayyah

Sejalan dengan watak dan prinsip Muawiyah tersebut serta pemikirannya yang perspektif dan
inovatif, ia membuat berbagai kebijaksanaan dan keputusan politik dalam dan luar negeri. Dan
jejak ini diteruskan oleh para penggantinya dengan menyempurnakannya. Pertama, pemindahan
pusat pemerintahan dari Madinah ke Damaskus. Keputusan ini didasarkan pada pertimbangan
politik dan alasan keamanan. Karena letaknya jauh dari Kufah pusat kaum Syiah pendukung Ali,
dan jauh dari Hijaz tempat tinggal mayoritas Bani Hasyim dan Bani Umayah, sehingga bisa
terhindar dari konflik yang lebih tajam antara dua bani itu dalam memperebutkan kekuasaan.
Lebih dari itu, Damaskus yang terletak diwilayah Syam (Suria) adalah daerah yang berada di
bawah gengaman pengaruh Muawiyah selama 20 tahun sejak ia diangkat menjadi Gubernur di
distirkitu sejak zamankhalifahumarbinkhatab.

Kedua, Muawiyah memberi penghargaan kepada orang-orang yang berjasa dalam perjuangannya
mencapai pundak kekuasaan. Seperti Amr bin Ash ia angkat kembali menjadi Gubernur di
Mesir, Al-Mughirah bin Syu’bah juga ia diangkat menjadi Gubernur diwilayah Persia. Ia juga
memperlakukan dengan baik dan mengambil baik para sahabat terkemuka yang bersikap netral
terhadap berbagai kasus yang ditimbul waktu itu, sehingga mereka berpihakkepadanya.
Ketiga, Menumpas orang-orang yang beroposisi yang dianggap berbahaya jika tidak bisa dibujuk
dengan harta dan kedudukan, dan menumpas kaum pemberontak. Ia menumpas kaum Khawarij
yang merongsong wibawa kekuasaannya dan mengkafirkannya. Golongan ini menunduhnya
tidak mau berhukum kepada Al-Qur’an dalam mewujudkan perdamaian dengan Ali diperang
Shiffin melainkan ia mengikuti ambisi hawa nafsu politiknya.

Keempat, membangun kekuatan militer yang terdiri dari tiga angakatan, darat, laut dan
kepolisian yang tangguh dan loyal. Mereka diberi gaji yang cukup, dua kali lebih besar dari pada
yang diberi pada yang diberikan Umar kepada tentaranya. Ketiga angkatan ini bertugas
menjamin stabilitas keamanan dalam negeri dan mendukung kebijaksanaan politik luar negeri
yaitumemperluaswilayahkekuasaan.

Kelima, meneruskan wilayah kekuasaan Islam baik ke Timur maupun ke Barat. Perluasan
wilayah ini diteruskan oleh para penerus Muawiyah, seperti Khalifah Abd al-Malik ke Timur,
Khalifah al-Walid ke Barat, dan ke Perancis di zaman Khalifah Umar bin Abd al-Aziz. Perluasan
wilayah dizaman Dinasti ini merupakan ekspansi besar kedua setelah ekspansi besar pertama di
zaman Umar bin Khattab. Daerah-daerah yang dikuasai umat Islam dizaman Dinasti ini meliputi
Spanyol, Afrika Utara, Suria, Palestina, Semenanjung Arabia, Irak, sebahagian dari Asia Kecil,
Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Rurkmenia, Uzbek, dan Kirgis di
Asia Tengah dan pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah, sehingga Dinasti ini berhasil
membangun Negara besar di zaman itu. Bersatunya berbagai suku bangsa di bawah naungan
Islam melahirkan benih-benih peradaban baru yang bercorak Islam, sekalipun Bani Umayah
lebih memusatkan perhatiannya kepada pengembangan kebudayaan Arab. Benih-benih
peradaban baru itu kelak berkembang pesat di zaman Dinasti Abbasiyah sehingga Dunia Islam
menjadi pusat peradaban dunia selama berabad-abad.
Keenam, baik Muawiyah maupun para penggantinya membuat kebijaksanaan yang berbeda dari
zaman Khulafa al-Rasyidin. Mereka merekrut orang-orang non-musim sebagai pejabat-pejabat
dalam pemerintahan, seperti penasehat, administrator, dokter dan dikesatuan-kesatuan tentara.
Tapi di zaman Khulafaur Umar bin Abd al-Aziz kebijaksanaan itu ia hapuskan. Karena orang-
orang non-Muslim (Yahudi, Nasrani, Majusi) yang memperoleh privilege di dalam pemerintahan
banyak merugikan kepentingan umat Islam bahkan menganggap rendah mereka. Didalam Al-
Qur’an memang terdapat peringatan-peringatan yang tidak membolehkan orang-orang mukmin
merekrut orang-orang non-muslim sebagai teman kepercayaan dalam mengatur urusan orang-
orang mukmin.
Ketujuh, Muawiyah mengadakan pembaharuan dibidang administrasi pemerintahan dan
melengkapinya dengan jabatan-jabatan baru yang sangat banyak dipengaruhi oleh kebudayaan

3
byzantium.
Kedelapan, Kebijaksanaan dan keputusan politik penting yang dibuat oleh Khalifah Muawiyah
adalah Mengubah system pemerintahan dari bentuk Khalifah yang bercorak Demokratis menjadi
system Monarki dengan mengankat putranya, Yazid, menjadi putra Mahkota untuk
menggantikannya sebagai Khalifah sepeninggalnya nanti. Ini berarti suksesi kepemimpinan
berlansung secara turun-temurun yang diikuti oleh para pengganti Muawiyah. Dengan demikian
ia mempelopori meninggalkan tradisi di Zaman Khulafa al-Rasyidin dimana Khalifah ditetapkan
melalui pemilihan oleh umat. Lebih dari itu Muawiyah telah melanggar asas musyawarah yang
diperintahkan oleh Al-Qur’an agar segala urusan diputuskanmelaluimusyawarah.

Karena itu keputusan politik Muawiyah itu mendapat protes dari umat Islam golongan Syi’ah,
pendukung Ali, Abd al-Rahman bin Abi Bakar, Husein bin Ali, dan Abdullah bin Zubeir.
Bahkan kalangan tokoh masyarakat Madinah mengadakan dialog dengan Muawiyah. Mereka
menyarankan agar ia mengikuti jejak Rasulullah atau Abu Bakar dan atau Umar dalam urusan
Khalifah tidak mendahulukan kabilah dari umat. Muawiyah tidak mengubris saran ini. Alasan
yang dikemukakan karena ia khawatir akan timbul kekacauan, dan akan mengancam stabilitas
keamanakalau ia tidak mengangkatputramahkotasebagaipenggantinya.

Keputusan ini direkayasa oleh Muawiyah seolah-seolah mendapatkan dukungan dari para pejabat
penting pemerintah. Ia memanggil para Gubernur datang ke Damaskus agar mereka membuat
semacam “kebulatan tekad” mendukung keputusannya. Ia meminta salah seorang gubernur yang
bernama Al-Dhahhak bin Qais al-Fahri agar, setelah ia (Muawiyah) berpidato dan memberi
nasehat dalam suatu pertemuan, minta izin berbicara dengan memuji Allah dan menyatakn,
Yazid adalah orang yang pantas memangku jabatan khalifah setelah Muawiyah. Kepada para
Gubernur lain diminta oleh Muawiyah agar membenarkan ucapan Dhahhak. Mereka memenuhi
perintah itu, kecuali Gubernur Ahnaf bin Qais.

Walaupun Muawiyah mengubah system pemerintahan menjadi monarki, namun dinasti ini tetap
memakai gelar khalifah. Bahkan Muawiyah menyebut dirinya sebagai Amir al-Mu’minin. Dan
status jabatan Khalifah diartikan sebagai “Wakil Allah” dalam mempimpin umat dengan
menggantikannya kepada Al-Qur’an (surat al-Baqarah ayat 30). Atas dasar ini Dinasti
menyatakan bahwa keputusan-keputusan khalifah didasarkan atas perkenaan Allah. Siapa yang
menentangnya adalah kafir.

3. Perkembangan Pada Masa Bani Umayyah

Dinasti Bani Umayyah berdiri selama ± 90 tahun (40 – 132 H / 661 – 750 M) dan
didirikan oleh Muariyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah, dengan Damaskus sebagai pusat
pemerintahannya. Dinasti Umayyah sangat bersifat Arab Orientalis, artinya dalam segala hal dan
segala bidang para pejabatnya berasal dari keturunan Arab murni, begitu pula dengan corak
peradabannya. Pada masa dinasti ini banyak kemajuan, perkembangan, dan perluasan daerah
yang dicapai, terlebih pada masa pemerintahan Khalifah Walid bin Abdul Malik (86 – 96 H / 705
– 715 M).
Pada masa awal pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan ada usaha memperluas wilayah
kekuasaan ke berbagai daerah, seperti ke India dengan mengutus Muhallab bin Abu Sufrah, dan
usaha perluasan ke Barat ke daerah Byzantium di bawah pimpinan Yazid bin Muawiyah. Selain
itu juga mengerahkan kekuatannya untuk merebut pusat-pusat kekuasaan di luar jazirah Arab,
antara lain kota Konstantinopel.
Al-Usairy menyebut empat keutamaan Dinasti Umayyah yang dilupakan sejarah :
1. Muawiyah seorang sahabat mulia. Walau pun melakukan kesalahan ijtihad politik, yaitu tidak
mengakui pemerintahan yang sah di bawah kepemimpinan khalifah Ali, namun tetap ia berlaku
adil karena semua sahabat adil. Marwan bin Hakam, khalifah keempat Dinasti Umayyah adalah
lapisan pertama tabi’in yang banyak meriwayatkan hadis dari sejumlah sahabat besar. Abdul
Malik seorang ulama besar Madinah, sementara Umar bin Abdul Aziz dianggap sebagai kholifah
kelima khulafaur rasydin. Pernyaan ini ia perkuat dengan sebuah sabda Rasulullah, “Manusia
terbaik adalah manusia yang berada di masaku, kemudian generasi setelah mereka, lalu generasi
setelah mereka.”
2. Dinasti Umayyah selalu menghormati kalangan berilmu dan orang-orang yang memiliki sipat-
sipat utama.
3. Dinasti Umayyah melakukan terobosan besar di bidang politik kekuasaan Negara dengan
menguasai negeri dan daerah hingga sampai ke wilayah Cina di sebelah timur, Andalusia
(Spanyol), dan selatan Perancis di sebelah barat.
4. Dinasti Umayyah sukses menghidupkan tanah-tanah mati menjadi produktif yang menjadi
andalan hidup msyarakat, membangun infrastruktur yang megah di berbagai daerah kekuasaan.
Pernyataan Al-Usairy patut kita uji kebenaraannya. Hemat kami, poin ketiga dan kempat bisa
dipercaya karena bukti-bukti sejarah memang ada. Namun untuk poin pertama dan kedua, tidak
ada alasan untuk menyetuji tanpa melakukan kritik. Kalau benar Umayyah pengikut setia
Muhammad, Nabi akan kecewa dengan cara berpolitik yang digunakan oleh Umawiyah dan
sebagaian khalifah-khalifah Dinasti Umayyah lainnya. Oleh karena itu, keadilan seorang sahabat
dengan sendirinya akan hilang karena dosa-dosa besar yang dilakukannya. Karena selain Nabi
tidak ada yang dima’shum, kecuali dalam tradisi teologi kaum Syiah.
Dalam sejarah Dinasti Umayyah, mayoritas khalifah-khalifahnya dan para pembantunya tidak
menghargai kalangan berilmu kecuali dari kelompoknya dan yang bisa ditundukan. Ulama-
ulama yang bukan dari kelompok mereka dan yang tidak bisa ditundukan dikejar dan dibunuh
atas perintah raja Dinasti Umayyah.
Oleh karena itu kami akan merumuskan kemajuan-kemajuan Bani Umayyah, tanpa melihat cara
mereka mewujudkan kemajuan-kemajuan tersebut.
a) Perluasan wilayah sampai batas-batas terjauh. Wilayah Islam membentang dari Lautan
Atlantik dan Pyreness sampai ke Indus dan perbatasan Cina; dari pantai Biscay hingga Indus dan
daratan Cina, serta dari laut Aral hingga sungai Nil. Pada masa kejayaan tersebut, terjadi
penaklukan Spanyol dan penaklukan kembali Afrika Utara. Jadi seratus tahun pasca wafatnya
Nabi Muhammad, islam telah menyentuh wilayah yang sangat luas.
Mengenai kehebatan ekspansi Dinasti Umayyah ini, Karen Armstrong menulis bahwa kaum
muslimin telah mampu mendirikan imperium mereka di bawah kepemimpinan Dinasti Umayyah.
Imperium ini berkuasa hingga kawasan Asia dan Afrika Utara. Ekspansi itu tidak saja diilhami
oleh agama, tetapi juga oleh semangant imperialisme Arab.

5
b) Nasionalisasi atau arabisasi dalam bidang adminitrasi, yaitu diantaranya dengan
mengharuskan menggunakan Bahasa Arab dalam pelayanan administrasi pemerintahan.
c) Pembentukan enam lembaga atau departemen di pusat pemerintahan.
1) Diwan al-Kharaj (Departemen Perpajakan) yang berwenang mengelola seluruh keuangan
negara, termasuk mengumpulkan pendapatan pajak dan membagikannya untuk masyarakat
2) Diwan al-Rasa’il (Lembaga Korespondensi) yang bertugas mengkordinir semua hal yang
berkaitan dengan surat menyurat.
3) Diwan al-Khatam (Lembaga Pelayanan Stempel) yang berwenang untuk membuat dan
memelihara salinan dari setiap dokumen resmi Negara.
4) Diwan al-Barid (Lembaga Pelayanan Pos) bertugas untuk menyampaikan berita-berita
antara raja dan para pejabat, termasuk pelayanan untuk memenuhi kebutuhan mereka.
5) Diwan al-Qudat (Lembaga Peradilan) yang bertugas memproses dan memutus perkara
6) Diwan al-Jund (Angkatan Bersenjata) yang bertugas membentuk angkatan bersenjata dan
mengkordinirnya.
d) Pembangunan dan perbaikan infrastruktur, termasuk pembangunan berbagai monumen dan
masjid-masjid, diantaranya Kubah Batu di Yerusalem dan Masjid Muawiyah di Damaskus, dan
perbaikan Masjid Nabawi di Madinah.
e) Pembuatan keping mata uang Arab pertama dalam sejarah pemerintahan islam yang
diberlakukan dalam transaksi perdagangan.

4. Kemunduran Peradaban Islam pada Masa Bani Umayyah

Kemunduran Pada Masa Bani Umayyah


Ada 7 faktor penyebab kemunduran kekuasaan Bani Umayyah, yaitu :
-Persoalan suksesi kekhalifahan
-Sikap glamor penguasa
-Perlawanan kaum Khawarij
-Perlawanan dari kelompok Syi’ah
-Meruncingnya pertentangan etnis
-Timbulnya stratifikasi sosial
-Munculnya kekuatan baru
Sedangkan kemunduran atau bahkan kehancuran peradaban Islam pada masa Bani Umayyah ini
oleh karena 2 sebab, yaitu :
Hancurnya kekuasaan Islam di Andalusia dan rendahnya semangat para ahli dalam menggali
budaya Islam
Kehancuran kekuasaan Islam di Andalusia pada 1492 M berdampak buruk terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Para ahli tidak banyak memiliki motivasi
untuk mengkaji ilmu pengetahuan lagi. Karena mereka sudah merasa putus asa skibat serangan
yang dilakukan oleh para penguasa Kristen, dan tindakan para penguasa tersebut terhadap
peninggalan peradaban Islam di Andalusia, seperti penghancuran pusat-pusat peradaban Islam
dan sebagainya.
Banyaknya orang Eropa yang menguasai ilmu pengetahuan dari Islam
Di lembaga-lembaga pendidikan tinggi, tidak hanya orang-orang Islam yang diberikan
kesempatan mempelajari ilmu pengetahuan, tetapi juga kesempatan itu diberikan kepada semua
orang, termasuklah orang-orang Kristen Barat yang tertarik untuk mempelajari ilmu pengetahuan
yang dikembangkan oleh umat Islam.
Ketertarikan karena metode ilmiah Islam, seorang pendeta Kristen Roma anggota Ordo
Fransiskan dari Inggris bernama Roger Bacon (1214 – 1292 M) datang belajar bahasa Arab di
Paris antara tahun 1240 – 1268 M. Melalui kemampuan bahasa Arab dan bahasa Latinnya itu, ia
dapat membaca naskah asli dan terjemahan berbagai ilmu pengetahuan, terutama ilmu pasti.
Buku-buku asli dan terjemahan dibawanya ke Inggris pada Universitas Oxford, lalu
diterjemahkannya dengan menghilangkan nama pengarang aslinya, yang kemudian dikatakannya
sebagai hasil karyanya sendiri. Sejak saat itulah mulai banyak bermunculan orang Eropa yang
menterjemahkan buku-buku yang dikarang oleh tokoh-tokoh Islam sebagai hasil karyanya
sendiri.

5. Khalifah-khalifah bani Umayyah

1. Muawiyah ibn Abu Sufyan atau Muawiyah I (41-60 H/661-679 M)


Nama lengkapnya Abu Abdurrahman Muawiyah bin Abu Sufyan. Ibunyya Hindun ibnt Rubai’ah
ibnt Abd Syam. Sebagaimana disebutkan di bagian pendahuluan bahwa Muawiyah seorang
politisi ulung dan pendiri dinasti Umayyah. Ia pantas disebut raja terbesar bani Umayyah karena
jasa-jasanya dalam membangun fondasi dinasti Umayyah sehingga sanggup bertahan sampai 91
tahun. Hitti menggambarkan sosok Muawiyah ini.
Dalam diri Mu’awiyah seni berpolitik berkembang hingga tingkatan yang mungkin lebih tinggi
tinimbang (dibandingkan dengan: penulis) khalifah-khalifah lainnya. Menurut para penulis
biografinya, nilai utama yang ia miliki adalah al-hilm, kemampuan luar biasa untuk mengunakan
kekuatan hanya ketika dipandang perlu dan, sebagai gantinya, lebih banyak menggunakan jalan
damai. Kelembutan yang sarat dengan kebijakan, yang ia gunakan agar tentara meletakkan
senjata dan membuat kagum musuhnya, sikapnya yang tidak mudah marah dan pengendalian diri
yang sangat tinggi, membuatnya mampu menguasai keadaan.
Pada masa pemerintahnnya, ekpansi wilayah islam diteruskan meliputi dua wilayah utama, yaitu
wilayah barat dan wilayah Timur. Di wilayah Barat, kepulauan Jarba di Tunisia, kepulauan
Rhodesia, kepulauan Kreta, dan kepulauan Ijih dekat Konstantinopel dapat ditaklukan. Bahkan
penaklukan sampai ke daerah Maghrib Tengah (Aljazair). Uqbah ibn Nafi adalah panglima
perang yang paling terkenal di wilayah ini. Di kawasan Timur, sebagian daerah-daerah di Asia
Tengah dan wilayah Sindh dapat ditaklukan di bawah kepemimpinan Abdullah ibn Ziyad.
Kesuksesan Muawiyah ini karena disokong oleh orang-orang yang berada di sekelilingnya, yaitu
Amr ibn Ash (Gubernur Mesir), Al-Mughirah (Gubernur Kufah), dan Ziyad ibn Abihi (Gubernur
Basrah). Ketiga orang ini para politisi ulung yang menjadi andalan Muawiyah.
Selain ketiga orang tersebut, Muawiyah juga sangat dibantu oleh orang-orang Suriah. Mereka
masyarakat yang sangat patuh dan setia kepadanya. Mereka berhasil dicetak oleh Muawiyah
menjadi kekuatan militer yang berdisiplin tinggi dan terorganisir.
Beberapa keberhasilan Muawiyah selain perluasan daerah islam.
Pencipataan stabilitas nasional. Pada masa pemerintahannya, tidak ada pemberontakan yang
berarti kecuali letupan-letupan kecil saja.
Pendirian departemen pencatatan adiminstrasi negara, termasuk pembuatan stempel pertama kali
dalam sejarah pemerintahan islam.
Pendirian pelayanan pos untuk menghubungkan wilayah-wilayah kekuasaan dan untuk
melakukan konsolidasi diantara pemimpin-pemimpin wilayah tersebut. Pelayanan ini
diantaranya menggunakan kuda dan keledai.

7
Pembangunan departemen pemungutan pajak. Departemen ini mendorong kesejahteraan dan
stabilitas ekonomi masyarakat.
Muawiyah meninggal pada bulan April tahun 679 M/60 H. Dunia telah mencatatkan namanya
sebagai pemimpin yang paling berpengaruh pada jamannya. Ia telah membangun fondasi
kekuasaan yang sangat kokoh. Kelak para penerusnya melanjutkan cita-citanya dengan bertumpu
pada fondasi yang sudah dibangunnya.
2. Yazid ibn Muawiyah (60-64 H/679-683 M)
Namanya Yazid ibn Muawiyah ibn Abu Sufyan. Ia khalifah kedua dinasti Umayyah yang dibait
langsung oleh ayahnya untuk menggantikannya. Pembaiatan ini menjadi yang pertama kali
terjadi dalam sistem politik islam dan semakin mempertegas sebuah sistem pemerintahan turun
temurun (Monarki) Dinasti Umayyah.
Mayoritas masyarakat membaitnya, namun Ibnu Umar, Ibnu Abu Bakar, Ibnu Abbas, Ibnu
Zubair, dan Husen ibn Ali tidak mau membaitnya. Namun karena dipaksa untuk membait, tokoh-
tokoh tersebut kecuali ibn Zubair dan Husen akhirnya membait Yazid sebagai pemimpin
pemerintahan.
Kecuali sedikit penaklukan di daerah Afrika dan moralitasnya yang sangat buruk, tidak ada yang
menonjol dari diri seorang Yazid. Malah pada masa pemerintahnya, terjadi dua tragedi yang
sangat mencoreng sejarah Islam.
Pertama, tragedi Karbala memerah. Pada waktu itu, seorang panglima Yazid yang sangat bengis,
yang bernama Ubaidillah ibn Ziyad dan pasukannya mencegat rombongan Husen beserta
pengikutnya di Karbala. Pasukan Ziyad membunuh Husen dan pengikutnya dengan cara yang
sangat sadis. Kepala Husen diserahkan kepada pemimpinnya, Yazid ibn Abu Sufyan.
Kedua, peristiwa Hurrah dan penghalalan Madinah. Peristiwa ini terjadi karena Abdullah ibn
Zubair tidak mau membait Yazid. Ibnu Zubair malah mengumumkan pencopotan Yazid di
madinah dan membait dirinya sendiri sebagai pemimpin pemerintahan. Yazid pun mengirimkan
pasukan untuk menumpas kelompok Ibnu Zubair. Ratusan sahabat Ibnu Zubair dan anak-anak
meninggal dunia. Yazid menghalalkan pertumpahan darah untuk membasmi pemberontakan.
Yazid meninggal dunia pada tahun 64 H / 683 M dengan masa kepemimpinan selama dua tahun.
Ia telah menjadi contoh buruknya moralitas seorang pemimpin pemerintahan islam.
3. Muawiyah bin Yazid (64 H/683 M)
Khalifah ketiga Dinasti Umayyah ini tidak banyak diceritakan sejarah. Hal ini dikarenakan
pemerintahannya yang sangat pendek. Ia menggantikan ayahnya sebagai raja. Namun ia
mengundurkan diri karena sakit. Ia meninggal pada tahun pengangkatannya sebagai raja ketiga
Dinasti Umayyah.
4. Marwan ibn Hakam (64-65 H/683-684 M)
Marwan diangkat menjadi khalifah keempat setelah Muawiyah ibn Yazid mengundurkan diri. Ia
memerintah hampir satu tahun. Pada saat pemerintahannya, posisinya goyah karena mayoritas
masyarakat lebih mempercayai Abdullah ibn Zubair sebagai pemimpin yang sah. Sehingga hal
ini menyebabkan dualisme kepemimpinan, yaitu kepemimpinannya yang berpusat di Suria,
Damaskus dan kepemimpinan Abdullah ibn Zubair yang berpusat di daerah Hijaj (makkah dan
Madinah).
5. Abdul Malik ibn Marwan (73-86 H/ 692-702 M)
Setelah Yazid ibn Muawiyah diangkat oleh ayahnya sebagai khalifah, Abdullah ibn Zubair, salah
satu tokoh yang menolak membait Yazid, lari ke Makkah dan membaiat dirinya sebagai Raja.
Setelah Yazid meninggal dunia maka Ibnu Zubair semakin berkuasa, apalagi raja Muawiyah II
yang ditunjuk menggantikan Yazid sakit-sakitan dan mengundurkan diri. Kekuasaa Ibnu Zubair
semakin luas. Ia berkuasa dari tahun 64 sampai 73 H.
Di pihak Dinasti Umayyah sendiri, setelah kematian Marwan bin Hakam, putranya yang
bernama Abdul Malik dibait menggantikan ayahnya pada tahun 65 H. Namun penggantian ini
belum sepenuhnya legal, sebab Ibnu Zubair masih berkuasa. Oleh karena itu, seteleh Ibnu Zubair
terbunuh pada tahun 73 H, maka sejak itu Abdul Malik resmi menjadi khalifah kelima Dinasti
Umayyah.
Abdul Malik dianggap sebagai pendiri kedua Dinasti Umayyah. Hal ini disebabkan ia mampu
membangun kembali kebesaran dinasti Umayyah setelah hampir punah pada jaman raja
Muawiyah II sampai menjelang kematian Ibnu Zubair. Ia juga diberi gelarAbdul Muluk, karena
empat putranya menjadi penerusnya sebagai raja dinasti Umayyah. Mereka adalah al-Walid II,
Sulayman, Yazid II, dan Hisyam.
Beberapa kemajuan pada masa Abdul al-Malik adalah membangun nasionalisasi Arab dengan
membuat mata uang sendiri dan menjadikan bahasa Arab menjadi bahasa resmi administrasi
pemerintahan. Ia meninggal pada tahun 86 H/705 M dan memerintah secara resmi selama 13
tahun.
6. Walid ibn Abdul Malik (86-96 H/705-714 M).
Walid terkenal sebagai seorang arsitektur ulung pertama dalam sejarah Islam. Dia banyak
mendirikan bangunan-bangunan yang megah dalam sekala besar, diantaranya membangun
Masjid Damaskus, membangun Qubbat al-Shakhrah di Yerusalem dan memperluas Masjid
Nabawi.
Selain terkenal dengan membangun infrastruktur yang megah, pada masa pemerintahannya,
penaklukan kawasan islam diperluas. Pasukannya berhasil menaklukan Sisilia dan Merovits,
Afrika, dan Andalusia di bagian barat. Pada masa ini hidup seorang panglima besar islam asal
Barbar, yang bernama Thariq ibn Ziyad. Ia berhasil menduduki Andalusia pada tahun 92 H / 710
M. Di kawasan timur, pasukan Walid berhasil menguasai Asia Tengah dengan panglimanya yang
terkenal, yaitu Qutaibah ibn Muslim al-Bahili. Sind dan India pun berhasil ditaklukan di bawah
pimpinan Muhammad ibn Qasim Ats-Tsaqafi. Penaklukan ini menjadikan wilayah islam
semakin luas.
Walid berkuasa sampai tahun 96 H/ 714 M. Ia salah satu negarawan besar dinasti Umayyah. Ia
dikenal dengan jasa-jasanya membangun peradaban islam yang ada sampai sekarang.
Penerusnya tidak mampu melakukan apa yang telah dilakukannya.
7. Sulayman ibn Abdul Malik (96-99 H/ 714-717 M).
Sulayman diangkat oleh ayahnya, Abdul Malik untuk menjadi pemimpin pemerintahan islam
setelah Walid mangkat. Ia saudara laki-laki Walid. Namun, Walid telah bersekongkol untuk
menurunkan Sulaeman dari jabatannya dan menggantikannya dengan anaknya, yaitu Yazid II.
Namun Sulayman ternyata menunjuk anak pamannya, Umar ibn Abdul Aziz untuk
menggantikanya. Tidak banyak yang bisa dijadikan sebagai bukti kemajuan pemerintahannya,
kecuali keputusannya untuk menunjuk Umar bin Abdul Aziz sebagai penggantinya.
Keputusannya itu menjadi karya Sulaeman yang paling hebat. Ia meninggal pada tahun 99 H/
717 M.
8. Umar ibn Abdul Aziz (99-101 H/ 717-719 M)
Umar ibn Abdul Aziz adalah putra saudara Sulayman, yaitu Abdul Aziz. Umar pantas diberi
gelar khalifah kelima khulafaur rasyidin karena kesholihan dan kemulyaannya. Sebelum ia
diangkat menjadi khalifah Dinasti Umayyah kedelapan, ia seorang yang kaya raya dan hidup
dalam kemegahan. Ia suka berpoya-poya dan menghambur-hamburkan uang. Namun setelah

9
diangkat menjadi khalifah, ia berubah total menjadi seorang raja yang sangat sederhana, adil dan
jujur. Karena kesholihannya, ia dianggap sebagai seorang sufistik pada jamannya. Ia juga disebut
sebagai pembaharu islam abad kedua hijriyah.
Walaupun masa pemerintahnnya relatif singkat, yaitu sekitar tiga tahuan, namun banyak
perubahan yang ia lakukan. Diantaranya, ia melakukan komunikasi politik dengan semua
kalangan, termasuk kaum Syiah sekalipun. Ini tidak dilakukan oleh saudara-saudaranya sesama
raja dinasti Umayyah. Ia banyak menghidupkan tanah-tanah yang tidak produktif, membangun
sumur-sumur dan masjid-masjid. Yang tidak kalah pentingnya, ia juga melakukan reformasi
sistem zakat dan sodaqoh, sehingga pada jamannya tidak ada lagi kemiskinan.
Pada masa pemerintahnnya, tidak ada perluasan daerah yang berarti. Menurutnya, ekspansi islam
tidak harus dilakukan dengan cara imprealisme militer, tapi dengan cara dakwah. Oleh karena
itu, ia mengirim para mubalig ke daerah kekuasaan islam, yang otoritas agamanya bukan islam.
Umar mangkat dari jabatannya pada tahun 101 H/719 M dengan meninggalkan karakter
pemerintahan yang adil dan bijaksana terhadap semua golongan dan agama. Penerusnya nanti
justru berbanding terbalik dengan karakter kepemimpinannya.
9. Yazid ibn Abdul Malik atau Yazid II (101-105 H/719-723 M)
Konsepsi pemerintahan yang telah dibangun Umar “dihancurkan” oleh cara kepemimpinan
Yazid II. Ia memperkaya diri dan suka menghambur-hambrukan uang untuk memenuhi hasrat
duniawinya. Badri Yatim menjelaskan karakter khalifah kesembilan Dinasti Umayyah ini.
Penguasa yang satu ini terlalu gandrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan
kehidupan rakyat. Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketentraman dan kedamaian, pada
jamannya berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis,
masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid bin Abdul Malik. Kerusuhan
terus berlanjut hingga masa pemerintahan Khalifah berikutnya, Hisyam bin Abdul Malik.
Yazid memerintah selama hampir empat tahun. Kepemimpinannya buruk dan diwarnai oleh
adanya konfrontasi dari masyarakat. Tidak ada kemajuan yang layak dicatat dalam sejarah. Ia
meninggal dunia pada tahun 105 H/742 M. Selanjutnya kepemimpinan dipegang oleh
saudaranya, Hisyam ibn Abdul Malik.
10. Hisyam ibn Abdul Malik (105-125 H/ 723-742 M)
Siapakah khalifah kesepuluh Dinasti Umayyah ini? Badri Yatim memasukan Hisyam sebagai
salah satu dari lima khalifah besar Dinasti Umayyah, selain Muawiyah ibn Abu Sufyan, Abdul
Malik ibn Marwan, Walid ibn Abdul Malik, dan Umar ibn Abdul Aziz. Hiiti memasukannya
sebagai negarawan ketiga dan terakhir Dinasti Umayyah setelah Muawiyah ibn Abu Sufyan dan
Abdul Malik. Hal ini karena pada masa pemerintahnnya, terjadi perbaikan-perbaikan
administrasi dan menghidupkan tanah-tanah yang mati.
Kami kurang sependapat dengan pemikiran dua penulis tersebut. Kami tidak menemukan alasan
atau data yang kuat dari para penulis tersebut dan tidak juga kami menemukan referensi yang
mendukung. Malahan dikatakan oleh penulis lain bahwa selama hampir dua puluh tahun
memerintah, negara mengalami kemorosotan dan melemah. Hal ini disebabkan banyaknya
rongrongan dari luar dan perpecahan dari dalam pemerintahan. Rongrongan dari luar diantaranya
pemberontakan oleh Zaid ibn Ali ibn Husen sebagai refresentasi dari kelompok Syiah Zaidiyah
dan seruan pembentukan pemerintahan Abbasiyah. Dari dalam karena adanya konflik orang-
orang Arab Selatan dan Arab Utara.
11. Walid bin Yazid ibn Abdul al-Malik atau Walid II (125-126 H/ 742-743 M)
Penerus Hisyam, Walid bin Yazid tidak mampu mengembalikan pemerintahan menjadi lebih
baik. Malahan keadaan pemerintahan menjadi lebih buruk. Alasannya, selain musuh semakin
kuat, ia juga meniru gaya hidup ayahnya, Yazid ibn Abdul Malik. Dia banyak menciptakan
permusuhan. Oleh karena itu, saudara sepupunya, Yazid ibn al-Walid-yang kelak menjadi
pengganti Walid-memerintahkan untuk mencopot Walid dari jabatannya. Setelah hampir tiga
tahun memerintah, Walid pun dibunuh oleh pasukan Yazid ibn al-Walid dan ia mengantikan
kedudukan Walid.
12. Yazid bin Walid atau Yazid III (126 H/743 M)
Pada masa jabatannya, pemerintahan semakin kacau. Pemberontakan di mana-mana. Keluarga
khalifah pun sudah terpecah. Akhirnya Yazid III meninggal dunia akibat penyakit tha’un setelah
memerintah selama enam bulan.
13. Ibrahim ibn al-Walid ibn Abd al- Malik (127 H / 744 M)
Dia hanya memerintah selama 70 hari. Oleh karena itu, ada yang tidak memasukannya sebagai
salah satu khalifah Dinasti Umayyah. Pada masanya, tanda-tanda kehancuran Dinasti Umayyah
semakin jelas. Perpecahan diantara keluarga semakin terbuka. Ia dituntut oleh Marwan ibn
Muhammad ibn Marwan untuk mempertanggung jawabkan kematian Walid II yang dibunuh
oleh Yazid III, kakak Ibrahim. Ia melarikan diri dari Damaskus. Marwan sampai ke Damaskus
dan dibaiat sebagai khalifah terakhir Dinasti Umayyah Jilid I.
14. Marwan ibn Muhammad ibn Marwan atau Marwan II (127-132 H / 744 – 749 M)
Setelah dibait sebagai raja, ia mencoba memperbaiki keadaan pemerintahan yang sudah kacau
balau. Ia mencoba menjalankan roda pemerintahan yang sudah lemah. Namjun roda
pemerintahan sudah sangat rusak, sehingga pemerintahan bukan menjadi baik, malah menjadi
hancur.
Pada masa ini kekuatan kaum pemberontak yang diantaranya diwakili oleh kaum khawarij dan
keturunan Abbas ibn Abdul Mutholib semakin kuat. Malah kelompok Abbasiyah ini berani
memproklamirkan berdirinya Dinasti Abbasiyah pada tahun 129 H/ 446 M, yang dipimpin oleh
Ibrahim. Marwan berhasil menagkap dan membunuhnya. Namun pengganti Ibrahim, Abu al-
Abbas as-Shaffah lebih kuat dan didukung oleh kaum Syiah dan Khurasan.
Pada tahun 131 H / 748 M, terjadilah pertempuran besar antara pasukan as-Shoffah dan Marwan
di sungai Zab. Marwan melarikan diri dan terbunuh pada tahun 132 H. Pada tahun ini pula,
tepatnya hari Kamis, tanggal 30 Oktober, as-Shaffah dibait menjadi khalifah pertama Bani
Abbasiyah. Ia berhasil merebut kekuasaan pemerintahan dari tangan Dinasti Umayyah.
Dengan terbunuhnya Marwan, maka hancurlah kerajaan dinasti Umayyah jiid I. Namun, ada
salah seorang keturunan Dinasti Umayyah jilid I yang berhasil melarikan diri dari kejaran
pasukan Abbasiyah dan kelak ia membangun kerajaan besar dinasti Umayyah jilid II di
Andalusia.

6. Kemajuan Peradaban Dinasti Umayyah

Dalam masa lebih dari tujuh abad kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai
kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan pengaruhnya membawa
Eropa dan kemudian dunia, kepada kemajuan yang lebih kompleks. Diantara kemajuan tersebut
diantaranya:
1.Kemajuan Intelektual
Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-
komunitas Arab (Utara dan Selatan), al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam),
Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara), al-Shaqalibah (penduduk daerah antara
Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam

11
untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab dan Kristen
yang masih menentang kehadiran Islam. Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir,
memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang
melahirkan kebangkitan ilmiah, sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol. Perkembangan
tersebut meliputi:
A.Filsafat.
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam
bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu
pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. minat terhadap filsafat dan ilmu
pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M selama pemerintahan penguasa Bani
Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abd al-Rahman (832-886 M).
Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad
ibn al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Tokoh utama yang kedua adalah Abu Bakr
ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asa, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat
pada usia lanjut tahun 1185 M.
Bagian akhir abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar
di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Rusyd dari Cordova. la lahir tahun 1126 M dan
meninggal tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah
Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian
filsafat dan agama.
Pada abad ke 12 diterjemahkan buku Al-Qanun karya Ibnu Sina (Avicenne) mengenai
kedokteran. Diahir abad ke-13 diterjemahkan pula buku Al-Hawi karya Razi yang lebih luas dan
lebih tebal dari Al-Qanun. Ibnu Rusyd memiliki sikap realisme, rasionalisme, positivisme ilmiah
Aristotelian. Sikap skeptis terhadap mistisisme adalah basis di mana ia menyerang filsafat Al-
Ghazali.
B.Sains.
Abbas ibn Farnas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ialah orang pertama yang
menemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim ibn Yahya Al-Naqqash terkenal dalam ilmu
astronomi. la dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa
lamanya. la juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata
surya dan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan.
Umm Al-Hasan bint Abi Ja’far dan saudara perempuan Al-Hafidz adalah dua orang ahli
kedokteran dari kalangan wanita. Dan Fisika. Kitab Mizanul Hikmah (The Scale of Wisdom),
ditulis oleh Abdul Rahman al-Khazini pada tahun 1121, adalah satu karya fundamental dalam
ilmu fisika di Abad Pertengahan, mewujudkan “tabel berat jenis benda cair dan padat dan
berbagai teori dan kenyataan yang berhubungan dengan fisika.
Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir
terkenal. Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri muslim
Mediterania dan Sicilia dan Ibn Bathuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samudra Pasai
dan Cina. Ibn Khaldun (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dart
Tum adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat tinggal di Spanyol yang
kemudian pindah ke Afrika.
C.Fiqih.
Dalam bidang fikih, Spanyol dikenal sebagai penganut mazhab Maliki. Yang
memperkenalkan mazhab ini disana adalah Ziyad ibn Abd al-Rahman. Perkembangan
selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi qadhi pad masa Hisyam ibn Abd al-
Rahman. Ahli-ahli fikih lainnya yaitu Abu Bakr ibn al-Quthiyah, Munzir ibn Sa’id al-Baluthi
dan Ibn Hazm yang terkenal.
D.Musik dan Kesenian.
Seni musik Andalusia berkembang dengan datangnya Hasan ibn Nafi’ yang lebih dikenal
dengan panggilan Ziryab. Ia adalah seorang maula dari Irak, murid Ishaq al Maushuli seorang
musisi dan biduan kenamaan di istana Harun al Rasyid. Ziryab tiba di Cordova pada tahun
pertama pemerintahan Abd al Rahman II al Autsath. Keahliannya dalam seni musik dan tarik
suara berpengaruh hingga masa sekarang. Hasan ibn Nafi’ dianggap sebagai peketak pertama
dasar dari musik Spanyol modern. Ialah yang memperkenalkan notasi do-re-mi-fa-so-la-si.
Notasi tersebut berasal dari huruf Arab. Studi-studi musikal Islam, seperti telah diprakarsai oleh
para teoritikus al-Kindi, Avicenna dan Farabi, telah diterjemahkan ke bahasa Hebrew dan Latin
sampai periode pencerahan Eropa. Banyak penulis-penulis dan musikolog Barat setelah tahun
1200, Gundi Salvus, Robert Kilwardi, Ramon Lull, Adam de Fulda, dan George Reish dan Iain-
lain, menunjuk kepada terjemahan Latin dari tulisan-tulisan musikal Farabi. Dua bukunya yang
paling sering disebut adalah De Scientiis dan De Ortu Scientiarum.
E.Bahasa dan Sastra.
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Hal
itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan non-Islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol
menomor duakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa
Arab, baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Mereka itu antara lain: Ibn Sayyidih, Ibn
Malik pengarang Alfiyah, Ibn Khuruf, Ibn Al-Hajj, Abu Ali Al-Isybili, Abu Al-Hasan Ibn Usfur,
dan Abu Hayyan Al-Gharnathi.
Pada permulaan abad IX M bahasa Arab sudah menjadi bahasa resmi di Andalusia. Pada
waktu itu seorang pendeta dari Sevilla menerjemahkan Taurat kedalam bahasa Arab, karena
hanya bahasa Arab yang dapat dimengerti oleh murid-muridnya untuk memahami kitab suci
agama mereka. Hal seperti itu terjadi pula di Cordova dan Toledo. Menurut al Siba’i pada saat
itu tidak jarang dari penduduk setempat yang beragama Nashrani lebih fasih berbahasa Arab
daripada (sebagian) bangsa Arab sendiri
Kemajuan-Kemajuan yang Dicapai :
Bani Umayyah berhasil memperluas daerah kekuasaan Islam ke berbagai penjuru dunia, seperti
Spanyol, Afrika Utara, Suria, Palestina, Semenanjung Arabia, Irak, sebagian kecil Asia, Persia,
Afghanistan, Pakistan, Rukhmenia, Uzbekistan dan Kirgis.
Islam memberikan pengaruh bagi kehidupan masyarakat luas. Sikap fanatik Arab sangat efektif
dalam membangun bangsa Arab yang besar sekaligus menjadi kaum muslimin atau bangsa
Islam. Pada saat itu bangsa Arab merupakan prototipikal dari bangsa Islam sendiri.
Telah berkembang ilmu pengetahuan secara tersendiri dengan masing- masing tokoh
spesialisnya. Antara lain, dalam Ilmu Qiro’at (7 qiro’at) yang terkenal yaitu Ibnu Katsir (120H),
Ashim (127H), dan Ibnu Amr (118H).5 Ilmu Tafsir tokohnya ialah Ibnu Abbas (68H) dan
muridnya Mujahid, Ilmu Hadits oleh Ibnu Syihab Az-Zuhri, tokohnya ialah Hasan Al-Basri
(110H), Sa’id bin Musayyad, Rabi’ah Ar-Ra’iy guru dari Imam Malik, Ibnu Abi Malikah, Sya’bi
Abu Amir bin Syurahbil. Kemudian Ilmu Kimia dan Kedokteran, Ilmu Sejarah, Ilmu Nahwu,
dan sebagainya.
Perkembangan dalam hal administrasi ketatanegaraan, seperti adanya Lembaga Peradilan
(Qadha), Kitabat, Hajib, Barid dan sebagainya.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara umum, Dinasti Umayyah berhasil melahirkan peradaban Islam yang luar biasa. Era
Dinasti Umayyah ini menjadi catatan sejarah islam yang berhasil membuktikanan kepada dunia
bahwa bahwa kerajaan Islam mampu berdiri tegak dan bersaing dengan dua kerajaan besar non
muslim, yaitu Persia dan Bizantium.
Secara moralitas politik dan moralitas keagamaan, Dinasti Umayyah ini mengalami kebobrokan
moral. Kecuali Umar ibn Abdul Aziz, tidak satu pun dari khalifah-khalifah Dinasti Umayyah ini
yang mencontoh moralitas politik Rasulullah SAW. Kelak kebobrokan moral ini menjadi salah
satu pemicu keruntuhan Dinasti Umayyah.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Kaani,Abdul Hayyie. Kamaludin Nurdin.(2000).Hukum Dan Tata Negara Dan Kepemimpinan


Dalam Takaran Islam, Terjemah Kitab Al Ahkam As-Sulthaniyah Wa Al Wilayah Al-
Diniyah.Jakarta : Gema Insai Press, Cetakan Pertama.

Al Mawardi.(1989).Al Ahkam Al Sulthoniyah Wa Al-Wilayah AlDiniyah , Beirut: Darul Ibnu


Qutaibah.Ash Shalabi, Ali Muhammad. (2011). Umar bin Abdul Aziz Khalifah Pembaru dari
Bani Umayyah”,Jakarta : Pustaka AlKautsar, cet. 2.Chapra, M. U. (2001). -e Future of
Economics; an Islamic Perspective.Jakarta: SEBI.

Faizi,Herfi Ghulam.(2012). Umar Bin Abdul Aziz 29 Bulan Mengubah Dunia, Jakarta : Gema Insai
Press.Huda,Nurul, Ahmad Muti.(2011). Keuangan Publik Islam Pendekatan Al-Kharj(Imam Abu
Yusuf, Bogor:Ghalia Indonesia, cet. 1

Ibrahim, Muhammad. (1988).Siyasah Al-Maliyah Li Umar Bin Abdul Aziz, Jakarta:Darul Kitab.

Pusat Bahasa Depdiknas. (2005).Kamus BesarBahasa Indonesia. edisi ketiga, Jakarta: Balai Pustaka.
Rohadi, Abdul Fatah.(2003).Meniti Jalan Kearifan Politik Umar Bin Abdul Aziz, Perjuangan
Idealism Politik Islam Dalam Praktik, Jakarta : PT. Logos Wacana Ilmu, cet 1

Suharto,Ugi.(2004).keuangan publik Islam : reinterpretasi zakat dan pajak, yogyakarta : pusat studi
zakat,cet1.

15

Anda mungkin juga menyukai