Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


SEQUELAE TB
DI RUANG GATOTKACA
RSUD JOMBANG

MELATI RIZKY KUSUMASTUTI


216410027

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2021
Laporan Pendahuluan

Sequelae TB

A. Definisi

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit multisistemik, penyebab paling umum adalah


infeksi dan menjadi resiko kematian tertinggi di seluruh dunia. Meskipun di Amerika
Serikat angka kejadian TB menurun, tetapi penyakit ini menjadi lebih meningkat di negara
lain. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa 2 milyar orang memiliki
TB laten dan global, pada tahun 2009, penyakit ini menewaskan 1,7 juta orang.1

Sequelae Tuberkulosis
Sequelae TB merupakan kondisi patologis dengan berbagai komplikasi pada proses
penyembuhan TB. Disebut sebagai sequelae karena terjadi setelah seseorang dinyatakan
sembuh dengan menyisakan berbagai kelainan. Kelainan tersebut berupa chronic
respiratory failure (CRF), kor pulmonale dan inflamasi paru kronis. Patofisiologi
terjadinya sequelae TB terdiri dari gangguan fungsi paru, CRF, hipertensi pulmonal dan
dapat terjadi infeksi sekunder paru karena mycosis atau mycobacaterium non-tuberkulosis
yang sulit dikontrol.3
Sequelae TB dapat terjadi pada penderita yang mendapat terapi OAT maupun
tidak. Penderita TB yang diterapi OAT secara DOTS memiliki peluang 5,2 kali lebih besar
mengalami kelainan paru dibandingkan dengan penderita laten TB. Sedangkan penderita
tanpa OAT yang optimal akan memperburuk penyakitnya sehingga lebih besar peluangnya
menjadi sequelae. Sequelae dapat timbul pada penderita yang susceptible OAT maupun
resisten OAT (MDR-TB).3
Data frekuensi penderita sequelae TB masih bervariasi. Harada melaporkan 6%
dari 93 kasus TB yang susceptible OAT akan mengalami sequelae dengan distribusi laki-
laki dua kali lebih banyak dibandingkan wanita. Pasipanodya melaporkan presentase yang
lebih banyak yaitu 59% dari 121 penderita. Sedangkan Singla melaporkan 96% penderita
MDR-TB menyisakan sequelae. 11 Bahkan Naso melaporkan semua penderita (n=12)
MDR-TB menjadi sequelae TB. Mortalitas penderita sequelae TB 5% tiap tahun.3

Beberapa faktor yang mempengaruhi derajat kelainan paru pada sequelae TB


diantaranya berapa kali terkena TB, rokok, smear, durasi terapi, dan gambaran radiologis.
Seorang yang menderita TB berulang kali akan memperparah kelainan parunya. Seorang
yang pertama kali terkena TB akan mengalami kelainan paru sebesar 18% dan akan makin
meningkat kelainannya pada episode kedua (27%) dan ketiga (35%). Riwayat merokok
memperparah kelainan paru sehingga kelainan paru pada perokok lebih tampak
dibandingkan dengan non-perokok. Smear yang positif menunjukkan adanya kuman TB.
Makin banyak kuman TB maka reaksi inflamasi makin hebat dan kerusakan parenkim
makin berat.15 Penyakit paru yang luas sebelum mendapatkan terapi OAT, pemanjangan
masa terapi, dan sedikitnya perbaikan radiologis setelah terapi OAT merupakan faktor
yang juga berpengaruh terhadap kelainan paru.3

Mekanisme terjadinya kelainan patologis sequelae TB berkaitan dengan jalur


imunologi. Remodeling merupakan penyebab kelainan pam yang belum dapat dijelaskan
secara memuaskan. Remodeling tersebut berupa kavitas yang menyembuh, fibrosis, dan
bronkiektasis. Granuloma merupakan mikrobakterisidal efisien yang menyebabkan matriks
ekstraselular berakhir tanpa scarring. Respons potent dari IFN-y memicu terjadinya
fibrosis. Pada kondisi penyakit TB yang progresif dapat terjadi disregulasi granuloma,
pengkejuan nekrosis, dan scar patologis.3
Kuman TB yang masuk ke saluran napas difagositosis oleh makrofag. Makrofag
merangsang sel T efektor memproduksi kemokin yang menyebabkan kaskade sitokin dan
menarik makrofag lain serta sel T menuju tempat infeksi. Terbentuk eksudasi plasma dan
bekuan fibrin. Respons Th2 dapat memperburuk kerusakan jaringan dengan meningkatnya
efek patologis TNF-a.12 Pada TB primer, mobilisasi neutrofil polimorf ke tempat inflamasi
memicu nekrosis kaseosa, reaksi sel limfosit, histiosit dan Giant cel yang biasanya diikuti
fibrosis mural. Pada TB post primer penyakit akan terus berkembang, fokus peradangan
dan nekrosis makin meluas dan dapat mencapai saluran napas. Proses terus berjalan hingga
terjadi erosi saluran napas sampai terjadinya robekan pleura yang menyebabkan empyema
TB.3
Kuman TB menyebabkan berbagai perubahan histopatologi, patologis maupun
anatomis. Perubahan histopatologi berupa pembentukan granuloma kaseosa, pengkejuan
jaringan, kavitas dan lainnya. Perubahan tersebut menyebabkan pembahan patologi dan
anatomi yang permanen pada struktur bronkial dan parenkim. Yang termasuk perubahan
tersebut adalah distorsi bronkovaskular, bronkiektasis, emfisematous, stenosis bronkial dan
fibrosis. TB paru akan merusak parenkim melalui mekanisme up-regulasi dan disregulasi
berbagai protease. Sequelae TB dapat terjadi pada toraks maupun diluar toraks yang dapat
dikelompokkan menjadi beberapa kelainan.3

1. Parenkim: tuberkuloma, kavitas berdinding tipis, sikatrik, destroyed lung, aspergiloma,


dan Ca bronkogenik.

2. Saluran napas: stenosis trakeobronkial dan bronkolitiasis.

3. Vaskuler: arteritis pulmoner / bronkial, thrombosis, dilatasi arteri bronkial, dan


aneurisma rasmunsen.

4. Mediastinum: kalsifikasi limfonodi, pelebaran ekstra nodul, fistula esofagomediastinal,


fistula esofagobronkial, perikarditis konstriktif, dan mediastinitis fibrotik.

5. Pleura: empyema kronis, fibrotoraks, fistula bronkopleura, dan pneumotoraks.

6. Dinding dada: TB kosta, spondilitis TB dan keganasan terkait empyema kronis.


Penderita sequelae TB susceptible OAT mengeluhkan gejala batuk, mengi, berdahak
dan sesak. Sementara yang resisten OAT menyisakan gejala sesak, batuk berdahak,
batuk darah, nyeri dada, gangguan pendengaran, tinnitus, dan badan lemah. Gejala sisa
penderita MDR-TB lebih banyak dan beragam.3
Sequelae TB menyebabkan kelainan fungsi paru yang berbeda. Pasipanodya
melaporkan kelainan fungsi paru berupa kelainan restriksi (31%), obstruksi (15%) dan
campuran (13%).9 Chung melaporkan kelainan obstruksi (48,6%) lebih mendominasi
diikuti restriksi (9,3%) maupun campuran (9,3%). 10 Singla melaporkan kelainan
campuran (66%) diikuti restriksi (19%) dan obstruksi (11%). Naso melaporkan pada
penderita MDR-TB mengalami gangguan faal paru berupa kelainan campuran (75%) dan
obstruksi (25%).3
Kelainan restriksi didapakan pada sequelae TB dengan kelainan pleura seperti empyema
kronis, fibrotoraks, fistula bronkopleura, pneumotoraks, kelainan dinding dada (seperti TB
kosta, spondilitis TB)4 dan kavitas. Kelainan obstruksi didapati pada atelektasis,
bronkiektasis, stenosis trakeobronkial dan bronkolitiasis.3
Gambaran radiologis sequelae TB berupa berbagai kelainan tergantung jenis
sequelae-nya. dan kadang menyerupai penyakit lain. Gambaran radiologis memiliki
kesesuaian dengan kelainan fungsi paru. Penderita sequelae TB dengan gangguan faal paru
berat tampak pada penderita dengan gambaran radiologis yang berat pula. Ramos membagi
foto rontgen toraks menjadi enam zona, yaitu apeks paru, basal paru dan diantara keduanya
masing-masing kanan dan kiri. Gangguan faal berat tampak pada penderita dengan
kelainan radiologis pada tiga zona atau lebih dengan atau tanpa kavitas. Sebaliknya
gambaran radiologis kurang dari itu menunjukkan hasil faal paru normal. Faktor lain
terkait outcome radiologis yaitu jelek yaitu usia tua, wanita, durasi gejala yang lama,
diagnosa yang terlambat, ketidakpatuhan berobat, riwayat TB sebelumnya, dan faktor
komorbid lain.3

B. ETIOLOGI
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis (MTB). Kuman batang aerobik dan tahan asam ini, merupakan
organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen , tettapi hanya
strain bovin dan human yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3
x 2 sampai 4 pm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah.7
C. PATOFISIOLOGI
Menghirup Mycobacterium tuberculosis menyebabkan salah satu dari empat
kemungkinan hasil, yakni pembersihan organisme, infeksi laten, permulaan penyakit aktif (
Penyakit primer), penyakit aktif bertahun-tahun kemudian (reaktivitas penyakit). Sumber
utama penularanpenyakit ini adalah pasienTB BTA positif. Pada saat pasien batuk atau
bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak. Sekali batuk,
pasien TB BTA positif dapat menghasilkan 3.000 percikan dahak. Umumnya, penularan
terjadi dalam ruangan di mana dahak berada dalam waktu yang lama. Percikan dapat
bertahan selama beberapa jam dalam keadaan gelap dan lembap. Setelah terhirup, droplet
infeksius tetesan menular menetap di seluruh saluran udara. Sebagian besar bakteri terjebak
di bagian atas saluran napas di mana sel epitel mengeluarkan lendir. Lendir yang dihasilkan
menangkap zat asing dan silia di permukaan sel terusmenerus menggerakkan lendir dan
partikelnya yang terperangkap untuk dibuang. Sistem ini memberi tubuh pertahanan fisik
awal yang mencegah infeksi tuberculosis. ( Werdhani, 2011).

PATHWAYS
D. ANATOMI
Pada minggu ke-4 jaringan epitel pada laring, trachea dan paru mulai berkembang
dari endoderm foregut.jaringan ikat, otot polos, dan pembululuh darah dari berasal dari
mesoderm di sekitarnya.9

Gambar. 1 perkembangan traktus respiratorius bagian atas minggu 25


Gambar.2 perkembangan traktus respiratorius bagian atas minggu 32
Selama minggu ke-4 dan ke-5, lipatan mesenkim berkembang pada kedua sisi
yang menyatu pada septum oesophagotracheale dan memisahkan primordium traktus
respiratorius bawah dari oesophagus.9

Gambar.3 perkembangan septum oesophagotrcheale


Diketahui ada tiga tahap perkembangan paru yang sebagian tumpang tindih.
1. Periode pseudoglandular (minngu ke-7-17)
Perkembangan bagian traktus respiratorius yang melakukan konduksi udara.
2. Periode kanalikular (minggu ke-13-26)
Perkembngan awal bagia respiratorius (pertukaran gas) pada traktus respiratorius.
3. Periode alveolar (minggu ke-23-8 tahun kehidupan)
Perkembangan alveoli.9

Gambar.4 Tahap perkembangan paru


Apex paru menonjol ke leher. Apex ini dapat di petakan pada permukaan anterior
tubuh dengan membuat garis melengkung dan konveks ke atas, dari articulatio
sternoclavicularis sampai ketitik yang jaraknya 2,5 cm diatas batas lateral dari sepertiga
bagian medial clavicula.
Margo anterior pulmo dexter dimulai dari belakang articulatio stemo clavicularis
dan beijalan kebawah sampai hampir mencapai garis tengah di belakang angulus stemi.
Kemudian dilanjutkan kebawah sampai mencapai sympyhysis xiposternalis. Pinggir
anterior paru kiri mempunyai perjalanan yang sama, tetapi setinggi cartilago costalis IV
margo ini berbelok kelateral dan berjalan menjauhi pinggir lateral stemum dengan jarak
yang berbeda beda untuk membentuk incisura cardiaca pulmonis sinistri. Incisura ini
dibentuk oleh jantung yang menggeser paru kekiri. Margo anterior kemudian berbelok
kebawah dengan tajam sampai setinggi syphysis xiphostemalis.
Margo inferior pulmo pada pertengahan inspirasi mengikuti garis melengkung
yang menyilang costa VI pada linea medioclavicularis, costa VIII pada linea axilaris
media, dan di posterior mencapai costa X pada columna vertebralis. Perlu diketahui bahwa
ketinggian margo inferior pulmo berubah selama inspirasi dan ekspirasi.
Margo posterior pulmo berjalan turun dari processus spinosus vertebra cervicalis
VII sampai setinggi vertebra thoracica X dan ter letak sekitarl,5 inci ( 4 centimeter) dari
garis tengah.
Fissura obliqua paru dapat ditunjukan padda permukaan tubuh dengan
menggambar garis dari pangkal spina scapula miring kebawah, lateral , dan anterior
mengikuti perjalanan costa VI sampai articulatio costo chondralis VI. Pada paru kiri, lobus
superior terletak diatas dan anterior garis ini, lobus inferior terletak dibawah dan posterior
garis ini.
Pada paru kanan terdapat fissura tambahan , fissura horizontalis , yang dapat
dilukiskan dengan menggambar garis horizontal sepanjang garis costa IV sampai
berpotongan dengan fissura obliqua pada linea axilaris media. Diatas fissura horizontalis
terletak lobus superior dan di bawah garis ini terletak lobus medius, di bawah dan posterior
terhadap fissura obliqua terdapat lobus inferior.
Segmenta bronchopulmonali merupakan unit paru secara anatomi, fungsi, dan
pembedahan. Setiap brochus lobaris ( sekunder ) yang berjalan ke lobus paru
mempercabangkan bronchi segmentalis ( tertier ) . setipa broncus pulmonalis masuk ke
unit pam yang ssecara struktur dan fungsi adalah indefendent dan disebut segmenta
bronchopulmonalia, dan di kelilingi oleh jaringan ikat. Bronchus segmentalis diikuti oleh
sebuah cabang arteri pulmonalis, tetapi pembuluh pembuluh balik ke venae pulmonales
berjalan didalam j aringan ikat di segmenta bronchopulmonalia yang berdekatan. Masing
masing segmen mempunyai pembuluh limfe dan persarafan otonom sendiri.
Setelah masuk segmenta bronchopulmonalis, bronchus segmentalis segera
membelah. Pada saat bronchi menjadi lebih kecil cartilago berbentuk U yang ditemui mulai
dari trachea perlahan lahan diganti dengan cartilago ireguler yang lebih kecil dan sedikit
jumlahnya, bronchi yang paling kecil membelah dua menjadi bronchioli, yang diameternya
kurang dari 1 mm. Bronchioli tidak memiliki cartilago didalam dindingnya dan dibatasi
oleh epitel silindris bersilia. Jaringan submucosa mempunyai lapisan serabut otot polos
melingkar yang utuh.
Bronchioli kemudian membelah menjadi bronchioli terminalis yang mempunyai
kantong kantong lembut pada dindingnya. Pertukaran gas dan udara terjadi pada dinding
kantong kantong tersebut, oleh karena itu kantong kantong lembut dinamakan bronchiolis
respiratorius. Diameter bronchiolus respiratorius sekitar 0,5 mm. Bronchiolus respiratorius
berakhir dengan percabangan sebagai ductus alveolaris yang menuju kearah pembuluh
pembuluh membentuk kantong dengan dinding yang tipis disebut saccus alveolaris. Saccus
alveolaris terdiri atas beberapa alveoli yang terbuka kesuatu ruang. Masing masing
alveolus dikelilingi oleh jaringan kapiler yang padat . pertukaran gas teijadi antara udara
yang terdapat di dalam lumen alveoli, melalui dinding alveoli kedalam darah melalui
kapiler yang ada disekitarnya.9Segmentum bronchopulmonalia utama adalah sebagai
berikut :

E. Manifestasi Klinis
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah
banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan
kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah:
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang dapat
mencapai 40-41°C. Keluhan ini sangat dipengaruhi berat atau ringannnya infeksi
kuman yang masuk. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi
kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya sehingga pasien merasa tidak
pernah terbebas dari demam influenza ini.
2. Batuk/Batuk Darah
Batuk teijadi karena adanya iritasi pada bronkus.batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar.
3. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak
napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Teijadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin kurus (berat badan
turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat pada malam hari tanpa aktivitas.
Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak
teratur.8
6. Wheezing
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen endobronkus yang disebabkan
oleh sekret, bronkostenosis, keradangan, jaringan granulasi, ulserasi dan lain-lain
(pada tuberkulosis lanjut).
7. Dispneu
Dispneu merupakan late symptom dari proses lanjut tuberkulosis pam akibat
adanya restriksi dan obstruksi saluran pernapasan serta loss of vascular bed/vascular
thrombosis yang dapat mengakibatkan gangguan difusi, hipertensi pulmonal dan
korpulmonal.13

F. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan pertama terhadap keadasan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam, badan kurus atau
berat badan menurun. Tempat kelainan lesi TB yang perlu dicurigai adalah apens paru.
Bila dicurigai infiltral yang agak luas, maka yang akan didapatkan perkusi yang redup dan
auskultasi nafas bronkial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronchi basah,
kasar dan nyaring. Tetapi bila infeksi ini diliputi oleh penebalan pleura, suara nafasnya
menjadi vesikular melemah.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-
kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat
tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit
meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah
normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah
leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai
turun ke arah normal lagi.
Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga:
1) Anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer;
2) Gama globulin meningkat;
3) Kadar natrium darah menurun.
Pemeriksaan tersebut di atas nilainya juga tidak spesifik. Pemeriksaan serologis yang
pernah dipakai adalah reaksi Takahashi. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan proses
tuberkulosis masih aktif atau tidak. Kriteria positif yang dipakai di Indonesia adalah titer
1/128. Pemeriksaan ini juga kurang mendapat perhatian karena angka-angka positif palsu
dan negatif palsunya masih besar.
Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA,
diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Di samping itu pemeriksaan sputum juga
dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini
mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-
kadang tidak mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk
yang non produktif Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum,
pasien dianjurkan minum air sebanyak + 2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk.
Dapat juga dengan memberikan tambahan obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan
inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat
diperoieh dengan cara bronkos kopi diambil dengan brushing atau bronchial washing atau
BAL (bronehn alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan
lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan
dahaknya. Sputum yang akan diperiksa hendaknya sesegar mungkin.
Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan.
Kuman bant dapat dkemukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka ke luar,
sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah ke luar. Diperkirakan di Indonesia
terdapat 50% pasien BTA positif tetapi kuman tersebut tidak ditemukan dalam sputum
mereka. Kritewia sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditetnukan 3 batang
kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuntan dalam 1 mil
sputum.8 b.Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan Roentgen adalah sangat penting untuk diagnosis tuberkulosis paru

1. Bila klinis ada gejala-gejala tuberkulosis paru, hampir selalu ditemukan kelainan pada
foto Rontgen

2. Bila klinis ada persangkaan terhadap penyakit tuberkulosis paru tetapi pada fosto
Roentgen tidak terlihat kelainan, maka ini merupakan tanda yang kuat bahwa penyakit
yang diderita bukanlah tuberkulosis.

3. Pada pemeriksaan Rontgen rutin (misalnya check-up) mungkin telah ditemukan tanda-
tanda pertama tuberkulosis, walaupun klinis belum ada gejala.

4. Sesudah sputum positif pada pemeriksaan bakteriologik, tanda tuberkulosis yang


terpenting adalah bila ada kelainan pada foto Roentgen.

5. Ditemukannya kelainan pada foto Roentgen belum berarti bahwa penyakit tersebut
aktif (lihat kriteria aktivitas proses tuberkulosis pada foto Roentgen).

6. Dari bentuk kelainan pada foto Roentgen (bayangan bercak-bercak, awan- awan, dan
lubang, merupakan tanda aktif; sedangkan bayangan garis-garis dan sarang kapur
merupakan tanda tenang) memang dapat diperoleh kesan tentang aktivitas penyakit,
namun kepastian diagnosis hanya dapat diperoleh melalui kombinasi dengan hasil
pemeriksaan klinis/laboratoris.
7. Pemeriksaan Roentgen penting untuk dokumentasi, penentuan lokalisasi proses dan
tanda perbaikan atau perburukan dengan melakukan perbandingan dengan foto-foto
terdahulu.

8. Pemeriksaan Roentgen juga penting untuk penilaian hasil tindakan terapi seperti
pneumothoraks artifisial, torakoplastik, dan sebagainya.

9. Pemeriksaan Roentgen tuberkulosis paru saja tidak cukup dan dewasa ini bahkan tidak
boleh dilakukan hanya dengan fluoroskopi (dilarang oleh peraturan-peraturan WHO).
Pembuatan foto Roentgen adalah suatu keharusan, yaitu foto posterior anterior (PA),
bila perlu disertai proyeksi- proyeksi tambahan seperti foto lateral, foto khusus puncak
AP-lordotik dan teknik-teknik khusus lainnya seperti foto keras (high-voltage), dan
sebagainya.2

Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis, okasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru
(segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai
lobus bawah (bagian inferior) ataau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada
tuberkulosis emdobronkial).

Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran
radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila
lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan bafas yang
tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma.7

Foto Thorax
1.

Gambar. 1 Rontgen dada anteroposterior radiografi menunjukkan klasik segmen posterior


kanan kepadatan lobus atas konsisten dengan TB aktif.1
Gambar.2 parenkim TB primer pada orang dewasa. Radiografi dari kiri paru menunjukkan
lobus luas dan konsidasi linguar.

Gambar 3 limfadenopati pada pasien dengan TB primer.rontgen dada menunjukkan hilus


kiri besar dan massa limfadenopati biasanya khas pada pasien anak.
K. DIAGNOSIS

Tuberculosis paru cukup mudah dikenal mulai dari keluhan-keluhan klinis, gejala-
gejala, kelainan fisis, kelainan radiologis sampai dengan kelainan bakterriologis. Tetapi
dalam prakteknya tidaklah selalu mudah menegakkan diagnosisnya. Menurut American
Thoracic Society dan WHO 1964 diagnosis pasti tuberculosis paru adalah dengan
menemukan kuman Mycobacterium tuberculosae dalam sputum atau jaringan paru secara
biakan. Tidak semua pasien memberikan sediaan atau biakan sputum yang positif karena
kelainan paru yang belum berhubungan dengan bronkus atau pasien tidak bisa
membatukkan sputumnya dengan baik. Kelainan baru jelas setelah penyakit berlanjut
sekali.8

Dalam diagnosis tuberculosis paru sebaiknya dicantumkan status klinis status


bakteriologis, status radiologis dan status kemoterapi.8

 Pasien dengan sputum BTA positif : 1. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya
secara mikroskopi ditemukan BTA, sekurang-kurangnya pada 2x pemeriksaan, atau
2. Satu sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang sesuai dengan
gambaran TB aktif, atau 3. Satu sediaan sputumnya positif di sertai biakan yang
positif.

 Pasien dengan sputum BTA negative : 1. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya
secara mikroskopi tidak ditemukan BTA sedikitnya pada 2x pemeriksaan tetapi
gambaran radiologis sesuai dengan TB aktif atau 2. Pasien yang pada pemeriksaan
sputumnya secara mikroskopi tidak di temukan BTA sama sekali, tetapi pada
biakannya positif.

Di samping TB paru terdapat juga TB ekstra paru, yakni pasien dengan kelainan
histologis atau /dengan gambaran klinis sesuai dengan TB aktif atau pasien dengan satu
sediaan dari organ ekstra parunya menunjukkan hasil bakteri M. tuberculosae.
M. PENATALAKSANAAN

Terapi obat

Pada tahun 1994 CDC (Centers For Disease dan ATS) mempublikasikan petunjuk baru
untuk pengobatan penyakit dan infeksi TB, yaitu:

1. Regimen obat 6 bulan yang terdiri dari : isoniazid (tridrazida asam isonikotinat),
INH,Rifampisin,dan pirazinamid,diberikan selama 2 bulan,kemudian diikuti dengan
INH dan Rifampisin selama 4 bulan adalah regiment yang dirokomedasikan untuk
terapi awal TB pada pasien yang organismenya sensitif terhadap pengobatan.
2. INH dan rifampisin regimen 9 bulan sensitif pada orang yang tidak boleh atau tidak
bisa mengkonsumsi pirazinamid.
3. Mengobati semua pasien dengan OAT adalah rekomendasi utama.
4. TB resisten banyak obat yang resisten terhadap INH dan rifampisin sulit untuk diobati.
5. Anak-anak harus diberikan regimen yang sama dengan orang dewasa,dengan dosis
obat yang disesuaikan.
6. INH dan rifampisin regimen 4 bulan,lebih cocok bila ditambah dengan pirazinamid
untuk 2 bulan pertama,regimen ini direkomendasikan untuk orang dewasa dengan TB
aktif dan untuk orang dengan pulasan dan biakan negatif,bila terdapat sedikit
kemungkinan resistensi obat.7
N. KOMPLIKASI
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
1. Komplikasi Dini: Pleuritis, efusi pleura, empiema
2. Komplikasi Lanjut: Obstruksi/sumbatan jalan nafas, Kerusakan parenkim
berat.fibrosis paru, karsinoma paru = sering terjadi pada TB milier dan kavitas
paru.8

DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Akhmadi., 2017. Monitoring Efek Samping Obat Anti-Tuberkulosis (OAT)
Pada Pengobatan Tahap Intensif Penderita TB Paru Di Kota Makassar.
Journal of Agromedicine and Medical Sciences Vol 3(1), p. 19-24.
Aditama, T. Y., 2013. Tuberkulosis, diagnosis, terapi dan masalahnya. Jakarta: Yayasan

Penerbit IDI.

Adriztina, Indri., Adnan, Adlin., Haryuna, Siti Hajar., Siagian, Parluhutan., Sarumpaet,

Sorimuda., 2014. Gangguan Pendengaran dan Keseimbangan pada Penderita

Tuberkulosis yang Mendapat Pengobatan Antituberkulosis Kategori 1 dan 2.

Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol 8(8), hal. 430-436

Delogu, Giovanni., Sali, Michela., Fadda, Giovanni., 2013. The Biology of


Mycobacterium Tuberculosis Infection. Mediterranean Journal of
Hematology and Infectious Diseases Vol 5(1).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DEPKES RI), 2005. Pharmaceutical
Care untuk Penyakit Tuberkulosis. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik.
Herchline, Thomas E., Amorosa, Judith K., 2018. Tuberculosis (TB). Diakses dari
www.emedicine.medscape.com, pada tanggal 12 November 2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan ini telah disetujui untuk diajukan sebagai tinjauan teoritis kasus
kelolaan individu Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB) dengan Kasus Sequeale Tb di
Ruang Gatutkaca RSUD Jombang untuk memenuhi tugas individu Program Studi Profesi Ners
STIKES ICME JOMBANG.

Disetujui

Hari :
Tanggal :
Mahasiswa

(MELATI RIZKY K)

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Ruangan

( ) ( )

Kepala Ruangan

( )
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan ini telah disetujui untuk diajukan sebagai tinjauan teoritis kasus
kelolaan individu Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB) dengan kasus Sequeale Tb di
Ruang Gatutkaca RSUD Jombang untuk memenuhi tugas individu Program Studi Profesi Ners
STIKES ICME JOMBANG.

Disetujui

Hari :
Tanggal :
Mahasiswa

(MELATI RIZKY K)

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Ruangan

( ) ( )

Kepala Ruangan

( )

Anda mungkin juga menyukai