Anda di halaman 1dari 24

Ns. Amrih Widiati, M.

Kep Keperawatan Gawat Darurat/Proskep Gadar

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan


kegawatdaruratan yang diberikan pada klien oleh perawat yang berkompeten untuk memeberikan
asuhan keperawakantan di ruang gawat darurat. Asuhan keperawatan diberikan untuk mengatasi
masalah secara bertahap maupun mendadak.
Kegiatan asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan sistematika proses
keperawatan, yang merupakan suatu metode ilmiah dan panduan dalam memberikan asuhan
keperawatan yang berkualitas dalam rangka mengatasi masalah kesehatan pasien. Adapun
langkah – langkah yang harus dilakukan meliputi : pengkajian, diagnose keperawatan, tindakan
keperawatan dan evaluasi. Asuhan keperawatan di ruang gawat darurat seringkali dipengaruhi
oleh karakteristik ruang gawat darurat itu sendiri, sehingga dapat menimbulkan asuhan
keperawatan spesifik yang sesuai dengan keadaan ruangan.
Karakteristik unik dari ruang gawat darurat yang dapat mempengaruhi system asuhan
keperawatan, antara lain :
1. Kondisi kegawatan sering kali tidak terprediksi, baik kondisi klien dan jumlah klien yang
datang ke ruang gawat darurat.
2. Keterbatasan sumber daya dan waktu
3. Pengkajian, diagnosis, dan tindakan keperawatan diberikan untuk seluruh usia, seringkali
dengan data dasar yanga sangat terbatas
4. Jenis tindakan yang diberikan merupakan tindakan yang memerlukan kecepatan dan
ketepatan yang tinggi.
5. Adanya saling ketergantungan yang tinggi antara profesi kesehatan yang bekerja di ruang
gawat darurat.
Berdasarkan kondisi diatas, prinsip umum asuhan keperawatan yang diberikan oleh
perawat di ruang gawat darurat meliputi :
1. Penjaminan keamanan diri perawat dank lien terjaga : perawat harus menerapkan prinsip
universal precaution dan mencegah penyebab infeksi.

PRODI S 1 KEPERAWATAN
STIKES KARYA HUSADA SEMARANG
2019
Ns. Amrih Widiati, M.Kep Keperawatan Gawat Darurat/Proskep Gadar

2. Perawat bersikap cepat dan tepat dalam melakukan triage, menetapkan diagnose
keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi yang berkelanjutan.
3. Tindakan keperawatan meliputi resucitasi dan stabilisasi diberikan untuk mengatasi masalah
biologi dan psikososial klien
4. Penjelasan dan pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga diberikan untuk menurunkan
kecemasan dan meningkatkan kerjasama klien - perawat.
5. Sistem monitoring kondisi klien harus dapat dijalankan.
6. Sistem dokumentasi yang dipakai dapat digunakan secara mudah, cepat dan tepat.
7. Penjaminan tindakan keperawatan secara eti dan legal keperawatan perlu dijaga.

Dibawah ini dijabarkan proses keperawatan yang merupakan panduan asuhan


keperawatan di ruang gawat darurat dengan contoh proses keperawatan klien gawat darurat.
A. PENGKAJIAN
Standar : Perawat gawat darurat harus melakukan pengkajian fisik dan psikososial di awal
dan secara berkelanjutan untuk mengetahui masalah keperawatan klien dalam lingkup
kegawatdaruratan.
Keluaran : Adanya pengkajian keperawatan yang terdokumentasi untuk setiap klien gawat
darurat.
Proses : Pengkajian merupakan pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi masalah
keperawatan gawat darurat. Proses pengkajian di bagi dalam 2 bagian : pengkajian primer
dan pengkajian sekunder.
1. Primary Survey
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah actual / potensial dari
kondisi life threatening ( berdampak terhadap kemampuan pasien untuk mempertahankan
hidup ). Pengkajian tetap berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika
hal tersebut memungkinkan.

PRODI S 1 KEPERAWATAN
STIKES KARYA HUSADA SEMARANG
2019
Ns. Amrih Widiati, M.Kep Keperawatan Gawat Darurat/Proskep Gadar

Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :


a. Air Way dan cervival control
b. Breathing dan ventilation
c. Cirkulation dan hemorrhage control
d. Disability
e. Exposure dan Environment control

Pengkajian secara cepat tentang ABC


1) Pernyataan pasien tentang kepatenan jalan nafas ?
a) Jalan nafas pasien paten ketika bersih saat bicara dan tidak ada suara nafas
yang mengganngu.
b) Jika jalan nafas tidak paten pertimbangkan kebersihan daerah mulut dan
menempatkan alat bantu nafas.
2) Apakah pernafasan pasien efktif ?
a) Pernafasan efektif ketika warna kulit dalam batas normal dan capillary refill
kurang dari 3 detik
b) Jika pernafasan tidak efektif pertimbangkan pemberian oksigen dan
penempatan alat bantu.
3) Apakah pasien merasakan nyeri atau tidak nyaman pada tulang belakang ?
a) Immobilisasi leher yang nyeri atau tidak nyaman dengan collar spine jika
injuri kurang dari 48 jam.
b) Tempatkan leher pada C-collar yang keras dan immobilisasi daerah tulang
belakang dengan mengangkat pasien dengan stretcher.
4) Apakah sirkulasi pasien efektif ?
a) Sirkulasi efektif ketika nadi radialis baik dan kulit hangat serta kering.
b) Jika sirkulasi tidak efektif pertimbangkan penempartan – penempatan pasien
pada posisi recumbent, membuat jalan masuk di dalam intravena untuk
pemberian bolus cairan 200 ml.

PRODI S 1 KEPERAWATAN
STIKES KARYA HUSADA SEMARANG
2019
Ns. Amrih Widiati, M.Kep Keperawatan Gawat Darurat/Proskep Gadar

5) Apakah ada tanda bahaya pada pasien ?


a) Gunakan GCS dan hapalan AVPU untuk mengevaluasi kerusakan daya ingat
akibat trauma pada pasien.
b) Pada GCS nilai di dapat dari membuka mata, verbal terbaik dan motorik
terbaik.
c) AVPU
A : Untuk membentu pernyataan daya ingat pasien, kesadaran respon
terhadap suara dan berorientasi pada orang, waktu dan tempat.
V : Untuk pernyataan verbal pasien terhadap respon suara tetapi tidak
berorientasi penuh pada orang, waktu dan tempat
P : Untuk pernyataan nyeri pada pasien yang tidak respon pada suara
tetapi respon terhadap rangsangan nyeri sebagaimana seperti
tekanan pada tangan.
U : Untuk yang tidak responsive terhadap rangsangan nyeri.

( jika skala AVPU pada P atau U atau GCS < 8, pasien hiperventilasi dengan
menggunakan masker berkatub dipertimbangkan intubasi endotracheal dan
pemasangan ventilator mekanik untuk mempertahankan jalan nafas ( primary
survey ).
Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi dilakukan berdasarkan jenis perlakuan,
stabilitas tanda – tanda vital dan mekanisme ruda paksa, berdasarkan penilaian :
A. Airway dengan control servikal
B. Breathing dan ventilasi
C. Circulation dengan control perdarahan
D. Exposure/environmental control : buka baju penderita, tetapi cegah hipotermi.
Yang penting pada fase pra-RS adalah ABC, lakukan resusitasi di mana perlu, kemudian
fiksasi penderita, lalu transportasi.

PRODI S 1 KEPERAWATAN
STIKES KARYA HUSADA SEMARANG
2019
Ns. Amrih Widiati, M.Kep Keperawatan Gawat Darurat/Proskep Gadar

1. Airway dengan control servikal


Yang pertama yang harus dinilai adalah kelancaran airway. Ini meliputi pemeriksaan
adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah,
fraktur mandibula atau maksila, fraktur larinks atau trachea. Usaha untuk membebaskan
jalan nafas harus melindungi vertebra servikal karena kemungkinan patahnya tulang
servikal harus selalu dipertimbangkan. Dalam hal ini dapat dilakukan “chin lift” atau
“jaw thrust“.
Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak boleh
dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher.
Kemungkinan patahnhya tulang servikal diduga bila ada :
a. Trauma dengan penurunan kesadaran.
b. Adanya luka karena trauma di atas klavikula.
c. Setiap multi-trauma ( trauma pada 2 regio atau lebih ).

d. Juga harus waspada terhadap kemungkinan patah tulang belakang bila biomekanik
trauma mendukung.

BILA RAGU – RAGU : PASANG COLLAR

Dalam keadaan kecurigaan fraktur servikal, harus dipakai alat imobilisasi. Bila alat
imobilisasi ini harus dibuka untuk sementara, maka kepala harus dihindari dari gerak
walaupun hanya minimal sampai kemungkinan fraktur servikal dapat disingkirkan.
Bila ada gangguan jalan nafas, maka dilkukan penanganan sesuai BHD.

PENGKAJIAN AIRWAY:
1. Bersihan jalan nafas
2. Ada/tidaknya sumbatan jalan nafas
3. Distress pernafasan
4. Tanda – tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring

PRODI S 1 KEPERAWATAN
STIKES KARYA HUSADA SEMARANG
2019
Ns. Amrih Widiati, M.Kep Keperawatan Gawat Darurat/Proskep Gadar

2. Breathing dan ventilasi


Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi baik. Pertukaran gas yang terjadi pada
saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida dari
tubuh. Ventilasi yang baik meliputi : fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan
diafragma. Setiap komponen ini harus dievaluasi secara cepat. Dad penderita harus
dibuka untuk melihat pernafasan yang baik. Auskultasi dilakukan untuk memastikan
masuknya udara ke dalam paru. Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah
dalam rongga pleura. Inspeksi dan palpasi dapat memperlihatkan kelainan dinding dada
yang mungkin mengganggu ventilasi. Perlakuan yang mengakibatkan gangguan ventilasi
yang berat adalah tension pneumothoraks, flail chest dengan kontusio paru, open
pneumothoraks dan hematotorax-masif.

PENGKAJIAN BREATHING:
1. Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
2. Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
3. Udara yang dikuyluarkan dari jalan nafas

3. Circulation dengan control perdarahan


a. Volume darah dan curah jantung ( cardiac output )
Perdarahan merupakan sebab utama kematian pasca bedah yang mungkin dapat
diatasi dengan terapi yang cepat dan tepat di rumah sakit.
Suatu keadaan hipotensi harus dianggap disebabkan oleh hipovolemia, sampai
terbukti sebaliknya. Dugaan demikian maka diperlukan penilaian yang cepat dari
status hemodinamika penderita.
Ada 3 observasi yang dalam hitungan detik dapat memberikan informasi mengenai
keadaan hemodinamik ini yakni kesadaran, warna kulit dan nadi.

PRODI S 1 KEPERAWATAN
STIKES KARYA HUSADA SEMARANG
2019
Ns. Amrih Widiati, M.Kep Keperawatan Gawat Darurat/Proskep Gadar

1) Tingkat kesadaran
Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang, yang akan
mengakibatkan penurunan kesadaran ( walaupun demikian kehilangan darah
dalam jumlah banyak belum tentu mengakibatkan gangguan kesadaran ).
2) Warna kulit
Warna kulit dapat membantu diagnosis hipopvolemia. Penderita trauma yang
kulitnya kemerahan, trauma pada wajah dan ekstremitas, jarang yang dalam
keadaan hipovolemia. Sebaliknya wajah yang pucat dan keabu – abuan dan kulit
ekstremitas yang pucat, merupakan tanda hipovolemia. Bila memang disebabkan
hipovolemia maka ini menandakan kehilangan darah minimal 30 % dari volume
darah.
3) Nadi
Nadi yang besar seperti a femoralis atau a carotis harus diperiksa bilateral, untuk
kekuatan nadi, kecepatan dan irama. Pada shock nadi akan cepat dan kecil.
Nadi yang tidak cepat, kuat dan teratur biasanya merupakan tanda normo –
volomia. Nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda hipovolemia, namun harus
diingat sebab lain yang dapat menyebabkannya. Nadi yang tidak teratur biasanya
merupakan tanda gangguan jantung. Tidak ditemukannya pulsasi dari nadi sentral
arteri.
4) Tekanan darah
Jangan terlalu percaya pada tekanan darah dalam menentukan shock karena :
a) Tekanan darah sebelumnya tidak diketahui
b) Diperlukan kehilangan volume darah lebih dari 30 % untuk dapat terjadi
penurunan tekanan darah.
b. Kontrol perdarahan
Perdarahan dapat :
1) Eksternal (terlihat)
2) Internal (tidak terlihat)

PRODI S 1 KEPERAWATAN
STIKES KARYA HUSADA SEMARANG
2019
Ns. Amrih Widiati, M.Kep Keperawatan Gawat Darurat/Proskep Gadar

3) Rongga thoraks
4) Rongga abdomen
5) Fraktur pelvis
6) Fraktur tulang panjang

SHOCK JARANG DISEBABKAN PERDARAHAN INTRA CRANIAL

Perdarahan hebat dikelola pada survey primer. Perdarahan eksternal dikendalikan


dengan penekanan langsung pada luka JANGAN DIJAHIT DULU.
Spalk udara (pneumatic splinting divice) juga dapat digunakan untuk menontrol
perdarahan. Spalk jenis ini harus tembus cahaya untuk dapat dilakukannya
pengawasan perdarahan. Tourniquet jangan dipakai karena merusak jaringan dan
menyebebkan distal dari tourniquet. Pemakaian hemostal memerlukan waktu dan
dapat merusak jaringan sekitar seperti saraf dan pembuluh darah. Perdarahan
dalam rongga thoraks, abdomen, sekitar frakktur ataub sebagian akibat dari luka
tembus dapat menyebabkan perdarahan besar yang tidak terlihat.

PENGKAJIAN CIRCULATION :
1. Denyut nadi carotis
2. Tekanan darah
3. Warna kulit, kelembaban kulit
4. Tanda – tanda perdarahan eksternal dan internal

4. Disability
Menjelang akhir survey primer dievaluasi keadaan neurologi secara cepat. Yang dinilai
disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.
GCS (Glasgow Coma Scale) adalah system sekoring yang sederhana dan dapat meramal
kesudahan (outcome) penderita. Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan
oksigenasi atau/ dan penurunan perfusi ke otak, atau disebabkan perlukaan pada otak

PRODI S 1 KEPERAWATAN
STIKES KARYA HUSADA SEMARANG
2019
Ns. Amrih Widiati, M.Kep Keperawatan Gawat Darurat/Proskep Gadar

sendiri. Perubahan kesadaran menuntut dilakukannya pemeriksaan terhadap keadaan


ventilasi, perfusi dan oksigenasi. Alkohol dan obat – obatan dapat mengganggu tingkat
kesadaran penderita. Walaupun demikian bila sudah disingkirkan kemungkinan hipoksia
atau hipovolemia sebagai sebab penurunan kesadaran, maka trauma kapitis dianggap
sebagai penyebabnya sampai terbukti sebaliknya.

PENGKAJIAN DISABILITY :
1. Tingkat kesadaran
2. Gerakan ekstremitas
3. GCS atau pada anak tentukan Alert (A), respon verbal (V), respon nyeri/pain
(P), tidak berespon/unresponsive (U).
4. Ukuran pupil dan respons pupil terhadap cahaya.

5. Exposure / kontrol lingkungan


Exposure dilakukan di rumah sakit, tetapi dimana perlu dapat membuka pakaian,
misalnya : membuka baju untuk melakukan pemeriksaan fisik thoraks. Di rumah sakit
penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya untuk evaluasi penderita. Setelah pakaian
dibuka, penting agar penderita tidak kedinginana. Harus dipakaikan selimut hangat,
ruangan cukup hangat dan diberikan cairan intra vena yang sudah hangat.

PENGKAJIAN EXPOSURE :
1. Tanda – tanda trauma yang ada

2. Secundary Survey
Pengkajian sekunder dilakukan hanya setelah survai primer selesai, resusitasi dilakukan
dan penderita stabil.
Survai sekunder adalah pemeriksaan kepala sampai kaki (head to toe examination),
termasuk pemeriksaan tanda vital. Pada penderita yang tidak sadar atau gawat,
kemungkinan untuk luput dalam mendiagnosis cukup besar, dan merupakan pertolongan
yang besar bagi dokter yang bertugas di rumah sakit apabila dilaporkan kelainan yang

PRODI S 1 KEPERAWATAN
STIKES KARYA HUSADA SEMARANG
2019
Ns. Amrih Widiati, M.Kep Keperawatan Gawat Darurat/Proskep Gadar

ditemukan pada survai sekunder. Sekali lagi ditekankan bahwa survey hanya dilakukan
apabila penderita telah stabil.
a. Fokus Assesment
Pengkajian Riwayat Penyakit
1. Keluhan utama dan alasan klien dating ke rumah sakit
2. Lamanya waktu kejadian sampai dengan dibawa ke rumah sakit
3. Tipe cedera, posisi saat cedera, lokasi cedera
4. Gambaran mekanisme cedera dan penyakit seperti nyeri pada organ tubuh yang
mana, gunakan : provoked (P), quality (Q), radian (R) ,severity (S), dan time (T).
5. Kapan makan terakhir
6. Riwayat penyakit lain yang pernah dialami / operasi pembedahan / kehamilan
7. Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit sekarang, imunisasi
tetanus yang dilakukan, dan riwayat alergi klien.
8. Riwayat keluarga yang mengalami penyakit yang sama dengan klien.

b. Pengkajian Head To Toe


1) Kepala, leher dan wajah
a) Periksa wajah, adakah luka dan laserasi, perubahan tulang wajah dan jaringan
lunak, adakah perdarahan benda asing
b) Periksa mata, telinga, hidung, mulut. Adakah tanda-tanda perdarahan, benda
asing, deformitas, laserasi, perlukaan serta adanya keluaran.
c) Amati bagian kepala, adakah depresi tulang kepala, tulang wajah, kontiusio /
jejas, hematum, serta krepitasi tulang
d) Kaji adanya kaku leher
e) Nyeri tulang serfikal dan tulang belakang, defiasi trachea, distensi vena leher,
perdarahan, oedema, kesulitan menelan, emfisema subcutan, dan krepitasi
pada tulang.

PRODI S 1 KEPERAWATAN
STIKES KARYA HUSADA SEMARANG
2019
Ns. Amrih Widiati, M.Kep Keperawatan Gawat Darurat/Proskep Gadar

2) Pengkajian Dada
a) Pernafasan : irama, kedalaman, dan karakter pernafasan
b) Pergerakan dinding dada anterior dan posterior
c) Palpasi krepitas tulang dan emfisema subcutan
d) Amati penggunaan otot bantu nafas
e) Perhatikan tanda-tanda injury atau cedera: Petekiae, Perdarahan, Sianosis,
Abrasi, dan Laserasi.
3) Pengkajian Abdomen dan Pelvis
a) Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen
b) Tanda-tanda cidera eksternal, adanya luka tusuk, laserasi, abrasi, distensi
abdomen, jejas.
c) Masa : besarnya, lokasi dan mobilita
d) Nadi femoralis
e) Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)
f) Bising usus
g) Distensi abdomen
h) Genitalia dan rectal : perdarahan, cedera pada meatus, ekimosis, tonlus,
spingter ani.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa atau masalah keperawatan dapat teridentifikasi sesuai dengan kategori urgensi
masalah berdasarkan pada system triage dan pengkajian yang telah dilakukan. Prioritas
ditentukan berdasarkan besarnya ancaman kehidupan : Airway, Breathing, dan Circulation.
Diagnosa keperawatan yang ladzim terjadi pada gawat darurat adalah:
1. Airway
a) Bersihkan jalan napas tidak efektif b/d ……
b) Tidak efektifnya jalan napas b/d ……
c) Resiko aspirasi b/d ……

PRODI S 1 KEPERAWATAN
STIKES KARYA HUSADA SEMARANG
2019
Ns. Amrih Widiati, M.Kep Keperawatan Gawat Darurat/Proskep Gadar

2. Breathing
a) Resiko pola nafas tidak efektif b/d ……
b) Gangguan pertukaran gas b/d …...
3. Circulation
a) Kurang volume cairan b/d ….
b) Gangguan perfusi jaringan perifer b/d …..
c) Gangguan perfusi jaringan serebri b/d ….
d) Nyeri

F. PERENCANAAN
RESUSITASI
1. Airway
Airway harus dijaga dengan baik pada penderita tidak sadar. Jaw thrust atau chin lift
dapat dipakai pada beberapa kasus, pada penderita yang ,masih sadar dapat dipakai naso-
pharyngeal airway. Bila penderita tidak sadar dan tidak ada reflek bertahan (gag reflex)
dapat dipakai oro-pharyngeal airway (Guedel). Kontrol jalan nafas pada penderita yang
airwaynya terganggu karena factor mekanik atau ada gangguan ventilasi akibat gangguan
kesadaran, dicapai dengan intubasi endo-trachealm, baik oral maupun nasal. Prosedur ini
harus dilakukan dengan control terhadap servikal.
Surgieal airway (erico-thyroidotomy) dapat dilakukan bila intubasi endotracheal tidak
mungkin karena kontra-indikasi atau karena masalah mekanis.
2. Breathing
Adanya tension penyeumotoraks menggangu ventilasi dan bila dicurigai, harus segera
dilakukan kompresi (tusuk dengan jarum besar, disusul WSD) setiap penderita trauma
diberikan oksigen. Bila tanpa intubasi, sebaiknya oksigen diberikan dengan fase-mask.
3. Circulatin (dengan control perdarahan)
Bila ada gangguan sirkulasi harus dipasang sedikitnya 2 jalur (IV line). Kateter IV yang
dipakai harus berukuran besar.

PRODI S 1 KEPERAWATAN
STIKES KARYA HUSADA SEMARANG
2019
Ns. Amrih Widiati, M.Kep Keperawatan Gawat Darurat/Proskep Gadar

Pada awalnya sebaiknya menggunakan vena pada lengan. Jenis IV line, vena seksi, atau
vena sentralis tergantung dari kemampuan petugas yang melayani. Sok pada penderita
trauma umumnya disebabkan hipovolemia.

Pada saat datang penderita diinfus cepat dengan 1,5 – 2 liter cairan kristaloid, sebaiknya
Ringer Lactat. Bila tidak ada respons dengan pemberian bolus kristaloid tadi, diberikan
darah segolongan (type specific) bila tidak ada darah segolongan dapat diberikan darah
tipe O Rhesus negative, atau tipe O Rh positif liter rendah.
Pemberian vasopresor steroid atau Bic Nar tidak diperkenankan.
Hipotermia dapat terjadi pada penderita yang diberikan Ringer Lactat yang tidak
dihangatkan atau darah yang masih dingin trauma bila penderita juga dalam keadaan
kedinginan karena tidak diselimuti.
Untuk menghangatkan cairan dapat dipakai alat pemanas cairan.
4. Kateter Urin dan Lambung
Pada umumnya dilakukan dirumah sakit. Pemakaian kateter urin dan lambung harus
pdipertimbangkan, juga jangan lupa mengambil sample urin untuk pemeriksaan urin
rutin.
a. Kateter Urin
Produksi urin merupakan indicator peka untuk menilai keadaan himodinamika
penderita.
b. Kateter Lambung
Kateter lambung dipakai untuk mengurangi distensi dan mencegah muntah. Isi
lambung yang pekat akan mengakibatkan NGT tidak berfungsi, lagipula pemasangan
sendiri dapat mengakibatkan muntah. Darah dalam lambung dapat disebabkan darah
tertelan, pemasangan NGT yang traumatic atau perlukaan lambung. Bila lamina
fibrosa patah atau diduga patah, kateter lambung harus dipasang melalui mulut untuk
mencegah masuknya NGT dalam rongga otak.

PRODI S 1 KEPERAWATAN
STIKES KARYA HUSADA SEMARANG
2019
Ns. Amrih Widiati, M.Kep Keperawatan Gawat Darurat/Proskep Gadar

5. Monitoring
Monitoring hasil resusitasi didasarkan pada laju nafas, nadi, tekana nadi, tekanan darah,
suhu tubuh, dan kesadaran penderita.
a. Laju nafas dipakai untuk menilai airway dan breathing, ETT dapat berubah posisi
pada saat penderita berubah posisi.
b. Pulse oksymetry sangat berguna. Pulse oxymetry mengukur secara kolorigrafi kadar
saturated O2 bukan PaO2.
c. Pada penilaian tekanan darah harus disadari bahwa tekanan darah ini merupakan
indicator yang kurang baik guna menilai perfusi jaringan.
d. Monitoring EGK dianjurkan pada semua penderita trauma.

Ingat : Tindakan resusitasi dilakukan pada saat masalahnya dikenali, bukan


setelah survey primer selesai.

Pada saat keputusan diambil untuk merujuk, perlu komunikasi antara petugas
pengirim dan petugas penerima rujukan.

Intervensi Keperawatan Menurut Diagnosa Keperawatan yang Lazim pada GaDar


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d …..
a) Peningkatan produksi sputum
b) Masuknya benda asing atau cairan
c) Penumpukan sekresi
Tujuan : Jalan nafas efektif
Kriteria hasil :
a) Pernafasan regular, dalam dan kecepatan nafas teratur
b) Pengembangan dada kiri dan kanan simetris
c) Batuk efektif , reflek menelan baik
d) Tanda dan gejala Observasitruksi pernafasan tidak ada :stridor (-), sesak nafas (-),
weezhing (-).

PRODI S 1 KEPERAWATAN
STIKES KARYA HUSADA SEMARANG
2019
Ns. Amrih Widiati, M.Kep Keperawatan Gawat Darurat/Proskep Gadar

e) Suara nafas : vesikuler kanan dan kiri.


f) Sputum jernih, jumlah normal, tidak berbau dan tidak berwarna.
g) Tanda-tanda sekresi bertahan tidak ada : demam (-), takhikardi (-), takhipnue (-).
Intervensi :
a. Mandiri
1) Auskultasi bunyi napas, perhatikan apakah ada bunyi napas abnormal.
2) Monitoring pernapasan, perhatikan rasio inspirasi maupun ekspresi.
3) Berikan posisi semi fowler
4) Jauhkan dari polusi lingkungan al : debu, rokok, dll.
5) Observasiervasi, karakteristik batuk terus menerus, atau produksi sputum.
6) Ajarkan pasien untuk napas dalam dan batuk efektif.
7) Lakukan suction bila perlu.
8) Lakukan jaw thrust, chin lift.
9) Berikan posisi miring sesuai indikasi.
b. Kolaborasi
1) Berikan O2
2) Pemeriksaan laboratorium analisa gas darah
Pemasangan oro faringeal airway, Endo trachea tube bila ada indikasi.

2. Pola nafas tidak efektif b/d …..


a) Depresi pernapasan
b) Kelemahan otot pernapasan
c) Penurunan ekspansi paru
Tujuan : Pola napas efektif
Kriteria hasil :
a) Pernapasan regular, dalam dan kecepatannya teratur
b) Pengembangan dada kanan dan kiri simetris

PRODI S 1 KEPERAWATAN
STIKES KARYA HUSADA SEMARANG
2019
Ns. Amrih Widiati, M.Kep Keperawatan Gawat Darurat/Proskep Gadar

c) Tanda dan gejala Obstruksi pernapasan tidak ada : stridor (-), sesak nafas (-),
weezhing (-).
d) Suara nafas : vesikuler kanan dan kiri
e) Trachea midline
f) Analisa gas darah dalam batas normal : PaO2 80-100 mmHg, Saturasi O2 > 95%,
PaCO2 35-45 mmHg, PH 7,35 – 7,45.

Intervensi :
a. Mandiri
1) Observasi, Frekuensi, Kecepatan, Kedalaman dan Irama Pernapasan
2) Observasi, penggunaan otot bantu pernapasan
3) Berikan posisi semi fowler bila tidak ada kontra indikasi.
4) Ajarkan dan anjurkan napas dalam serta batuk efektif.
5) Perhatikan pengembangan dada simetris atau tidak.
6) Kaji vocal fremitus dengan meletakkan tangan dipunggung pasien sambil
pasien menyebutkan angka 99 atau 77.
7) Bantu pasien menekan area yang sakit saat batuk.
8) Lakukan fisiotherapi dada jika tidak ada kontra indikasi.
9) Auskultasi bunyi napas, perhatikan bila ada ronkhi, weezhing, dan crackles.
10) Lakukan suction bila perlu.
11) Lakukan pendidikan kesehatan.
b. Kolaborasi
1) Berikan O2 sesuai kebutuhan pasien
2) Pemeriksaan laboratorium / Analisa Gas Darah
3) Pemeriksaan rongent thorax
4) Intubasi bila pernapasan makin memburuk
5) Pemasangan oro paringeal
6) Pemasangan water seal drainage / WSD

PRODI S 1 KEPERAWATAN
STIKES KARYA HUSADA SEMARANG
2019
Ns. Amrih Widiati, M.Kep Keperawatan Gawat Darurat/Proskep Gadar

7) Pemberian obat-obatan sesuai indikasi.

3. Gangguan pertukaran gas b/ d ….


a) Menurunnya suplay O2 (Obstruksi jalan napas oleh sekresi, spasme bronchus)
b) Kerusakan alveoli
c) Hipoventilasi
Tujuan : Pertukaran gas tidak terganggu
Kriteria hasil :
a) Analisa Gas Darah dalam batas normal
b) Warna kulit normal, hangat dan kering
c) Tingkat kesadaran membaik sampai komposmentris
d) Pernafasan reguler, kecepatan dan kedalaman dalam batas normal.
Intervensi :
a. Mandiri
1) Kaji frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan, napas mulut, penggunaan
otot-otot pernapasan, dyspone, ketidakmampuan bicara
2) Tinggikan tempat tidur 30-45 derajat
3) Kaji warna kulit, kuku dan membran mukosa. (adanya sianosis)
4) Ajarkan mengeluarkan sputum dengan teknik batuk efektif.
5) Lakukan suction bila diindikasikan.
6) Auskultasi bunyi napas adakah suara ronkhi, whezzing, dan crackles.
7) Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung.
8) Kaji tingkat kecemasan atau ansietas.
b. Kolaborasi
1) Pemberian oksigen
2) Pemeriksaan Analisa Gas Darah
3) Pemasangan Endo tracheal tube

PRODI S 1 KEPERAWATAN
STIKES KARYA HUSADA SEMARANG
2019
Ns. Amrih Widiati, M.Kep Keperawatan Gawat Darurat/Proskep Gadar

4. Gangguan perfusi jaringan perifer


a. Menurunnya aliran darah karena vasokonstriksi
b. Hipovolemik
c. Trauma jaringan / tulang
Tujuan : Gangguan perfusi jaringan dapat diatasi
Kriteria hasil :
a. Akral hangat
b. Tanda vital dalam batas normal
c. Capillary fill time < 2 “
d. Urin output 1 ml/kgBB/jam
e. Analisa Gas Darah normal

Intervensi :
a. Mandiri
1) Observasi perubahan yang tiba-tiba (gangguan mental)
2) Kaji adanya pucat (akral dingin)
3) Observasi tanda-tanda vital
4) Kaji kekuatan nadi perifer
5) Kaji tanda-tanda dehidrasi
6) Observasi intake dan output cairan
7) Meninggikan daerah yang cedera kecuali ada kontra indikasi
8) Observasi tanda-tanda istemik ekstremitas tiba-tiba misalnya penurunan suhu.
Peningkatan nyeri.
9) Lakukan kompres es pada daerah sekitar fraktur pada saat terjadi bengkak.

b. Kolaborasi
1) Pemeriksaan laboratorium lengkap
2) Pemberian cairan infus sesuai indikasi

PRODI S 1 KEPERAWATAN
STIKES KARYA HUSADA SEMARANG
2019
Ns. Amrih Widiati, M.Kep Keperawatan Gawat Darurat/Proskep Gadar

3) Pemeriksaan radiology
4) Perekaman elektro kardiogram
5) Pemberian obat-obatan sesuai indikasi

5. Penurunan curah jantung b/d …


a. Peningkatan afterload, iscemik miocard
b. Gangguan kontraktilitas miocard
c. Perubahan struktur organ
Tujuan : sirkulasi miocard dalam batas normal
Kriteria hasil :
a. Nadi perifer teraba dan kuat
b. Heart rate 60 – 100 / menit
c. Suara jantung normal
d. Hasil elektro kardiogram dalam batas normal
e. Tidak ada deviasi trachea
f. Vena jugularis tidak terjadi peningkatan
g. Kulit normal : hangat dan kuning
h. Tingkat kesadaran membaik (cm)
i. JVP 5 – 100 cmh 20
Intervensi
a. Mandiri
1) Observasiervasi tanda-tanda vital
2) Beri posisi yang nyaman
3) Auskultasi nadi avikal, kaji frekuensi, irama jantung.
4) Palpasi nadi perifer
5) Kaji adanya pucat atau akral dingin
6) Kaji pengisian kapiler
7) Observasiervasi intake dan output

PRODI S 1 KEPERAWATAN
STIKES KARYA HUSADA SEMARANG
2019
Ns. Amrih Widiati, M.Kep Keperawatan Gawat Darurat/Proskep Gadar

b. Kolaborasi
1) Pemberian O2
2) Pemberian infus sesuai indikasi
3) Pemberian obat-obatan sesuai indikasi
4) Rekam EKG pemeriksaan laboratorium darah

6. Nyeri b/d ..
a. Istemik jaringan
b. Sumbatan arteri koronaria
c. Menurunnya aliran darah miocard
d. Komsumsi oksigen meningkat
Tujuan : Pemenuhan kebutuhan O2 pada miocard terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Menurunnya derajat nyeri baik dari respon verbal maupun pengukuran skala nyeri
b. Hilangnya indikator fisiologi nyeri : Takhikardi (-), Takhipone (-), Diaporesis (-),
tekanan darah normal
c. Hilangnya tanda-tanda non verbal karena nyeri : tidak meringis, tidak menangis,
mampu menunjukan posisi yang nyaman
d. Mampu melakukan perintah yang tepat
Intervensi :
a. Mandiri
1) Kaji karakteristik nyeri dengan PQRST
2) Bantu melakukan teknik relaksasi
3) Batas aktifitas
b. Kolaborasi
1) Pemberian O2
2) Perekaman EKG
3) Pemberian therapy sesuai indikasi

PRODI S 1 KEPERAWATAN
STIKES KARYA HUSADA SEMARANG
2019
Ns. Amrih Widiati, M.Kep Keperawatan Gawat Darurat/Proskep Gadar

4) IVFD sesuia indikasi

7. Volume cairan tubuh kurang dari kebutuhan b/d :


a. Pengeluaran yang berlebihan
b. Pemasukan cairan yang kurang
c. Perdarahan eksternal maupun internal
d. Peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah
Tujuan : Kebutuhan cairan dalam tubuh seimbang
Kriteria hasil :
a. Tanda – tanda vital stabil dan sesuai dengan perkembengan dan usia
b. Urine out put 1 ml/kg BB/jam
c. Nadi perifer teraba besar dan kuat
d. Tingkat kesadaran membaik
e. Warna kulit normal, hangat dan kering ( tidak lembab)
f. Nilai hematokrit 30% dl. Hemoglobin 12 – 14 gr/gl atau lebih

Intervensi :
a. Mandiri
1) Kaji tanda – tanda vital tiap 1 jam
2) Monitor intake dan out put cairan
3) Kaji adanya tanda – tanda dehidrasi (haus, akral dingin, kelelahan, nadi cepat)
4) Kaji perubahan turgor kulit, membrane mukosa dan cafilary refill
5) Anjurkan pasien untuk banyak minum 2000 – 2500 cc/hari
6) Siapkan alat tekanan vena sentral / CVP bila diperlukan
7) Monitor CVP
b. Kolaborasi
1) Lakukan pemasangan infuse line besar 2 jalur
2) Berikan cairan sesuai order (RL)

PRODI S 1 KEPERAWATAN
STIKES KARYA HUSADA SEMARANG
2019
Ns. Amrih Widiati, M.Kep Keperawatan Gawat Darurat/Proskep Gadar

3) Bila terjadi perdarahan hebat berikan cairan koloid dan darah


4) Pemasangan CVP bila diperlukan

8. Gangguan perfusi cerebri b/d :


a. Penyempitan pembuluh darah serebral
b. Peningkatan tekanan vaskuler
Tujuan ; gangguan perfusi cerebri dapat diatasi
Kriteria hasil :
a. GCS 14 – 15
b. Tanda – tanda vital stabil dalam batas normal sesuai dengan perkembangan usia
c. Pupil : ukuran (N), bereaksi terhadap cahaya
d. Tanda – tanda gejala tekanan intra cranial ( TIK ) meningkat tidak ada, tidak
didapatkan gejala; nyeri kepala hebat, muntah proyektil, lathargi, gelisah,
perubahan orientasi atau penurunan kesadaran.
e. AGD dalam batas normal : PaO2 80 – 100 mgHg, Sat. O2 > 95%, PacO2 35 – 45
mmHg, PH 7,35 – 7,45.
f. Kemampuan menggerakkan leher baik sesuai dengan aligment
g. Tidak didapatkan adanya tanda – tanda kejang
Intervensi :
a. Mandiri :
1) Kaji karakteristik nyeri
2) Observasi tanda – tanda vital
3) Kaji perubahan tingkat kesadaran (GCS)
4) Tinggikan kepala 15 – 30 derajad bila tidak ada kontra indikasi
5) Observasi intake dan out put
b. Kolaborasi :
1) Berikan oksigenasi
2) Lakuykan pemasangan infuse

PRODI S 1 KEPERAWATAN
STIKES KARYA HUSADA SEMARANG
2019
Ns. Amrih Widiati, M.Kep Keperawatan Gawat Darurat/Proskep Gadar

3) Monitoring analisa gas darah


4) Pemberian terapi sesuai indikasi
G. PELAKSANAAN
1. Komprehensive
2. Humanistik dan holistic
H. EVALUASI
Evaluasi berdasarkan pada criteria tiap katagori kegawatan, dan dilakukan paling sedikit tiap
jam, kecuali pasien dengan kondisi emergency atau urgen tiap 15 menit.
Evaluasi mencakup : proses dan hasil.
1. Evaluasi Proses : mengulang langkah – langkah yang menyangkut kegiatan saat proses
triage seperti respons time, lalu lintas pasien, ketepatan dan kelengkapan dokumentasi
serta untuk menuliskan prosedur, kebijakan dan protocol.
2. Evaluasi Hasil : mengulang pengkajian pasien, ketepatan dalam keputusan di triage,
rujukan dan keputusan pasien.
Untuk melihat keberhasilan setiap diagnose keperawatan diukur sesuai dengan criteria
hasil ( lihat contoh diagnose keperawatan di atas ).

PRODI S 1 KEPERAWATAN
STIKES KARYA HUSADA SEMARANG
2019
Ns. Amrih Widiati, M.Kep Keperawatan Gawat Darurat/Proskep Gadar

Rhesus, merupakan penggolongan atas ada atau tidak adanya antigen-D. 


Antigen-D pertama dijumpai pada sejenis kera yang disebut Rhesus pada tahun 1937,
dari kera inilah sebutan rhesus diambil. Orang yang dalam darahnya mempunyai
antigen-D disebut rhesus positif, sedang orang yang dalam darahnya tidak dijumpai
antigen-D, disebut rhesus negatif. Pada jaman dahulu dalam transfusi darah, asal
golonganya sama, tidak dianggap ada masalah lagi. Padahal, bila terjadi ketidak
cocokan rhesus, bisa terjadi pembekuan darah yang berakibat fatal, yaitu  kematian
penerima darah.
Efek ketidak cocokan bisa mengakibatkan kerusakan besar-besaran pada sel
darah merah bayi yang disebut erytroblastosis foetalis dan hemolisis. Hemolisis ini
pada jaman dahulu merupakan penyebab umum kematian janin dalam rahim,
disamping hydrop fetalis, yaitu bayi yang baru lahir dengan keadaan hati yang
bengkak, anemia dan paru-paru penuh cairan yang dapat mengakibatkan kematian.
Selain itu kerusakan sel darah merah bisa juga memicu kernikterus (kerusakan
otak) dan jaundice (bayi kuning/hiperbilirubinimia), gagal jantung dan anemia dalam
kandungan maupun setelah lahir.

DASAR PEMIKIRANNYA
Karena hati bayi yang baru lahir belum cukup matang, maka ia tak dapat
mengolah sel darah merah yang rusak (bilirubin) ini dengan baik untuk dikeluarkan oleh
tubuhnya, sehingga terjadi hiper bilirubin/bayi kuning. Selain itu sang hati pun akan
bekerja terlalu keras sehingga mengakibatkan pembengkakkan hati dan dibanjirinya
paru-paru dengan cairan. Karena produk perusakan sel darah merah adalah racun bagi
otak maka terjadi kernicterus (kerusakan otak). Selain itu sumsum bayi yang belum
matang tak dapat mengganti sel darah merah dengan cukup cepat, maka ia akan
kembali melepaskan sel darah merah yang belum matang dalam sirkulasi darah
(reticulocytes dan erythroblast).

PRODI S 1 KEPERAWATAN
STIKES KARYA HUSADA SEMARANG
2019

Anda mungkin juga menyukai