A. Pengertian
BPH (Benigna Prostat Hyperplasi) adalah pembesaran progresif dari kelenjar
prostat yang dapat menyebabkan obstruksi dan ristriksi pada jalan urine (urethra).
B. Etiologi
Mulai ditemukan pada umur kira-kira 45 tahun dan frekuensi makin bertambah
sesuai dengan bertambahnya umur, sehingga diatas umur 80 tahun kira-kira 80 %
menderita kelainan ini.
Sebagai etiologi sekarang dianggap ketidakseimbangan endokrin. Testosteron
dianggap mempengaruhi bagian tepi prostat, sedangkan estrogen (dibuat oleh
kelenjar adrenal) mempengaruhi bagian tengah prostat.
C.Patofisiologi
BPH terjadi pada umur yang semakin tua (> 45 tahun ) dimana fungsi testis
sudah menurun. Akibat penurunan fungsi testis ini menyebabkan
ketidakseimbangan hormon testosteron dan dehidrotesteosteron sehingga memacu
pertumbuhan/pembesaran prostat. Makrokospik dapat mencapai 60 - 100 gram dan
kadang-kadang lebih besar lagi hingga 200 gram atau lebih. Tonjolan biasanya
terdapat pada lobus lateralis dan lobus medius, tetapi tidak mengenai bagian
posterior dari pada lobus medialis, yaitu bagian yang dikenal sebagai lobus
posterior, yang sering merupakan tempat berkembangnya karsinoma (Moore).
Tonjolan ini dapat menekan urethra dari lateral sehingga lumen urethra
menyerupai celah, atau menekan dari bagian tengah. Kadang-kadang penonjolan
itu merupakan suatu polip yang sewaktu-waktu dapat menutup lumen urethra.
Pada penampang, tonjolan itu jelas dapat dibedakan dengan jaringan prostat yang
masih baik. Warnanya bermacam-macam tergantung kepada unsur yang
bertambah.
Apabila yang bertambah terutama unsur kelenjar, maka warnanya kung
kemerahan, berkonsistensi lunak dan terbatas tegas dengan jaringan prostat yang
terdesak, yang berwarna putih keabu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan
maka akan keluar caiaran seperti susu. Apabila unsur fibromuskuler yang
bertambah, maka tonjolan berwarna abu-abu padat dan tidak mengeluarkan cairan
seperti halnya jaringan prostat yang terdesak sehingga batasnya tidak jelas.
Gambaran mikroskopik juga bermacam-macam tergantung pada unsur yang
berproliferasi. Biasanya yang lebih banyak berproliferasi ialah unsur kelenjar
sehingga terjadi penambahan kelenjar dan terbentuk kista-kista yang dilapisi oleh
epitel torak atau koboid selapis yang pada beberapa tempat membentuk papil-papil
ke dalam lumen. Membran basalis masih utuh. Kadang-kadang terjadi
penambahan kelenjar yang kecil-kecil sehingga menyerupai adenokarsinoma.
Dalam kelenjar sering terdapat sekret granuler, epitel yang terlepas dan corpora
anylacea. Apabila unsur fibromuskuler yang bertambah, maka terjadi gambaran
yang terjadi atas jaringan ikat atau jaringan otot dengan kelenjar-kelenjar yang
letaknya saling berjauhan. Gambaran ini juga dinamai hiperplasi fibrimatosa atau
hiperplasi leiomymatosa.
Pada jaringan ikat atau jaringan otot biasanya terdapat serbukan limfosit.
Selain gambaran di atas sering terdapat perubahan lain berupa :
1. Metaplasia skwamosa epitel kelenjar dekat uretra.
2. Daerah infark yang biasanya kecil-kecil dan kadang-kadang terlihat di bawah
mikroskop.
Tanda dan gejala dari BPH adalah dihasilkan oleh adanya obstruksi jalan keluar
urin dari kandung kemih.
» Clinical Grading, dalam hal ini urine menjadi patokan. Pada pagi hari
setelah bangun pasien disuruh kencing sampai selesai, kemudian di masukan
kateter ke dalam buli-buli untuk mengukur sisa urine.
Sisa urine 0 cc : normal
Sisa urine 0-50 cc : grade 1
Sisa urine 50-150 cc : grade 2
Sisa urine > 150 cc : grade 3
Tidak bisa kencing : grade 4
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi
Pada Pemeriksaan Radiologi ditujukan untuk
a. Menentukan volume Benigne Prostat Hyperplasia
b. Menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residual urine
c. Mencari ada tidaknya kelainan baik yang berhubungan dengan Benigne
Prostat Hyperplasia atau tidak
Beberapa Pemeriksaan Radiologi
a. Intra Vena Pyelografi ( IVP ) : Gambaran trabekulasi buli, residual urine
post miksi, dipertikel buli.
Indikasi : disertai hematuria, gejala iritatif menonjol disertai urolithiasis
Tanda BPH : Impresi prostat, hockey stick ureter
b. BOF : Untuk mengetahui adanya kelainan pada renal
c. Retrografi dan Voiding Cystouretrografi : untuk melihat ada tidaknya
refluk vesiko ureter/striktur uretra.
d. USG : Untuk menentukan volume urine, volume residual urine dan menilai
pembesaran prostat jinak/ganas
Pemeriksaan Endoskopi.
Pemeriksaan Uroflowmetri
Berperan penting dalam diagnosa dan evaluasi klien dengan obstruksi leher buli-
buli
Q max : > 15 ml/detik non obstruksi
10 - 15 ml/detik border line
< 10 ml/detik obstruktif
Pemeriksaan Laborat
Urinalisis (test glukosa, bekuan darah, UL, DL, RFT, LFT, Elektrolit,
Na,/K, Protein/Albumin, pH dan Urine Kultur)
Jika infeksi:pH urine alkalin, spesimen terhadap Sel Darah Putih, Sel
Darah Merah atau PUS.
RFT evaluasi fungsi renal
Serum Acid Phosphatase Prostat Malignancy
D. Penatalaksanaan
A. Non Pembedahan
1. Memperkecil gejala obstruksi hal-hal yang menyebabkan pelepasan
cairan prostat.
2. Menghindari minum banyak dalam waktu singkat, menghindari alkohol
dan diuretic mencegah oven distensi kandung kemih akibat tonus otot
detrussor menurun.
3. Menghindari obat-obat penyebab retensi urine seperti : anticholinergic,
anti histamin, decongestan.
4. Observasi Watchfull Waiting
Yaitu pengawasan berkala/follow – up tiap 3 – 6 bulan kemudian setiap
tahun tergantung keadaan klien
Indikasi : BPH dengan IPPS Ringan
Baseline data normal
Flowmetri non obstruksi
5. Terapi medikamentosa pada Benigne Prostat Hyperplasia
Terapi ini diindikasikan pada Benigne Prostat Hyperplasia dengan
keluhan ringan, sedang dan berat tanpa disertai penyulit serta indikasi
pembedahan, tetapi masih terdapat kontra indikasi atau belum “well
motivated”. Obat yang digunakan berasal dari Fitoterapi, Golongan
Supressor Androgen dan Golongan Alfa Bloker.
a. Fito Terapi
a) Hypoxis rosperi (rumput)
b) Serenoa repens (palem)
c) Curcubita pepo (waluh )
B. Pembedahan
1. Trans Uretral Reseksi Prostat : 90 - 95 %
2. Open Prostatectomy : 5 - 10 %
BPH yang besar (50 - 100 gram) Tidak habis direseksi dalam 1 jam.
Disertai Batu Buli Buli Besar (>2,5cm), multiple. Fasilitas TUR tak ada.
Mortalitas Pembedahan BPH
0 - 1 % KAUSA : Infark Miokatd
Septikemia dengan Syok
Perdarahan Massive
Kepuasan Klien : 66 – 95 %
Indikasi Pembedahan BPH
Retensi urine akut
Retensi urine kronis
Residual urine lebih dari 100 ml
BPH dengan penyulit
Hydroneprosis
Terbentuknya Batu Buli
Infeksi Saluran Kencing Berulang
Hematuri berat/berulang
Hernia/hemoroid
Menurunnya Kualitas Hidup
Retensio Urine
Gangguan Fungsi Ginjal
Terapi medikamentosa tak berhasil
Sindroma prostatisme yang progresif
Flow metri yang menunjukkan pola obstruktif
Flow. Max kurang dari 10 ml
Kurve berbentuk datar
Waktu miksi memanjang
Kontra Indikasi
IMA
CVA akut
Tujuan :
Mengurangi gejala yang disertai dengan obstruksi leher buli-buli
Memperbaiki kualitas hidup
Trans Uretral Reseksi Prostat 90 - 95 %
Dilakukan bila pembesaran pada lobus medial.
Keuntungan :
Lebih aman pada klien yang mengalami resiko tinggi pembedahan
Tak perlu insisi pembedahan
Hospitalisasi dan penyebuhan pendek
Kerugian :
Jaringan prostat dapat tumbuh kembali
Kemungkinan trauma urethra strictura urethra.
Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy
Prostat terlalu besar tetapi tak ada masalah kandung kemih
Perianal Prostatectomy
Pembesaran prostat disertai batu buli-buli
Mengobati abces prostat yang tak respon terhadap terapi
conservatif
Memperbaiki komplikasi : laserasi kapsul prostat
Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy
E.Pathway
BPH
PK : Perdarahan
E. Pengkajian
1. Sirkulasi :
Peningkatan tekanan darah (efek lebih lanjut pada ginjal )
2. Eliminasi :
Penurunan kekuatan / kateter berkemih.
Ketidakmampuan pengosongan kandung kemih.
Nokturia, disuria, hematuria.
Duduk dalam mengosongkan kandung kemih.
Kekambuhan UTI, riwayat batu (urinary stasis).
Konstipasi (penonjolan prostat ke rektum)
Masa abdomen bagian bawah, hernia inguinal, hemoroid (akibat
peningkatan tekanan abdomen pada saat pengosongan kandung kemih)
3. Makanan / cairan:
Anoreksia, nausea, vomiting.
Kehilangan BB mendadak.
4. Nyeri / nyaman :
Suprapubis, panggul, nyeri belakang, nyeri pinggang belakang, intens
(pada prostatitis akut).
5. Rasa nyaman : demam
6. Seksualitas :
Perhatikan pada efek dari kondisinya/tetapi kemampuan seksual.
Takut beser kencing selama kegiatan intim.
Penurunan kontraksi ejakulasi.
Pembesaran prostat.
7. Pengetahuan / pendidikan :
Riwayat adanya kanker dalam keluarga, hipertensi, penyakit gula.
Penggunaan obat antihipertensi atau antidepresan, antibiotika /
antibakterial untuk saluran kencing, obat alergi.
3. Perawatan Kateter
Kateter uretra yang dipasang pada pasca operasi prostat yaitu folley kateter 3
lubang (treeway catheter) ukuran 24 Fr.
Ketiga lubang tersebut gunanya :
1. untuk mengisibalon, antara 30 – 40 ml cairan
2. untuk melakukan irigasi/spoling
3. untuk keluarnya cairan (urine dan cairan spoling).
Setelah 6 jam pertama sampai 24 jam kateter tadi biasanya ditraksi dengan
merekatkan ke salah satu paha pasien dengan tarikan berat beban antara 2 – 5
kg. Paha ini tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan.
Paling lambat pagi harinya traksi harus dilepas dan fiksasi kateter dipindahkan
ke paha bagian proximal/ke arah inguinal agar tidak terjadi penekanan pada
uretra bagian penosskrotal. Guna dari traksi adalah untuk mencegah
perdarahan dari prostat yang diambil mengalir di dalam buli-buli, membeku
dan menyumbat pada kateter.
Bila terlambat melepas kateter traksi, dikemudian hari terjadi stenosis leher
buli-buli karena mengalami ischemia.
Kecepatan irigasi tergantung dari warna urine, bila urine merah spoling
dipercepat dan warna urine harus sering dilihat. Mobilisasi duduk dan berjalan
urine tetap jernih, maka spoling dapat dihentikan dan pipa spoling dilepas.
Kateter dilepas pada hari kelima. Setelah kateter dilepas maka harus
diperhatikan miksi penderita. Bisa atau tudak, bila bisa berapa jumlahnya harus
diukur dan dicatat atau dilakukan uroflowmetri.
Sebab-sebab terjadinya retensio urine lagi setelah kateter dilepas :
1. Terbentuknya bekuan darah
2. Pengerokan prostat kurang bersih (pada TUR) sehingga masih terdapat
obstruksi.
F. Diagnosa Keperawatan
1. Pre operasi
a. Retensi urin
b. Nyeri kronis
c. Cemas
2. Post operasi
d. Nyeri akut
e. Kurang pengetahuan
f. Risiko infeksi
G. Rencana Keperawatan
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Fluid management
Timbang popok/pembalut jika diperlukan
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa,
nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
Monitor vital sign
Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake
kalori harian
Lakukan terapi IV
Monitor status nutrisi
Berikan cairan
Berikan cairan IV pada suhu ruangan
Dorong masukan oral
Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul
meburuk
Atur kemungkinan tranfusi
Persiapan untuk tranfusi
3. Nyeri akut b/d cidera fisik akibat pembedahan NOC : I. Pain Management
Pain Level, Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
Definisi : Pain control, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman Comfort level faktor presipitasi
emosional yang muncul secara aktual atau potensial Kriteria Hasil : Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional): serangan mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi mengetahui pengalaman nyeri pasien
mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan. menggunakan manajemen nyeri Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
Batasan karakteristik : dan tanda nyeri) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
- Laporan secara verbal atau non verbal Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang menemukan dukungan
- Fakta dari observasi Tanda vital dalam rentang normal Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
- Posisi antalgic untuk menghindari nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Gerakan melindungi Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Tingkah laku berhati-hati Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
- Muka topeng farmakologi dan inter personal)
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
gerakan kacau, menyeringai) Ajarkan tentang teknik non farmakologi
- Terfokus pada diri sendiri Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi Tingkatkan istirahat
dengan orang dan lingkungan) Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui tindakan nyeri tidak berhasil
orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang- Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
ulang) Analgesic Administration
- Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri
tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi sebelum pemberian obat
pupil) Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
- Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin frekuensi
dalam rentang dari lemah ke kaku) Cek riwayat alergi
- Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh analgesik ketika pemberian lebih dari satu
kesah) Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya
- Perubahan dalam nafsu makan dan minum nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis
Faktor yang berhubungan : optimal
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis) Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek
samping)
Carpenito, Linda Jual. (1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan (terjemahan).
PT EGC. Jakarta.
Guyton, Arthur C, Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit, EGC Penerbit buku
kedokteran, Jakarta, 1987.