Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

BENIGNA PROSTAT HIPERPLASI ( BPH )

A. Pengertian
BPH (Benigna Prostat Hyperplasi) adalah pembesaran progresif dari kelenjar
prostat yang dapat menyebabkan obstruksi dan ristriksi pada jalan urine (urethra).

B. Etiologi
Mulai ditemukan pada umur kira-kira 45 tahun dan frekuensi makin bertambah
sesuai dengan bertambahnya umur, sehingga diatas umur 80 tahun kira-kira 80 %
menderita kelainan ini.
Sebagai etiologi sekarang dianggap ketidakseimbangan endokrin. Testosteron
dianggap mempengaruhi bagian tepi prostat, sedangkan estrogen (dibuat oleh
kelenjar adrenal) mempengaruhi bagian tengah prostat.
C.Patofisiologi
BPH terjadi pada umur yang semakin tua (> 45 tahun ) dimana fungsi testis
sudah menurun. Akibat penurunan fungsi testis ini menyebabkan
ketidakseimbangan hormon testosteron dan dehidrotesteosteron sehingga memacu
pertumbuhan/pembesaran prostat. Makrokospik dapat mencapai 60 - 100 gram dan
kadang-kadang lebih besar lagi hingga 200 gram atau lebih. Tonjolan biasanya
terdapat pada lobus lateralis dan lobus medius, tetapi tidak mengenai bagian
posterior dari pada lobus medialis, yaitu bagian yang dikenal sebagai lobus
posterior, yang sering merupakan tempat berkembangnya karsinoma (Moore).
Tonjolan ini dapat menekan urethra dari lateral sehingga lumen urethra
menyerupai celah, atau menekan dari bagian tengah. Kadang-kadang penonjolan
itu merupakan suatu polip yang sewaktu-waktu dapat menutup lumen urethra.
Pada penampang, tonjolan itu jelas dapat dibedakan dengan jaringan prostat yang
masih baik. Warnanya bermacam-macam tergantung kepada unsur yang
bertambah.
Apabila yang bertambah terutama unsur kelenjar, maka warnanya kung
kemerahan, berkonsistensi lunak dan terbatas tegas dengan jaringan prostat yang
terdesak, yang berwarna putih keabu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan
maka akan keluar caiaran seperti susu. Apabila unsur fibromuskuler yang
bertambah, maka tonjolan berwarna abu-abu padat dan tidak mengeluarkan cairan
seperti halnya jaringan prostat yang terdesak sehingga batasnya tidak jelas.
Gambaran mikroskopik juga bermacam-macam tergantung pada unsur yang
berproliferasi. Biasanya yang lebih banyak berproliferasi ialah unsur kelenjar
sehingga terjadi penambahan kelenjar dan terbentuk kista-kista yang dilapisi oleh
epitel torak atau koboid selapis yang pada beberapa tempat membentuk papil-papil
ke dalam lumen. Membran basalis masih utuh. Kadang-kadang terjadi
penambahan kelenjar yang kecil-kecil sehingga menyerupai adenokarsinoma.
Dalam kelenjar sering terdapat sekret granuler, epitel yang terlepas dan corpora
anylacea. Apabila unsur fibromuskuler yang bertambah, maka terjadi gambaran
yang terjadi atas jaringan ikat atau jaringan otot dengan kelenjar-kelenjar yang
letaknya saling berjauhan. Gambaran ini juga dinamai hiperplasi fibrimatosa atau
hiperplasi leiomymatosa.
Pada jaringan ikat atau jaringan otot biasanya terdapat serbukan limfosit.
Selain gambaran di atas sering terdapat perubahan lain berupa :
1. Metaplasia skwamosa epitel kelenjar dekat uretra.
2. Daerah infark yang biasanya kecil-kecil dan kadang-kadang terlihat di bawah
mikroskop.
Tanda dan gejala dari BPH adalah dihasilkan oleh adanya obstruksi jalan keluar
urin dari kandung kemih.

Ada tiga cara pengkuran besarnya hipertropi prostat :


» Rectal Grading, yaitu dengan rectal toucher diperkirakan berapa cm
prostat yang menonjol ke dalam lumen rektum yang dilakukan sebaiknya pada
saat buli-buli kosong.
Gradasi ini adalah :
0 - 1 cm : grade 0
1 - 2 cm : grade 1
2 - 3 cm : grade 2
3 - 4 cm : grade 3
> 4 cm : grade 4
Pada grade 3 - 4 batas prostat tidak teraba. Prostat fibrotik, teraba lebih kecil
dari normal.

» Clinical Grading, dalam hal ini urine menjadi patokan. Pada pagi hari
setelah bangun pasien disuruh kencing sampai selesai, kemudian di masukan
kateter ke dalam buli-buli untuk mengukur sisa urine.
Sisa urine 0 cc : normal
Sisa urine 0-50 cc : grade 1
Sisa urine 50-150 cc : grade 2
Sisa urine > 150 cc : grade 3
Tidak bisa kencing : grade 4

» Intra Uretral Grading, dengan alat perondoskope dengan diukur /


dilihat bebrapa jauh penonjolan lobus lateral ke dalam lumen uretra.
Grade I :
Clinical grading sejak berbulan-bulan, bertahun-tahun, mengeluh kalau
kencing tidak lancar, pancaran lemah, nokturia.
Grade II :
Bila miksi terasa panas, sakit, disuria.
Grade III :
Gejala makin berat
Grade IV :
Buli-buli penuh, disuria, overflow inkontinence. Bila overflow inkontinence
dibiarkan dengan adanya infeksi dapat terjadi urosepsis berat. Pasien
menggigil, panas 40-41° celsius, kesadaran menurun.

C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi
Pada Pemeriksaan Radiologi ditujukan untuk
a. Menentukan volume Benigne Prostat Hyperplasia
b. Menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residual urine
c. Mencari ada tidaknya kelainan baik yang berhubungan dengan Benigne
Prostat Hyperplasia atau tidak
Beberapa Pemeriksaan Radiologi
a. Intra Vena Pyelografi ( IVP ) : Gambaran trabekulasi buli, residual urine
post miksi, dipertikel buli.
Indikasi : disertai hematuria, gejala iritatif menonjol disertai urolithiasis
Tanda BPH : Impresi prostat, hockey stick ureter
b. BOF : Untuk mengetahui adanya kelainan pada renal
c. Retrografi dan Voiding Cystouretrografi : untuk melihat ada tidaknya
refluk vesiko ureter/striktur uretra.
d. USG : Untuk menentukan volume urine, volume residual urine dan menilai
pembesaran prostat jinak/ganas
Pemeriksaan Endoskopi.
Pemeriksaan Uroflowmetri
Berperan penting dalam diagnosa dan evaluasi klien dengan obstruksi leher buli-
buli
Q max : > 15 ml/detik  non obstruksi
10 - 15 ml/detik  border line
< 10 ml/detik  obstruktif
Pemeriksaan Laborat
 Urinalisis (test glukosa, bekuan darah, UL, DL, RFT, LFT, Elektrolit,
Na,/K, Protein/Albumin, pH dan Urine Kultur)
Jika infeksi:pH urine alkalin, spesimen terhadap Sel Darah Putih, Sel
Darah Merah atau PUS.
 RFT  evaluasi fungsi renal
 Serum Acid Phosphatase  Prostat Malignancy

D. Penatalaksanaan
A. Non Pembedahan
1. Memperkecil gejala obstruksi  hal-hal yang menyebabkan pelepasan
cairan prostat.
2. Menghindari minum banyak dalam waktu singkat, menghindari alkohol
dan diuretic mencegah oven distensi kandung kemih akibat tonus otot
detrussor menurun.
3. Menghindari obat-obat penyebab retensi urine seperti : anticholinergic,
anti histamin, decongestan.
4. Observasi Watchfull Waiting
Yaitu pengawasan berkala/follow – up tiap 3 – 6 bulan kemudian setiap
tahun tergantung keadaan klien
Indikasi : BPH dengan IPPS Ringan
Baseline data normal
Flowmetri non obstruksi
5. Terapi medikamentosa pada Benigne Prostat Hyperplasia
Terapi ini diindikasikan pada Benigne Prostat Hyperplasia dengan
keluhan ringan, sedang dan berat tanpa disertai penyulit serta indikasi
pembedahan, tetapi masih terdapat kontra indikasi atau belum “well
motivated”. Obat yang digunakan berasal dari Fitoterapi, Golongan
Supressor Androgen dan Golongan Alfa Bloker.
a. Fito Terapi
a) Hypoxis rosperi (rumput)
b) Serenoa repens (palem)
c) Curcubita pepo (waluh )

b. Pemberian obat Golongan Supressor Androgen/anti androgen :


a) Inhibitor 5 alfa reduktase
b) Anti androgen
c) Analog LHRH
c. Pemberian obat Golongan Alfa Bloker/obat penurun tekanan
diuretra-prostatika : Prazosin, Alfulosin, Doxazonsin, Terazosin
6. Bila terjadi retensi urine
a. Kateterisasi  Intermiten
Indwelling
b. Dilakukan pungsi blass
c. Dilakukan cystostomy
7. Prostetron (Trans Uretral Microwave Thermoterapy/TUMT)

B. Pembedahan
1. Trans Uretral Reseksi Prostat : 90 - 95 %
2. Open Prostatectomy : 5 - 10 %
BPH yang besar (50 - 100 gram)  Tidak habis direseksi dalam 1 jam.
Disertai Batu Buli Buli Besar (>2,5cm), multiple. Fasilitas TUR tak ada.
Mortalitas Pembedahan BPH
0 - 1 % KAUSA : Infark Miokatd
Septikemia dengan Syok
Perdarahan Massive
Kepuasan Klien : 66 – 95 %
Indikasi Pembedahan BPH
 Retensi urine akut
 Retensi urine kronis
 Residual urine lebih dari 100 ml
 BPH dengan penyulit
 Hydroneprosis
 Terbentuknya Batu Buli
 Infeksi Saluran Kencing Berulang
 Hematuri berat/berulang
 Hernia/hemoroid
 Menurunnya Kualitas Hidup
 Retensio Urine
 Gangguan Fungsi Ginjal
 Terapi medikamentosa tak berhasil
 Sindroma prostatisme yang progresif
 Flow metri yang menunjukkan pola obstruktif
 Flow. Max kurang dari 10 ml
 Kurve berbentuk datar
 Waktu miksi memanjang
Kontra Indikasi
 IMA
 CVA akut
Tujuan :
 Mengurangi gejala yang disertai dengan obstruksi leher buli-buli
 Memperbaiki kualitas hidup
Trans Uretral Reseksi Prostat  90 - 95 %
Dilakukan bila pembesaran pada lobus medial.
Keuntungan :
 Lebih aman pada klien yang mengalami resiko tinggi pembedahan
 Tak perlu insisi pembedahan
 Hospitalisasi dan penyebuhan pendek
Kerugian :
 Jaringan prostat dapat tumbuh kembali
 Kemungkinan trauma urethra  strictura urethra.
Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy
 Prostat terlalu besar tetapi tak ada masalah kandung kemih
Perianal Prostatectomy
 Pembesaran prostat disertai batu buli-buli
 Mengobati abces prostat yang tak respon terhadap terapi
conservatif
 Memperbaiki komplikasi : laserasi kapsul prostat
Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy
E.Pathway

Faktor usia Faktor


hormonal

BPH

» Kesulitan Penatalaksanaan operasi :


berkemih TURP & Open Prostatektomi
» Retensi
urin
» Sakit saat Kurangnya informasi, Adanya luka
berkemih belum adanya operasi, terpasang
» Urin pengalaman katetr
menetes

Masalah keperawatan Masalah Masalah


: Retensi urin keperawatan : keperawatan :
Kurangnya Cemas
pengetahuan

Masalah keperawatan ; Masalah keperawatan :


Nyeri akut Risiko infeksi

PK : Perdarahan

E. Pengkajian
1. Sirkulasi :
 Peningkatan tekanan darah (efek lebih lanjut pada ginjal )
2. Eliminasi :
 Penurunan kekuatan / kateter berkemih.
 Ketidakmampuan pengosongan kandung kemih.
 Nokturia, disuria, hematuria.
 Duduk dalam mengosongkan kandung kemih.
 Kekambuhan UTI, riwayat batu (urinary stasis).
 Konstipasi (penonjolan prostat ke rektum)
 Masa abdomen bagian bawah, hernia inguinal, hemoroid (akibat
peningkatan tekanan abdomen pada saat pengosongan kandung kemih)
3. Makanan / cairan:
 Anoreksia, nausea, vomiting.
 Kehilangan BB mendadak.
4. Nyeri / nyaman :
 Suprapubis, panggul, nyeri belakang, nyeri pinggang belakang, intens
(pada prostatitis akut).
5. Rasa nyaman : demam
6. Seksualitas :
 Perhatikan pada efek dari kondisinya/tetapi kemampuan seksual.
 Takut beser kencing selama kegiatan intim.
 Penurunan kontraksi ejakulasi.
 Pembesaran prostat.
7. Pengetahuan / pendidikan :
 Riwayat adanya kanker dalam keluarga, hipertensi, penyakit gula.
 Penggunaan obat antihipertensi atau antidepresan, antibiotika /
antibakterial untuk saluran kencing, obat alergi.

PRE OPERATIF CARE


Mengkaji kecemasan klien, mengoreksi miskonsepsi tentang pembedahan dan
memberikan informasi yang akurat pada klien
 Type pembedahan
 Jenis anesthesi  TUR – P, general / spina anesthesi
 Cateter : folly cateter, Continuous Bladder Irigation (CBI).
Persiapan orerasi lainnya yaitu :
 Pemeriksaan lab. Lengkap : DL, UL, RFT, LFT, pH, Gula darah, Elektrolit
 Pemeriksaan EKG
 Pemeriksaan Radiologi : BOF, IVP, USG, APG.
 Pemeriksaan Uroflowmetri  Bagi penderita yang tidak memakai kateter.
 Pemasangan infus dan puasa
 Pencukuran rambut pubis dan lavemen.
 Pemberian Anti Biotik
 Surat Persetujuan Operasi (Informed Concern).

POST OPERATIF CARE


Post operatif care pada dasarnya sama seperti pasien lainnya yaitu monitoring
terhadap respirasi, sirkulasi dan kesadaran pasien :
1. Airway : Bebaskan jalan fafas
Posisi kepala ekstensi
Breathing : Memberikan O2 sesuai dengan kebutuhan
Observasi pernafasan
Cirkulasi : mengukur tensi, nadi, suhu tubuh, pernafasan, kesadaran dan
produksi urine pada fase awal (6jam) paska operasi harus dimonitor setiap
jam dan harus dicatat.
Bila pada fase awal stabil, monitor/interval bisa 3 jam sekali
Bila tensi turun, nadi meningkat (kecil), produksi urine merah pekat harus
waspada terjadinya perdarahan  segera cek Hb dan lapor dokter.
Tensi meningkat dan nadi menurun (bradikardi), kadar natrium menurun,
gelisah atau delir harus waspada terjadinya syndroma TUR  segera lapor
dokter.
Bila produksi urine tidak keluar (menurun) dicari penyebabnya apakah
kateter buntu oleh bekuan darah  terjadi retensi urine dalam buli-buli 
lapor dokter, spoling dengan PZ tetesan tergantung dari warna urine yang
keluar dari Urobag. Bila urine sudah jernih tetesan spoling hanya
maintennens/dilepas dan bila produksi urine masih merah spoling diteruskan
sampai urine jernih.
Bila perlu Analisa Gas Darah
Apakah terjadi kepucatan, kebiruan.
Cek lab : Hb, RFT, Na/K dan kultur urine.
2. Pemberian Anti Biotika
 Antibiotika profilaksis, diberikan bila hasil kultur urine sebelum operasi
steril. Antibiotik hanya diberikan 1 X pre operasi + 3 – 4 jam sebelum
operasi.
 Antibiotik terapeutik, diberikanpada pasien memakai dower kateter dari
hasil kultur urine positif. Lama pemberian + 2 minggu, mula-mula
diberikan parenteral diteruskan peroral. Setiap melepas kateter harus
diberikan antibiotik profilaksis untuk mencegah septicemia.

3. Perawatan Kateter
Kateter uretra yang dipasang pada pasca operasi prostat yaitu folley kateter 3
lubang (treeway catheter) ukuran 24 Fr.
Ketiga lubang tersebut gunanya :
1. untuk mengisibalon, antara 30 – 40 ml cairan
2. untuk melakukan irigasi/spoling
3. untuk keluarnya cairan (urine dan cairan spoling).

Setelah 6 jam pertama sampai 24 jam kateter tadi biasanya ditraksi dengan
merekatkan ke salah satu paha pasien dengan tarikan berat beban antara 2 – 5
kg. Paha ini tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan.
Paling lambat pagi harinya traksi harus dilepas dan fiksasi kateter dipindahkan
ke paha bagian proximal/ke arah inguinal agar tidak terjadi penekanan pada
uretra bagian penosskrotal. Guna dari traksi adalah untuk mencegah
perdarahan dari prostat yang diambil mengalir di dalam buli-buli, membeku
dan menyumbat pada kateter.
Bila terlambat melepas kateter traksi, dikemudian hari terjadi stenosis leher
buli-buli karena mengalami ischemia.

Tujuan pemberian spoling/irigasi :


1. Agar jalannya cairan dalam kateter tetap lancar.
2. Mencegah pembuntuan karena bekuan darah menyumbat kateter
3. Cairan yang digunakan spoling H2O / PZ

Kecepatan irigasi tergantung dari warna urine, bila urine merah spoling
dipercepat dan warna urine harus sering dilihat. Mobilisasi duduk dan berjalan
urine tetap jernih, maka spoling dapat dihentikan dan pipa spoling dilepas.
Kateter dilepas pada hari kelima. Setelah kateter dilepas maka harus
diperhatikan miksi penderita. Bisa atau tudak, bila bisa berapa jumlahnya harus
diukur dan dicatat atau dilakukan uroflowmetri.
Sebab-sebab terjadinya retensio urine lagi setelah kateter dilepas :
1. Terbentuknya bekuan darah
2. Pengerokan prostat kurang bersih (pada TUR) sehingga masih terdapat
obstruksi.

F. Diagnosa Keperawatan
1. Pre operasi
a. Retensi urin
b. Nyeri kronis
c. Cemas
2. Post operasi
d. Nyeri akut
e. Kurang pengetahuan
f. Risiko infeksi
G. Rencana Keperawatan
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Kerusakan eliminasi urine urin NOC : NIC :


 Urinary continence Urinary Chateterization
Definisi :  Urinary elimination - Jelaskan prosedur dasn rasional dari intervensi
Pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna - Sediakan peralartan kateterisasi
Kriteria Hasil : - Pertahankan teknik aseptik yang ketat
Batasan karakteristik :  Pengeluaran urin dapat diprediksi - Masukan secara langsung atau retensi kateter ke
- Distensi kandung kemih dalam bladder
 Dapat secara sempurna dan teratur
- Sedikit, sering kencing atau tidak adanya urin - Hubungkan kateter pada kantung drainase
mengeluarkan urin dari kandung kemih;
yang keluar - Amankan kateter pada kulit
mengukur volume residual urin < 150 – 200 ml
- Urin jatuh menetes - Pertaahankan sistem drainase tertutup
atau 25 % dari total kapasitas kandung kemih
- Disuria - Monitor intake dan input.
 Mengoreksi atau menurunkan gejala obstruksi
- Inkontinentia overflow
- Urin residual  Klien bebas dari kerusakan saluran kemih
bagian atas. Urinary Retentiuon care
- Sensasi penuh dari kandung kemih - Monitor eliminasi urin
- Monitor tanda dan gejala retensi urin
Faktor yang berhubungan : - Ajarkan kepada klien tanda dan gejala retensi urin
- Infeksi traktus urinarus - Catat waktu setiap eliminasi urin
- Obstruksi anatomik - Anjurkan klien/keluarga untuk menmcatat outpout
- Penyebab multiple urin
- Kerusakan sensori motorik - Ambil spesimen urin
- Ajarkan klien meminum 8 gelasa cairan sehari
- Bantu klien dalam BAK rutin

Fluid management
 Timbang popok/pembalut jika diperlukan
 Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
 Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa,
nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
 Monitor vital sign
 Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake
kalori harian
 Lakukan terapi IV
 Monitor status nutrisi
 Berikan cairan
 Berikan cairan IV pada suhu ruangan
 Dorong masukan oral
 Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
 Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
 Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
 Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul
meburuk
 Atur kemungkinan tranfusi
 Persiapan untuk tranfusi

2. Nyeri Kronis NOC : NIC :


 Pain Level, PAIN MANAGEMENT
Definisi :  Pain control,  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman  Comfort level lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
emosional yang muncul secara aktual atau potensial faktor presipitasi
Kriteria Hasil :
kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,
kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional): serangan  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai mampu menggunakan tehnik
mengetahui pengalaman nyeri pasien
berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,  Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
diprediksi dan dengan durasi lebih dari 6 bulan. mencari bantuan)  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
Batasan karakteristik : menggunakan manajemen nyeri ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
- Laporan secara verbal atau non verbal Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
- Fakta dari observasi frekuensi dan tanda nyeri) menemukan dukungan
- Posisi antalgic untuk menghindari nyeri Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
- Gerakan melindungi berkurang seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Tingkah laku berhati-hati  Kurangi faktor presipitasi nyeri
Tanda vital dalam rentang normal
- Muka topeng  Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau farmakologi dan inter personal)
gerakan kacau, menyeringai)  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
- Terfokus pada diri sendiri
- Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu,  Ajarkan tentang teknik non farmakologi
kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
dengan orang dan lingkungan)  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui  Tingkatkan istirahat
orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-  Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
ulang) tindakan nyeri tidak berhasil
- Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan  Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi
pupil)
- Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin Analgesic Administration
dalam rentang dari lemah ke kaku)  Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri
- Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, sebelum pemberian obat
menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh  Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
kesah) frekuensi
- Perubahan dalam nafsu makan dan minum  Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
Faktor yang berhubungan : analgesik ketika pemberian lebih dari satu
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)  Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya
nyeri
 Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis
optimal
 Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek
samping)

3. Nyeri akut b/d cidera fisik akibat pembedahan NOC : I. Pain Management
 Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
Definisi :  Pain control, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman  Comfort level faktor presipitasi
emosional yang muncul secara aktual atau potensial Kriteria Hasil :  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional): serangan mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi mengetahui pengalaman nyeri pasien
mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)  Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan. menggunakan manajemen nyeri  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
Batasan karakteristik : dan tanda nyeri)  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
- Laporan secara verbal atau non verbal Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang menemukan dukungan
- Fakta dari observasi Tanda vital dalam rentang normal  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
- Posisi antalgic untuk menghindari nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Gerakan melindungi  Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Tingkah laku berhati-hati  Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
- Muka topeng farmakologi dan inter personal)
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
gerakan kacau, menyeringai)  Ajarkan tentang teknik non farmakologi
- Terfokus pada diri sendiri  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu,  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi  Tingkatkan istirahat
dengan orang dan lingkungan)  Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui tindakan nyeri tidak berhasil
orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-  Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
ulang) Analgesic Administration
- Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan  Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri
tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi sebelum pemberian obat
pupil)  Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
- Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin frekuensi
dalam rentang dari lemah ke kaku)  Cek riwayat alergi
- Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih,  Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh analgesik ketika pemberian lebih dari satu
kesah)  Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya
- Perubahan dalam nafsu makan dan minum nyeri
 Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis
Faktor yang berhubungan : optimal
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)  Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek
samping)

4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, NOC : NIC :


prognosis,kebutuhan pengobatan b/d keterbatasan  Kowlwdge : disease process Teaching : disease Process
kognitif.  Kowledge : health Behavior  Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien
Kriteria Hasil : tentang proses penyakit yang spesifik
Definisi :  Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman  Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal
Tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan
sehubungan dengan topic spesifik. pengobatan cara yang tepat.
 Pasien dan keluarga mampu melaksanakan  Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada
Batasan karakteristik : memverbalisasikan adanya prosedur yang dijelaskan secara benar penyakit, dengan cara yang tepat
masalah, ketidakakuratan mengikuti instruksi, perilaku  Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali  Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
tidak sesuai. apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya  identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang
tepat
Faktor yang berhubungan : keterbatasan kognitif,  Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan
interpretasi terhadap informasi yang salah, kurangnya cara yang tepat
keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui  Hindari harapan yang kosong
sumber-sumber informasi.  Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan
pasien dengan cara yang tepat
 Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang
akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
 Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
 Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan
second opinion dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
 Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan
cara yang tepat
 Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat.
5. Resiko Infeksi b/d tindakan invasive Resiko Infeksi b/d NOC : NIC :
tindakan invasive  Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
 Knowledge : Infection control  Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
Definisi : Peningkatan resiko masuknya organisme  Risk control  Pertahankan teknik isolasi
patogen Kriteria Hasil :  Batasi pengunjung bila perlu
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi  Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan
Faktor-faktor resiko :  Mendeskripsikan proses penularan penyakit, saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan
- Prosedur Infasif factor yang mempengaruhi penularan serta pasien
- Ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari penatalaksanaannya,  Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
paparan patogen  Menunjukkan kemampuan untuk mencegah  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
- Trauma timbulnya infeksi kperawtan
- Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan  Jumlah leukosit dalam batas normal
 Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
lingkungan  Menunjukkan perilaku hidup sehat
 Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
- Ruptur membran amnion
- Agen farmasi (imunosupresan)  Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing
- Malnutrisi sesuai dengan petunjuk umum
- Peningkatan paparan lingkungan patogen  Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
- Imonusupresi kandung kencing
- Ketidakadekuatan imum buatan  Tingktkan intake nutrisi
- Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb,  Berikan terapi antibiotik bila perlu
Leukopenia, penekanan respon inflamasi)
- Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit tidak Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
utuh, trauma jaringan, penurunan kerja silia, cairan  Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
tubuh statis, perubahan sekresi pH, perubahan  Monitor hitung granulosit, WBC
peristaltik)  Monitor kerentanan terhadap infeksi
- Penyakit kronik  Batasi pengunjung
 Saring pengunjung terhadap penyakit menular
 Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Berikan perawatan kuliat pada area epidema
 Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
 Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
 Dorong masukkan nutrisi yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif

6. Cemas b/d perubahan status kesehatan (rencana tindakan NOC : NIC :


operasi )  Anxiety control Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
 Coping  Gunakan pendekatan yang menenangkan
Definisi :  Impulse control  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
Perasaan gelisah yang tak jelas dari ketidaknyamanan Kriteria Hasil :  Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama
atau ketakutan yang disertai respon autonom (sumner  Klien mampu mengidentifikasi dan prosedur
tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu); mengungkapkan gejala cemas  Pahami prespektif pasien terhdap situasi stres
perasaan keprihatinan disebabkan dari antisipasi terhadap  Mengidentifikasi, mengungkapkan dan  Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
bahaya. Sinyal ini merupakan peringatan adanya ancaman menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas mengurangi takut
yang akan datang dan memungkinkan individu untuk  Vital sign dalam batas normal  Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan
mengambil langkah untuk menyetujui terhadap tindakan  Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan prognosis
Ditandai dengan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya
 Dorong keluarga untuk menemani anak
 Gelisah kecemasan
 Lakukan back / neck rub
 Insomnia
 Dengarkan dengan penuh perhatian
 Resah
 Identifikasi tingkat kecemasan
 Ketakutan
 Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
 Sedih kecemasan
 Fokus pada diri  Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
 Kekhawatiran ketakutan, persepsi
 Cemas  Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
 Barikan obat untuk mengurangi kecemasan
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Linda Jual. (1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan (terjemahan).
PT EGC. Jakarta.

Doenges, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I


(terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).Yayasan Ikatan


Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.

Guyton, Arthur C, Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit, EGC Penerbit buku
kedokteran, Jakarta, 1987.

Johnson., Mass. 1997. Nursing Outcomes Classification, Availabel on: www.Minurse.com, 14


Mei 2004

McCloskey, Joanne C,. Bulecheck, Gloria M. 1996. Nursing Intervention Classsification


(NIC). Mosby, St. Louise.

NANDA, 2002. Nursing Diagnosis : Definition and Classification (2001-2002), Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai