Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH TEHNIK RESTRAIN PADA ANAK

DOSEN PENGAMPU : Dr.Andi Fatmawati,M.,Ns,Sp.Kep.An

KELOMPOK IX

1. Putri rahmatia waunira s (PO7120120024)

2. Hendra H laruni (PO7120120011)

POLTEKKES KEMENKES PALU JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI D III KEPERAWATAN

2022
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Latar belakang dari penulisan makalah ini adalah karena adanya
perbedaan yang ditunjukkan anak pada saat melakukan perawatan ke dokter, ada
yang dapat menerima perawatan dengan baik dan ada yang tidak, sehingga dokter
yang baik harus dapat memberikan perawatan yang tepat.
Teknik pengendalian fisik (restraint ) merupakan teknik menahan gerakan
pasien dengan cara mengunci gerakan tangan, kepala, ataupun kaki pasien
sehingga memudahkan perawatan.
Restraints digunakan untuk anak yang tidak kooperatif, anak yang memiliki
keterbelakangan pada fisik atau mentalnya (cacat) dimana tidak bisa mengontrol
tindakannya atau dapat juga dilakukan pada anak usia 3 tahun yang belum mampu
berkomunikasi. Tindakan ini dilakukan untuk menghindari anak melukai dirinya
ataupun orang lain saat dilakukan perawatan.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah tekhnik penggunaan tindakan fisik (restrain) pada bayi dan anak ?

C . Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan tekhnik penggunaan tindakan fisik (restrain) pada bayi dan anak.

2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengetahui tentang definisi restrain
b. Tujuan penggunaan restrain
c. Penggunaan Teknik Pengendalian Fisik ( Restraint )
d. Jenis-Jenis Restraint
e. Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam penggunaan Restraint pada bayi
dan anak.

BAB II
Restraint Pada Anak

A . Pengertian Restraint
Restraint dalam psikiatrik secara umum mengacu pada suatu bentuk
tindakan menggunakan tali untuk mengekang atau membatasi gerakan
ekstremitas individu yang berperilaku di luar kendali yang bertujuan memberikan
keamanan fisik dan psikologis individu.
Restraint (fisik) merupakan alternative terakhir intervensi jika dengan
intervensi verbal, chemical restraint mengalami kegagalan. Seklusi merupakan
bagian dari restraint fisik yaitu dengan menempatkan klien di sebuah ruangan
tersendiri untuk membatasi ruang gerak dengan tujuan meningkatkan keamanan
dan kenyamanan klien.
Perawat perlu mengkaji apakah restraint di perlukan atau tidak.
Restraint seringkali dapat dihindari dengan persiapan anak yang adekuat,
pengawasan orang tua atau staf terhadap anak, dan proteksi adekuat terhadap sisi
yang rentan seperti alat infus. Perawat perlu mempertimbangkan
perkembangan anak, status mental, ancaman potensial pada diri sendiri atau
orang lain dan keamannnya.

B. Tujuan Penggunaan Restraint

1. Untuk memastikan keselamatan dan kenyaman anak


2. Memfasilitasi pemeriksaan
3. Membantu dalam pelaksanaan uji diagnostik dan prosedur terapeutik

C. Penggunaan Teknik Pengendalian Fisik (Restraint )


Penggunaan teknik restraint pada anak, dalam penatalaksanaannnya harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Mendapatkan izin dari orangtua disertai adanya dokumen yang menjelaskan


kepada orangtua pasien anak mengapa pengendalian fisik (restraint )
dibutuhkan dalam perawatan.
2. Tidak dilakukan pada anak yang kooperatif.

3. Biasa dilakukan pada anak usia 3 tahun atau lebih kecil dari 3 tahun yang

belum mempunyai kemampuan berk o m u n i k as i y an g m em ad ai .

4. Adalah teknik yang digunakan sebagai upaya terakhir jika cara-cara lain

tidak mempan.

5. Teknik ini tidak digunakan sebagai hukuman.

6. K e ti k a p e r a w a ta n s e d a n g d i l a k u k a n , b i c a r a k a n d e n g a n pelan ke telinga si

anak, dan jelaskan jika si anak bertindak kooperatif, segala pengendalian

fisik akan dilepaskan.

7. Ketika si anak sudah tenang, pelepasan teknik restraint diikuti dengan

pemberian kata-kata pujian/ hadiah.

8. Teknik restraint ini sebaiknya jangan digunakan pada anak yang takut,

bagi a n a k seperti i n i , desensitiasi a ta u metode-metode l a i n akan l eb i h

tepat.

D . Jenis-Jenis Restraint
1. Pengendalian Fisik ( P hysical R estraint) Dengan Menggunakan Alat.
Pengendalian fisik dengan menggunakan alat merupakan bentuk

pengendalian dengan menggunakan bantuan alat bantu untuk menahan

gerakan tubuh dan kepala pasien maupun menahan gerakan rahang dan

mulut pasien. Berikut adalah alat bantu untuk menahan gerakan tubuh

dan kepala pasien :

a. Sheet and ties

Penggunaan selimut untuk membungkus

tubuh pasie n supaya tidak bergerak dengan

cara melingkarkan selimut ke seluruh tubuh

pasien dan menahan selimutnya dengan

perekat atau mengikatnya dengan tali.


b. Restraint Jaket

Jaket digunakan pada anak dengan tali

diikat dibelakang tempat tidur sehingga anak

tidak dapat membukanya. Pita panjang

diikatkan ke bagian bawah tempat tidur,

menjaga anak tetap di dalam tempat

tidur. Restrain jaket berguna sebagai alat

mempertahankan anak pada posisi horizontal

yang diinginkan.

c. Papoose board

Papoose board merupakan

alat yang biasa digunakan untuk

menahan gerak anak saat

melakukan perawatan gigi. Cara

penggunaannya adalah

anak ditidurkan dalam posisi

terlentang di atas papan datar dan

bagian atas tubuh, tengah tubuh dan kaki anak diikat dengan

menggunakan tali kain yang besar. Pengendalian dengan

menggunakan papoose board dapat diaplikasikan dengan cepat

untuk mencegah anak berontak dan menolak perawatan.Tujuan

utama dari penggunaan alat ini adalah untuk menjaga supaya pasien

anak tidak terluka saat mendapatkan perawatan.

d. Restraint Mumi atau Bedong

Selimut atau kain dibentangkan diatas tempat tidur dengan

salah satu ujungnya dilipat ke tengah. Bayi diletakkan di atas selimut

tersebut dengan bahu berada di lipatan dan kaki ke arah sudut yang

berlawanan.Lengan kanan bayi lurus kebawah rapat dengan tubuh,

sisi kanan selimut ditarik ke tengah melintasi bahu kanan anak dan

dada diselipkan dibawah sisi tubuh bagian kiri. Lengan kiri anak
diletakkan lurus rapat dengan tubuh anak, dan sisi kiri selimut

dikencangkan melintang bahu dan dada dikunci dibawah tubuh anak

bagian kanan. Sudut bagian bawah dilipat dan ditarik kearah tubuh

dan diselipkan atau dikencangkan dengan pin pengaman. 3

e. Pedi-wrap

Pedi-wrap merupakan sejenis perban

kain yang dilingkarkan pada leher

sampai pergelangan kaki pasien anak untuk

menstabilkan tubuh anak serta menahan

gerakan tubuh anak. Pedi-wrap mempunyai

berbagai variasi ukuran sesuai dengan

kebutuhan.

2. Alat Bantu Untuk Menahan Gerakan Mulut Dan Rahang Pasien


a. Molt Mouth Prop

Molt mouth prop merupakan

salah satu alat yang paling penting

dalam melakukan perawatan gigi.

Alat ini biasanya digunakan dalam

anestesi umum untuk mencegah

supaya mulut tidak tertutup saat perawatan dilakukan. Alat ini juga

sangat cocok dalam penanganan pasien yang tidak bisa membuka

mulut dalam jangka waktu lama karena suatu keterbatasan.

Penggunaan molt mouth prop harus memperhatikan

posisi rahang pasien saat pasien membuka mulutnya, supaya tidak

terjadi dislokasi temporomandibular. Sebagai tambahan, dokter gigi

harus memindahkan molt mouth prop dari mulut pasien setiap

sepuluh hingga lima belas menit agar rahang dan mulut pasien

dapat beristirahat.
b. Molt Mouth Gags

Molt mouth gags juga merupakan salah satu

alat bantu yang dapat digunakan untuk menahan

mulut pasien.

c. Tongue Blades

Tongue blades merupakan alat bantu yang

digunakan untuk menahan lidah pasien

supaya tidak mengganggu proses

perawatan.

3. Pengendalian fisik P( hysical Restraint) Tanpa Bantuan Alat,Namun


Dengan Bantuan Orang Lain.
Pengendalian fisik tanpa bantuan alat merupakan bentuk

pengendalian fisik tanpa menggunakan bantuan alat, pengendalian

bentuk ini merupakan bentuk pengendalian yang menggunakan bantuan

perawat maupun bantuan orang tu a atau pihak keluarga pasien.

a. Pengendalian fisik dengan bantuan tenaga kesehatan.

Pengendalian fisik dengan menggunakan bantuan tenaga kesehatan

merupakan bentuk pengendalian fisik dimana diperlukan tenaga

kesehatan, misalnya perawat untuk menahan gerakan pasien anak

dengan cara memegang kepala, lengan, tangan ataupun kaki pasien

anak.

b. Pengendalian fisik dengan bantuan orang tua pasien

Pengendalian fisik dengan bantuan orang

tua sebenarnya sama

dengan pengendalian fisik dengan

bantuan tim medis (tenaga kesehatan).

Hanya saja peran perawat digantikan oleh orang tua pasien anak. Cara
pengendalian dengan menggunakan bantuan orang tua lebih disukai
anak apabila dibandingkan dengan menggunakan bantuan tim medis,
sebab anak lebih merasa aman apabila dekat dengan orang tuanya.

E. Resiko Penggunaan Restraint pada Bayi dan Anak


Terdapat beberapa laporan ilmiah mengenai kematian pasien anak yang
disebabkan oleh penggunaan teknik pengendalian fisik (restraint ). Hubungan
kematian pasien dengan gangguan psikologi yang disebabkan penggunaan restraint
adalah dimana ketika pengendalian fisik (restrain) dilakukan, pasien anak
mengalami reaksi psikologis yang tidak normal, yaitu seperti menigkatnya suhu
tubuh, cardiac arrhythmia yang kemudian dapat menyebabkan timbulnya
positional asphyxia, excited delirium, acute pulmonary edema, atau pneumonitis
yang dapat menyebabkan kematian pada anak.

F. Hal-Hal Yang Perlu Di Perhatikan Dalam Penggunaan Restraint Pada Bayi Dan Anak

Pada kondisi gawat darurat, restrain/seklusi dapat dilakukan tanpa order


dokter.
Sesegera mungkin (< 1jam) setelah melakukan restrain, perawat melaporkan
pada dokter untuk mendapatkan legalitas tindakan baik secara verbal maupun
tertulis. Intervensi restrain dibatasi waktu yaitu: 4 jam untuk klien berusia >18
tahun, 2 jam untuk usia 9-17 tahun, dan 1 jam untuk umur <9 tahun. Evaluasi
dilakukan 4 jam untuk klien >18tahun, 2 jam untuk anak-anak dan usia 9-17 tahun.
Waktu minimal reevaluasi oleh dokter adalah 8 jam untuk usia >18 tahun dan 4
jam untuk usia <17 tahun.
Selama restrain klien di observasi tiap 10-15 menit, dengan fokus observasi:

1. Tanda-tanda cedera yang berhubungan dengan restrain


2. Nutrisi dan hidras i
3. Sirkulasi dan Range of Motion eksstremitas
4. Vital Sign
5. Hygiene dan eliminasi
6. Status fisik dan psikologis
7. Kesiapan klien untuk dibebaskan dari restrain

Alat restraint bukan tanpa resiko dan harus diperiksa dan di


dokumentasikan setiap 1-2 jam untuk memastikan bahwa alat tersebut mencapai
tujuan pemasangannya, bahwa alat tersebut dipasang dengan benar dan bahwa
alat tersebut tidak merusak sirkulasi, sensai, atau integritas kulit.
Selekman dan Snyder (1997) merekomendasikan
intervensi keperawatan yang tepat untuk anak yang direstrain adalah:

1. Lepaskan dan pasang kembali restrain secara periodik


2. Lakukan tindakan untuk memberi rasa nyaman, gunakan pelukan terapeutik
bukan restrain mekanik

3. Lakukan latihan rentan gerak jika diperlukan

4. Tawarkan makanan, minuman dan bantuan untuk eliminasi, beri anak dot.

5. Diskusikan kriteria pelepasan restrain

6. Berikan analgesik dan sedatif jika diinstruksikan atau di minta

7. Hindari kemarahan psikologik kepada pasien lain

8. Berikan distraksi (membaca buku) dan sentuhan

9. Pertahankan harga diri anak

10. Lakukan pengkajian keperawatan yang kontinu


11. Dokumentasikan penggunaan restrain

G. Prosedur Memasang Restraint

1. Tujuan
Tujuan pemasangan restrain antara lain menurut Kozier et.al (2002) adalah:

a. Memfasilitasi klien menerima terapi


b. Memungkinkan pengobatan berjalan lancar tanpa gangguan dari klien

c. Menghindari cedera dari anak


d. Membatasi pergerakan anak
2. Pengkajian
Menurut Kozier et.al(2002) hal yang harus dikaji sebelum melakukan restrain
adalah:

a. Perilaku yang mengindikasikan kemungkinan kebutuhan terhadap


pemasangan restrain

b. Penyebab perilaku yang telah dikaji


c. Tindakan perlindungan lain yang dilakukan sebelum pemasangan restrain

d. Status kulit yang akan terpasang restrain


e. Status sirkulasi diarea distal terhadap restrain dan ekstermintas y ang
terpasang restrain

f. Efektivitas tindakan kewaspadaan keamanan lain


3. Perencanaan
Tinjau kebijakan institusi terkait penggunaan restrain dan lakukan
konsultasi jika perlu sebelum secara mandiri memutuskan untuk memasang
restrain. Semua intervensi lain yang kurang restriktif dan dapat dilakukan
harus sudah dicoba. Perawat harus memberitahu dokter mengenai
pemasangan restrain kecuali pada keadaan darurat. Selain itu, perawat harus
menentukan bahwa pemasangan restrain merupakan tindakan yang tepat
dalam situasi tertentu, memilih jenis restrain yang tepat,
mengevaluasiefektivitas restrain dan mengkaji kemungkinan komplikasi
penggunaan restrain.

4. Impementasi

a. Lingkungan : biasanya dilakukan diluar tindakan b. Pasien :


1) Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien dengan
bahasa yang mudah dipahami.

2) Ulangi informasi ini sesering mungkin untuk mendapatkan kerjasama


anak

3) Minta anak mengungkapkan pemahamannya mengenai


perlunya pemasangan restrein.

4) Jelaskan kepada anak bagaimana anak dapat membantu


5) Yakinkan kepada anak bahwa restrein tersebut bukan merupakan
hukuman.

c. Keluarga
1) Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien dengan
bahasa yang mudah dipahami

2) Menjelaskan tujuan pemasangan restrein dan tanda – tanda

komplikasi dari penggunaanya.

3) Dokumentasikan persetujuan tindakan restrein dari orang tua

4) Jelaskan cara – cara mereka membantu memastikan manfaat yang

maksimal dan stres yang minimal

5) Posisikan orang tua dekat kepala tempat tidur sehinggan orang tua
dapat menenangkan anak dengan berbicara lembut

d. Alat

1) Restrein sesuai hasil pengkajian

2) Kain kasa untuk melapisi kulit


3) Guntung verban

4) Pin pengikat

5) Bengkok

e. Pelaksanaan
1) Restrain mumi atau bedong
a) Cuci tangan
b) Letakan kain restrein atau selimut pada tempat tindakan
dengan salah satu sudut dilipat

c) Tempatkan bayi pada sudut lipatan kain restrein atau selimut

d) Salah satu ujung ditarik ke tengah tubuh dan diselipkan ke


bawah tubuh

e) Ujung kedua ditarik ke tubuh dan diselipkan dan sudut


bagian bawah dilipat dan diselipkan atau diikat dengan pin

f) Apabila diperlukan pemeriksaan di daerah dada maka


restrein dapat dimodifikasi dengan dada yang terbuka

g) Rapihkan alat
h) Dokumentasikan

2) Restrain lengan dan kaki


a) Cuci tangan
b) Lapisi lengan atau kaki yang akan direstrein dengan
bantalan/kain kasa untuk mencegah tekanan, kontriksi atau
cedera jaringan

c) Ikatkan tali pengikat tepat pada bantalan, pastikan ikatan tidak


terlalu kencang

d) Ujung tali pengikat ikatkan di tempat tidur jangan diikatkan


pada penghalang tempat tidur

e) Periksa bagian distal extermitas apakah ada gangguan sirkulasi


atau tidak
f) Rapihkan alat
g) Dokumentasikan

3) Restraint Siku
a) Cuci tangan
b) Lingkarkan restrein siku
(jika menggunkan restrein siku yang sudah jadi)

c) Rekatkan dengan plester atau pin


d) Periksa bagian distal
e) Dokumentasikan

4) Restrain Sabuk
a) Cuci tangan
b) Pastikan bahwa sabuk pengaman berfungsi dengan baik.
c) Apabila sabuk pengaman Velcro akan digunakan, pastikan
bahwa kedua bagian velco utuh

d) Apabila sabuk tersebut memiliki bagian yang panjang dan


bagian yang pendek,letakan sabuk yang panjang di belakang
(dibawah) klien yang berbaring serta ikat tali tersebut pada
rangkai tempat tidur yang dapat digerakan. Bagian panjang yang
diikat pada rangka tempat tidur tersebut akan bergerak ke atas
saat kepala tempat tidur dinaikan sehingga klien tidak akan
tersesak. Letakan sabuk yang pendek diatas baju sekitar
disekitar pinggang klien. Diantara kliendan sabuk harus ada jarak
selebar satu jari.

e) Atau pasang sabuk disekitar pinggang klien dan ikat sabuk


dibagian belakang kursi
f) Atau apabila sabuk diikat pada brankar, fiksasi sabuk diatas
pinggul atau abdomen klien. Restrain sabuk harus dipasang
pada semua klien yang berbaring diatas blangkar walaupun
pagar blangkar dimainkan

5) Restrain Jaket
a) Cuci tangan
b) Pasang restrain rompi pada klien dengan bagian pembuka
didepan atau dibelakang, bergantung pada jenisnya

c) Tarik tali pada ujung lipatan restrain rompi melewati dada, dan
masukan pada lubang restrain rompi disisi dada yang
berlawanan

d) Ulangi tindakan diatas untuk tali lain pada restrain rompi


e) Gunakan simpul hidup untuk memfiksasi masing-masing tali
pada rangka tempat tidur yang dapat digerakan atau dibagia
belakang kursi pada kaki kursi. Saat ujung bebas pada simpul
hidup ditarik, simpul tersebut tidak semakin erat atau
menjulur,tetapi justru mudah dibuka

f) Atau ikat tali dibagian belakang kursi menggunakan simpul segi


empat (reef knot)

g) Pastikan posisi klien tepat sehingga memungkinkan ekspansi


dada maksimal untuk bernafas

6) Restrain Sarung Tangan


a) Pasang restrain sarung tangan tanpa jempol pada tangan yang
akan dilakukan restrain. Pastikan bahwa jari dapat sedikit fleksi
dan tidak tersangkut dibawah tapak tangan

b) Jika diindikasikan untuk beberapa hari, buka restrain tapak


tangan sedikitnya setiap 2 hingga 4 jam. Cuci dan latih tangan
klien kemudian pasang kembali restrain tersebut.

c) Kaji sirkulasi ketangan klien segera setelah restrain sarung


tangan dipasang dan kaji kembali secara berkala. Perasaan tidak
nyaman, kebas atau ketidak mampuan menggerakan jari dapat
mengindikasikan gangguan sirkulasi ke tangan.

5. Evaluasi
Hal yang harus dilakukan dalam mengevaluasi pemasangan restrain adalah:

a. Lakukan tindakan lanjut detail terhadap kebutuhan pemasangan reatrain


dan respon klien hubungkan hasilnya dengan data klien sebelumnya jika
ada

b. Evaluasi status pada tungkai yang terpasang restrain

c. Evaluasi stabilitas kulit yang berada dibawah restrain

d. Lepas restrain segera setelah alat tersebut tidak perlu digunakan lagi, dan
dokumentasikan

e. Laporkan kelainan yang bermakna pada dokter


BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Teknik pengendalian fisik (restraint) hanya boleh digunakan pada anak
yang tidak dapat menjadi kooperatif, teknik ini tidak boleh digunakan pada anak
yang kooperatif atau anak yang memiliki potensi menjadi kooperatif. Teknik
pengendalian fisik memiliki beberapa jenis, yaitu teknik pengendalian dengan
menggunakan bantuan alat dan teknik
pengendalian tanpa menggunakan bantuan alat. Teknik pengendalian dengan
menggunakan alat merupakan teknik pengendalian yang dalam
proses pengendaliannya menggunakan alat bantu.
Dalam praktiknya, teknik pengendalian fisik (restraint ) tidak selalu dapat
diterapkan pada setiap anak, sebab teknik ini memiliki resiko yang dapat
membahayakan pasien anak hingga dapat menyebabkan kematian pada anak.
Penggunaan teknik ini menyebabkan terjadinya berbagai berdebatan di kalangan
masyarakat karena cara penerapannya yang dianggap kasar. Oleh karena itu,
tekhnik pengendalian fisik yang baik tidak boleh berdampak buruk terhadap
keadaan tubuh pasien.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tekhnik pengendalian fisik memiliki
beberapa cara perawatan yang berbeda, tetapi tekhnik restraint yang paling baik
adalah teknik pengendalian tanpa penggunaan bantuan alat, sebab dengan
menggunakan alat, anak akan cenderung merasa depresi karena tubuh anak hanya
ditahan oleh alat bantu, dan tidak dapat merasakan sentuhan dari orang lain,
terutama orang terdekat pasien anak yaitu orang tua maupun keluarga dekat
pasien anak,sedangkan teknik pengendalian tanpa menggunakan alat akan
cenderung membuat pasien anak merasa lebih nyaman dan aman.
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mampu memahami tentang penggunaan tindakan fisik
(restrain) pada bayi dan anak, serta dapat mengetahui macam-macam
Restraint pada bayi dan anak.

2. Bagi Institusi
Diharapkan dapat memberikan penjelasan yang lebih luas penggunaan
tindakan fisik (restrain) pada bayi dan anak serta dapat lebih banyak
menyediakan referensi-referensi buku tentang penggunaan tindakan fisik
(restrain) pada bayi dan anak.
3. Bagi Masyarakat
Diharapkan lebih mengerti dan memahami tentang penggunaan tindakan fisik
(restrain) pada bayi dan anak, serta dapat lebih mengetahui macammacam
Restraint pada bayi dan anak.
DAFTAR PUSTAKA

https//document.tips>document//diposting 30 mei 2012/ diakses pada tanggal 13


oktober 2017-10-15
https://www.academia.edu/9330193/TEKNIK_RESTRAINT_SEBAGAI_PENGE
NDALIAN_TINGKAH_LAKU_ANAK_PADA_PERAWATAN_GIGI
//Jurnal diakses pada tanggal 13 Oktober 2017
https://dediirawandi.files.wordpress.com/2014/08/sop-restrain.pdf//diakses
tanggal 23 Oktober 2017

Anda mungkin juga menyukai