Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

“RESTRAINT”

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Klinik Stase Jiwa

Disusun Oleh :

Nama : ROSYIDA PUTRI QIMAWATI

NIM : 070117B064

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

2017
TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian

Restraint (dalam psikiatrik) secara umum mengacu pada suatu bentuk


tindakan menggunakan tali untuk mengekang atau membatasi gerakan
ekstremitas individu yang berperilaku di luar kendali yang bertujuan
memberikan keamanan fisik dan psikologis individu.(Stuart,2001)

Restraint (fisik) merupakan alternative terakhir intervensi jika dengan


intervensi verbal, chemical restraint mengalami kegagalan. Seklusi merupakan
bagian dari restraint fisik yaitu dengan menempatkan klien di sebuah ruangan
tersendiri untuk membatasi ruang gerak dengan tujuan meningkatkan
keamanan dan kenyamanan klien.

Perawat perlu mengkaji apakah restraint di perlukan atau tidak.


Restrein seringkali dapat dihindari dengan persiapan pasien yang adekuat,
pengawasan orang tua atau staf terhadap pasien, dan proteksi adekuat terhadap
sisi yang rentan seperti alat infus. Perawat perlu mempertimbangkan
perkembangan pasien, status mental, ancaman potensial pada diri sendiri atau
orang lain dan keamannnya.

a. Indikasi Penggunaan Restrain

Penggunaan tekhnik pengendalian fisik (restrain) dapat


siterapkan dalam keadaan: Pasien yang membutuhkan diagnosa atau
perawatan dan tidak bisa menjadi kooperatif karena suatu keterbatasan
misalnya : pasien dibawah umur, pasien agresif atau aktif dan pasien
yang memiliki retardasi mental. Ketika keamanan pasien atau orang

2
lain yang terlibat dalam perawatan dapat terancam tanpa pengendalian
fisik (restraint). Sebagai bagian dari suatu perawatan ketika pasien
dalam pengaruh obat sedasi.

b. Kontraindikasi Pengunaan Restrain

Penggunaan teknik pengendalian fisik (restraint) tidak boleh


diterapkan dalam keadaan yaitu: Tidak bisa mendapatkan izin tertulis
dari orang tua pasien untuk melakspasienan prosedur kegiatan. Pasien
pasien kooperatif. Pasien pasien memiliki komplikasi kondisi fisik
atau mental Penggunaan teknik pengendalian fisik (restraint) pada
pasien dalam penatalaksanaanya harus memenuhi syarat-syarat yaitu
sebagai berikut: Penjelasan kepada pasien pasien mengapa
pengendalian fisik (restraint) dibutuhkandalam perawatan, dengan
harapan memberikan kesempatan kepada pasien untuk memahami
bahwa perawatan yang akan diberikan sesuai prosedur dan aman
badi pasien maupun keluarga yang bersangkutan. Memiliki izin verbal
maupun izin tertulis dari psikiater yang menjelaskan jenis
teknik pengendalian fisik yang boleh digunakan kepada pasien pasien
dan pentingnya teknik pengendalian fisik yang dapat digunakan
terhadap pasien berdasarkan indikasi-indikasi yang muncul. Adanya
dokumen yang menjelaskan kepada orang tua pasien pasien maupun
pihak keluarga pasien yang bersangkutan mengapa pengendalian
fisik (restraint) dibutuhkan dalam perawatan. Adanya penilaian
berdasarkan pedoman rumah sakit dari pasien yang
pernahmenjalankan pengendalian fisik (restraint) untuk memastikan
bahwa pengendalian fisik tersebut telah diaplikasikan secara benar,

3
serta memastikan integritas kulit dan status neurovaskular pasien tetap
dalam keadaan baik.

Perlu digunakan teknik pengendalian fisik (restraint) adalah


karena tenaga kesehatan harus mengutamakan kebutuhan kesehatan
pasien, teknik pengendalian tersebut dapat dilakspasienan dengan cara
menjaga keamanan pasien ataupun keluarga yang bersangkutan,
mengontrol tingkat agitasi dan agresi pasien, mengontrol perilaku
pasien, serta menyediakan dukungan fisik bagi pasien.

2 Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam penggunaan Restraint

Pada kondisi gawat darurat, restrain/seklusi dapat dilakukan tanpa


order dokter. Sesegera mungkin (< 1jam) setelah melakukan restrain, perawat
melaporkan pada dokter untuk mendapatkan legalitas tindakan baik secara
verbal maupun tertulis.

Intervensi restrain dibatasi waktu yaitu: 4 jam untuk klien berusia >18
tahun, 2 jam untuk usia 9-17 tahun, dan 1 jam untuk umur <9 tahun. Evaluasi
dilakukan 4 jam untuk klien >18tahun, 2 jam untuk pasien-pasien dan usia 9-
17 tahun. Waktu minimal reevaluasi oleh dokter adalah 8 jam untuk usia >18
tahun dan 4 jam untuk usia <17 tahun. Selama restrain klien di observasi tiap
10-15 menit, dengan fokus observasi: Tanda-tanda cedera yang berhubungan
dengan restrain : Nutrisi dan hidrasi sirkulasi dan rentang gerak eksstremitas
tanda penting kebersihan dan eliminasi status fisik dan psikologis kesiapan
klien untuk dibebaskan dari restrain.

4
Alat restrain bukan tanpa resiko dan harus diperiksa dan di
dokumentasikan setiap 1-2 jam untuk memastikan bahwa alat tersebut
mencapai tujuan pemasangannya, bahwa alat tersebut dipasang dengan benar
dan bahwa alat tersebut tidak merusak sirkulasi, sensai, atau integritas kulit.

Selekman dan Snyder (1997) merekomendasikan intervensi


keperawatan yang tepat untuk pasien yang direstrain adalah:

1. Lepaskan dan pasang kembali restrain secara periodic.


2. Lakukan tindakan untuk memberi rasa nyaman, gunakan pelukan terapeutik
bukan restrain mekanik.
3. Lakukan latihan rentan gerak jika diperlukanTawarkan makanan, minuman dan
bantuan untuk eliminasi, beri pasien dot.
4. Diskusikan kriteria pelepasan restrain .
5. Berikan analgesik dan sedatif jika diinstruksikan atau di mintaHindari kemarahan
psikologik kepada pasien lain.
6. Berikan distraksi (membaca buku) dan sentuhan pertahankan harga diri pasien
lakukan pengkajian keperawatan yang kontinu dokumentasikan penggunaan
restrain

5
3 Jenis-jenis Restrain

Pengendalian fisik (physical restraint) dengan menggunakan alat


pengendalian fisik dengan menggunakan alat merupakan bentuk pengendalian
dengan menggunakan bantuan alat bantu untuk menahan gerakan tubuh dan
kepala pasien maupu nmenahan gerakan rahang dan mulut pasien.

a. Alat bantu untuk menahan gerakan tubuh dan kepala pasien

1. Sheet and ties

Penggunaan selimut untuk membungkus tubuh pasien supaya


tidak bergerak dengan cara melingkarkan selimut ke seluruh tubuh
pasien dan menahan selimutnya dengan perekat atau mengikatnya
dengan tali.

2. Restraint Jaket

Restraint jaket digunakan pada pasien dengan tali diikat


dibelakang tempat tidur sehingga pasien tidak dapat membukanya.
Pita panjang diikatkan ke bagian bawah tempat tidur, menjaga pasien
tetap di dalam tempat tidur. Restrain jaket berguna sebagai alat
mempertahankan pasien pada posisi horizontal yang diinginkan.

3. Papoose board

Papoose board merupakan alat yang biasa digunakan untuk


menahan gerak pasien saat melakukan perawatan gigi. Cara
penggunaannya adalah pasien ditidurkan dalam posisi terlentang di
atas papan datar dan bagian atas tubuh, tengah tubuh dan kaki pasien
diikat dengan menggunakan tali kain yang besar. Pengendalian dengan
menggunakan papoose board dapat diaplikasikan dengan cepat untuk
mencegah pasien berontak dan menolak perawatan. Tujuan utama dari

6
penggunaan alat ini adalah untuk menjaga supaya pasien pasien tidak
terluka saat mendapatkan perawatan.

4. Restraint Mumi atau Bedong

Selimut atau kain dibentangkan diatas tempat tidur dengan


salah satu ujungnya dilipat ke tengah. Pasien diletakkan di atas selimut
tersebut dengan bahu berada di lipatan dan kaki ke arah sudut yang
berlawanan.

Lengan kanan pasien lurus kebawah rapat dengan tubuh, sisi


kanan selimut ditarik ke tengah melintasi bahu kanan pasien dan dada
diselipkan dibawah sisi tubuh bagian kiri. Lengan kiri pasien
diletakkan lurus rapat dengan tubuh pasien, dan sisi kiri selimut
dikencangkan melintang bahu dan dada dikunci dibawah tubuh pasien
bagian kanan. Sudut bagian bawah dilipat dan ditarik kearah tubuh dan
diselipkan atau dikencangkan dengan pinpengaman.

5. Restraint Lengan dan Kaki

Restraint pada lengan dan kaki kadang-kadang digunakan


untuk mengimobilisasi satu atau lebih ekstremitas guna pengobatan
atau prosedur, atau untuk memfasilitasi penyembuhan. Beberapa alat
restraint yang da di pasaran atau yang tersedia, termasuk restraint
pergelangan tangan atau kaki sekali pakai, atau dapat dibuat dari pita
kasa, kain muslin, atau tali stockinette tipis. Jika restraint jenis ini di
gunakan, ukurannya harus sesuai dengan tubuh pasien. Harus dilapisi
bantalan untuk mencegah tekanan yang tidak semestinya, konstriksi,
atau cidera jaringan. Pengamatan ekstremitas harus sering dilakukan
untuk memeriksa adanya tanda-tanda iritasi dan atau gangguan
sirkulasi. Ujung restraint tidak boleh diikat ke penghalang tempat

7
tidur, karena jika penghalang tersebut diturunkan akan mengganggu
ekstremitas yang sering disertai sentakan tiba-tiba yang dapat
menciderai pasien.

6. Restraint siku

Adalah tindakan mencegah pasien menekuk siku atau meraih


kepala atau wajah. Kadang-kadang penting dilakukan pada pasien
setelah bedah bibir atau agar pasien tidak menggaruk pada kulit yang
terganggu. Bentuk restraint siku paling banyak digunakan, terdiri dari
seutas kain muslin yang cukup panjang untuk mengikat tepat dari
bawah aksila sampai ke pergelangan tangan dengan sejumlah kantong
vertikal tempat dimasukkannya depresor lidah. Restraint di lingkarkan
di seputar lengan dan direkatkan dengan plester atau pin.

7. Pedi-wrap

Pedi-wrap merupakan sejenis perban kain yang dilingkarkan


pada leher sampai pergelangan kaki pasien pasien untuk menstabilkan
tubuh pasien serta menahan gerakan tubuh pasien. Pedi-wrap
mempunyai berbagai variasi ukuran sesuai dengan kebutuhan. Alat
bantu untuk menahan gerakan mulut dan rahang pasien

8. Molt Mouth Prop

Molt mouth prop merupakan salah satu alat yang paling


penting dalam melakukan perawatan gigi. Alat ini biasanya digunakan
dalam anestesi umum untuk mencegah supaya mulut tidak tertutup
saat perawatan dilakukan. Alat ini juga sangat cocok dalam
penanganan pasien yang tidak bisa membuka mulut dalam jangka
waktu lama karena suatu keterbatasan. Penggunaan molt
mouth prop harus memperhatikan posisi rahang pasien saat pasien

8
membuka mulutnya, supaya tidak terjadi dislokasi
temporomandibular. Sebagai tambahan, dokter gigi harus
memindahkan molt mouth prop dari mulut pasien setiap sepuluh
hingga lima belas menit agar rahang dan mulut pasien
dapat beristirahat.

9. Molt Mouth Gags

Molt mouth gags juga merupakan salah satu alat bantu yang
dapat digunakan untuk menahan mulut pasien.

10. Tongue Blades

Tongue blades merupakan alat bantu yang digunakan untuk


menahan lidah pasien supaya tidak mengganggu proses perawatan

b. Pengendalian fisik (physical restraint) tanpa bantuan alat

Pengendalian fisik tanpa bantuan alat merupakan bentuk


pengendalian fisik tanpa menggunakan bantuan alat, pengendalian
bentuk ini merupakan bentuk pengendalian yang menggunakan
bantuan perawat maupun bantuan orang tua atau pihak
keluarga pasien. Pengendalian fisik dengan bantuan tenaga kesehatan
pengendalian fisik dengan menggunakan bantuan tenaga kesehatan
merupakan bentuk pengendalian fisik dimana diperlukan tenaga
kesehatan, misalnya perawat untuk menahan gerakan pasien pasien
dengan cara memegang kepala, lengan, tangan ataupun kaki pasien
pasien.

9
Pengendalian fisik dengan bantuan orang tua pasien
pengendalian fisik dengan bantuan orang tua sebenarnya sama
dengan pengendalian fisik dengan bantuan tim medis (tenaga
kesehatan). Hanya saja peran perawat digantikan oleh orang tua pasien
pasien. Cara pengendalian dengan menggunakan bantuan orang tua
lebih disukai pasien apabila dibandingkan dengan menggunakan
bantuan tim medis, sebab pasien lebih merasa aman apabila dekat
dengan orang tuanya.

4 Resiko Penggunaan Restraint pada Pasien

Terdapat beberapa laporan ilmiah mengenai kematian pasien pasien


yang disebabkan oleh penggunaan teknik pengendalian fisik (restraint).
Hubungan kematian pasien dengan gangguan psikologi yang
disebabkan penggunaan restraint adalah dimana ketika pengendalian fisik
(restrain) dilakukan, pasien pasien mengalami reaksi psikologis yang tidak
normal, yaitu seperti menigkatnya suhu tubuh, cardiac arrhythmia yang
kemudian dapat menyebabkan timbulnya positional asphyxia,
excited delirium, acute pulmonary edema, atau pneumonitis yang dapat
menyebabkan kematian pada pasien.

10
5 Peranan Pemerintah Dalam Menangani ODGJ

a. Mencapai masyarakat Indonesia yang bebas dari tindakan pemasungan terhadap


orang dengan gangguan jiwa, melalui:

1. Terselenggaranya perlindungan HAM bagi orang dengan gangguan jiwa.


Tercapainya.

2. Peningkatan pengetahuan dari seluruh pemangku kepentingan di bidang


kesehatan jiwa.

3. Terselenggaranya pelayanan kesehatan jiwa yang bekualitas di setiap


tingkat layananmasyarakat.

4. Tersedianya skema pembiayaan yang memadai untuk semua bentuk


upaya kesehatan jiwa di tingkat pusat maupun daerah.

5. Tercapainya kerjasama dan koordinasi lintas sektor di bidang upaya


kesehatan jiwa.

6. Terselenggaranya sistem monitoring dan evaluasi di bidang upaya


kesehatan jiwa

b. Penangulangan Pemasungan

1. menyediakan fasilitas rehabilitasi ODGJ serta

2. menyediakan anggaran dalam penanganan ODGJ

3. menyediakan obat-obatan yang diperlukan dalam pencegahan


kekambuhan bagi ODGJ.

11
4. meningkatkan upaya promotif bagi masyarakat dalam hal kesehatan jiwa
agar masyarakat mengetahui masalah kesehatan jiwa, dilakukannya berbagai
upaya untuk mencegah dan menangani masalah kesehatan jiwa, menghargai
dan melindungi ODGJ, serta memberdayakan ODGJ.

12
DAFTAR PUSTAKA

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., dan Grebb, J.A. (2000). Synopsis of Psychiatry.
New York : Williams and Wilkins

Stuart, G.W. dan Laraia, M.T. (2001). Principles and Practice of Psychiatric
Nursing. (Ed ke-7). St. Louis: Mosby, Inc.

Gail Wiscarz Stuart dan Sandra J. Sundeen (1998). Keperawatan Jiwa : buku
saku. Edisi 3. Jakarta : EGC

13

Anda mungkin juga menyukai