Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULAUAN

A. Latar Belakang
Keselamatan pasien merupakan tanggung jawab seluruh petugas di Rumah Sakit. Jika dalam
asesmen terdapat suatu kondisi medis yang mengindikasikan perlunya intervensi untuk
melindungi pasien dari ancaman bahaya, sebaiknya menggunakan metode yang paling tidak
restriktif tetapi efektif yaitu berupa restraint.
Pengekangan (restraint) merupakan tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan hanya
ketika keadaan darurat. Tindakan restrain dilakukan jika terdapat pasien yang berisiko
membahayakan diri atau orang lain. Biasanya tindakan ini dilakukan secara langsung terhadap
individu, tanpa meminta ijin persetujuan prosedur terlebih dahulu guna untuk membatasi ruang
gerak individu tersebut. Tindakan restrain ini menggunakan kekuatan fisik yang dapat berasal
dari tenaga manusia, alat mekanis, atau kombinasi antara keduanya (Sulistyowati, 2014).
Menurut data WHO (2016) mengenai kesehatan jiwa, terdapat sekitar 35 juta orang terkena
depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta orang terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena
dimensia (DepKes, 2016).
Tindakan pengekangan secara fisik atau restraint merupakan salah satu cara yang diterapkan
di rumah sakit untuk menangani pasien dengan perilaku kekerasan (amuk) sehingga pasien tidak
membahayakan diri sendiri dan orang Tindakan restraint tidak hanya menangani pasien dengan
perilaku amuk tetapi ada beberapa indikasi yang lainnya, yaitu untuk menangani perilaku agitasi
yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan, ancaman terhadap integritas fisik yang
berhubungan dengan penolakan klien untuk istirahat, makan, dan minum, serta adanya
permintaan dari klien untuk pengendalian perilaku eksternal.
Berdasarkan uraian di atas maka Rumah Sakit Sumbr Waras perlu membuat sebuah panduan
mengenai Restarin Pasein

B. Tujuan
1. Membanatu staf untuk memahami definisi restraint
2. Membantu memberikan layanan kesehatan
3. Menyediakan pelayanan yang terpusat kepada pasien, memastikan keselamatan pasien dan
meminimalisasi penggunaan restraint
4. Memahami aspek etik dan hukum yang releevan dengan pengaplikasian Restraint

1
5. Memahamu kondisi/ situasi yang memperbolehkan pengguanaan restraint secara legal dan
etis
6. Memahami cara untuk meminimalisasi risiko yang dapat terjadi akibat penggunaan restraint

C. Definisi

1. Restraint adalah suatu tindakan untuk : . menghambat/mencegah seseoran melakukan sesuatu


yang diinginkan Definisi restraint ini berlaku untuk semua penggunaan restraint di Unit
dalam Rumah Sakit
2. Restraint farmakologi adalah pemberian obat – obatan psikotropika yang diguanaka untuk
mengontrol tingkah laku pasien
3. Restraint Non Farmakologik (Physical Restrain) adalah terapi dengan menggunakan alat-alat
mekanik atau manual untuk membatasi mobilitas fisik pasien.
4. Risiko jatuh adalah pasien yang berisiko untuk jatuh yang umumnya disebabkan oleh faktor
lingkungan dan faktor fisiologis yang dapat berakibat cidera.

D. Landasan Hukum

Dalam penyusunan panduan ini mengacu pada peraturan yang sudah ada :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2009 tentang Praktik Kedokteran
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 436/SK/VI/1993 tentang
penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Medis
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/ MENKES/PER/VIII/2011
Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1438/PER/Menkes/IX/2010
tentang Standar Pelayanan Kedokteran
2
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup pelayanan restrain yaitu semua pasien dengan resiko jatuh,
kecenderungan melukai diri sendiri, dan yang menghambat proses pengobatan. Panduan
ini diterapkan pada semua pasien rawat inap, rawat jalan & Instalasi Gawat Darurat
(IGD), unit intensif (ICU, ICCU), Pelaksana panduan ini adalah para tenaga kesehatan.

3
BAB III
TATA LAKSANA

A. Penggunaan Restrain
1. Pasien yang membutuhkan diagnosa dan perawatan namun tidak bisa kooperatif
dikarenakan suatu keterbatasan misalnya: pasien dibawah umur, pasien agresif atau aktif,
pasien yang mengalami retardasi mental.
2. Pasien dalam keadaan dibawah pengaruh obat.
3. Ketika keamanan pasien atau orang lain yang terlibat dalam perawatan dapat terancam
tanpa pengendalian fisik (restrain).
4. Pasien yang memiliki Risiko Jatuh Tinggi
B. Syarat Restrain
1. Mendapatkan izin verbal dan tertulis dari orang tua/wali yang di percaya atau yang
bertanggung jawab terhadap pasien tersebut dalam melaksanakan prosedur kegiatan.
2. Pasien gelisah atau tidak kooperatif karena beberapa penyebab baik fisik atau mental atau
pengaruh obat yang menyebabkan pasien resiko tinggi jatuh.
3. Pasien yang mempunyai resiko tinngi jatuh pada pasien anak, dewasa, geriatri.
C. Hal – hal yang Perlu di Perhatikan dalam Penggunaan Restraint
1. Pada kondisi gawat darurat, restrain dapat dilakukan tanpa ijin/ perintah dokter yang
merawat terlebih dahulu, namun sesegera mungkin (kurang dari 1 jam) setelah
melakukan restrain. Perawat melaporkan pada dokter untuk mendapatkan legalitas
tindakan baik secara verbal atau tertulis.

4
2. Intervensi restrain dibatasi waktu, yaitu 4 jam untuk pasien dewasa, 1-2 jam untuk pasien
anak.
3. Evaluasi dilakukan 4 jam untuk psien dewasa, 1-2 jam pasien anak- anak.waktu
reevaluasi oleh dokter adalah 8 jam untuk usia dewasa dan 4 jam untuk usia anak- anak.
4. Selama restrain pasien di observasi tiap 10-15 jmenit, dengan fokus observasi.
a. Tanda – tanda cidera yang berhubungan dengan restrain.
b. Nutrisi dan hidrasi.
c. sirkulasi dan range of motion ekstremitas.
d. Tanda- tanda vital
e. Hygine, eliminasi.
f. Status fisik dan psikologis,
g. Kesiapan fisik untuk dibebaskan dari frestrain.
Selekman dan Snyder (1997) merekomendasikan intervensi keperawatan yang tepat untuk anak
yang direstrain yaitu sebagai berikut :
a. Tepas dan pasang kembali restrain secara periodik.
b. Lakukan tindakan untuk memberikan rasa nyaman, jangan gunakan restrain mekanik
c. Lakukan latihan rentan gerak jika diperlukan
d. Diskusikan kriteria pelepasan restrain
e. Berikan obat analgesik dan sedatif jika diintruksikan atau diminta
f. Hindari kemarahan psikologik kepada pasien lain
g. Berikan distraksi (membaca buku) dan sentuhan
h. Pertahankan harga diri anak
i. Lakukan pengkajian keperawatan yang berkelanjutan
j. Dokumentasikan penggunaan restrain
D. Protokol Penggunaan Restrain
1. Pasien yang memenuhi kreteria fiksasi
2. Mengisi inform consent secara umum di lembar edukasi
3. Pengikatan fisik dapat dilakukan tanpa instruksi dokter, namun segera mungkin kurang
dari satu jam perawat melaporkan ke dokter untuk legalitas.
4. Lakukan pengkajian fisik apakah ada cidera
5. Pilih alat pengikat yang sesuai, aman dan nyaman
6. Pengikat dilakukan minimal 3-4 orang
7. Pengikat dilakukan pada sisi tempat tidur dengan posisi terlentang
D. Komplikasi Restrain
1. Komplikasi fisik diantaranya luka tekan, retensi urin, inkontinensia, dan sulit BAB,
bahkan kematian pun dilaporkan.
2. komplikasi psikologisnya adalah penurunan harga diri, bingung, pelupa, depresi, takut,
dan marah.
E. Alat Fiksasi

5
1. Ikatan untuk tangan dan kaki
a. Terbuat dari bahan katun panjang 1,5 m
b. Digunakan untuk pasien gaduh gelisah / tidak kooperatif yang menyebabkan risiko tinggi
jatuh.

F. Macam-macam restrain
1. Limb restraints (restrain pergelangan tangan atau kaki), elbow restraints (khusus untuk
daerah siku). Yaitu alat pengaman yang terbuat dari kain dengan ukuran lebar 5 cm,
panjang 20 cm dimana salah satu ujung terpasang tali panjang dan ujung lainnya
terpasang tali melingkar 10 cm. Cara memasang: - Pasang tali pengaman pada
pergelangan tangan dan atau - pergelangan kaki pasien - Pastikan ada jarak 2 jari antara
tali dengan anggota tubuh - Ikatkan tali pengaman pada tempat tidur pasien dengan
membuat simpul yang mudah dibuka.
2. mummy restraints (pada bayi). ‘Bedong’ pada bayi)
3. Crib nets (box bayi dengan penghalang) Tempat tidur bayi yang terbuat dari besi dimana
pintu tempat tidur/penghalang setinggi tempat tidur tersebut
4. jacket restraints (jaket). Jacket restraints (jaket)/Ontokusumo Alat pengaman yang terbuat
dari kain berbentuk persegi panjang yang dimodifikasi seperti kutang di mana dibagian
depan dada terpasang 2 tali panjang yang mengarah ke kiri dan kanan tubuh pasien.
Sedang di bagian punggung pasien terpasang 4 tali pengikat. Cara pemakaian
ontokusumo: - Pasien dipakaikan baju/ kaos; - Pasang ontokusumo pada tubuh pasien
bagian atas; - Tali bagian punggung dengan arah menyilang dan ikat tali simpul yang
mudah dibuka; - Tali bagian dada masing-masing ikatkan pada tempat tidur sisi; kiri dan
kanan dengan membuat simpul yang mudah dibuka
5. belt restraints (sabuk) Belt restraints (sabuk). Pengaman sabuk pada orang dewasa: Alat
pengaman pasien yang terbuat dari kain (wisel) yang dipasangkan pada anggota tubuh
bagian dada dan diikatkan pada ke dua sisi tempat tidur. Sabuk pengaman yang sudah
terpasang pada kereta dorong/kursi roda. Cara pemakaian kereta dorong/kursi roda:
Pasien ditidurkan/didudukkan dalam kereta dorong/kursi roda kemudian sabuk pengaman
dipasang dan di kunci, alat pengaman ini dilakukan pada saat pasien makan atau transfer
ke ruangan lain. Keamanan pada pasien saat memakai kursi roda: - Pastikan kursi roda
dalam posisi terkunci. - Bantalan kaki mudah untuk disesuaikan dan diposisikan pada
telapak kaki pasien
6. mitt or hand restraints (restrain tangan)

BAB IV
DOKUMENTASI

6
Tindakan pemasangan restrain dilakukan pemantauan secara kontinue guna
memperhatikan kondisi pasien agar tidak terjadi cedera. Setiap pelaksanaan restrain
didokumentasikan dalam rekam medik pasien dan di buat pelaporan guna adanya tindak lanjut
masalah yang terjadi. Dokumentasi pada pelayanan pasien dengan pemasangan restrain
diperlukan oleh pelayanan secara tim untuk bekerja dan berkomunikasi secara efektif.

DAFTAR PUSTAKA

7
Akansel, Neriman. (2007). Physical restraint practices among ICU nurses in one university
hospital in weastern turkey. Turkey Health Science Journal. http://www.hsj.gr

Australian Society for Geriatric Medicine. (2012). Position statement no.2 physical restraint use
in older people. Revised September 2012

Denise L. Hamilton Houghtaling. (2012). Moral distress: an invisible challenge for trauma
nurses. Journal of Trauma Nursing. Volume 19  Number 4
Pages 232 – 237.

Ermawati Dalami (2010). Etika keperawatan: Trans Info Media, Jakarta.

Gallagher, Ann. (2013). How to use the “four-quadrant” approach to analyse different restraint
situations Ethical issues in patient restraint. Nursing Times; 08.03.11 / Vol 107 No 9 /
www.nursingtimes.net.

Anda mungkin juga menyukai