Anda di halaman 1dari 10

BAB I

DEFINISI

Penghalang atau Restraint adalah terapi dengan menggunakan alat-alat


mekanik atau manual untuk membatasi mobilitas fisik klien. Menurut
Counsel and Care, UK, 2002) restraint adalah pembatasan disengaja atas
gerakan sukarela atau perilaku seseorang. Sedangkan menurut terjemahan
bebas bahasa Inggris, restraint adalah menghentikan seseorang untuk
melakukan sesuatu yang tampaknya ingin dilakukannya.
Prinsip dari tindakan restrain ini adalah melindungi klien dari cedera fisik dan
memberikan lingkungan yang nyaman. Restrain dapat menyebabkan klien
merasa tidak dihargai hak asasinya sebagai manusia, untuk mencegah
perasaan tersebut perawat harus mengidentifikasi faktor pencetus pakah
sesuai dengan indikasi terapi, dan terapi ini hanya untuk intervensi yang
paling akhir apabila intervensi yang lain gagal mengatasi perilaku agitasi klien.
Kemungkinan mencederai klien dalam proses restrain sangat besar, sehingga
perlu disiapkan jumlah tenaga perawat yang cukup dan harus terlatih untuk
mengendalikan perilaku klien. Perlu juga dibuat perencanaan pendekatan
dengan klien, penggunaan restrain yang aman dan lingkungan restrain harus
bebas dari benda-benda berbahaya.
Restrain (dalam psikiatrik ) merupakan tindakan menggunakan tali untuk
mengekang dan membatasi gerakan ekstrimitas individu yang berperilaku
diluar kendali yang bertujuan memberikan keamanan fisik dan psikologis
individu.
Alat tersebut meliputi penggunaan manset untuk pergelangan tangan atau
kaki dan kain pengikat. Restrain harus dilakukan pada kondisi khusus, hal ini
merupakan intervensi yang terakhir jika perilaku klien sudah tidak dapat
diatasi atau dikontrol dengan strategi perilaku maupun modifikasi
lingkungan.

1
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup panduan penggunaan restrain adalah untuk melindungi klien dari
cedera fisik dan memberikan lingkungan yang nyaman
A. UNIT TERKAIT
1. Instalasi Gawat Darurat
2. Unit Rawat Inap
3. Unit Rawat Intensif
4. Unit Kamar Bersalin

B. JENIS RESTRAINT
1. Physical Restraint
Kegiatan pengekangan fisik pasien yang melibatkan satu atau lebih
tenaga kesehatan dengan menahan pasien, memegangi pasien yang
bergerak atau menghentikan pasien yang akan meninggalkan tempat
tidur atau ruang perawatan pasien.
2. Mechanical Restraint
Pengekangan fisik pasien secara mekanis dengan menggunakan
peralatan. Misalnya: sarung tangan (mittens) yang dirancang khusus pada
ruang pelayanan intensif; penggunaan meja yang berat atau sabut
pengaman untuk menahan pasien keluar dari kursi roda; penggunaan
bedrails untuk mencegah pasien orang tua keluar dari tempat tidur;
penggunaan kunci atau keypads
3. Technological Surveillance Restraint
Penggunaan teknologi surveilans seperti bantalan tekanan, televisi sirkuit
tertutup atau pintu alarm, untuk mengingatkan tenaga kesehatan
memantau gerakan mereka atau upaya pasien untuk mencoba
meninggalkan tempat tidur atau ruang perawatan. Walaupun pasien
tersebut tidak mendapatkan perlakuan pembatasan gerak secara
langsung, namun dapat digunakan untuk memicu pasien menahan diri

2
setiap kali alarm berbunyi ketika pasien akan meninggalkan ruang
perawatan.
4. Chemical Restraint
Penggunaan obat-obatan untuk pembatasan gerak.
5. Psychological Restraint
Kegiatan pembatasan gerak pasien dengan berulang kali dan secara terus
menerus memberi tahu pasien untuk tidak melakukan sesuatu, atau
apabila melakukan sesuatu merupakan perbuatan yang tidak
diperbolehkan atau terlalu berbahaya. Hal tersebut termasuk mengambil
alih pilihan atas gaya hidup pasien seperti mengatakan kepada pasien
kapan waktunya tidur dan bangun tidur; maupun mengambil peralatan
individual atau hak milik pribadi, seperti mengambil alat bantu berjalan,
kaca mata, atau pakaian luar pasien dengan tujuan untuk menghentikan
pasien untuk keluar meninggalkan tempat tidur atau ruang perawatan.

3
4
A. PRINSIP PEMASANGAN PENGHALANG
1. Pembatasan gerak pasien dengan menggunakan penghalang (restraint)
hanya untuk perlindungan keselamatan dan kepentingan terbaik bagi
pasien dan atau pasien lainnya.
2. Dokter dan atau perawat harus memperhatikan aspek etik-medikolegal
dan memastikan bahwa ada indikasi yang jelas dan dapat
dipertanggungjawabkan atas pemasangan penghalang pada pasien,
mempertimbangkan keamanan, kenyamanan, kehormatan, dan
kebutuhan fisik dan psikologis pasien.
3. Keputusan pemasangan penghalang harus diambil sebagai pilihan dan
langkah terakhir setelah semua upaya untuk meminimalkan risiko atas
keselamatan pasien dilakukan dan segera dilepaskan dalam waktu yang
sesingkat mungkin setelah kondisi atau risiko atas keselamatan pasien
terlampaui.
4. Tenaga kesehatan yang melaksanakan pemasangan penghalang harus
senantiasa menguasai prinsip pemasangan penghalang dan mendapatkan
pelatihan yang berkesinambungan.

5
BAB III
TATA LAKSANA

A. TATA LAKSANA PEMASANGAN PENGHALANG


1. Skrining terhadap pasien perlu dilakukan sebelum pemasangan
penghalang, untuk mengetahui adanya risiko atas keselamatan pasien
selama pelayanan pasien tersebut, misalnya pasien berisiko jatuh,
menciderai diri sendiri atau pasien lainnya, menarik selang
oksigen/infus/peralatan lainnya yang sedang dipasang pada tubuhnya,
atau berperilaku agresif.
2. Perawat yang mengetahui adanya indikasi pemasangan penghalang,
melakukan kolaborasi dan menghubungi dokter DPJP yang akan
menentukan pemasangan penghalang terhadap pasien, termasuk jenis
penghalang yang sesuai untuk pasien tersebut.
3. Pemasangan penghalang harus dipertimbangkan sebagai alternatif
terakhir, setelah semua upaya untuk mengatasi terjadinya risiko atas
diri pasien sudah dilakukan.
4. Dokter dan atau perawat menjelaskan kepada keluarga mengenai
indikasi , risiko maupun manfaat pemasangan penghalang terhadap
pasien dan memberi kesempatan kepada kelluarga untuk bertanya,
serta mencatat pada Form Lembar Edukasi. Apabila diperlukan, keluarga
dapat diminta persetujuan secara tertulis.
5. Perawat mempersiapkan peralatan dan tim untuk pelaksanaan prosedur
pemasangan penghalang, termasuk pelaksanaan monitoring selama
pasien terpasang penghalang.
6. Perawat melaksanakan pemantauan ketat selama pemasangan
penghalang meliputi aspek keamanan, kenyamanan, kehormatan,
privasi, dan kondisi fisik maupun mental pasien.
7. Perawat melakukan pencatatan atas temuan fisik, psikologis, dan aspek
social terhadap pasien serta mencatat pada berkas rekam medis pasien.

6
8. Pemasangan penghalang harus dilakukan sesingkat mungkin dan
dilepaskan segera setelah indikasi atas risiko keselamatan pasien,
tenaga kesehatan, dan pasien lain terlampaui.
B. TATA LAKSANA PEMASANGAN PENGHALANG PADA PASIEN
PSIKIATRIK
1. Lebih baik lima atau minimal empat orang harus digunakan untuk
mengikat klien.
2. Pengikat kulit adalah jenis pengikatan yang paling aman dan paling
menjamin.
3. Jelaskan kepada pasien mengapa mereka akan diikat.
4. Seorang anggota keluarga harus selalu terlihat dan menetramkan pasien
yang diikat. Penentraman membantu menghilangkan rasa takut,
ketidakberdayaan, dan hilangnya kendali klien.
5. Klien harus diikat dengan kedua tungkai terpisah dan satu lengan diikat di
satu sisi dan lengan lain diikat diatas kepala pasien.
6. Pengikatan harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga aliran darah
klien tidak tertekan/terhambat.
7. Kepala klien agak ditinggikan untuk menurunkan perasaan kerentanan
dan untuk menurunkan kemungkinan tersedak.
8. Pengikatan harus diperiksa secara berkala demi keamanan dan
kenyamanan.
9. Setelah diikat, keluarga harus menenangkan klien dengan cara
berkomunikasi.
10. Setelah klien dikendalikan, satu ikatan sekali waktu harus dilepas dengan
interval lima menit sampai klien hanya memiliki dua ikatan. Kedua ikatan
lainnya harus dilepaskan pada waktu yang bersamaan, karena tidak
dianjurkan membiarkan klien hanya dengan satu ikatan.
11. Memasung klien gangguan jiwa tidak dianjurkan, dimana klien
diikat/dirantai, tangan dan atau kakinya dipasang pada sebuah balok kayu
agar tidak berbahaya bagi dirinya sendiri ataupun orang lain dan

7
lingkungan sekitarnya. Pemasungan yang berlangsung lama akan
mengakibatkan anggota tubuh yang dipasung menjadi kecil dan tidak
dapat berfungsi secara normal seperti biasanya.
12. Cara pemasungan lainnya yang tidak dianjurkan adalah pengandangan.
Kandang penderita dibangun diluar desa dan dikunci rapat dan
diasingkan.

C. TATA LAKSANA MONITORING PASIEN DENGAN PENGHALANG


1. Perawat harus membuat rencana keperawatan asuhan pelayanan pasien
dengan penghalang dan ditulis pada berkas rekam medis pasien, agar
diketahui oleh perawat yang bertugas pada shift berikutnya.
2. Rencana keperawatan tersebut meliputi monitoring pasien dengan
penghalang terhadap terjadinya komplikasi atau risiko lain yang dapat
berdampak pada keselamatan pasien.
3. Risiko yang perlu dipertimbangkan menyangkut dampak dari penggunaan
penghalang tersebut, maupun dampak dari upaya pasien untuk
membebaskan diri dari penghalang yang dipasang pada tubuhnya.
4. Perawat perlu mengidentifikasi terjadinya dampak atas pemasangan
penghalang terhadap pasien, dan melakukan kolaborasi dengan DPJP
untuk tindakan pencegahan yang perlu diambil serta mencatat pada
berkas rekam medis pasien.
5. Risiko yang mungkin terjadi selama pemasangan penghalang terhadap
tubuh pasien meliputi:
a. Perpanjangan lama dirawat
b. Trauma langsung
c. Kerusakan saraf (nerve injury)
d. Risiko jatuh
e. Asfiksia
f. Gangguan ritme jantung
g. Inkontinensia

8
h. Decubitus
i. Infeksi nosocomial
j. Pada pasien psikiatrik, dapat menambah agitasi pasien
6. Pada kebanyakan kasus, observasi, asesmen dan asuhan pasien dengan
penghalang perlu dilakukan sedikitnya setiap 2 jam. Pada kasus pasien
dengan agitasi, observasi pasien perlu dilakukan sedikitnya setiap 15
menit. Frekuensi asesmen dan monitoring pasien dengan penghalang
perlu dilakukan secara individual dengan memperhatikan kondisi pasien,
status intelengensi, dan beberapa kondisi terkait lainnya.
7. Observasi dan asesmen yang perlu dilakukan meliputi posisi alat
penghalang, kondisi kulit di sekitar lokasi pemasangan alat penghalang,
sirkularisasi dari ekstremitas yang terpasang alat penghalang.
8. Tindakan yang perlu dilakukan antara lain: mobilisasi aktif maupun pasif
terhadap ekstremitas yang terpasagn alat penghalang, penggantian
posisi, hygiene pasien, asupan makanan dan minuman.

9
BAB IV
DOKUMENTASI

Restrain hendaknya digunakan sebgai alternatif terakhir, sebelum dilakukan


perlu adanya:
1. Perintah tertulis dari dokter yang merawat
2. Klien dan keluarga setuju dilakukan tindakan tersebut dengan
menandatangi formulir informed consent yang sudah disiapkan
3. Perhatikan SPO dari masing-masing restrain yang digunakan (tipe /
macam restrain yang digunakan )
4. Perhatikan waktu pemasangan dan pelepasan restrain.
5. Untuk evaluasi penggunaan restrain dicatat setiap shift jaga perawat
selama pasien menggunakannya dan pencatatannya pada formulir
Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT)

10

Anda mungkin juga menyukai