Anda di halaman 1dari 10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengekangan Fisik


2.1.1 Definisi
Pengekangan Fisik atau Restraint (dalam psikiatrik) secara umum
mengacu pada suatu bentuk tindakan menggunakan tali untuk mengekang atau
membatasi gerakan ekstremitas individu yang berperilaku di luar kendali yang
bertujuan memberikan keamanan fisik dan psikologis individu.
Restraint (fisik) merupakan alternative terakhir intervensi jika dengan
intervensi verbal, chemical restraint mengalami kegagalan. Seklusi
merupakan bagian dari restraint fisik yaitu dengan menempatkan klien di
sebuah ruangan tersendiri untuk membatasi ruang gerak dengan tujuan
meningkatkan keamanan dan kenyamanan klien.
Perawat perlu mengkaji apakah restraint di perlukan atau tidak
Pengekangan atau pengikatan fisik (restrain) pada klien gangguan jiwa
dilakukan disaat berbahaya baik pada diri sendiri atau orang lain atau strategi
yang lainnya sudah tidak dapat dijalankan secara efektif.
2.1.2 Macam Pengekangan Fisik
Pengekangan fisik ada dua macam menurut Yosep (2011),
1. secara mekanik (menggunakan manset, sprei pengekang) atau isolasi

(menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak dapat

keluar atas kemauannya sendiri). Jenis pengekangan mekanik : comisoles

(jaket pengekang), manset untuk pergelangan tangan, manset untuk

pergelangan kaki, dan menggunakan sprei.

2. Pengekangan dengan sprei basah atau dingin. Klien dapat diimobilisasi

dengan membalutnya seperti mumi dalam lapiasan sprei dan selimut.

Lapisan paling dalam terdiri atas sprei yang telah direndam dalam air es.

Walaupun mula-mula terasa dingin, balutan segera menjadi hangat dan


menenangkan. Hal ini dilakukan pada perilaku amuk atau agitasi yang

tidak dapat dikendalikan dengan obat.

Untuk di lapangan biasanya pengekangan fisik dibagi menjadi dua yaitu

tanpa alat dan dengan alat, berikut uraiannya :

a. Alat bantu untuk menahan gerakan tubuh dan kepala pasien


1) Sheet and ties
Penggunaan selimut untuk membungkus tubuh pasien
supaya tidak bergerak dengan cara melingkarkan selimut ke
seluruh tubuh pasien dan menahan selimutnya dengan perekat atau
mengikatnya dengan tali.
2) Restraint Jaket
Restraint jaket digunakan pada pasien dengan tali diikat
dibelakang tempat tidur sehingga pasien tidak dapat membukanya.
Pita panjang diikatkan ke bagian bawah tempat tidur, menjaga
pasien tetap di dalam tempat tidur. Restrain jaket berguna sebagai
alat mempertahankan pasien pada posisi horizontal yang
diinginkan.
3) Papoose board
Papoose board merupakan alat yang biasa digunakan untuk
menahan gerak pasien saat melakukan perawatan gigi. Cara
penggunaannya adalah pasien ditidurkan dalam posisi terlentang
di atas papan datar dan bagian atas tubuh, tengah tubuh dan kaki
pasien diikat dengan menggunakan tali kain yang besar.
Pengendalian dengan menggunakan papoose board dapat
diaplikasikan dengan cepat untuk mencegah pasien berontak dan
menolak perawatan. Tujuan utama dari penggunaan alat ini adalah
untuk menjaga supaya pasien pasien tidak terluka saat
mendapatkan perawatan.
4) Restraint Mumi atau Bedong
Selimut atau kain dibentangkan diatas tempat tidur dengan salah
satu ujungnya dilipat ke tengah. Pasien diletakkan di atas selimut
tersebut dengan bahu berada di lipatan dan kaki ke arah sudut yang
berlawanan.
Lengan kanan pasien lurus kebawah rapat dengan tubuh,
sisi kanan selimut ditarik ke tengah melintasi bahu kanan pasien
dan dada diselipkan dibawah sisi tubuh bagian kiri. Lengan kiri
pasien diletakkan lurus rapat dengan tubuh pasien, dan sisi kiri
selimut dikencangkan melintang bahu dan dada dikunci dibawah
tubuh pasien bagian kanan. Sudut bagian bawah dilipat dan ditarik
kearah tubuh dan diselipkan atau dikencangkan dengan
pinpengaman.
5) Restraint Lengan dan Kaki
Restraint pada lengan dan kaki kadang-kadang digunakan
untuk mengimobilisasi satu atau lebih ekstremitas guna pengobatan
atau prosedur, atau untuk memfasilitasi penyembuhan. Beberapa
alat restraint yang da di pasaran atau yang tersedia, termasuk
restraint pergelangan tangan atau kaki sekali pakai, atau dapat
dibuat dari pita kasa, kain muslin, atau tali stockinette tipis. Jika
restraint jenis ini di gunakan, ukurannya harus sesuai dengan tubuh
pasien. Harus dilapisi bantalan untuk mencegah tekanan yang tidak
semestinya, konstriksi, atau cidera jaringan. Pengamatan
ekstremitas harus sering dilakukan untuk memeriksa adanya tanda-
tanda iritasi dan atau gangguan sirkulasi. Ujung restraint tidak
boleh diikat ke penghalang tempat tidur, karena jika penghalang
tersebut diturunkan akan mengganggu ekstremitas yang sering
disertai sentakan tiba-tiba yang dapat menciderai pasien.
6) Restraint siku
Adalah tindakan mencegah pasien menekuk siku atau
meraih kepala atau wajah. Kadang-kadang penting dilakukan pada
pasien setelah bedah bibir atau agar pasien tidak menggaruk pada
kulit yang terganggu. Bentuk restraint siku paling banyak
digunakan, terdiri dari seutas kain muslin yang cukup panjang
untuk mengikat tepat dari bawah aksila sampai ke pergelangan
tangan dengan sejumlah kantong vertikal tempat dimasukkannya
depresor lidah. Restraint di lingkarkan di seputar lengan dan
direkatkan dengan plester atau pin.
7) Pedi-wrap
Pedi-wrap merupakan sejenis perban kain yang
dilingkarkan pada leher sampai pergelangan kaki pasien pasien
untuk menstabilkan tubuh pasien serta menahan gerakan tubuh
pasien. Pedi-wrap mempunyai berbagai variasi ukuran sesuai
dengan kebutuhan. Alat bantu untuk menahan gerakan mulut dan
rahang pasien
8) Molt Mouth Prop
Molt mouth prop merupakan salah satu alat yang paling
penting dalam melakukan perawatan gigi. Alat ini biasanya
digunakan dalam anestesi umum untuk mencegah supaya mulut
tidak tertutup saat perawatan dilakukan. Alat ini juga sangat cocok
dalam penanganan pasien yang tidak bisa membuka mulut dalam
jangka waktu lama karena suatu keterbatasan. Penggunaan molt
mouth prop harus memperhatikan posisi rahang pasien saat pasien
membuka mulutnya, supaya tidak terjadi dislokasi
temporomandibular. Sebagai tambahan, dokter gigi harus
memindahkan molt mouth prop dari mulut pasien setiap sepuluh
hingga lima belas menit agar rahang dan mulut pasien
dapat beristirahat.
9) Molt Mouth Gags
Molt mouth gags juga merupakan salah satu alat bantu yang dapat
digunakan untuk menahan mulut pasienn
10) Tongue Blades
Tongue blades merupakan alat bantu yang digunakan untuk
menahan lidah pasien supaya tidak mengganggu proses perawatan
b. Pengendalian fisik (physical restraint) tanpa bantuan alat
Pengendalian fisik tanpa bantuan alat merupakan bentuk pengendalian
fisik tanpa menggunakan bantuan alat, pengendalian bentuk ini
merupakan bentuk pengendalian yang menggunakan bantuan perawat
maupun bantuan orang tua atau pihak keluarga pasien. Pengendalian
fisik dengan bantuan tenaga kesehatan pengendalian fisik dengan
menggunakan bantuan tenaga kesehatan merupakan
bentuk pengendalian fisik dimana diperlukan tenaga kesehatan,
misalnya perawat untuk menahan gerakan pasien pasien dengan cara
memegang kepala, lengan, tangan ataupun kaki pasien pasien.
Pengendalian fisik dengan bantuan orang tua pasien pengendalian fisik
dengan bantuan orang tua sebenarnya sama dengan pengendalian fisik
dengan bantuan tim medis (tenaga kesehatan). Hanya saja peran
perawat digantikan oleh orang tua pasien pasien. Cara pengendalian
dengan menggunakan bantuan orang tua lebih disukai pasien apabila
dibandingkan dengan menggunakan bantuan tim medis, sebab pasien
lebih merasa aman apabila dekat dengan orang tuanya.

2.1.3 Indikasi Pengekangan Fisik


1. Perilaku amuk yang membahayakan diri sendiri atau orang lain.
2. Perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan.
3. Ancaman terhadap integritasi fisik yang berhubungan dengan penolakan
klien untuk beristirahat, makan, dan minum.
4. Permintaan klien untuk mengendalikan perilaku eksternal. Pastikan
tindakan ini telah dikaji dan berindikasi terapeutik.

2.1.4 Kontraindikasi Restrain


Penggunaan teknik pengendalian fisik (restraint) tidak boleh diterapkan
dalam keadaan yaitu:
1. Tidak bisa mendapatkan izin tertulis dari orang tua pasien untuk
melaksanakan prosedur kegiatan.
2. Pasien kooperatif.
3. Pasien memiliki komplikasi kondisi fisik atau mental
2.1.5 Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Pada kondisi gawat darurat, restraint/seklusi dapat dilakukan tanpa order
dokter
2. Sesegera mungkin ( < 1 jam ) setelah melakukan restraint/seklusi, perawat
melaporkan pada dokter untuk mendapatkan legalitas tindakan baik secara
verbal maupun tertulis
3. Intervensi restraint/seklusi dibatasi waktu : 4 jam untuk klien berusia > 18
th, 2 jam untuk usia 9-17 th, dan 1 jam untuk umur < 9 tahun
4. Evaluasi dilakukan 4 jam I untuk klien > 18 th, 2 jam I untuk anak-anak
dan usia 9-17 tahun
5. Waktu minimal reevaluasi oleh dokter adalah 8 jam untuk usia > 18 th dan
4 jam untuk usia < 17 tahun
6. Selama restraint/seklusi klien diobservasi tiap 10-15 menit, Fokus
Observasi

a) Tanda-tanda cedera yang berhubungan dengan restraint/seklusi

b) Nutirisi dan hidrasi

c) Sirkulasi dan range of motion ekstrimitas

d) Vital sign

e) Hygiene dan eliminasi

f) Status fisik dan psikologis

g) Kesiapan klien untuk dibebaskan dari restraint dan seklusi

2.1.6 Resiko Penggunaan Restrain


Terdapat beberapa laporan ilmiah mengenai kematian pasien pasien
yang disebabkan oleh penggunaan teknik pengendalian fisik (restraint).
Hubungan kematian pasien dengan gangguan psikologi yang
disebabkan penggunaan restraint adalah dimana ketika pengendalian fisik
(restrain) dilakukan, pasien pasien mengalami reaksi psikologis yang tidak
normal, yaitu seperti menigkatnya suhu tubuh, cardiac arrhythmia yang
kemudian dapat menyebabkan timbulnya positional asphyxia,
excited delirium, acute pulmonary edema, atau pneumonitis yang dapat
menyebabkan kematian pada pasien.

2.1.7 Cara Melakukan Pengekangan Fisik / Restrain


1. Baringkan klien dengan pakaian rumah sakit diatas tempat tidur yang
tahan air.
2. Balutkan sprei pada tubuh klien dengan rapi dan pastikan bahwa
permukaan kulit tidak saling bersentuhan.
3. Tutupi sprei basah dengan selapis selimut.
4. Amati klien dengan konstan.
5. Pantau suhu, nadi, dan pernapasan. Jika tampak sesuatu yang bermakna
buka pengekangan.
6. Berikan cairan sesering mungkin.
7. Pertahankan suasana lingkungan yang tenang.
8. Kontak verbal dengan suara yang menyenangkan.
9. Lepaskan balutan setelah lebih kurang 2 jam.
10. Lakukan perawatan kulit sebelum membantu klien berpakaian.

2.1.8 Kriteria pemilihan jenis restrain


Apabila dalam assessment terdapat suatu kondisi medis yang
mengindikaskan perlunya intervensi untuk melindungi pasien dari ancaman
bahaya, sebaliknya menggunakan metode yang paling aktif tidak restriktif
tetapi efektif dan harus tetap menjamin keselamatan pasien, staf, dan oranng
lain dari ancaman bahaya. Dalam memilih jenis restrain perlu memenuhi 5
kriteria sebagai berikut :
1. Membatasi gerak klien sedikit mungkin
2. Paling masuk akal/bisa diterima oleh klien dan keluarga

2.1.9 Hal Yang Disiapkan Untuk Melakukan Pengekangan Fisik Intensif


Bila pada waktu intervensi awal tidak berhasil, maka diperlukan intervensi
yang lebih aktif. Prosedur penangganan kedaruratan psikiatrik (Yosep,
2011):
1. Identifikasi pemimpin tim kritis. Sebaiknya perawat karena bertanggung
jawab selama 24 jam.
2. Bentuk tim kritis. Meliputi dokter, perawat, dan konselor.
3. Beritahu petugas keamanan jika perlu. Ketua tim harus menjelaskan apa
saja yang menjadi tugasnya selama penanganan klien.
4. Jauhkan klien dari lingkungan.
5. Lakukan pengekangan, jika memungkinkan.
6. Pikirkan suatu rencana penanganan kritis dan beritahu tim.
7. Tugaskan anggota tim untuk mengamankan anggota tubuh klien.
8. Jelaskan perlunya intervensi tersebut kepada klien dan upayakan untuk
kerjasama.
9. Pengekangan klien jika diminta oleh ketua tim kritis. Ketua tim harus
segera mengkaji situasi lingkungan sekitar untuk tetap melindungi
keselamatan kerja dan timnya.
10. Berikan obat jika diinstrusikan.
11. Pertahankan pendekatan penanganan kritis dengan tim kritis.
12. Tinjau kembali intervensi penanganan kritis dengan tim krits.
13. Proses kejadian dengan klien dan staf harus tepat.
14. Secara bertahap mengintegrasikan kembali klien dengan lingkungan.

2.1.10 Kondisi yang diharuskan untuk dilakukan Pengekangan Fisik


1. Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasaan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada
dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah
yang tak terkontrol (Kusumawati dan Hartono, 2011). Perilaku kekerasan
diangggap sebagai suatu akibat yang ekstrem dari marah atau ketakutan/
panik. Perilaku Agresif dan perilaku kekerasan sering dipandang sebagai
rentang dimana agresif verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan (violence)
di sisi yang lain. Suatu keadaan yang menimbulkan emosi, perasaan frustasi,
benci atau marah. Hal ini akan mempengaruhi perilaku seseorang.
Berdasarkan keadaan emosi secara mendalam tersebut terkadang perilaku
menjadi agresif atau melukai karena penggunaan koping yang kurang bagus.
Dilakukan pengekangan fisik jika strategi adaptif dan maladaptif sudah tidak
bisa , serta klien yang sudah hilang kontrol emosi.
2. Gaduh gelisah
Keadaan gaduh gelisah dapat dimasukkan kedalam golongan
kedaruratan psikiatri, bukan karena frekuensinya yang cukup tinggi,
akan tetapi karena keadaan ini berbahaya bagi pasien sendiri maupun
bagi lingkungannya, termasuk orang lain dan barang-barangnya. Tidak
jarang seseorang yang gaduh gelisah dibawa ke rumah sakit. Yang
mengantarnya sering tidak sedikit dan biasanya ialah anggota
keluarganya dan sering mereka juga bingung dan gelisah.

3. Halusinasi

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada indivisu yang
ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghinduan.Pasien merasakan
stimulus yang sebenarnya tidak ada. Halusinasi yang diharuskan Restrain
yaitu klien halusinasi yang mulai menunjukan perilaku kekerasan
diantaranya : marah-marah/mengamuk.

2.1.11 Resiko penggunaan restrain


Terdapat beberapa laporan ilmiah mengenai kematian pasien yang
disebabkan oleh penggunaan teknik pengendalian fisik (restrai) . hubungan
kematian pasien dengan gangguan psikologi yang disebabkan oleh
penggunaan adalah dimana ketika pengendalian fisik dilakukan. Pasien
mengalami reaksi psikologi yang tidak normal, yaitu seperti meningkatnya
suhu tubuh cardiac aritmia yang kemudian dapat menyebabkan timbulnya
positional asphyxia yang dapat menyebabkan kematian.

Anda mungkin juga menyukai