Anda di halaman 1dari 20

2.

1 Pengertian ADL (Activity Daily Living)

ADL (Activity Daily Living )adalah kegiatan melakukan pekerjaan rutin

sehari hari. ADL merupakan aktivitas pokok bagi perawatan diri. ADL meliputi

antara lain : ke toilet, makan, berpakaian (berdandan), mandi, dan berpindah

tempat (Hardywinito & Setiabudi, 2005).

Sedangkan menurut Brunner & Suddarth (2002), ADL adalah aktifitas

perawatan diri yang harus pasien lakukan setiap hari untuk memenuhi kebutuhan

dan tuntutan hidup sehari-hari.

ADL adalah ketrampilan dasar dan tugas okupasional yang harus dimiliki

seseorang untuk merawat dirinya secara mandiri yang dikerjakan seseorang

sehari-harinya dengan tujuan untuk memenuhi atau berhubungan dengan perannya

sebagai pribadi dalam keluarga dan masyarakat (Sugiarto, 2005).

Istilah ADL mencakup perawatan diri (seperti berpakaian, makan &

minum, toileting, mandi, berhias, juga menyiapkan makanan, memakai telephone,

menulis, mengelola uang dan sebagainya) dan mobilitas (seperti berguling di

tempat tidur, bangun dan duduk, transfer atau bergeser dari tempat tidur ke kursi

atau dari satu tempat ke tempat lain) (Sugiarto, 2005).

2.2 Klasifikasi ADL (Activity Daily Living)

1) ADL dasar, sering disebut ADL saja, yaitu ketrampilan dasar yang harus

dimiliki seseorang untuk merawat dirinya meliputi berpakaian, makan & minum,

toileting, mandi, berhias. Ada juga yang memasukkan kontinensi buang air besar
dan buang air kecil dalam kategori ADL dasar ini. Dalam kepustakaan lain juga

disertakan kemampuan mobilitas (Sugiarto, 2005).

2) ADL instrumental, yaitu ADL yang berhubungan dengan penggunaan alat

atau benda penunjang kehidupan sehari-hari seperti menyiapkan makanan,

menggunakan telefon, menulis, mengetik, mengelola uang (Sugiarto, 2005).

3) ADL vokasional, yaitu ADL yang berhubungan dengan pekerjaan atau

kegiatan sekolah.

4) ADL non vokasional, yaitu ADL yang bersifat rekreasional, hobi, dan mengisi

waktu luang.

2.3 Cara Pengukuran ADL

ADL mencakup kategori yang sangat luas dan dibagi-bagi menjadi sub

kategori atau domain seperti berpakaian, makan minum, toileting atau higieni

pribadi, mandi, berpakaian, transfer, mobilitas, komunikasi, vokasional,

rekreasi, instrumental ADL dasar, sering disebut ADL saja, yaitu ketrampilan

dasar yang harus dimiliki seseorang untuk merawat dirinya meliputi berpakaian,

makan dan minum, toileting, mandi, berhias. Ada juga yang memasukkan

kontinensi buang air besar dan buang air kecil dalam kategori ADL dasar ini.

Dalam kepustakaan lain juga disertakan kemampuan mobilitas (Sugiarto, 2005).

Pengkajian ADL penting untuk mengetahui tingkat ketergantungan atau

besarnya bantuan yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Pengukuran

kemandirian ADL akan lebih mudah dinilai dan dievaluasi secara kuantitatif degan

sistem skor yang sudah banyak dikemukakan oleh berbagai penulis ADL dasar,

sering disebut ADL saja, yaitu ketrampilan dasar yang harus dimiliki seseorang
untuk merawat dirinya meliputi berpakaian, makan & minum, toileting, mandi,

berhias. Ada juga yang memasukkan kontinensi buang air besar dan buang air

kecil dalam kategori ADL dasar ini. Dalam kepustakaan lain juga disertakan

kemampuan mobilitas (Sugiarto, 2005).

Tabel 2.1 Beberapa Indeks Pengukuran ADL (Activity Daily Living) menurut
sugiarto, 2005.

Skala Deskripsi & Jenis Kehandalan, Waktu & Komentar


skala Kesahihan & Pelaksanaan
Sensivitas
Indeks barthel Skala ordinal Sangat handal & < 10 menit, Skala ADLyang
dengan skor 0 sangat sahih, dan sangat sesuai sudah diterima
(total dependent)- cukup sensitif. untuk skrining, secara luas,
100(total penilaian kehandalan dan
independent) : 10 formal, kesahihan sangat
item : makan, pemantauan & baik.
mandi, berhias, pemeliharaan
berpakaian, kontrol terapi.
kandung
kencing,dan
kontrol anus,
toileting, ransfer
kursi atau tempat
tidur, mobilitas dan
naik tangga.

Indeks Katz Merupakan Kehandalan & < 10 menit, Skala ADLyang


penilian kesahihan cukup; sangat sesuai sudah diterima
kemandirian yang kisaran ADL sangat untuk skrining, secara luas,
diukur dependensi terbatas (6 item) penilaian kehandalan dan
yang hierarkis : formal, kesahihan cukup,
mandi, berpakaian, pemantauan & menilai
toileting, berpindah pemeliharaan keterampilan
tempat, dan terapi. dasar, tetapi tidak
makan.Penilaian menilai berjalan
dari A (mandiri & naik tangga
pada kelima item)
sampai G
(dependent pada
kelimam item).
FIM Skala ordinal Kehandalan & < 20 menit, Skala ADLyang
(Functional dengan 18 item, 7 kesahihan baik, sangat sesuai sudah diterima
Independence level dengan skor sensitif dan dapat untuk skrining, secara luas.
Measure) berkisar antara 18- mendeteksi penilaian Pelatihan untuk
126; area yang perubahan kecil formal, petugas pengisi
dievaluasi; dengan 7 level. pemantauan & lebih lama karena
perawatan diri, pemeliharaan item banyak.
kontrol stingfer, terapi serta
transfer, lokomosi, evaluasi
komunikasi, dan program.
kognitif sosial.

1) Indeks Barthel (IB)

Indeks Barthel merupakan suatu instrument pengkajian yang berfungsi

mengukur kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri dan mobilitas serta

dapat juga digunakan sebagai kriteria dalam menilai kemampuan fungsional bagi

pasien-pasien yang mengalami gangguan keseimbangan.

menggunakan 10 indikator, yaitu :

Tabel 2.2 Instrument Pengukuran ADL (Activity Daily Living) dengan Indeks
Barthel menurut Sugiarto, 2005).

No. Item yang dinilai Skor Nilai


1. Makan (Feeding) 0 = Tidak mampu
1 = Butuh bantuan memotong, mengoles
mentega dll.
2 = Mandiri
2. Mandi (Bathing) 0 = Tergantung orang lain
1 = Mandiri
3. Perawatan diri 0 = Membutuhkan bantuan orang lain
(Grooming) 1 = Mandiri dalam perawatan muka, rambut,
gigi, dan bercukur
4. Berpakaian 0 = Tergantung orang lain
(Dressing) 1 = Sebagian dibantu (misal mengancing baju)
2 = Mandiri
5. Buang air kecil 0 = Inkontinensia atau pakai kateter dan tidak
(Bowel) terkontrol
1 = Kadang Inkontinensia (maks, 1x24 jam)
2 = Kontinensia (teratur untuk lebih dari 7 hari)
6. Buang air besar 0 = Inkontinensia (tidak teratur atau perlu
(Bladder) enema)
1 = Kadang Inkontensia (sekali seminggu)
2 = Kontinensia (teratur)
7. Penggunaan toilet 0 = Tergantung bantuan orang lain
1 = Membutuhkan bantuan, tapi dapat
melakukan beberapa hal sendiri
2 = Mandiri
8. Transfer 0 = Tidak mampu
1 = Butuh bantuan untuk bisa duduk (2 orang)
2 = Bantuan kecil (1 orang)
3 = Mandiri
9. Mobilitas 0 = Immobile (tidak mampu)
1 = Menggunakan kursi roda
2 = Berjalan dengan bantuan satu orang
3 = Mandiri (meskipun menggunakan alat
bantu seperti, tongkat)
10. Naik turun tangga 0 = Tidak mampu
1 = Membutuhkan bantuan (alat bantu)
2 = Mandiri

Interpretasi hasil :

20 : Mandiri

12-19 : Ketergantungan Ringan

9-11 : Ketergantungan Sedang

5-8 : Ketergantungan Berat


0-4 : Ketergantungan Total

2) Indeks Kats

Indeks katz adalah suatu instrument pengkajian dengan sistem penilaian

yang didasarkan pada kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas

kehidupan sehari-hari secara mandiri. Penentuan kemandirian fungsional dapat

mengidentifikasikan kemampuan dan keterbatasan klien sehingga memudahkan

pemilihan intervensi yang tepat (Maryam, R. Siti, dkk, 2011).

Pengkajian ini menggunakan indeks kemandirian Katz untuk aktivitas

kehidupan sehari-hari yang berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau

bergantung dari klien dalam hal 1) makan, 2) kontinen (BAB atau BAK), 3)

berpindah, 4) ke kamar kecil, 5) mandi dan berpakaian (Maryam, R. Siti, dkk,

2011).

Tabel 2.3 Penilaian Indeks Katz menurut Maryam, R. Siti, dkk, 2011.

Skore Kriteria
Kemandirian dalam hal makan, kontinen (BAB atau BAK),
A
berpindah, ke kamar kecil mandi dan berpakaian.

B Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi tersebut.

Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi dan satu fungsi


C
tambahan.
Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian dan
D
satu fungsi tambahan.
Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke
E kamar kecil dan satu fungsi tambahan.
Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke
F
kamar kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan.
G Ketergantungan pada ke enam fungsi tersebut.
Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
Lain – Lain
diklasifikasikan sebagai C, D, E atau F
Keterangan:

Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari

orang lain. Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak

melakukan fungsi, meskipun sebenarnya mampu.

(1) Mandi

Mandiri: bantuan hanya pada satu bagian mandi (seperti punggung atau

ekstermitas yang tidak mampu) atau mandi sendiri sepenuhnya.

Bergantung: bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh, bantuan masuk dan

keluar dari bak mandsi, serta tidak mandi sendiri.

(2) Berpakaian

Mandiri: mengambil baju dari lemari, memakai pakaian, melepaskan pakaian,

mengancingi atau mengikat pakaian.

Tergantung: tidak dapat memakai baju sendiri atau baju hanya sebagian.

(3) Ke Kamar Kecil

Mandiri: masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian membersihkan genitalia

sendiri.

Tergantung: menerima bantuan untuk masuk ke kamar kecil dan menggunakan

pispot.

(4) Berpindah

Mandiri: berpindah ke dan dari tempat tidur untuk duduk, bangkit dari kursi

sendiri.

Tergantung: bantuan dalam naik atau turun dari tempat tidur atau kursi, tidak

melakukan satu, atau lebih berpindah.


(5) Kontinen

Mandiri: BAK dan BAB seluruh dikontrol sendiri.

Tergantung: Inkontinensia parsial atau lokal; penggunaan kateter, pispot, enema,

dan pembalut (pampres).

(6) Makan

Mandiri: mengambil makanan dari piring dan menyuapinya sendiri.

Bergantung: bantuan dalam hal mengambil makanan dari piring dan

menyuapinya, tidak makan sama sekali, dan makan parenteral (NGT).

Tabel 2.4 Modifikasi Indeks Kemandirian Katz Menurut Maryam, R. Siti, dkk,
2011.

Mandiri Tergantung
No. Aktivitas Nilai (1) (Nilai 0)
1 Mandi di kamar mandi (menggosok,
membersihkan, dan mengeringkan badan).
2 Menyiapkan pakaian, membuka, dan
menggunakannya.
3 Memakan makanan yang telah disiapkan.
4 Memelihara kebersihan diri untuk penampilan
diri (menyisir rambut, mencuci rambut,
mengosok gigi, mencukur kumis).
5 Buang air besar di WC (membersihkan dan
mengeringkn daerah bokong).
6 Dapat mengontrol pengeluaran feses (tinja).
7 Buang air kecil di kamar mandi (membersihkan
dan mengeringkan daerah kemaluan).
8 Dapat mengontrol pengeluaran air kemih.
9 Berjalan di lingkungan tempat tinggal atau ke
luar ruangan tanpa alat bantu, seperti tongkat.
10 Menjalankan agama sesuai agama dan
kepercayaan yang dianut.
11 Melakukan pekerjaan rumah, seperti: merapikan
tempat tidur, mencuci pakaian, memasak, dan
membersihkan ruangan.
12 Berbelanja untuk kebutuhan sendiri atau
kebutuhan keluarga.

13 Mengelola keuangan (menyimpan dan


menggunakan uang sendiri).
14 Mengguanakan sarana transfortasi umum untuk
berpergian.
15 Menyiapkan obat dan minum obat sesuai
dengan aturan (takaran obat dan waktu minum
obat tepat).
16 Merencanakan dan mengambil keputusan untuk
kepentingan keluarga dalam hal penggunakan
uang, aktivitas sosial yang dilakukan dan
kebutuhan akan pelayanan kesehatan.
17 Melakukan aktivitas di waktu luang (kegiatan
keagamaan, sosial, rekreasi, olah raga dan
menyalurkan hobi.
JUMLAH POIN MANDIRI

Analisi Hasil :

Point : 13 – 17 : Mandiri

Point : 0 – 12 : Ketergantungan

2.3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi ADL

ADL (Activities Daily Living) terdiri dari aspek motorik yaitu kombinasi

gerakan volunter yang terkoordinasi dan aspek propioseptif sebagai umpan balik

gerakan yang dilakukan.

Menurut Sugiarto (2005), ADL dasar dipengaruhi oleh :

1) ROM sendi

2) Kekuatan otot

3) Tonus otot

4) Propioseptif

5) Persepti visual
6) Kognitif

7) Koordinasi

8) Keseimbangan tubuh yang jelek

Menurut Hadiwynoto (2005), faktor yang mempengaruhi penurunan ADL

(Activities Daily Living) adalah:

1) Kondisi fisik misalnya penyakit menahun, gangguan mata dan telinga

2) Kapasitas mental

3) Status mental seperti kesedihan dan depresi

4) Penerimaan terhadap fungsinya anggota tubuh

5) Dukungan anggota keluarga

Menurut Hadiwynoto (2005), faktor yang mempengaruhi penurunan ADL

(Activities Daily Living) adalah:

1) Kurangnya bergerak (Immobilisasi)

2) Kepikunan yang berat (Dementia)

3) Beser buang air kecil atau buang air besar (Inkontinensia)

4) Asupan makanan dan minuman yang kurang

5) Lecet dan borok pada tubuh akibat berbaring yang lama (Decubitus)

6) Patah tulang

7) Persendian yang kaku

8) Pergerakan yang terbatas

9) Waktu beraksi yang lambat, keadaan tidak stabil bila berjalan

10) Keseimbangan tubuh yang jelek

11) Gangguan peredaran darah


12) Gangguan penglihatan, gangguan pendengaran

13) Gangguan pada perabaan

14) Gangguan status mental seperti kesedihan atau depresi

2.4 Lansia
1. Pengertian Lansia
Usia lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan
adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia
mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak.
Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan
memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa
orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan
mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya ( Darmojo, 2004).
2. Proses menua
Menurut Constantindes (1994) dalam Nugroho (2000) mengatakan bahwa proses menua
adalah suatu proses menghilangnya secara perlahanlahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak
dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaikinya kerusakan yang diderita. Proses
menua merupakan proses yang terus-menerus secara alamiah dimulai sejak lahir dan
setiap individu tidak sama cepatnya. Menua bukan status penyakit tetapi merupakan
proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun
dari luar tubuh.
Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan
akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan stuktural yang disebut sebagai
penyakit degeneratif seperti, hipertensi, aterosklerosis, diabetes militus dan kanker yang
akan menyebabkan kita menghadapi akhir hidup dengan episode terminal yang dramatik
seperti strok, infark miokard, koma asidosis, metastasis kanker dan sebagainya ( Martono
& Darmojo,edisi ke-3 2004).
3. Batasan Lanjut Usia
Menurut Organiai Kesehatan Dunia (WHO), Batasan lanut usia meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) usia antara 60 sampai 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) usia antara 75 sampai 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) usia di atas 90 tahun (Mubarak dkk, 2006).

4. Teori Penuaan
Para perencana dan pengambil keputusan menaruh perhatian pada aspek lanjut usia yang
sehat dan sakit-sakitan mengingat usia yang panjang, tetapi sakit-sakitan akan menguras
banyak sumber daya dan akan menggangu aktifitas sehari-hari lansia. Dengan indeks
aktifitas sehari-hari menurut Katz, dapat diprediksi berapa usia harapan hidup aktif pada
suatu masyarakat. Dari berbagai studi disimpulkan bahwa dari status fungsional aktifitas
sehari-hari terkait erat bukan hanya dengan usia, tetapi juga dengan penyakit.
Keterbatasan gerak merupakan penyebab utama gangguan aktifitas hidup keseharian
(activity of daily living – ADL) dan IADL (ADL Instrumen) (Guraalnik, dkk dalam
Tamher, 2009).
2.5 Langkah-Langkah Mempertahankan Activity Of Daily Living (ADL) Pada Lansia
1. Latihan kepala dan leher
a. Lihat keatap kemudian menunduk sampai dagu ke dada
b. Putar kepala dengan melihat bahu sebelah kanan lalu sebelah kiri
c. Miringkan kepala ke bahu sebelah kanan lalu kesebelah kiri.
2. Latihan bahu dan lengan
a. Angkat kedua bahu ke atas mendekati telinga kemudian turunkan kembali perlahan-
lahan
b. Tepukan kedua telapak tangan dan renggangkan lengan kedepan lurus dengan bahu.
Pertahankan bahu tetap lurus dan kedua tangan bertepuk kemudian angkat lengan
keatas kepala.
c. Satu tangan menyentuh bagian belakang dari leher kemudian raihlah punggung
sejauh mungkin yang dapat dicapai. Bergantian tangan kanandan kiri.
d. Letakan tangan di punggung kemudian coba meraih keatas sedapatnya.
3. Latihan tangan
a. Letakan telapak tangan diatas meja. Lebarkan jari-jarinya dan tekan ke meja
b. Baliklah telapak tangan. Tariklah ibu jari melintasi permukaan telapak tangan untuk
menyentuh jari kelingking. Kemudian tarik kembali. Lanjutkan dengan menyentuh
tiap-tiap jari dengan ibu jari dan kemudian setelah menyentuh tiap jari.
c. Kepalkan tangan sekuatnya kemudian renggangkan jari-jari selurus mungkin.
4. Latihan punggung
a. Dengan tangan disamping bengkokan badan kesatu sisi kemudian kesisi yang lain.
b. Letakan tangan dipinggang dan tekan kedua kaki, putar tubuh dengan melihat bahu
kekiri dan kekanan..
c. Tepukan kedua tangan dibelakang dan regangkan kedua bahu ke belakang.
5. Latihan paha
a. Latihan ini dapat dilakukan dengan berdiri tegak dan memegang sandaran kursi atau
dengan posisi tiduran.
b. Lipat satu lutut sampai pada dada dimana kaki yang lain tetap lurus, dan tahan
beberapa waktu.
c. Duduklah dengan kedua kaki lurus kedepan. Tekankan kedua lutut pada tempat
tidur hingga bagian belakang lutut menyentuh tempat tidur.
d. Pertahankan kaki lurus tanpa membengkokan lutut, kemudian tarik telapak kaki
kearah kita dan regangkan kembali.
e. Tekuk dan regangkan jari-jari kaki tanpa menggerakan lutut.
f. Pertahankan lutut tetap lurus, putar telapak kaki kedalam sehingga permukaannya
saling bertemu kemudian kembali lagi.
g. Berdiri dengan kaki lurus dan berpegangan pada bagian belakang kursi. Angkat
tumit tinggi-tinggi kemudian putarkan.
6. Latihan pernafasan
a. Duduklah di kursi dengan punggung bersandar dan bahu relaks. Letakkan kedua
telapak tangan pada tulang rusuk. Tarik nafas dalam-dalam maka terasa dada
mengambang. Sekarang keluarkan nafas perlahan-lahan sedapatnya. Terasa tangan
akan menutup kembali.
7. Latihan muka
a. Kerutkan muka sedapatnya kemudian tarik alis keatas
b. Tutup mata kuat-kuat, kemudian buka lebar-lebar
c. Kembangkan pipi keluar sebisanya. Kemudian isap kedalam
d. Tarik bibir kebelakang sedapatnya, kemudian ciutkan dan bersiul
2.6 Jenis Olah Raga / Latihan
Beberapa contoh olah raga yang dapat dilakukan oleh usia lanjut dalam Mempertahankan
Activity Of Daily Living (ADL) Pada Lansia, antara lain :
a. Pekerjaan Rumah dan Berkebun
Kegiatan ini dapat memberikan suatu latihan yang dibutuhkan untuk menjaga kesegaran
jasmani, tetapi harus dilakukan secara tepat, agar nafas sedikit lebih cepat, denyut
jantung lebih cepat dan otot menjadi lelah. Akan tetapi perlu selalu dikontrol terhadap
peningkatan denyut nadi jangan sampai melebihi batas maksimal.
b. Jalan Kaki
Berjalan baik untuk meregangkan otot – otot kaki dan bila jalannya makin lama makin
cepat, akan bermanfaat bagi daya tahan tubuh. Bila anda memilih jenis ini sebaiknya
dilakukan pada pagi hari antara pukul 5 – 6, dikala udara masih bersih dan segar. Lokasi
terbaik adalah daerah perkebunan atau pegunungan yang jauh dari asap kendaraan
bermotor, pabrik yang menyebabkan polusi udara.
c. Berenang
Berenang akan melatih pergerakan seluruh tubuh. Latihan ini lebih baik lagi untuk orang
– orang yang mengalami kelemahan otot atau kaku sendi, asalkan dilakukan secara
teratur.
d. Lompat Tali
Melompat tali mempunyai beberapa keistimewaan (menggerakkan tali secara berirama
menggerakkan tubuh bagian atas lebih banyak daripada lari perlahan
2.7 Teknik dan Cara berlatih
Teknik dan cara berlatih yang dilakukan untuk Mempertahankan Activity Of Daily
Living (ADL) Pada Lansia terbagi dalam tiga segmen seperti yang dijelaskan di bawah ini:
1. Pemanasan (warming up)
Gerakan umum (yang melibatkan sebanyak-banyaknya otot dan sendi) dilakukan secara
lambat dan hati-hati. Pemanasan dilakukan bersama dengan peregangan (stretching).
Lamanya kira-kira 8-10 menit.
Pada 5 menit terakhir pemanasan dilakukan lebih cepat. Pemanasan dimaksud untuk
mengurangi cedera dan mempersiapkan sel-sel tubuh agar dapat turut serta dalam
proses metabolisme yang meningkat.
2. Latihan inti
Latihan inti bergantung pada komponen/faktor yang dilatih. Gerakan senam dilakukan
berurutan dan dapat diiringi oleh musik yang disSesuaikan dengan gerakannya. Untuk
lansia biasanya dilatih:
a. Daya tahan (endurance);
b. Kardiopulmonal dengan latihan-latihan yang bersifat aerobik;
c. Fleksibilitas dengan peregangan;
d. Kekuatan otot dengan latihan beban;
e. Komposisi tubuh dapat diatur dengan pengaturan pola makan latihan aerobik
kombinasi dengan latihan beban kekuatan.
3. Pendinginan (cooling down)
Dilakukan secara aktif. Artinya, sehabis latihan inti perlu dilakukan gerakan umum yang
ringan sampai suhu tubuh kembali normal yang ditandai dengan pulihnya denyut nadi
dan terhentinya keringat. Pendinginan dilakukan seperti pada pemanasan,yaitu selama 8-
10 menit.
2.8 Olahraga/Latihan Fisik yang Membahayakan bagi Lansia
Olahraga bertujuan untuk meningkatkan kesehatan tubuh, namun tidak semua olahraga
baik dilakukan oleh lansia. Ada beberapa macam gerakan yang dianggap membahayakan
saat berolahraga. Gerakan-gerakan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sit-up dengan kaki lurus
Cara-cara sit-up yang dilakukan dengan kaki lurus dan lutut dipegang dapat
menyebabkan masalah padapunggung. Oleh karena sit-up cara klasik ini menyebabkan
otot liopsoas/fleksor pada punggung (otot yang melekat pada kolumna vertebralis dan
femur) menanggung semua beban. Otot ini merupakan otot terkuat di daerah perut. Jika
fleksor punggung ini digunakan, maka pinggul terangkat ke depan dan otot-otot kecil
pada punggung akan berkontraksi, sehingga punggung kita akan melengkung. Jadi,
latihan seperti ini akan menyebabkan pemendekan otot punggung bagian bawah dan
paha. Akhirnya menyebabkan pinggul terangkat ke atas secara permanen dan lengkung
lordosis menjadi lebih banyak, sehingga menimbulkan masalah pada pinggang.
Tetapi bila kita membengkokkan lutut pada waktu latihan sit-up, otot-otot fleksor
panggul tidak bergerak. Dengan cara demikian, semua badan bertumpu pada otot perut
dan kecil kemungkinan terjadinya trauma pada pinggang bagian bawah.
2. Meraih ibu jari kaki
Kadang-kadang untuk mengecilkan atau menguatkan perut diadakan latihan meraih
ibu jari kaki. Latihan-latihan ini selain tidak dapat mencaai ujuan, yaitu mengecilkan
perut, juga kurang baik karena dapat menyebabkan cedera. Sebetulnya latihan-latihan
meraih ibu jari kaki adalah latihan untuk menguatkan otot-otot punggung bagian bawah.
Gerakan ini akan menyebabkan lutut menjadi hiperekstensi. Sebagai konsekuensinya,
tekanan yang cukup berat akan menimpa vertebra lumbalis yang akhirnya menyebabkan
keluhan-keluhan pada punggung bagian bawah. Kadang-kadang hal ini dapat
menyebabkan gangguan pada diskus invertebralis.
3. Mengangkat kaki
Mengangkat kaki pada posisi tidur terlentang sampai kaki terangkat ± 15 cm dari
lantai, kemudian ditahan beberapa saat selama mungkin. Latihan ini tidak baik, karena
dapat menyebabkan rasa sakit pada punggung bagian bawah (low back pain) dan
menyebabkan terjadinya lordosis yang dapat menyebabkan gangguan pada punggung.
Bahaya yang ditimbulkan ialah otot-otot perut tidak cukup kuat untuk menahan kaki
setinggi 15 cm dari lantai dalam waktu yang cukup lama dan kaki tidak dapat menahan
punggung bagian bawah. Akibatnya terjadi rotasi pelvis ke depan. Rotasi ini
menyebabkan gangguan dari punggung bagian bawah.
4. Melengkungkan punggung
Gerakan hiperekstensi ini banyak dilakukan dengan tujuan meregangkan otot perut
agar otot perut menjadi lebih kuat. Hal ini kurang benar, karena dengan melengkungkan
punggung tidak akan menguatkan otot perut, melainkan melemahkan persendian tulang
punggung.
2.9 Hal-hal yang Perlu Mendapat Perhatian dalam Menjalin Hubungan dengan Lansia
Hal-halyang Perlu Mendapat Perhatian dalam Menjalin Hubungan dengan Lansia adalah
sebagai berikut:
1. Lingkungan (fisik dan psikologis)
a. Siapkan area yang adekuat.contoh: klien di kursi roda
b. Suasana tenang dan tidak ribut/bising. Contoh: suara TV, radio
c. Nyaman dan tidak panas
d. Gunakan cahaya yang agak redup,hindari cahaya langsung
e. Tempatkan pada posisi yang nyaman bila berganti posisi atau tanyakan apakah
ingin di tempat tidur
f. Sediakan waktu yang cukup dan air minum
g. Privasi harus dijaga
h. Perhitungkan tingkat energi dan kemampuan klien
i. Sabar, rileks, dan tidak terburu-buru. Beri klien waktu untuk menjawab pertanyaan
j. Perhatikan tanda-tanda kelelahan (mengeluh, respons menjadi lambat, mengerut,
dan tersinggung)
k. Rencanakan apa yang akan dikaji
l. Melakukan pengkajian pada saat energi klien meningkat. Contoh: sehabis makan
2. Interviewer (sikap perawat: perasaan, nilai, dan kepercayaan)
a. Mengetahui mitos-mitos seputar lansia
b. Menjelaskan tujuan wawancara
c. Menggunakan berbagai teknik untuk mengimbangi kebutuhan pengumpulan data
dengan kepentingan klien
d. Mencatat data harus seizin klien
e. Pada awal interaksi perawat harus merencanakan bersama klien cara yang paling
efektif dan nyaman
f. Menggunakan sentuhan
g. Sesuaikan situasi dan kondisi wawancara
h. Bicara tidak terlalu keras
3. Klien
a. Beberapa kultur yang memengaruhi kemampuan klien untuk berpartisipasi sangat
berarti dalam wawancara.
b. Faktor-faktor yang memengaruhi proses penuaan adalah hereditas, nutrisi, status
kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan dan stres.
c. Perawat harus menyadari faktor-faktor ini karena kemampuan lansia untuk
mengkomunikasikan semua informasi penting sangat ditentukan oleh kelengkapan
dan kesesuaian wawancara.
Asuhan Keperawatan Pada Lansia
Proses keperawatan pada lansia meliputi hal-hal dibawah ini:
1. Pengkajian
Status kesehatan pada lansia dikaji secara komprehensif, akurat dan sistematis. Informasi
yang dikumpulkan selama pengkajian harus dapat dipahami dan didiskusikan dengan anggota
tim, keluarga klien, dan pemberi pelayanan interdisipliner.
Tujuan dari melakukan pengkajian adalah untuk menentukan kemampuan klien dalam
memelihara diri sendiri, melengkapi data dasar untuk membuat rencana keperawatan, serta
memberi waktu pada klien untuk berkomunikasi. Pengkajian ini meliputi aspek fisik, psikis,
sosial, dan spiritual dengan melakukan kegiatan pengumpulan data melalui wawancara, observasi
dan pemeriksaan (CGA: comprehensive geriatric assessment).
Pengkajian pada lansia yang ada di keluarga dilakukan dengan melibatkan keluarga
sebagai orang terdekat yang mengetahui tentang masalah kesehatan lansia. Sedangkan
pengkajian pada kelompok lansia di panti ataupun di masyarakat dilakukan dengan melibatkan
penanggung jawab kelompok lansia, kultural, tokoh masyarakat, serta petugas kesehatan.
Untuk itu, format pengkajian yang digunakan adalah format pengkajian pada lansia yang
dikembangkan sesuai dengan keberadaan lansia. Format yang dikembangkan minimal terdiri
atas: data dasar (identitas, alamat, usia, pendidikan, pekerjaan, agama dan suku bangsa); data
biopsikososial, spiritual, kultural; lingkungan; status fungsional; fasilitas penunjang kesehatan
yang ada; serta pemeriksaan fisik.
2. Diagnosis Keperawatan
Perawat menggunakan hasil pengkajian untuk menentukan diagnosis keperawatan. Diagnosis
keperawatan dapat berupa diagnosis keperawatan individu, diagnosis keperawatan keluarga
dengan lansia, ataupun diagnosis keperawatan pada kelompok lansia.
Masalah keperawatan yang dijumpai antara lain gangguan nutrisi: kurang/lebih; gangguan
persepsi sensorik; pendengaran, penglihatan; kurangnya perawatan diri; intoleransi
aktivitas;gangguan pola tidur; perubahan pola eliminasi; gangguan mobilitas fisik; risiko cedera;
isolasi sosial; menarik diri; harga diri rendah; cemas; reaksi berduka; marah; serta penolakan
terhadap proses penuaan.
Contoh diagnosis keperawatan lansia dengan masalah keperawatan gangguan sensori
persepsi: penglihatan adalah sebagai berikut:
a. Diagnosis keperawatan pada lansia secara individu: gangguan sensori-persepsi: penglihatan yang
berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan.
b. Diagnosis keperawatan pada keluarga dengan lansia: gangguan sensori persepsi: pada ibu S di
keluarga bapak A yang berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat lansia dengan
katarak.
c. Diagnosis keperawatan pada kelompok lansia di panti: risiko cedera pada kelompok lansia di
panti X yang berhubungan dengan penurunan penglihatan ditandai dengan 80% lansia di panti X
mengatakan tidak dapat melihat jauh, 20% lansia di panti X pernah jatuh diselokan karena tidak
melihat jalan dengan jelas, 80% lansia di panti X tampak lensa matanya keruh.

3. Rencana Keperawatan
Perawat mengembangkan rencana pelayanan yang berhubungan dengan lansia dan hal-hal
lain yang berkaitan. Tujuan, prioritas, serta pendekatan keperawatan yang digunakan dalam
rencana perawatan termasuk didalamnya kepentingan terapeutik, promotif, preventif, dan
rehabilitatif.
Rencana keperawatan membantu klien memperoleh dan mempertahankan kesehatan pada
tingkatan yang paling tinggi, kesejahteraan dan kualitas hidup dapat tercapai, demikian juga
halnya untuk menjelang kematian secara damai. Rencana dibuat untuk keberlangsungan
pelayanan dalam waktu yang tak terbatas, sesuai dengan respons atau kebutuhan klien.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun rencana keperawatan.
a. Sesuaikan dengan tujuan yang spesifik di mana diarahkan pada pemenuhan kebutuhan dasar.
b. Libatkan klien dan keluarga dalam perencanaan.
c. Kolaborasi dengan profesi kesehatan yang terkait.
d. Tentukan prioritas.klien mungkin sudah puas dengan kondisinya, bangkitkan perubahan tetapi
jangan dipaksakan, rasa aman dan nyaman adalah yang utama
e. Sediakan waktu yang cukup untuk klien.
f. Dokumentasikan rencana keperawatan yang telah dibuat.

4. Tindakan Keperawatan
Perawat melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana perawatan yang telah
dibuat. Perawat memberikan pelayanan kesehatan untuk memelihara kemampuan fungsional
lansia dan mencegah komplikasi serta meningkatkan ketidakmampuan. Tindakan keperawatan
berdasarkan rencana keperawatan dari setiap diagnosis keperawatan yang telah dibuat dengan
didasarkan pada konsep asuhan keperawatan gerontik. Tindakan keperawatan yang dilakukan
pada lansia:
a. Menumbuhkan dan membina hubungan saling percaya dengan cara memanggil nama klien.
b. Menyediakan penerangan yang cukup: cahaya matahari, ventilasi rumah, hindarkan dari cahaya
yang silau, penerangan di kamar mandi, dapur, dan ruangan lain sepanjang waktu.
c. Meningkatkan rangsangan pancaindra melalui buku-buku yang dicetak besar dan berikan warna
yang dapat dilihat.
d. Mempertahankan dan melatih daya orientasi realita: kalender, jam, foto-foto, serta banyaknya
jumlah kunjungan.
e. Memberikan perawatan sirkulasi: hindari pakaian yang sempit, mengikat/menekan, mengubah
posisi, dukung untuk melakukan aktivitas, serta melakukan penggosokan pelan-pelan waktu
mandi.
f. Memberikan perawatan pernapasan dengan membersihkan hidung, melindungi dari angin, dan
meningkatkan aktivitas pernapasan dengan latihan napas dalam (latihan batuk). Hati-hati dengan
terapi oksigen, perhatikan tanda-tanda gelisah, keringat berlebihan, gangguan penglihatan, kejang
otot, dan hipotensi.
g. Memberikan perawatan pada organ pencernaan: beri makan porsi kecil tapi sering, beri makan
yang menarik dan dalam keadaan hangat, sediakan makanan yang disukai, makanan yang cukup
cairan, banyak makan sayur dan buah, berikan makanan yang tidak membentuk gas, serta sikap
fowler waktu makan.
h. Memberikan perawatan genitourinaria dengan mencegah inkontinensia dengan menjelaskan dan
memotivasiklien untuk BAK tiap 2 jam serta observasi jumlah urine pada saat akan tidur. Untuk
seksualitas, sediakan waktu untuk konsultasi.
i. Memberikan perawatan kulit. Mandi: gunakan sabun yang mengandung lemak, hindari
menggosok kulit dengan keras, potong kuku tangan dan kaki, hindari menggarukdengan keras,
serta berikan pelembap (lotion) untuk kulit.
j. Memberikan perawatan muskuloskeletal: bergerak dengan keterbatasan, ubah posisi tiap 2 jam,
cegah osteoporosis dengan latihan aktif/pasif, serta anjurkan keluarga untuk membuat klien
mandiri.
k. Memberikan perawatan psikososial: jelaskan dan motivasi untuk sosialisasi, bantu dalam
memilih dan mengikuti aktivitas, fasilitasi pembicaraan, sentuhan pada tangan untuk memelihara
rasa percaya, berikan penghargaan, serta bersikap empati.
l. Memelihara keselamatan: usahakan agar pagar tempat tidur (pengaman) tetap dipasang, posisi
tempat tidur yang rendah, kamar dan lantai tidak berantakan dan licin, cukup penerangan, bantu
untuk berdiri, serta berikan penyangga pada waktu berdiri bila diperlukan.

Anda mungkin juga menyukai