Anda di halaman 1dari 31

LOGO

Latar belakang
 Pasien dengan gangguan jiwa merupakan seseorang yang beresiko
tinggi untuk melakukan tindakan kekerasan baik pada diri sendiri,
orang lain, maupun lingkungannya
 Perilaku pasien yang dapat mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya muncul karena tanda gejala positif seperti halusinasi
 Perilaku kekerasan yang dilakukan pasien antara lain dalam bentuk
kata-kata kasar sebanyak 60%, melakukan tindakan kekerasan
terhadap objek sebanyak 29 % dan melakukan kekerasan terhadap
diri sendiri sebanyak 19 % (Bobes, Fillat&Aranggo, 2009)
 Perilaku maladaptif yang muncul pada pasien dengan tanda gejala
negatif seperti isolasi sosial adalah adanya percobaan bunuh diri
 Penanganan yang sering dilakukan dilakukan di rumah sakit jiwa
adalah pengikatan atau restrain (restraint) dan pengurungan atau
seklusi (seclusion).
 Sedangkan pasien dengan skizofrenia di komunitas akan di restrain
dan di seklusi yang dikenal dengan istilah pasung (confinement)
(Minas & Diatri, 2008).
 Restrain dan seklusi adalah tindakan untuk mengendalikan pasien
yang dilakukan oleh profesional,
 pasung (confinement) adalah tindakan untuk mengendalikan pasien
yang tidak terkontrol oleh masyarakat biasa atau non profesional
 Restrain dan seklusi hingga saat ini masih dilaksanakan di rumah
sakit jiwa di seluruh dunia.
 Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 67 dari 1000 orang
pasien yang di rawat di rumah sakit jiwa di Amerika Serikat selama
10 tahun terakhir yang di lakukan pengasingan setiap hari,
sedangkan sebanyak 29 % atau 42,7 dari 1000 orang pasien
dilakukan pengikatan setiap harinya (Correll, 2011).
 Australia mengalami peningkatan jumlah restrain dan seklusi dari
9% hingga 31% dari tahun 2000 hingga tahun 2010 mengalami
seklusi, dengan angka 33 kali pengurungan setiap hari dan 12.000
pengurungan atau seklusi pertahun
 Angka pasien yang dilakukan resrain dan seklusi di rumah sakit
jiwa Provinsi Bali pada tahun 2015 sebanyak 498 pasien (rata-rata
42 orang perbulan, rata-rata 2 orang perhari) dengan rata-rata lama
pengekangan adalah 4 jam
 Pengertian dasar restraint: ‘membatasi gerak’ atau
‘membatasi kebebasan
 Pengertian secara internasional: restraint adalah suatu
metode/cara pembatasan/restriksi yang disengaja
terhadap gerakan/perilaku seseorang.
 Restraint adalah suatu tindakan untuk menghambat /
mencegah seseorang melakukan sesuatu yang
diinginkan.
 Membatasi gerak pasien dengan menggunakan alat-alat
mekanik atau manual dilakukan pada konsisi khusus,
merupakan intervensi yang terakhir jika perilaku klien
sudah tidak dapat diatasi atau dikontrol dengan strategi
perilaku maupun modifikasi lingkungan
 Restrain adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk
mengekang seseorang dengan menggunakan fisik atau
alat lain
Jenis Restrain
1. Pembatasan Fisik
Melibatkan satu atau lebih staf untuk
memegangi pasien, menggerakkan pasien, atau
mencegah pergerakan pasien
Pemegangan fisik: biasanya staf memegangi
pasien dengan tujuan untuk melakukan suatu
pemeriksaan fisik atau tes rutin..
2. Pembatasan Mekanis
Melibatkan penggunaan suatu alat.
Misalnya:
 Peralatan sehari-hari: ikat pinggang atau
sabuk untuk mencegah pasien jatuh dari
kursi, penggunaan pembatas di sisi kiri dan
kanan tempat tidur (bedrails) untuk mencegah
pasien jatuh/ turun dari tempat tidur.
 Pengontrolan kebebasan gerak pasien:
penggunaan kunci, penyekat, tombol
pengatur, dan sebagainya.
3. Pembatasan Kimia
Melibatkan penggunaan obat-obatan untuk
membatasi pasien.
Obat-obatan dianggap sebagai suatu restraint
hanya jika penggunaan obat-obatan tersebut
tidak sesuai dengan standar terapi pasien dan
untuk tujuan kenyamanan staf, untuk
mendisiplinkan pasien, atau sebagai metode
untuk pembalasan dendam.
Pemberian obat-obatan sebagai bagian dari tata
laksana pasien tidak dianggap sebagai restraint.
4. Pembatasan Psikologis
 Dapat meliputi: pemberitahuan secara konstan / terus-
menerus kepada pasien mengenai hal-hal yang tidak
boleh dilakukan atau memberitahukan bahwa pasien
tidak diperbolehkan melakukan hal-hal yang mereka
inginkan karena tindakan tersebut berbahaya.
 seperti: memberitahukan kepada pasien mengenai
waktu tidur dan waktu bangunnya.
 Contoh lainnya: pembatasan benda-benda / peralatan
milik pasien, seperti: mewajibkan pasien menggunakan
seragam rumah sakit dengan tujuan mencegah pasien
untuk kabur / keluar.
1. Pasien menunjukkan perilaku yang beresiko
membahayakan dirinya sendiri dan atau
orang lain
2. Pasien yang membutuhkan tata laksana
emergensi (segera) yang berhubungan dengan
kelangsungan hidup pasien
3. Restraint digunakan jika intervensi lainnya
tidak efektif untuk melindungi pasien, staf,
atau orang lain dari ancaman bahaya
4. Permintaan klien untuk pengendalian prilaku
eksternal. Pastikan bahwa tindakan ini sudah
dikaji dan berindikasi terapeutik
Kriteria Pemilihan Restrain

1. Membatasi gerak pasien sesedikit


mungkin
2. Paling masuk akal / bisa diterima
oleh pasien dan keluarga
3. Tidak mempengaruhi proses
perawatan pasien.
4. Mudah dilepas / diganti
5. Aman untuk pasien
Dampak Negatif Penggunaan
Restrain
1.Dampak fisik
 Atrofi otot
 Hilangnya / berkurangnya densitas
tulang
 Ulkus decubitus
 Infeksi nosocomial
 Strangulasi
 Penurunan fungsional tubuh
 Stress kardiak
 inkontinensia
2. Dampak psikologis
 Depresi

 Isolasi emosional

 Kebingungan (confusion) dan


agitasi
Jenis-jenis Restraint Mekanis
1. Camisole (jaket pengekang)

Klp IV _ 2011
2. Manset/tali untuk pergelangan tangan dan kaki
3. Kursi geriatric
4. Sprei/selimut basah
Yang berwenang untuk membuat keputusan
mengenai penggunaan restraint adalah Dokter
Penanggung Jawab Pasien. Jika dokter
penanggungjawab pasien tidak hadir saat
dibutuhkan instruksi, maka tanggung jawab ini
harus didelegasikan kepada dokter lainnya
Retrain dilakukan utk mengendalikan perilaku pasien
bukan sebagai hukuman
Restraint merupakan suatu hal yang tidak terjadi
setiap waktu, bukanlah hal yang rutin terhadap
kondisi /perilaku tertentu pasien.
Ikat dengan posisi anatatomis, ikatan tidak
terjangkau oleh klien
Setiap pasien harus dinilai dan intervensi
yang diberikan haruslah sesuai dengan
kebutuhan dan kepentingan pasien
Restraint ini berperan sebagai
cara/alternatif terakhir jika metode yang
kurang restriktif lainnya tidak berhasil/tidak
efektif untuk memastikan
 Instruksi mengenai penggunaan restraint
ini tidak boleh diberlakukan sebagai
instruksi pro re nata (jika perlu) artinya
pasien yang baru terbebas dari
penggunaan restraint dan kemudian
menunjukkan perilaku yang
membahayakan dan hanya dapat diatasi
oleh re-aplikasi restraint, diperlukan
instruksi baru untuk melakukan re-aplikasi
 Instruksi penggunaan restraint yang bertujuan
untuk manajemen perilaku
destruktif/membahayakan harus dievaluasi dalam
kurun waktu tertentu sesuai batas waktu (durasi)
berlakunya restraint seperti tercantum di bawah ini:
 4 jam untuk dewasa ≥ 18 tahun ke atas

 2 jam untuk anak dan remaja usia 9-17 tahun

 1 jam untuk anak < 9 tahun

 untuk restraint jenis kimia : batas waktu hingga


24 jam
Perlu diketahui: batas waktu evaluasi seperti yang
disebutkan di atas tidak berlaku pada kasus
penggunaan restraint dengan tujuan manajemen
perilaku non-destruktif
 Keputusan untuk menghentikan restraint
harus berdasarkan pada pertimbangan
bahwa restraint tidak lagi dibutuhkan.
 Suatu kondisi pembebasan restraint
sementara yang diawasi secara langsung
oleh staf dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan pasien (seperti pergi ke kamar
mandi, makan, atau latihan gerak tubuh)
tidak dianggap sebagai pemberhentian
restraint.
 Penggunaan restraint harus sesuai dengan prinsip
etis seperti di bawah ini:
 Beneficence: bertujuan untuk kepentingan pasien
(bersifat menguntungkan pasien)
 Non-maleficence: tidak membahayakan pasien /
merugikan pasien
 Justice: memperlakukan semua pasien dengan
setara dan adil
 Autonomy: menghargai hak pasien dalam
mengambil keputusan terhadap dirinya sendiri
 Prosedur yang harus diobservasi sebelum dan
setelah aplikasi restraint:
 Inspeksi tempat tidur, tempat duduk, restraint,
dan peralatan lainnya yang akandigunakan
selama proses restraint mengenai keamanan
penggunaannya.
 Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai
alasan penggunaan restraint dan kapan
restraint tidak lagi diperlukan.
 Semua objek / benda yang berpotensi
membahayakan (seperti sepatu, perhiasan,
selendang, ikat pinggang, tali sepatu, korek api)
harus disingkirkan sebelu restraint diaplikasikan.
 Setelah aplikasi restraint, pasien diobservasi oleh
staf.
 Kebutuhan pasien, seperti makan, minum,
mandi, dan penggunaan toilet akan tetap
dipenuhi. Tawarkan asupan cairan /
makanan dan penggunaan kamar mandi
setiap jam (saat pasien bangun).
 Restraint dilepas / dilonggarkan setiap 2
jam selama 15 menit ATAU lakukan pijatan
bertekanan lembut setiap 2 jam selama 15
menit.
 Pada pasien dengan perilaku destruktif,
evaluasi dilakukan oleh dokter atau
perawat yang bertugas dalam waktu 1 jam
setelah aplikasi restraint. Lakukan
observasi secara terus-menerus setiap 15
menit dan dicatat
PENATALAKSANAAN PENGIKATAN FISIK
 Berbicara secara meyakinkan kepada pasien untuk
menghentikan perilakunya.
 Ulangi penjelasan jika tidak menghentikan
perilakunya akan dilakukan pengikatan.
 Siapkan peralatan dan medikasi.
 Tawarkan untuk menggunakan medikasi dari pada
dilakukan pengikatan>>>Jangan tawar-menawar
dengan pasien.
 Jangan membiarkan pasien berpikir tentang
keraguan kita untuk melakukan pengikatan.
 Staf yang akan membantu pengikatan harus sudah
berada ditempat.
 Sering terjadi dengan banyaknya staf akan
membuat pasien berubah pikiran untuk tidak
melawan.
 Susunan tim (5 – 6 orang) minimal 3 orang
 Empat menahan anggota gerak.
 Satu mengendalikan kepala.
 Satu melakukan prosedur pengikatan.
 Tiap anggota gerak satu ikatan
 Lakukan pengikatan pada kedua pergelangan tangan dan
kaki pasien dengan fixer bawah
 Posisi ektremitas yang diikat dalam posisi anatomis
 Pastikan ada jarak 1 jari antara tali dengan kulit
pergelangan pasien
 Lakukan observasi minimal tiap 2 jam, termasuk tanda-
tanda vital
 Lakukan mobilisasi anggota gerak tiap 2 jam dan
mengubah posisi kedua tangan yang diikat
 Semua kebutuhan pasien seperti makan, minum,
kebersihan dan lain-lain harus dibantu
TINDAKAN FIKSASI/RESTRAIN PASIEN
No. Dokumen No. Revisi Halaman

RUMAH SAKIT JIWA


RSJ-SPO-KOP-01-013 03 1 /2
PROVINSI BALI
Tanggal terbit : Ditetapkan
STANDAR Direktur RSJ Provinsi Bali
PROSEDUR dr. Gede Bagus Darmayasa, M.Repro
OPERASIONAL 02 Januari 2015 Pembina Tk.I
NIP.19610726 198803 1 004.
PENGERTIAN Suatu teknik mengistirahatkan pasien dengan cara mengikat pasien ke tempat tidur untuk
membatasi perilaku yang tidak terkontrol
TUJUAN Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk melaksanakan prosedur tindakan
fiksasi/restrain pasien
KEBIJAKAN SK Direktur RS Jiwa Provinsi Bali No. 188.44/ 62/R.S. Jiwa015/2015 Tentang Pemberlakuan
Panduan Pelayanan Pasien Dengan Alat Pengikat (Restrain) Di Rsj Provinsi Bali
PROSEDUR 1. Setelah semua peralatan siap, perawat meminta bantuan teman sejawat dan Satpam dengan
jumlah sesuai kondisi pasien yaitu 5-6 orang minimal 3 (tiga) orang
2. Jelaskan kembali pada pasien tentang perlunya tindakan dilakukan
3. Satu orang perawat, mengamankan jalan yang akan dilalui pasien
4. Dua orang lainnya memegang tangan pasien dari belakang dan menidurkan pada tempat
tidur yang sudah disiapkan
5. Kalau diperlukan pasien dapat digotong dan ditidurkan ditempat tidur
6. Lakukan pengikatan pada kedua pergelangan tangan dan kaki pasien dengan fixer bawah
7. Posisi ektremitas yang diikat dalam posisi anatomis
8. Pastikan ada jarak 1 jari antara tali dengan kulit pergelangan pasien
9. Lakukan observasi tiap 2 jam, termasuk tanda-tanda vital
10.Lakukan mobilisasi anggota gerak tiap 2 jam dan mengubah posisi kedua tangan yang diikat
11.Semua kebutuhan pasien seperti makan, minum, kebersihan dan lain-lain harus dibantu
oleh perawat
12.Dokumentasikan semua tindakan yang telah dilakukan
UNIT TERKAIT 1. Dokter
2. Perawat
3. Satpam
Observasi Restrain

Jam 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 20 21 22 23 24
A
V
N

Anda mungkin juga menyukai