Anda di halaman 1dari 24

INTERVENSI KEPERAWATAN PADA BAYI

DAN ANAK
DI

Oleh :
KELOMPOK 3

Rina fazilla (21010097)


Putri Bahagia (21010093)
Ramadhana asmila (21010096)
Nadia (21010084)
Nanda Rizki (21010089)
Husnul Fatana (21010074)
Luthfiana Nufus (21010077)
Sarah Naiya (21010099)

Dosen :Neila Fauzia,S. Kep.,MMRS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)


MEDIKA NURUL ISLAM SIGLI
TAHUN 2023

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan generasi penerus suatu bangsa yang harus tumbuh


menjadi orang dewasa yang cerdas dan sehat. Walaupun terdapat variasi
yang besar akan tetapi setiap anak akan melalui suatu milestone yang
merupakan tahapan dari tumbuh kembangnya dan setiap tahap
mempunyai ciri tersendiri. Anak yang sehat merupakan dambaan dari
semua orang tua, namun tidak semua anak dengan kondisi sehat.

Gangguan kesehatan yang terjadi pada masa anak-anak dapat


mempengaruhi proses tumbuh kembang anak, khususnya jika gangguan
tersebut terjadi pada saluran pencernaan yang dapat menghambat
penyerapan nutrisi yang di perlukan untuk menunjang tumbuh kembang
anak. Permasalahan kesehatan yang sering di jumpai pada balita yaitu
penyakit infesi. Penyakit infeksi yang masih perlu di waspadai menyersng
balita adalah diare atau gastroenteritis (Wijaya, 2010).

Menurut data (WHO, 2013), Gastroenteritis merupakan penyakit


yang berbasis lingkungan dan terjadi hampir diseluruh daerah geografis
di dunia. Setiap tahunnya ada sekitar 1,7 milliar kasus gastroenteritis
dengan angka kematian 760.000 anak dibawah 5 tahun rata-rata mengalami
3 episode gastroenteritis pertahun. Setiap episodenya, gastroenteritis akan
menyebabkan kehilangan nutrisi dan menjadi pada tahun 2010
dilaporkan 2,5 juta kasus gastroenteritis di dunia. Penyebab utama kasus
gastroenteritis terbanyak di Asia dan Afrika karena kurang memadai status
gizi pada anak dan kurangnya sanitasi air bersih.

2
Menurut (Riset Kesehatan Dasar, 2018) di Indonesia kasus
Gastroenteritis atau diare mencapai (6,8%) dengan total keseluruhan
1.017.290 kasus. Dari 34 provinsi terdapat 3 provinsi terbesar yang
dilaporkan kasus gastroenteritis terbanyak yaitu berada didaerah Aceh
(8,5%), Sumatera utara (8,1), dan Sumatera barat (8,1%). Jawa Barat
berada diposisi urutan ke 12 mencapai (7,4%) dengan total keseluruhan
186.809 kasus Diare atau gastroenteritis pada balita mencapai (11,0%)
dengan total keseluruhan 93.619 kasus.

Peran perawat sebagai pelaksana, pengelola dan peneliti sangat


di harapkan untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang
komprehensif dari aspek bio, psiko, spiritual. Dimana peran perawa
sangat di butuhkan dalam asuhan keperawatan yag berfokus pada tindakan
preventif, promotif, dan rehabilitatif untuk meningkatkan derajat kesehatan.
Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan gastroenteritis pada
anak , akan melakukan pendekatan kepada keluarga dan memberikan
pendidikan kesehatan tentang PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat)
seperti persalinan di tolong oleh tenaga kesehatan, memberi ASI eksklusif,
menimbang bayi dan balita, menggunakan air bersih, mencuci tangan
dengan benar, menggunakan jamban yang sehat, memberantas jentik di
rumah, makan buah dan sayur setiap hari, melakukan aktivitas fisik setiap
hari dan tidak merokok didalam rumah sebagai upaya kesehatan.

Sehubungan dengan banyaknya masalah yang muncul pada pasien


dan melihat fenomena di atas, maka dari itu penulis termotivasi untuk
menyusun karya tulis ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Anak
dengan gangguan Gastroenteritis di Ruang Tanjung Anak RSUD R
Syamsudin S.H Kota Sukabumi”.

3
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui intervensi keperawatan pada bayi dan anak
2. Tujuan khusus
a) Untuk mengetahui metode restrain dan pelukan teurapeutik.
b) Untuk mengetahui pemberian obat yang aman,penentuan dosis dan
cara cara pemberian obat.
c) Untuk mengetahui perhitungan kebutuhan cairan pada bayi dan anak.
d) Untuk mengetahui cara pemasangan infus dan transfuse darah.
e) Untuk mengetahui teknik berkomunikasi dengan anak sesuai dengan
tahapan usia.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. METODE RESTRAIN DAN PELUKAN TERAPEUTIK


Sentuhan, istilah ini menunjuk pada suatu bentuk kontak fisik yang
dilakukan seseorang pada orang lain. Dimensi berupa sentuhan memainkan
peran yang penting dalam interaksi kita dengan dunia luar. Ebisch et al
(2008) menjelaskan bahwa sentuhan dapat diartikan sebagai ekspresi
keterhubungan atau relasi kita dengan orang lain. Biasanya sentuhan ini
digunakan sebagai wujud komunikasi non verbal dan didalamnya terdapat
muatan kasih sayang. Elusan lembut, pelukan, merangkul, merupakan
bentuk-bentuk sentuhan fisik yang kerap dilakukan pada orang yang kita
sayangi.

Hal – hal yang harus diperhatikan pada anak yang dipasang restrein menurut
Selekman & Snyder (1997) dalam Wong (2009) adalah sebagai berikut :

1. Pasang dan lepaskan kembali restrein secara periodik


2. Lakukan tindakan untuk memberi rasa nyaman , gunakan pelukan
terapeutik bukan restrein mekanik
3. Tinggikan kepala tempat tidur 30 derajat kecuali ada kontraindikasi
4. Lakukan latihan rentang gerak jika tepat
5. Tawarkan makanan, minuman, dan bantuan eliminasi, jika tepat beri dot
6. Diskusikan kriteria pelepasan restrein
7. Berikan analgesik dan sedatif jika diinstruksikan atau diminta jika perlu
8. Hindari kemarahan psikologik kepada pasien lain
9. Berikan distraksi (membaca buku) dan sentuhan
10. Pertahankan harga diri anak
11. Lakukan pengkajian keperawatan yang kontinu
12. Dokumentasikan penggunaan restrein.

5
Langkah – langkah pemasangan Restrein pada anak:

1. Pengertian : Restraint merupakan metode yang digunakan untuk


membatasi pergerakan, aktifitas fisik, atau akses pergerakan normal tubuh
seseorang menggunakan (JHCO, 2002).
2. Tujuan :
 Membatasi pergerakan anak
 Memudahkan tenaga kesehatan melakukan tindakan dalam
pelaksanaan prosedur tindakan
 Menghindari cedera dari anak
3. Persiapan :
a) Lingkungan : Biasanya dilakukan di ruang tindakan
b) Pasien :
 Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien dengan
bahasa yang mudah dipahami.
 Ulangi informasi ini sesering mungkin untuk mendapatkan
kerjasama anak
 Minta anak mengungkapkan pemahamannya mengenai perlunya
pemasangan restrein.
 Jelaskan kepada anak bagaimana anak dapat membantu
 Yakinkan kepada anak bahwa restrein tersebut bukan merupakan
hukuman.
c) Keluarga :
 Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien
dengan bahasa yang mudah dipahami
 Menjelaskan tujuan pemasangan restrein dan tanda –
tanda komplikasi dari penggunaanya.
 Dokumentasikan persetujuan tindakan restrein dari orang
tua

6
 Jelaskan cara – cara mereka membantu memastikan
manfaat yang maksimal dan stres yang minimal
 Posisikan orang tua dekat kepala tempat tidur sehinggan
orang tua dapat menenangkan anak dengan berbicara
lembut
d) Alat :
 Restrein sesuai hasil pengkajian
 Kain kasa untuk melapisi kulit
 Guntung verban
 Pin pengikat
 Bengkok
4. Pelaksanaan
a) Restrein mumi atau bedong
 Cuci tangan
 Letakan kain restrein atau selimut pada tempat tindakan dengan
salah satu sudut dilipat
 Tempatkan bayi pada sudut lipatan kain restrein atau selimut
 Salah satu ujung ditarik ke tengah tubuh dan diselipkan ke bawah
tubuh
 Ujung kedua ditarik ke tubuh dan diselipkan dan sudut bagian
bawah dilipat dan diselipkan atau diikat dengan pin
 Apabila diperlukan pemeriksaan di daerah dada maka restrein
dapat dimodifikasi dengan dada yang terbuka
 Rapihkan alat
 Dokumentasikan

7
b) Restrein Lengan dan kaki
 Cuci tangan
 Lapisi lengan atau kaki yang akan direstrein dengan
bantalan/kain kasa untuk mencegah tekanan, kontriksi atau
cedera jaringan
 Ikatkan tali pengikat tepat pada bantalan, pastikan ikatan
tidak terlalu kencang
 Ujung tali pengikat ikatkan di tempat tidur jangan diikatkan
pada penghalang tempat tidur
 Periksa bagian distal extermitas apakah ada gangguan
sirkulasi atau tidak
 Rapihkan alat
 Dokumentasikan

c) Restrein siku
 Cuci tangan
 Lingkarkan restrein siku (jika menggunkan restrein siku
yang sudah jadi)
 Rekatkan dengan plester atau pin
 Periksa bagian distal
 Dokumentasikan

8
B. PEMBERIAN OBAT YG AMAN, PENENTUAN DOSIS DAN CARA2
PEMBERIAN OBAT

Dosis obat adalah jumlah atau takaran tertentu dari suatu obat yang
memberikan efek tertentu terhadap suatu penyakit. Pemberian dosis obat
haruslah tepat karena jika dosis terlalu rendah, maka efek terapi tidak
tercapai. Sebaliknya jika berlebih, bisa menimbulkan efek toksik atau
keracunan bahkan kematian.

Takaran pemakaian yang dimuat dalam Farmakope Indonesia dan


Farmakope negara-negara lain hanya dimaksudkan sebagai pedoman saja.

Macam-macam dosis obat berdasarkan takaran yang digunakan :

1. Dosis terapi atau dosis lazim adalah takaran yang diberikan dalam keadaan
biasa dan dapat menyembuhkan. Dosis lazim suatu obat dapat ditentukan
sebagai jumlah yang dapat diharapkan menimbulkan efek pada pengobatan
orang dewasa yang sesuai dengan gejalanya. Rentangan dosis lazim suatu
obat menunjukkan perkisaran kuantitatif  atau jumlah obat yang dapat
ditentukan dalam kerangka praktek pengobatan biasa. Untuk obat – obatan
yang mungkin dipakai oleh anak – anak maka dosisya diturunkan dari
dosis dewasa.
2. Dosis maksimal (DM) adalah takaran terbesar yang dapat diberikan
kepada orang dewasa untuk pemakaian sekali dan sehari tanpa
membahayakan. Dosis maksimal bukan merupakan batas yang harus
mutlak ditaati.
3. Lethal dose 50 adalah takaran yang menyebabkan kematian pada 50%
hewan percobaan.

9
4. Lethal dose 100 adalah takaran yang menyebabkan kematian pada 100%
ewan percobaan.
5. Dosis toksis adalah takaran pemberian obat yang dapat menyebabkan
keracunan, tetapi tidak menyebabkan kematian.
6. Dosis sinergis, bila dalam suatu resep terdapat dua atau lebih bahan obat
yang berDM dan menpunyai efek yang sama maka dihitung DM
gabungann yang tidak boleh lebih dari satu.

Tujuan perhitungan dosis obat adalah, agar pasien mendapatkan obat


sesuai dengan yang diperlukan oleh pasien tersebut, baik berdasarkan
kemauan sendiri atau berdarkan dosis yang ditentukan oleh dokter penulis
resep kalau obat tersebut harus dengan resep dokter.Dosis obat yang harus
diberikan pada pasien untuk menghasilkan efek yang diharapkan tergantung
dari banyak faktor.

 Faktor – faktor yang mempengaruhi dosis obat antara sebagai berikut  :

 Umur

1. Umur pasien merupakan suatu pertimbangan untuk menentukan dosis


obat. Dosis obat memiliki kekhususan dalam perawatan neonatal
(kelahiran baru), pasien pedriatik dan geriatik.
2. Dosis yang diperuntukan bagi pediatrik merupakan pecahan dari dosis
orang dewasa. Tergantung pada umur pasien dan secara
relative terhadap pasien yang lebih muda.
3. Pada orang yang berusia di atas 65 tahun lazimnya lebih peka terhadap
obat dan efek sampingnya, karena adanya perubahan-perubahan fisiologis,
oleh karena itu bagi lansia dianjurkan menggunakan dosis yang lebih
rendah yakni : 65-74 thn : dosis biasa-10%, 75-84 thn : dosis biasa-20%,
dan 85 thn lebih : dosis biasa-30%.

10
 Berat Badan

1. Dosis lazim secara umum dianggap cocok untuk orang dengan berat badan
70 kg (150 pound). Rasio antara jumlah obat yang digunakan dan ukuran
tubuh mempengaruhi konsentarsi obat pada tempat kerjanya. Untuk itu
dosis obat memerlukan penyesuaian dari dosis biasa untuk orang dewasa
ke dosis yang tidak lazim, pasien kurus atau gemuk, penentuan dosis obat
untuk pasien yang lebih muda, berdasarkan berat badan lebih tepat
diandalkan dari pada yang mendasarkan kepada umur sepenuhnya.
2. Dosis obat berdasarkan kepada berat badan, dinyatakan dalam milligram
(obat) perkilogram (berat badan).

 Luas Permukaan Tubuh

1. Formula yang digunakan adalah formula Haycock yang digunakan untuk


menghitung permukaan badan pada anak-anak, termasuk neonatus dan
bayi premature.
2. Luas permukaan perseorangan bisa ditentukan dari suatu monogram yang
membuat skala tinggi, lebar, dan luas permukaan.

 Jenis Kelamin

Wanita dipandang lebih mudah terkena efek obat-obatan dari pada laki-
laki, dan dalam beberapa hal perbedaan ini dianggap cukup memerlukan
pengurangan dosis.

  Status Patologi

Efek obat-obatan tertentu dapat dimodifikasikan oleh kondidi patologi


pasien dan harus dipertimbangkan dalam penentuan obat yang akan
digunakan dan juga dosisnya yang tepat. Obat-obat yang memiliki potensi

11
berbahaya tinggi pada suatu situasi terapentik tertentu hanya boleh dipakai
apabila kemungkinan manfaatnya melebihi kemungkinan resikonya terhadap
pasien, dan bila sudah tidak ada lainnya yang cocok dan kemungkinan
keracunannya lebih rendah.           

 Toleransi  

Kemampuan untuk memperpanjang pengaruh suatu obat, khususnya


apabila dibutuhkan untuk pemakaian bahan yang terus menerus disebut
toleransi obat. Efek toleransi obat ialah obat yang dosisnya harus ditambah
untuk menjaga respon terapeutik tertentu. Untuk kebanyakan obat-obatan
pengembang toleransi dapat diperkecil dengan cara memprakasai terapi
dengan dosis efektifnya yang terendah dengan cara mencegah perpanjangan
pemakaian

 Terapi dengan obat yang diberikan secara bersamaan.

Efek-efek suatu obat dapat dimodifikasikan dengan pemberian obat


lainnya secara bersamaan atau sebelumnya. Keterlibatan semacam ini antara
obat-obatan dihubungkan atau dirujuk pada interaksi obat-obatan dan
merupakan akibat interaksi obat-obatan secara fisik, kimiawi, atau karena
terjadinya perubahan pada pola absorpsi, distribusi, metabolisme atau eksresi
salah satu obat tersebut. Efek dari interaksi
obat dapat bermanfaat dan mengganggu terapi.

 Waktu Pemakaian

Waktu ketika obat itu dipakai mempengaruhi dosisnya. Hal ini


terutama pada terapi oral dalam hubungannya dengan makanan.  Jadwal
waktu yang tepat dari dosis obat merupakan suatu faktor  penyakit dan kadar
obat dalam tubuh yang diharapkan, sifat fisika kimia obat itu sendiri,
rancangan bentuk sediaan dan derajat serta kecepatan absorpsi obat.

12
 Cara menghitung dosis obat

Banyak cara yang dapat digunakan untuk menghitung dosis obat antara lain :

 Berat badan

Dengan cara mengalikan berat badan pasien tersebut dengan dosis


obat, maka akan diperoleh dosis obat untuk pasien tersebut.

 Luas permukaan tubuh

Menentukan titik potong pada skala nomogram antara tinggi badan


dengan berat badan seseorang, maka akan didapat luas permukaan tubuh
dalam meter persegi.

 Umur pasien

Untuk pasien anak-anak bisa berdasarkan umur dalam tahun, umur


dalam bulan, atau berdasarkan umur pada ulang tahun yang akan datang. Ada
juga perhitungan dosis obat untuk anak-anak berdasarkan berat badan baik
kilogram atau dalam pon.

C. PERHITUNGAN KEBUTUHAN CAIRAN PADA BAYI DAN ANAK

Pemenuhan kebutuhan cairan dalam tubuh sangat penting dan menjadi


kebutuhan dasar manusia. Kehilangan cairan tubuh berdampak pada fungsi
fisiologis yang dapat beresiko mengalami syok dan jika tidak segera ditangani
dapat berakibat kematian.Seseorang bisa mengalami kekurangan cairan
karena dampak dari suatu penyakit salah satunya akibat dari diare yang

13
tentunya sangat banyak diderita oleh anak-anak. Diare terjadi karena adanya
invasi bakteri pada mukusa usus yang dapat menyebabkan peradangan.

Bakteri masuk usus dapat menyebabkan peradangan dan menganggu


motilitas usus, menyebabkan berak cair >3 kali dalam sehari dengan
konsistensi encer. Pengeluaran cairan yang berlebihan akan menyebabkan
dehidrasi. Seorang anak dikatakan mengalami diare memiliki tanda gejala
berak cair >3 kali /hari dengan konsistensi encer, turgor kulit jelek (kembali
lambat/sangat lambat), mata cekung, membran mukosa kering, dan
kemerahan pada perianal.

Diare sangat identik dengan masalah kekurangan volume cairan pada


pasien, sehingga perlu dilakukan intervensi resusitasi cairan segera mungkin
untuk menghindari masalah yang lebih serius (syok), namun sebelum
melakukan tindakan pemberian resusitasi cairan ada baiknya tenaga
kesehatan wajib mengkaji atau mengidentifikasi kebutuhan cairan anak
tersebut.

Rumus penghitungan cairan pada anak


1. Jika BB anak ≤10 rumus yang digunakan: 100 cc/kg/BB/hari
2. Jika BB anak 10-20 kg maka rumus yang digunakan: 1000 cc + 50 cc (BB-
10)/Kg/BB/hari
3. Jika BB anak >20 kg maka rumus yang digunakan: 1500 cc + 20 cc (BB-
20)/Kg/BB/hari
Contoh: jika anak dengan BB 19 kg maka kebutuhan cairan anak tersebut adalah
Perhatikan rumus diatas, gunakan rumus ke-2 maka jawabannya adalah 1000 + 50
cc (19-10)  jadi 1000 + 450 = 1450 cc/hari. Mengkaji kebutuhan cairan anak
sangat penting untuk dilakukan sehingga dapat diketahui kebutuhan cairan sesuai
kebutuhan yang dibutuhkan oleh anak/pasien.

14
D. PEMASANGAN INFUS DAN TRANSFUSI DARAH

Pemasangan infus adalah prosedur untuk memasukkan selang ke


pembuluh darah di tangan. Tujuannya adalah untuk mengalirkan cairan infus,
transfusi darah, albumin, atau obat.  

Pemasangan infus diutamakan pada kondisi darurat, seperti dehidrasi


berat, infeksi parah, sakit kritis, atau perdarahan. Hal ini karena dokter perlu
memasukkan cairan dan obat ke dalam tubuh pasien dengan cepat guna
mencegah komplikasi.

Pemasangan infus juga dilakukan pada pasien yang sulit minum obat,
misalnya karena muntah-muntah, atau untuk memberikan obat yang tidak
tersedia dalam bentuk minum.

 Tujuan dan Indikasi Pemasangan Infus

Tujuan pemasangan infus adalah untuk mengalirkan cairan infus atau


obat ke dalam pembuluh darah di tangan. Selain itu, pemasangan infus juga
dapat dilakukan untuk transfusi darah.

Pemasangan infus bisa dilakukan kepada pasien yang dirawat di


rumah sakit, klinik, atau bahkan di rumah. Umumnya, pemasangan infus di
rumah bertujuan untuk mengobati kondisi pasien yang memerlukan obat
suntik secara berkala.

15
 Peringatan dan Larangan Pemasangan Infus

Secara umum, tidak ada larangan tertentu untuk pemasangan infus.


Pasien juga tidak perlu berpuasa sebelum menjalani prosedur ini.

Perlu diketahui, jarum infus tidak dapat dipasang di area tubuh yang
mengalami luka terbuka, infeksi, atau peradangan.

 Sebelum Pemasangan Infus

Tidak ada persiapan khusus yang perlu dilakukan sebelum


pemasangan infus. Meski begitu, pasien bisa menggunakan pakaian longgar
atau yang bagian lengannya mudah disingkap oleh petugas medis.

 Prosedur Pemasangan Infus

Tahap-tahap yang dilakukan oleh dokter atau perawat pada pemasangan infus
adalah:

 Mencuci tangan, kemudian mengenakan sarung tangan steril


 Meraba tangan pasien, untuk menentukan area pembuluh darah yang akan
dipasangi infus
 Memasang tali pembendung (tourniquet) di atas pembuluh darah yang
akan ditusuk jarum
 Membersihkan area kulit yang akan dipasang infus menggunakan kapas
beralkohol
 Memasukkan jarum infus ke pembuluh darah yang sudah ditentukan
 Melepaskan jarum, kemudian menghubungkan selang ke cairan infus,
obat, atau kantong darah
 Merekatkan plester pada selang infus ke lengan agar tidak bergeser jika
pasien bergerak.

16
 Setelah Pemasangan Infus

Setelah pemasangan infus, dokter akan memastikan cairan, obat, atau


darah, masuk dengan tepat dan tidak ada efek samping yang timbul.
Selanjutnya, dokter akan menyesuaikan tetesan cairan atau darah dari kantong
ke pembuluh darah.

Jika ada obat lain yang perlu dimasukkan, dokter bisa


menyuntikkannya ke lubang yang ada di infus. Pemberian obat juga dapat
dilakukan menggunakan alat infuse pump agar dosisnya lebih akurat.Pasien
disarankan untuk tidak terlalu banyak menggerakkan area tubuh yang diinfus,
agar infus tidak bergeser dan berisiko tersumbat.Jika terlalu banyak
menggerakkan area yang diinfus, darah bisa terlihat naik ke selang infus. Akan
tetapi, kondisi ini tidak berbahaya dan bisa mereda jika lengan yang diinfus
kembali ke posisi semula.Selang maupun jarum infus perlu diganti setiap 4
hari sekali atau lebih cepat, sesuai dengan kondisi pasien.

 Komplikasi Pemasangan Infus

Pemasangan infus dapat menimbulkan nyeri dan rasa tidak nyaman di


lengan yang dipasangi infus. Segera beri tahu dokter atau perawat jika setelah
pemasangan infus muncul keluhan berikut:

 Demam
 Nyeri, bengkak, atau memar, di area infus
 Kulit di area infus berwarna kemerahan dan teraba hangat
 Pembuluh darah membengkak dan teraba keras ketika disentuh
 Posisi infus bergeser
 Infus merembes atau macet.

17
E. TEKNIK BERKOMUNIKASI DENGAN ANAK SESUAI DG
TAHAPAN USIA

Komunikasi yang terbangun antara orangtua dan anak menjadi hal


yang penting bagi kehidupan berkeluarga. Hal ini akan membantu
membangun dan memahami kebutuhan satu sama lain.

1. Anak usia 0-2 tahun

Kalangan usia pertama adalah bayi yang baru lahir hingga usia 2
tahun atau batita. Pada usia ini, anak memang belum banyak memberikan
respon, namun mereka tetap membutuhkan adanya interkasi untuk
membangun komunikasi dalam diri mereka.

Adapun beberapa cara berkomunikasi untuk anak batita adalah sebagai berikut:

 Menanggapi celotehan anak dengan penuh antusias.

 Memberikan banyak sentuhan fisik bisa berupa belaian, kecupan, pelukan,


dan lainnya.

 Menggunakan bahasa tubuh yang ekspresif untuk untuk membantu anak


memahami kata-kata yang Mama atau Papa ucapkan.

 Perbanyak mengajak bicara anak meskipun ia belum bisa merespon kata-


kata. Tujuannya untuk membiasakan dan membuat anak paham bagaimana
cara berkomunikasi.

2. Anak usia 3-5 tahun

Selanjutnya memasuki usia balita, anak sudah mulai lebih responsif


dan memahami apa yang dikatakan oleh orangtua atau orang sekitarnya.
Untuk itu, diperlukan komunikasi yang mulai kompleks dalam menghadapi
anak usia balita.

Berikut cara efektif berkomunikasi dengan anak usia 3-5 tahun, di antaranya:

18
 Fokus memberikan perhatian saat anak berbicara.

 Menjelaskan segala sesuatu secara singkat dan jelas agar mudah dipahami.

 Perhatikan intonasi bicara dan bahasa tubuh yang digunakan saat berbicara
dengan anak. Tujuannya adalah agar tidak adanya emosional saat
berkomunikasi.

 Ulangi kembali apa yang anak katakan untuk menunjukkan padanya


bahwa Mama atau Papa memahami apa yang ia maksud.

 Coba berikan anak pilihan untuk melatihnya membuat keputusan sendiri


dan bertanggung jawab atas pilihannya tersebut.

 Cobalah memberikan rasa empati pada perasaan yang anak rasakan.


Meskipun sering disepelekan karena usianya, namun usia ini anak sudah
mulai memahami perasaan-perasaan sedih maupun senang.

3. Anak usia 6-11 tahun

Memasuki usia 6 tahun ke atas, tandanya anak sudah mulai memasuki


usia sekolah pertamanya di sekolah dasar. Di usia ini, tumbuh kembang anak
semakin terbentuk dengan lebih kompleks. Itulah mengapa cara
berkomunikasinya pun perlu lebih diperhatikan.

Berikut ini cara yang bisa Mama lakukan untuk berkomunikasi dengan anak usia
sekolah:

 Ajak anak berbicara dengan sikap yang hormat agar ia dapat melakukan
yang sama pada orangtua maupun lawan bicaranya.

 Usahakan untuk mengajak anak mengobrol setiap hari agar anak bisa
menyampaikan perasaan dan pikirannya.

 Hindari menyela pembicaraan, dengarkan perkataan anak mama sampai ia


benar-benar selesai.

 Cobalah memberikan sikap perhatian yang lebih peka dan juga


memberikan tanggapan yang tulus pada apa yang anak ucapakan.

19
 Usahakan sesering mungkin mengajak anak mama bercanda. Ini adalah
cara komunikasi terbaik agar anak bisa tetap dekat dengan orangtuanya.

 Jika anak berbuat salah, jelaskan padanya mengapa perbuatan itu salah dan
berikan arahan apa yang harus ia lakukan untuk memperbaikinya. Jangan
langsung memarahi atau menyerang pribadinya yang sudah berbuat
kesalahan.

 Tak hanya anak-anak, orangtua juga perlu mengakui dan meminta maaf
pada anak jika memang berbuat salah. Sebab pada usia ini, anak sudah
mulai memahami banyak hal.

 Meminta dan melibatkan anak untuk mengambil keputusan dalam


keluarga.

4. Anak usia 12-18 tahun

Di usia remaja yakni 12 tahun ke atas, anak-anak semakin tumbuh


dewasa dengan segala pikiran mereka. Selain itu, anak usia remaja juga sudah
mulai terbiasa melakukan segala sesuatunya sendiri tanpa bantuan
orangtua.Meski usianya sudah bukan lagi usia anak-anak, namun mereka
tetap memerlukan perhatian dari Mama dan Papa untuk memberikan arahan
dalam tumbuh menjadi orang dewasa. 

Berikut cara efektif berkomunikasi dengan anak usia remaja, antara lain:

 Apapun keputusan atau pendapat yang anak buat, cobalah untuk


mengahrgainya.

 Hormati juga privasi anak dan jaga harga dirinya. Di usia ini, anak
semakin banyak menyimpan segala sesuatu seorang diri. Jika ia tidak
berkenan menyampaikan semuanya, cobalah untuk mengerti dan
mengahargai.

 Perlihatkan bahwa Mama dan Papa memercayainya, ini bertujuan agar


anak juga terdorong untuk memercayai kedua orangtuanya.

20
 Cari kesempatan untuk mengobrol meskipun singkat. Cobalah untuk tanya
hal-hal ringan pada anak pada waktu senggang seperti saat dalam
perjalanan, ketika jeda iklan saat menonton bersama, atau waktu
senggang lainnya.

21
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Anak merupakan generasi penerus suatu bangsa yang harus tumbuh


menjadi orang dewasa yang cerdas dan sehat. Walaupun terdapat variasi
yang besar akan tetapi setiap anak akan melalui suatu milestone yang
merupakan tahapan dari tumbuh kembangnya dan setiap tahap
mempunyai ciri tersendiri. Anak yang sehat merupakan dambaan dari
semua orang tua, namun tidak semua anak dengan kondisi sehat.

B. SARAN

Saran yang didapat peneliti diberikan berdasarkan hasil


penelitian yang ditemukan sebagai berikut :

1. Saran bagi orang tua

Sebaiknya Orang tua hadir atau mendampingi pada saat anak


dilakukan tindakan atau prosedur yang menimbulkan rasa nyeri. Apabila
mereka tidak dapat menahan diri bahkan menangis bila melihatnya
maka ditawarkan pada orang tua untuk mempercayakan kepada
perawat. Ketika anak akan dirawat di rumah sakit, orang tua
sebaiknya mampu mempersiapkan dan memfasilitasi anak selama
perawatan.

2. Saran Bagi Rumah Sakit

Sebaiknya Rumah sakit menghadirkan suasana yang


menyenangkan di ruang khusus untuk perawatan anak. Agar anak
tidak merasa sedang dirumah sakit dan dapat bermain seperti saat dia
tidak sakit.

22
3. Saran Bagi Petugas Kesehatan

Sebaiknya Petugas kesehatan diharapkan lebih kooperatif pada


saat melakukan tindakan pada anak. Bertindak seramah mungkin agar
anak tidak takut.

4. Saran Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebaiknya Pada peneliti dengan tema serupa dapat


mengembangkan tema penelitian ke variabel lain yang belum diteliti.

5. Saran Bagi Institusi

Sebaiknya Pada Institusi dapat memerankan perannya dalam


pengembangan penelitian di masyarakat.

23
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 4. Jakarta : EGC

Carpenito, L.J. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta

Carpenito, L. J. 1998. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis. Edisi


6. EGC. Jakarta

Doengoes, E. Marilyn. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi Edisi 2. Jakarta:


EGC

Farrer, H. 2001. Perawatan Maternitas. Edisi 2. EGC. Jakarta

Hadijono, Soerjo. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta:Bina Pustaka

http://www. Us elsevierhealth. com. Nursing diagnoses. Outcomes and


interventions

NANDA. 2001. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification. Philadelphia

Sarwono, P. 1994. Ilmu Kebidanan. Balai Penerbit UI. Jakarta

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002.Buku Panduan Praktis


Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.

24

Anda mungkin juga menyukai