Anda di halaman 1dari 33

Penggunaan studi farmakoepidemiologi untuk efek obat yang menguntungkan

Pendahuluan

Agar obat dapat diterima di pasar Amerika, obat harus terbukti aman dan
berkhasiat dengan cara dilakukan dilakukan investigasi/ penyelidikan yang
memadai dan terkendali dengan baik. Pada bab sebelumnya, telah di jelaskan
bahwa informasi dari studi premarketing seringkali tidak cukup untuk
memberikan beberapa informasi terkait toksisitas obat yang mana secara klinis
hal ini sangat penting. Hal yang sama juga terjadi terkait efek obat yang
menguntungkan (khasiat).

Dalam bab ini kita akan menjelaskan definisi yang berbeda terkait dengan
efek obat yang menguntungkan. Kemudian, kita akan membahas pentingnya
dilakukan studi post marketing terkait efektivitas obat. Selanjutnya kita akan
membahas permasalahan metodolgi unik yang terjadi terkait studi efek obat
yang menguntungkan dan solusi yang potensial untuk menyelesaikan masalah
ini. Dan pada akhirnya, kami akan mengevaluasi sfrekuensi dari solusi yang
disuguhkan yang mungkin akan berhasil. Contoh yang lebih spesifik seperti
pendekatan terhadap sudi efikasi juga akan disajikan.

Definisi

Setidaknya ada 4 jenis obat yang dapat diukur sesai denga efek menarik
yang dimiliknya untuk para penulis resep. Efek berbahaya yang tak terduga
adalah efek yang tidak diinginkan dari obat yang mana tidak dapat diprediksi
atas dasar profil studi farmakologi praklinis mereka atau dari hasil studi klinis
premarketing. Efek ini paling sering terjadi pada reaksi efek samping tipe B,
seperti yang telah didefinisikan dalam bab 1. Sebagai contoh, kloramfenikol
memiliki efek dapat menyebabka anemia aplastic pada waktu dipasarkan,
seperti halnya efek nyeri otot rangka terkait dengan penggunaan HMG-CoA
reduktaseyang kini diketahui. Tantangan utama dalam penilitian ini adalah
untuk menemukan efek berbahaya yang tak terduga yang mana itu penting
sesegera mungkin saat obat mulai dipasarkan. Kuantitas dari efek kejadian yang
muncul akan berguna dalam dunia medis.

Efek berbahaya yang telah di antisipasi adalah efek yang tidak diinginkan
pada obat yang sudah dapat diprediksi atas dasar praklinis dan studi
premarketing. Mereka dapat berupa tipe A atau tipe B (lihat bab 1). Salah satu
contoh adalah saat pasien mengalami pingsan setelah mengambil sosi prasozin
pertama. Meskipun efek ini telah diketahui akan terjadi pada saat dipasarkan,
pertanyaan utamanya adalah seberapa sering efek ini akan terjadi. Ini
merupakan tantangan dominan bagi para peneliti untuk menetapkan angka
kejadian pada beberapa tipe obat.

Efek menguntungkan yang tak terduga adalah efek yang diinginkan pada
suatu obat yang mana belum diketahui efeknya pada saat pemasaran. Meskipun
efek ini mungkin akan berguna pada dunia medis, itu tetap dikategorikan ke
dalam efek samping, jika efek tersebut bukan merupakan tujuan efek utama
dalam pengobatan. Sebagai contoh dari efek menguntungkan yang tak terduga
adalah efek kemampuan aspirin dalam mengurangi probabilitas pada pasien
infark miokard yang mana pasien tersebut diberikan analgesic atau anti
inflamasi. Namun, baru-baru ini selama aspirin telah beredar/ dipasarkan, telah
di konfirmasi bahwa aspirin memiliki indikasi yang baru. Tantangan utama bagi
para peneliti adalah untuk menemukan tipe efek obat. Seperti contoh, saat ini
timbul pertanayan besar apakah obat nati inflamasi non aspirin non steroid
memiliki efek menguntungkan yang sama? Walaupun data terkait hal tersebut
sedang dikumpulkan. Yang kedua, hal ini berguna untuk menentukan
banyaknya frekuensi kejadian.
Efek menguntungkan yang diperkirakan adalah efek diinginkan yang diketahui
yang mana merupakan efek suatu obat. Mereka merupakan alasan mengapa
suatu obat tersebut diresepkan. Studi tentang efek obat menguntungkan yang
diketahui memiliki 3 aspek. Studi terkait efikasi obat meng-investigasi apakah
obat tersebut benar-benar memiliki khasiat yang diinginkan. Idealnya, dengan
kepatuhan yang sempurna, dan tidak adanya interaksi dengan obat lain atau
penyakit lain, dll, apakah obat itu benar benar dapat memberikan efek obat yang
diinginkan?efikasi obat biasanya dipelajari dengan cara menggunakan
percobaan klinis secara acak.

Sebaliknya, studi efektivitas obat menyelidiki apakah di dunia nyata obat dapat
mencapai efek yang diinginkan. Misalnya, obat yang diberikan dalam tahap
eksperimen mungkin dapat menurunkan tekanan darah tetapi dapat
menyebabkan sedasi yang berat, sehingga, pasien menolak untuk meminumnya,
hal itu tidak akan efektif, sehingga membuat obat yang memiliki efikasi terlihat
kehilangan efikasinya. Studi efektifitas obat biasanya dilakukan setelah kasiat
obat ditetapkan. Sebaliknya, jika obat ini di tawarkan sebagai obat yang efektif,
hal itu karena jelas terbukti khasiatnya. Studi efektifitas obat umumnya lebih
baik dilakukan dengan menggunakan desain studi non eksperimental. Namun,
hal ini dapat menyebabkan masalah khusu terkait metodologi yang akan
dijelaskan di bawah.

Terakhir, sebuah studi terkait efisiensi menyelidiki apakah obat dapat membawa
efek yang diinginkan tanpa biaya yang mahal. Penelitian ini masuk dalam ranah
ekonomi kesehatan yang dibahas dalam bab 41.

Catatan bahwa variable hasil untuk studi ini didapat dari beberapa tipe yang
berbeda. Mereka dapat memberikan hasil/outcome klinis (penyakit/non
penyakit), atau biasa disebut “Hasil penelitian” seperti yang didefinisikan oleh
peneilit pelayanan kesehatan”, seperti yang didefinisikan oleh peneliti
pelayanan kesehatan (lihat Bab 45 untuk pembahasan masalah validitas yang
terlibat dalam mengukur hasil tersebut); mereka mampu untuk mengukur
kualitas hidup (lihat bab 42), Pada industry farmasi, sering disebut sebagai
“hasil penelitian”, mereka bisa menjadi ukuran utilitas, yaitu langkah globat
untuk mencapai hasi klinis yang diinginkan (lihat bab41 dan 42); mereka dapat
menjadi hasil ekonomi (lihat bab 41); dll. Apapun, metodologi yang sama dapat
berlaku di setiap lini.

Masalah Klinis yang disikapi dengan Penelitian Epidemiologi

Dalam rangka untuk membuat keputusan klinis yang optimal untuk obat
apakah yang digunakan, penulis resep perlu tau apakah, dan apa derajat, dari
obat tersebut apakah obat itu mampu untuk menghasilkan efek yang dimaksud
(lihat table 40.1). percobaan premarketing klinis secara acak umumnya
memberikan informasi apakah obat tersebut setidaknya menghasilkan satu efek
yang menguntungkan. Secara khusus, studi premarketing menyelidiki
kemanjuran obat dibandingkan terhadap placebo, ketika keduanya sama sama
digunakan untuk mengobati suatu penyakit tertentu. Studi-studi premarketing
terkait kemanjuran cenderung dilakukan dalam pengaturan klinis yang sangat
atipikal. Dibandingkan dengan mereka dimana nantinya obat akan digunakan.
Kepatuhan pasien saat proses studi sangat menentukan, dan pasien yang
dimasukkan kedalam studi memiliki yang sama terkait dengan yang lainnya
dalam hal usia dan jenis kelamin, tidak memiliki penyakit lain, dan tidak sedang
mengkonsumsi obat lain. Pembatasan tersebut dapat memaksimalkan
kemampuan penelitian premarketing untuk menunjukkan khasiat obat, jika obat
memang terbukti berkhasiat. Tambahan informasi dapat ditambakan bila perlu,
dalam praktek sehari hari di dunia medis, obat sebenarnya dapat mendapai efek
menguntungkan yang sama dan apakah obat tersebut dapat memiliki efek
menguntungkan yang lainnya. Selain itu, pada saat pemasaran mungkin ada
beberapa data yang rel;atif terkait alternative medis lainnya atau bedah yang
tersedia untuk indikasi yang sama. Akhirnya, sejumlah faktor yang ditemui
dalam praktek kedokteran dapat memodifikasi kemampuan obat untuk
mencapai efek yang menguntungkan. Termasuk variasi dalam regimen obat,
karakteristik indikasi untuk obat, dan karakteristik pasien yang menerima obat,
termasuk faktor demografi, status gizi, kehadiran bersamaan penyakit, konsumsi
obat-obatan, dan sebagainya. Banyak, dan tidak sebagian besar, dari faktor-
faktor ini yang dapat mempengaruhi efek obat tidak sepenuhnya dieksplorasi
sebelum pemasaran.

Tabel 40.1 . informasi klinis penting terkait efek obat yang menguntnungkan

Sumebr : dimodifikasi dari strom et al

1) Dapatkah obat memiliki efek yang diinginkan?

(2) Apakah obat benar-benar mencapai efek yang diinginkan saat digunakan
dalam praktek?

(3) Dapatkah dan tidak obat memiliki efek bermanfaat lainnya, termasuk efek
jangka panjang untuk indikasi yang sama?

(4) Dapatkah obat mencapai efek yang diinginkan lebih baik dari obat alternatif
lain yang tersedia untuk indikasi yang sama?

(5) Untuk masing-masing di atas, apakah factor yang penting terkait efek
menguntungkan mengingat banyak faktor yang berbeda dalam praktek medis

yang mungkin memodifikasi efek, termasuk:

(A) variasi dalam rejimen obat: dosis per satuan waktu, distribusi dosis dari
waktu ke waktu, durasi rejimen;

(B) Karakteristik indikasi: keparahan, subkategori penyakit, perubahan dari


waktu ke waktu;
(C) Karakteristik pasien: umur, jenis kelamin, ras, genetik, lokasi geografis,
diet, status gizi, kepatuhan, penyakit lain, obat yang diminum untuk ini atau
penyakit lainnya (Termasuk tembakau dan alkohol), dll

Untuk kebutuhan kuantitatif membutuhkan studi postmarketing terkait


efek menguntungkan dari obat. Perbandingan dubuat dengan menggunakan 100
obat pada tahun 1978 (obat- indikasi – korelasi) untuk mendapatkan informasi
yang tersedia yang dapat dilihat di FDA (food drug association). pada saat
keputusan regulasi tentang pemasaran dan pelabelan obat yang terlibat dalam
penggunaan. Perbandingan dibatasi untuk obat yang disetujui setelah tahun
1962, pada saat amandemen Kefaufer-Harris yang pertama, memperkenalkan
persyaratan untuk pengajuan data tentang khasiat obat sebelum dilakukan
pengesahanobat sebelum dipasarkan.

Dari 100 penggunaan obat umum, 31 belum disetujui oleh FDA pada saat
pemasaran awal, dan 18 masih belum disetujui pada saat perbandingan; 8 dari
18 penggunaan yang disetujui mungkin tidak pantas digunakan baik secara
medis mauoun terapi. Misalnya, penggunaan antibiotik tidak dibenarkan untuk
pengobatan infeksi virus, namu penggunaan tersebut telah umum digunakan.
Lainnya seperti korelasi antara obat dan indikasi yang tidak disetujui, bisa juga
keputusan yang tepat, tetapi tidak mengguanak proses regulasi yang ada
sehingga tidak mencerminkan praktek medis saat ini.

Dari 100 penggunaan obat umum, 8 didasarkan pada asumsi bahwa obat
memiliki efek jangka panjang tertentu, tetapi hanya efek intermediet yang telah
dipelajari sebelum dilakukan pemasaran. Misalnya, obat antihipertensi yang
diasumsikan untuk mencegah komplikasi kardiovaskular jangka panjang, namu
disetujui untuk dilakukan pemasaran atas dasar keampuannya untuk
menurunkan tekanan darah. mungkin baik untuk efek menengah atau efek
jangka panjang dari obat, tetapi hanya efek intermedietnya saja yang dipelajari
sebelum dilakukan pemasaran. Sebagai contoh, hipoglikemik agen dapat
digunakan untuk mengontrol gejala diabetes atau untuk mencegah komplikasi
diabetes vascular, tetapi hanya efek terdahulu saja yang dipelajari sebelum
pemasaran obat.

Obat selain yang di daftar 100 penggunaan umum kadang-kadang


diresepkan sebagai pengobatan untuk masing-masing 52 Indikasi termasuk yang
100 penggunaan. Namun, delapan dari penggunaan obat yang terlibat yang
memiliki efek relative terhadap pengobatan alternative belum diteliti sebelum
pemasaran.

100 obat umum yang digunakan juga mengandung sejumlah factor klinis
yang mampu memodifikasi efek obat. Tetapi hal ini tidak ditemukan hingga
setelah pemasaran obat. Beberapa tercantum dalam Tabel 40.2., selain itu,
peresepan tambahan disertai 62% resep belajar, dan 41% resep didapat dari
pasein yang memiliki penyakit lain yang mana digunakan 1 jenis obat itu saja
yang digunakan untuk terapi. Dari 100 penggunaan obat umum, jumlah rata-rata
obat yang diberikan serentak berkisar 0,04-2,1. Jumlah rata-rata diagnosis
bersamaan berkisar 0,1-1,2. Namun, karena tidak ada penggunaan efek obat
modifikasi yang potensial yang digunakan bersamaan dengan obat lain yang
sepenunhyna dieksplorasi sebelum dilakukan pemasaran.

Proporsi resep yang mana kurang dari usia 20 berkisar antara 0.0%, dan
pada pengguan berumur 43, didapati sekitar 97%. Namun, banyak dari
penggunaan ini yang diujikan kepada anak-anak sebelum pemasaran.
Analoginya, hanya tiga dari obat yang disetujui pada pengguna ibu hamil,
namun telah kita ketahui bahwa penggunaan obat terhadap ibu hamil sering kita
jumpai.

Dengan demikian, penelitian ini mengungkapkan kesenjangan yang


cukup besar dalam informasi tentang efek obat menguntungkan pada saat obat
dipasarkan. kekurangan ini di informasi yang tersedia seharusnya tidak
mengejutkan, akan tetapi harus dipertimbangkan kekurangan yang seharusnya
teradapat pada obat tersebut utnuk mencega pelepasan obat ke pasar. Data yang
diperlukan untuk keputusan klinis seringkali berbeda dari yang diperlukan
untuk keputusan peraturan. Studi dilakukan sebelum dilakukan pemasaran per
angkatan/ produksi yang digunakan untuk memenuhi persyaratan peraturan
pada saat pertemuan, dan hanya dilakukan penyediaan dasar sekunder untuk
memenuhi keputusan terapi yang optimal. Dalam hal ini dokter juga harus
diingat bahwasannya FDA tidak berwenang untuk meregulasi/ mengatur doker,
melainkan kepada industry farmasi. Peraturan ini tidak ditujukan untuk
menceritakan dokter bagaimana memperlakukan seorang agen. Sebagai
tambahan, FDA tidak melakukan studi sendiri terkait efek obat, tetapi umumnya
mengevaluasi informasi yang disampaikan produsen kepadanya. Akhirnya,
terdapat keterbatasan logistic yang beralasan pada pa yang diharapkan sebelum
dilakukan pemasaran, tanpa biaya yang semeistinya terkait waktu dan
sumberdaya, serta menunda ketersediaan entitas kimia terkait denag adanya
bukti potensi kemanjuran. Dengan demikian, tampak studi tentang efek obat
yang menguntungkan banyak diperlukan. Mungkin sebagai bagian rutin dari
pengawasan postmarketing obat.

Faktor Obat indikasi komentar Referensi


Regimen Ibuprofen Radang sendi, Dosis harian 6
dosis osteoarthritis awalnya
persatuan disetujui
waktu terbukti
suboptimal
Distribusi furosemide Gagal jantung Khasiat 7
dosis dari kongestif, ditingkatkan
waktu ke dengan
waktu jumlah
frekuensi,
dosis lebih
kecil
Durasi Klonidin Hipertensi Toleransi 8, 9
hipoglikemi dan diabetes berkembang
(contoh mellitus dengan tidak
acetohexamide adanya
dan diuretic.
tolazamida) Toleransi
berkembang
pada banyak
pasien

Indikasi Metaprotereno asthma Pasien dengan 10


yang parah l penyakit
parah tidak
memiliki
Tanggapan
tanpa
tambahan
terapi
suplemen
Sub kategori Desipramine depresi Banyak 11
perbedaan
antara depresi
endogen dan
exogen
Perubahan Ampicilin Otitis media Tidak lagi 12, 13
setiap waktu obat pilihan
dalam
beberapa
wilayah
geografis
karena
resistensi
bakteri
Umur pasien Diazepam ansietas Webuah 14, 15
rejimen yang
diberikan
lebih efektif
di usia tua
daripada usia
muda,
Metabolisme
sangat
bervariasi dari
bayi
premature
(waktu paruh
54 jam), bayi
normal, anak
anak (waktu
paruh 18 jam),
dewasa dan
anak anak
dapat
memiliki
reaksi
paradoks
Penyakit lain Gentamicin Infeksi dosis yang 16
lebih rendah
diperlukan
pada gagal
ginjal
Obat lain Lithium Penyakit Klearens 17, 18
Acethoxamide depresi dipengaruhi
manik, oleh diuretic
Diabetes (dirugikan),
melitus misalnya
furosemide.
Banyak
interferensi
obat dengan
menyebabkan
hiperglikemi(
misal,
diuretic)
merebut/
bersaing
dengan obat
pada reseptor
(misal,
antiinflamasi),
dll.
diet Diuretik Hipertensi, Penurunan 19, 17
(seperti Penyakit asupan
metolazone depresi manik natrium dapat
dan meningkatkan
furosemide) efikasi.
lithium deplesi
natrium
signifikan
atau kelebihan
dapat
memodifikasi
ekskresi ginjal

Masala Metodologi yang ditangani dengan Penelitian Farmakoepidemiologi

Bab 2 memperkenalkan konsep variabel pengganggu, yang merupakan


variabel selain faktor risiko dan variable hasil yang diteliti saling berhubungan
secara independen untuk keduanya. Dengan demikian, dapat membuat
hubungan yang jelas atau hasil yang nyata. Hal ini dibahas secara mendalam di
Bab 47. Studi tentang efek obat yang diharapkan menimbulkan masalah
metodologi yang special dari factor pengganggu untuk terapi indikasi. Dalam
hal ini, factor resiko yang sedang diteliti adalah oabt yang sedang dalam
evaluasi dan hasil variable yang diteliti adalah suatu kondisi yang mana obat
memberikan hasil yang seharusnya (menyembuhkan, memperbaiki, atau
mencegah). Dalam praktek klinis, pasien mengharapkan hasil yang berbeda dari
sebelum diberikan terapi dengan sesudah diberikan terapi. Sebagai pengobatan
untuk indikasi yang ada. Sejauh keterkaitan indikasi dengan variable hasil,
indikasi dapat berfungsi sebagai variable pengganggu.

Misalnya, jika seseorang ingin mengevaluasi efektivitas dari β-blocker


yang digunakan setelah pencegahan infark miokard yang berulang,
kemungkinan dapat dilakukan penelitian dengan menggunakan studi kohort
untuk membandingkan pasien yang dirawat dengan β-blocker sebagai bagian
terapi pasca infark miokar dengan pasien yang tidak mendapatkan terapi
tersebut. Ini digunakan untuk mengukur sberapa banyak kejadian infark mikard
di kedua kelompok tersebut. Namun, pasien dengan angina arhitmya dan
hipertensi, yang semua itu mengindikasikan untuk diberikan terapi β-blocker,
dapat meningkatkan resiko terjadinya infark miokard. Dengan demikian,
mungkin dapat dilakukan pengamatan pada peningkatan resiko infark miokard,
daripada penurunan yang diharapkan. Jadi, bahkan jika menggunakan obat yang
berefek menguntungkan, mungkin dapat membahayakan!

Bias pada indikasi umumnya tidak bermasalah jika studi ini berfokus
pada efek obat yang belum diketahui. Ataupun efek samping, yang mana efek
tersebut bermanfaat atau merugikan. Dalam situasi ini, indikasi untuk
pengobatan biasanya tidak terkait dengan hasil variabel yang diteliti. Misalnya,
dalam sebuah studi perdarahan gastrointestinal dari nonsteroid obat anti-
inflamasi, yang mungkin terdapat indikasi untuk pengobatan, seperti radang
sendi, dismenore, dan nyeri akut, memiliki sedikit atau tidak ada hubungan
untuk dapat menyebabkan risiko perdarahan gastrointestinal. Namun demikian,
masalah bias terkait indikasi dapat muncul pada studi tentang efek obat yang
belum diketahui (baik menguntungkan maupun berbahaya). Misalnya, dalam
sebuah studi reaksi hipersensitivitasterkait dengan penggunaan obat anti-
inflamasi nonsteroid, peningkatan risiko reaksi hipersensitivitas jelas pada
pasien yang memakai obat anti inflamasi drugs adalah lebih tinggi pada mereka
yang menggunakan obat untuk nyeri akut dibandingkan pada mereka
menggunakan obat-obatan untuk osteoarthritis dan kondisi kronis lainnya. Ini
mungkin terjadi karena adanya efek intermiten (efek yang berselang) pada obat
obat yang digunakan untuk nyeri akut.

Meskipun bias terkait indikasi adalah masalah yang kurang umum


dijumpai pada studi efek samping, ini bukanlah suatu kasus untuk studi efek
obat menguntungkan yang telah diketahui. Dalam studi ini diharapkanterdapat
suatu hubungan yang dekat antara indikasi dengan variable hasil. Bahkan,
masalah yang disajikan oleh pembias terkait indikasi telah dianggap
membatalkan pendekatan nonexperimental untuk studi tentang efek
menguntungkan dari obat. Beberapa merasa bahwa pertanyaan dari efek obat
menguntungkan dapat dijawab hanya dengan menggunakan percobaan klinis
secara acak. Namun, meskipun perecobaan postmarketing uji klinis secara acak
dapat sangat berguna, mereka yang tidak puas dengan banyaknya masalah
logistic, batasan etika, dan pengaturan medis banyak ditemukan pada uji klinis
premarketing.

SOLUSI YANG TERSEDIA SAAT INI

Tidak semua efek samping obat dapat dilakukan penelitian dengan cara acak.
Pertama, beberapa pertanyaan tidak memerlukan riset apa pun komparatif
(analitik) untuk mengetahui hasil dari penelitian ini. Maka dari itu, pengamatan
klinis sederhana, seperti yang dilaporkan dalam laporan kasus atau kasus seri,
bisa cukup. Misalnya, khasiat dan efektivitas nalokson, digunakan sebagai
antagonis narkotika, dapat dibuktikan hanya melalui observasi pasien tunggal.
Pertimbangkan koma pasien dari overdosis metadon. Suntikan nalokson
menghasilkan tingkat kesdaran yang cepat. Namun, 30 menit kemudian, sebagai
efek dari antagonis narkotik dapat hilang, dan pasien dapat kembali dalam
keadaan koma. Kemudian diberikan lagi injeksi nalokson dan beberapa menit
kemudian pasien kembali dalam keadaan koma. Urutan suatu kejadian dapat
menjelaskan tentang kemampuan dari suatu obat. Tidak ada studi yang rumit
yang diperlukan untuk membuat titik ini. Hal yang sama akan berlaku untuk
serangkaian kasus pasien yang diobati dengan penisilin untuk mengobati
pneumonia pneumokokus. Namun, dalam menerapkan pendekatan sederhana ini
pengamatan klinis berdasarkan laporan kasus atau kasus seri,

Penyakit yang diderita oleh pasien harus cukup diprediksi bahwa seseorang
dapat membedakan efek obat yang benar dari penyembuhan secara langsung.
Secara khusus, salah satu harus dapat mengecualikan regresi untuk mean
sebagai mekanisme perubahan yang diamati: individu yang dipilih untuk
berpartisipasi dalam sebuah studi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakit
mereka secara spontan dan biasanya akan cenderung untuk meningkat. Salah
satu contoh akan menjadi pasien dengan sakit kepala berulang. Pasien
kemungkinan besar akan mencari bantuan medis ketika sakit kepala yang paling
parah atau yang paling sering. Kembali spontan dengan pola dasar dari sakit
kepala umumnya bisa diharapkan. Namun, jika pasien dirawat di interim, maka
dokter yang merawat kemungkinan akan melihat kembali ke keadaan normal
sebagai bukti keberhasilan terapi, tidak peduli apa pengobatan digunakan atau
apakah itu memberikan kontribusi apa pun untuk pemulihan. Kedua, beberapa
pertanyaan tentang efek obat yang bermanfaat dapat dijawab dengan
menggunakan studi non experimental formal, karena tidak ada hubungan
dengan indikasi. Jika keputusan tentang apakah untuk mengobati tidak
didasarkan pada indikasi formal, tetapi pada beberapa faktor lain yang mungkin
tidak berkaitan dengan variabel hasil yang diteliti, seperti terbatasnya
ketersediaan obat tersebut, maka tidak ada kesempatan untuk mengacaukan oleh
indikasi. Situasi ini terjadi paling sering pada studi tentang pencegahan primer.
Penggunaan vaksin campak, secara rutin diberikan kepada bayi yang sehat,
adalah salah satu contoh. Ketiga, ada beberapa pengaturan yang
membingungkan dengan indikasi mungkin ada tetapi secara teoritis dapat
dikontrol. Bila indikasi dapat diukur dengan cukup baik, teknik epidemiologi
kemudian tradisional pengecualian, pencocokan, stratifikasi, dan pemodelan
matematika dapat diterapkan. Indikasinya jelas dapat cukup diukur jika
dikotomis atau biner. Situasi ini dapat di indikasikan baik ada atau tidak ada,
tetapi tidak memiliki gradasi dalam tingkat keparahan. Indikasinya juga dapat
cukup diukur jika ada gradasi dalam tingkat keparahan baik apakah yang
berhubungan dengan pilihan atau tidak untuk mengobati atau tidak terkait
dengan hasil yang diharapkan. Atau, terkadang orang dapat menemukan
pengaturan klinis khusus di mana gradasi tidak berhubungan dengan pilihan
terapi. Sebagai contoh, jika ketersediaan obat terbatas atau ada perbedaan
filosofis konsisten di antara resep untuk menggunakan atau tidak menggunakan
obat, kemudian gradasi di indikasi tidak akan berhubungan dengan pilihan
terapi. Akhirnya, jika indikasi yang dinilai tetapi dapat cukup tepat diukur,
dapat dikendalikan dengan pemodelan matematika menggunakan, misalnya,
regresi berganda. Kemudian pembaur oleh indikasi dapat dikontrol dan
dikesampingkan sebagai penyebab untuk efek menguntungkan diamati obat.
Baru-baru ini, para peneliti telah mulai menggunakan skor kecenderungan
menjelang akhir ini. Ini merupakan pendekatan yang menggunakan pemodelan
matematika untuk memprediksi eksposur, daripada pendekatan tradisional
memprediksi hasil. Hal ini, pada dasarnya, ukuran langsung dari indikasi. Satu
kemudian dapat menggunakan skor kecenderungan untuk membuat kategori
probabilitas paparan, dan kontrol untuk kategori-kategori dalam analisis.

Tabel 40.3. Klasifikasi pertanyaan penelitian sesuai dengan masalah mereka


dari pengganggu oleh indikasi untuk terapi

SOLUSI CONTOH
(1) Studi banding yang tidak perlu

(a) efek obat yang jelas dalam Nalokson digunakan untuk metadon
individu pasien, atau overdosis

(b) efek obat yang jelas dalam


serangkaian pasien
Penisilin digunakan untuk
2) Tidak ditemukan dengan tidak ada pneumonia pneumokokus
indikasi;ada indikasi
Vaksin campak diberikan secara rutin
(3) Tidak ditemukan oleh indikasi ada kepada bayi yang sehat
tapi

terkendali

A) Indikasinya adalah dikotomis


(I) Gradasi di indikasi tidak ada,
Anti-Rh (D) immune globulin yang
atau
diberikan kepada Rh (D) ibu negatif
yang

memberikan Rh (D) bayi baru lahir


yang positif untuk mencegah fetalis
eritroblastosis masa depan

(II) Gradasi di indikasi adalah Penisilin digunakan untuk profilaksis


tidak terkait dengan pilihan endokarditis pada pasien dengan
pengobatan, atau bawaan

stenosis aorta yang sedang menjalani


(III) Radasi di indikasi adalah pencabutan gigi
tidak terkait dengan hasil yang
Penisilin digunakan untuk mencegah
diharapkan, atau
sifilis tersier, yang diberikan kepada
(IV) Pengaturan klinis khusus pasien dengan

tes serologi positif tanpa gejala sifilis


B) Indikasinya cukup dirunut
Antikoagulan digunakan setelah
(I) Karakterisasi Lengkap
infark miokard untuk mencegah
indikasi
kematian
karena berkaitan dengan pilihan terapi
atau karena berhubungan dengan hasil
yang diharapkan, dan Isoniazid digunakan untuk profilaksis
(II) Karakterisasi harus terus TB pada pasien dengan
setelah
asimtomatik PPD positif
Inisiasi

(4) Tidak diketahui oleh indikasi ada


dan tidak

terkendali
Ampisilin digunakan untuk
mengobati infeksi saluran kemih
PENERAPAN YANG DIUSULKAN PENDEKATAN

Bagaimana pendekatan umum non experimental kita telah dijelaskan berlaku


untuk studi efek obat menguntungkan? Sebuah survey dari 100 data paling baru
disetujui baru entitas molekul per Desember 1978 dipelajari untuk menentukan
jenis desain apa studi nonexperimental, jika ada, dapat digunakan untuk
mengevaluasi efektivitas obat. Setelah tidak termasuk dari daftar ini tujuh
entitas yang digunakan dalam lensa kontak, 93 obat yang tersisa diperiksa untuk
semua indikasi potensi dan hasil klinis yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi efek obat yang diinginkan. Pada akhirnya kami menilai 131
penggunaan obat, yaitu 131 pasang obat-indikasi. Setiap penggunaan narkoba
dikategorikan apakah studi yang mengevaluasi efektivitas obat untuk indikasi
yang akan menyajikan masalah pembauran dengan indikasi dan, jika demikian,
apakah salah satu pendekatan yang dijelaskan di atas akan cukup untuk
mengatasinya. Penggunaan obat tersebut, 89 (67,9%) bisa dievaluasi
menggunakan pengamatan klinis sederhana, tanpa penelitian komparatif formal.
Jumlah sampel yang dilihat dari suatu obat ini sangat sedikit, pada
kenyataannya, disetujui oleh FDA atas dasar studi tersebut, misalnya,
nitroprusside (disetujui untuk hipertensi yang sudah parah) dan bretylium
(disetujui untuk aritmia yang mengancam jiwa, pada pasien yang refrakter
semua antiaritmia lainnya). 42 obat yang tersisa diperlukan menggunakan
penelitian Comparative untuk evaluasi obat-obat tersebut, karena obat-obat
tersebut disajikan masalah pembauran dengan indikasi. Dalam 7 dari 42 (5,3%
dari total), pengganggu ini bukan halangan untuk penelitian nonexperimental
valid. Paling sering validitas pendekatan beristirahat pada pengamatan bahwa
setiap dokter yang diberikan biasanya digunakan obat untuk mengobati baik
semua atau tidak ada pasien dengan indikasi. Dalam 35 sisa 42 kegunaan
(26,7% dari total), mengacaukan oleh indikasi itu dinilai menjadi tidak
terkendali saat ini menggunakan teknik nonexperimental tersedia. Untuk
menempatkan temuan ini dalam perspektif, dari 42 penggunaan obat yang
diperlukan penelitian komparatif untuk mengevaluasi efektivitas obat-obat
tersebut, 30 tidak bisa etis diatasi menggunakan percobaan klinis secara acak
dan kontrol plasebo. Sebagian besar dari 30 ini melibatkan penggunaan obat
untuk mengobati infeksi atau keganasan. Dalam situasi ini, pasien bisa tidak
dibiarkan "tidak diobati," yang ditugaskan untuk kelompok plasebo. Studi
tentang efek dari satu obat relatif terhadap obat aktif lain, tentu saja,
memberikan hasil yang berbeda. penelitian komparatif formal diperlukan untuk
semua 131 penggunaan narkoba. Studi nonexperimental secara teoritis dapat
dilakukan secara sah untuk 94 dari 131 penggunaan obat (71,8%).
Eksperimental studi etis untuk obat-obat tersebut tentu saja, menilai secara
teoritis bahwa pertanyaan dari efektivitas adalah "studiable" dengan teknik yang
diberikan tidak sama dengan membuktikan bahwa hasil yang valid akan muncul
dari studi tersebut. Ada banyak rincian tertentu dalam melakukan aktual studi
tersebut yang harus diatasi berdasarkan kasus-bycase. Oleh karena itu, instruktif
untuk memeriksa beberapa contoh spesifik penelitian nonexperimental ke dalam
efek obat yang bermanfaat.

CONTOH KHUSUS

Estrogen untuk Pencegahan osteoporosis Fraktur


Salah satu seri pertama dari studi efektivitas obat menggunakan desain studi
nonexperimental ketat diperiksa apakah estrogen-eksogen dapat mencegah
patah tulang pada wanita postmenopause dengan osteoporosis. Studi biokimia
telah mendokumentasikan bahwa menopause menghasilkan kalsium dan fosfor
negatif, dan bahwa keseimbangan kembali ke arah normal dengan konsumsi
estrogen eksogen. Studi kepadatan tulang didokumentasikan bahwa estrogen
eksogen mencegah hilangnya kepadatan tulang yang terkait dengan menopause,
selama estrogen dilanjutkan. Tampaknya masuk akal bahwa penggunaan
estrogen dapat mencegah patah tulang dari osteoporosis, tetapi tidak ada data
langsung ditujukan pertanyaan itu. Di sisi lain, estrogen pasca menopause telah
terbukti menyebabkan kanker endometrium. Sebuah uji klinis secara acak yang
menyatakan bahwa akan menjadi cara yang ideal untuk mengatasi efek dari
estrogen pada patah tulang. Namun, penelitian tersebut tidak praktis karena
berbagai alasan. Ini adalah terapi profilaksis. Meskipun patah tulang pasca
menopause yang umum, mereka dialami oleh sebagian cukup kecil dari
populasi selama periode waktu yang ditetapkan bahwa ukuran sampel yang
sangat besar akan dibutuhkan. Juga, penelitian ini perlu dilakukan selama
bertahun-tahun sebelum efek yang menguntungkan bisa mulai dilihat. Alih-alih
uji coba klinis secara acak, serangkaian studi nonexperimental dilakukan.
Kedua kasus-kontrol dan kelompok yang digunakan. Secara umum, penelitian
ini adalah yang ketat dan dilakukan dengan baik. Sayangnya, bagaimanapun,
pertanyaan dari pembaur oleh indikasi itu tidak dibahas dalam sebagian besar
studi. Secara khusus, sebagian besar studi gagal untuk mengatasi mengapa
beberapa wanita menerima estrogen eksogen pascamenopause dan orang lain
tidak. Mengingat data yang telah tersedia pada efek dari estrogen pada
kepadatan tulang dan kanker endometrium, adalah wajar untuk mengasumsikan
bahwa beberapa dokter mungkin istimewa rutin menggunakan obat-obatan dan
lain-lain mungkin secara rutin menghindari mereka. Dalam situasi seperti itu,
teknik nonexperimental bisa menghasilkan hasil yang valid, tidak terpengaruh
oleh mengacaukan oleh indikasi. Namun, banyak dokter mungkin mencoba
untuk selektif meresepkan obat untuk pasien yang telah menjalani histerektomi,
karena pasien ini tanpa risiko kanker endometrium. Atau, beberapa dokter
mungkin mencoba untuk menggunakan obat hanya pada pasien yang merasa
berisiko tinggi patah tulang atau berisiko tinggi komplikasi dari patah tulang.
situasi ini akan mewakili pembaur tak terkendali oleh indikasi-kategori.
Akhirnya, salah satu mungkin berharap bahwa arah pembaur yang oleh indikasi
mungkin berlawanan dengan efek obat, yang memungkinkan seseorang untuk
menggunakan data ini untuk membuat kesimpulan setidaknya kualitatif. Ini
mengasumsikan, bagaimanapun, bahwa dokter secara akurat dapat memprediksi
siapa yang berisiko tinggi fraktur. Anggapan seperti itu tidak ditanggung oleh
data yang tersedia. Bahkan, tiga studi yang erat diperiksa banding kelompok
belajar mampu mendokumentasikan bahwa mereka tidak sebanding. Secara
khusus, salah satu penelitian adalah studi kasus-kontrol dalam layanan ortopedi,
dan mencatat bahwa kasus dengan fraktur pinggul atau radius beratnya kurang
dari kontrol cocok untuk usia dan ras, memiliki menopause kemudian, dan lebih
sering berada pecandu alkohol. Sebuah kedua adalah penelitian kohort pasien
dengan estrogen yang diketahui kekurangan. Dalam penelitian ini, mereka yang
diobati dengan estrogen berbeda dari mereka yang tidak berada di usia, usia
menopause, durasi tindak lanjut, tinggi, berat, darah tekanan, status perkawinan,
ras, status ekonomi, dan graviditas, serta frekuensi diagnosis berikut: vaginitis
atrofi, ooforektomi bilateral, kegagalan ovarium prematur, hipopituitarisme,
disgenesis gonad, penyakit endokrin, hipertensi, dan osteoporosis. Studi ketiga
menggunakan desain kasus-kontrol untuk menyelidiki pasien yang dirawat di
layanan bedah. Ini dibandingkan kasus dengan patah tulang pinggul pada
kelompok kontrol pasien bedah, dibagi menjadi mereka yang trauma dan
mereka yang tidak trauma. Kasus yang tercatat lebih tua, lebih tinggi, dan
memiliki berat badan lebih rendah dari kontrol. Kasus yang lebih sering telah
menjalani ovariektomi, ASI kali lebih sedikit dan untuk bulan lebih sedikit, dan
hipotiroid lebih jarang daripada kontrol. Ketika faktor-faktor ini dikendalikan
untuk variabel sebagai pengganggu, efek dari estrogen masih jelas. Namun,
seperti dalam penelitian lain, tidak ada informasi tentang bagaimana atau
mengapa keputusan itu dibuat untuk mengobati dengan atau menahan estrogen.
Sejumlah penelitian nonexperimental lain yang diterbitkan sejak itu
menunjukkan hasil yang sama. Sejak itu, temuan bahwa estrogen memiliki efek
menguntungkan pada patah tulang pinggul telah dikonfirmasi dalam percobaan
klinis besar, yaitu, Perempuan Inisiatif kesehatan.

Antikoagulan untuk Pencegahan Berulang


Tromboemboli vena
Penggunaan antikoagulan intravena mengurangi risikotromboemboli vena
64
berulang, dan penambahan antikoagulan oral untuk antikoagulan intravena
mungkin mengurangi risiko lebih jauh.65 Namun, berapa lama pengobatan oral
antikoagulan harus dilanjutkan belumbaik dipelajari. saran yang paling eksplisit
dari para ahli di Durasi optimal terapi antikoagulan didasarkan pada
Pengalaman pribadi .66,67Sebagian besar data yang tersedia yangdigunakan untuk
menunjukkan durasi sesuai terapi yang berasal dari pengamatan klinis dalam
medis tunggal pusat.65,68-70 Mereka mewakili serangkaian kasus terakumulasi.
Seiring waktu, pengobatan secara bertahap pasien telah berkepanjangan.
Dengan demikian, perubahan dalam durasi pengobatan yang bercampur dengan
perubahan lain dalam perawatan medis selama beberapa dekade. Sebagai
tambahan,studi tidak membandingkan pasien yang menerima perawatan
daripanjang yang berbeda, tetapi hanya mengamati ketika sebagian kekambuhan
cenderung terjadi. Para peneliti telah diasumsikan bahwa pengobatan harus
diperpanjang cukup untuk memasukkan waktu ituketika kekambuhan dapat
diharapkan. Masalah dengan ini
studi telah rinci. Seperti pertanyaan tentang efek dari estrogen pada tulang patah
tulang dari osteoporosis, percobaan klinis secara acakakan menjadi desain yang
ideal untuk menjawab pertanyaan dari Durasi optimal antikoagulasi setelah
tromboemboli vena,tetapi penelitian semacam ini tidak praktis. Setelah pasien
mendapat antikoagulan di rumah sakit dan diikuti untuk waktu yang singkat
sebagai pasien rawat jalan, risiko kekambuhan cukup kecil bahwa populasi yang
sangat besar akan diperlukanuntuk mendeteksi perbedaan dalam hasil karena
perbedaanterapi. Sampai saat ini, satu-satunya uji coba klinis secara acakdalam
literatur yang membahas pertanyaan ini dibandingkan enam minggu pengobatan
rawat jalan untuk enam bulan pengobatan.
Tidak ada perbedaan dalam tingkat kekambuhan antara kedua kelompok ini
pasien diamati.71 Namun, hanya 186 subyek dimasukkan, menghasilkan total
hanya 7 kekambuhan. Di Selain itu, lebih dari setengah subyek penelitian
memiliki beberapa diketahui Faktor risiko jangka pendek untuk tromboemboli
vena. Ini termasuk kehamilan, penggunaan kontrasepsi oral, danoperasi baru-
baru ini. Pasien dengan ini sementara yang mendasarifaktor risiko yang
mungkin diharapkan menjadi kurang mungkin untuk manfaatdari terapi
antikoagulan jangka panjang dibandingkan pasien dengan Penyakit idiopatik.
Pertanyaan tentang durasi optimal antikoagulasi ditujukan dalam penelitian
kohort menggunakan data dari Northern California Kaiser Permanente Medis
Program.72Studi ini diperlukan penggunaan sepuluh tahun data dari inipopulasi
1,6 juta, atau total 16 jutapasien-tahun pengalaman. Ada total 3.384 individu
diidentifikasi sebagai dirawat di rumah sakit untuk vena tromboemboli. Dari
jumlah tersebut, 2.473 menderita idiopatik tromboemboli vena. hasil klinis
mereka dievaluasi, menurut berapa lama mereka telahdiobati dengan
antikoagulan oral. Menggunakan mereka yang dirawat dengan enam minggu
terapi atau kurang sebagai kelompok kontrol, perpanjangan terapi luar titik yang
ditemukan untuk meningkatkan risiko utama perdarahan secara dramatis, tetapi
tidak berpengaruh pada tingkat kekambuhan. Fitur dari penelitian ini yang
memungkinkan para peneliti untuk mengatasi masalah pembauran dengan
indikasi bahwa perilaku dokter tentang berapa lama terapi yang harus
dilakukan secara acak (kategori (3) (a) (ii) diTabel 40.3). Pilihan berapa lama
untuk mengobati secara acak, karena tidak ada informasi sebelumnya tentang
lama terapi yang harus dilakukan. Bahkan, durasi pengobatan adalah relatif
merata di setiap tahunnya,dan hasilnya tidak berbeda ketika salah satu
membatasi analisis untuk mereka yang memiliki antikoagulan mereka
berhentikarena perdarahan, bukan pada pilihan dokter mereka. Baru-baru ini, uji
coba secara acak diterbitkan yang menunjukkan bahwa jangka panjang dosis
rendah terapi warfarin adalah efektif dalam mengurangi risiko berikutnya
kekambuhan thromboembolism.73 vena idiopatik Namun, ini adalahpada pasien
yang telah menerima warfarin dosis penuh selama rata-rata 6,5 bulan. Lidocaine
untuk Pencegahan Kematian dari infark miokard Dalam studi lain, khasiat
lidocaine dalam mencegahkematian dari infark miokard dipelajari
menggunakan metode case – control.74antara pasien dirawat akibat jantung
koroner atau unit perawatan intensif untuk infark miokard akut, mereka yang
meninggal adalah dibandingkan dengan jumlah yang sama pasien yang selamat.
Kontrol dicocokkan dengan kasus untukusia, jenis kelamin, ras, dan tanggal
rawat inap. Secara keseluruhan, lidocaine tidak melindungi terhadap kematian.
Lidocaine efektif hanya ketika kematian akibat aritmia ventrikel dianalisis
secara terpisah. Dalam penelitian yang cermat ini, para peneliti jelas yang
menyadari risiko pembauran dengan indikasi. Mereka berusaha untuk
mengendalikan pengganggu ini dengan menggunakan epidemiologi yangteknik
stratifikasi, yang mengelompokkan pasien sesuai dengan resiko kematian dari
miokard infark, dalam rangka untuk mengendalikan ketidaksetaraan ini risiko
sebagai variabel pengganggu. Dengan demikian, mereka memperlakukan
penelitian sebagai kategori (3) (b) pertanyaan pada Tabel 40.3. Sayangnya,
bagaimanapun,diragukan bahwa satu akurat dan sepenuhnya dapat
mengukurdasar untuk penilaian dokter tentang siapa mereka anggapberisiko
tinggi kematian dari infark miokard. Demikian pula,tidak mungkin bahwa risiko
masing-masing individu mati dariinfark miokard dapat diprediksi, terutama mati
oleharitmia ventrikel. Tentu klasifikasi menuruthanya ada atau tidaknya gagal
jantung kongestif,seperti yang digunakan, adalah terlalu sederhana. Bahkan,
tingkat kematian dikaitkan dengan aritmia ventrikel yang hampir identik pada
pasien dengan dan tanpa gagal jantung kongestif. Namun demikian hasil yang
bertepatan dengan orang-orang dari acakuji klinis mengevaluasi efikasi lidokain
dimencegah fibrillation.75 ventrikel primer Namun,sedangkan obat dicegah
aritmia dalam acakuji klinis, itu tidak mengubah kematian. Sejak itu, telah
adalebih dari 20 percobaan acak dan 4 meta-analisis,menunjukkan lidocaine
yang mengurangi fibrilasi ventrikel tapi meningkatkan angka kematian di
infarction.76 miokard akut in tidak dikonfirmasi dalam sebuah makalah
berikutnya, yang kembali dianalisisdata dari 43 704 pasien yang terdaftar di
GUSTO-I atau GUSTO-Iib

Antikoagulan untuk Pencegahan Kematian dari


infark miokard
Apakah antikoagulan dapat mencegah kematian dari miokardinfark telah
ditangani dengan menggunakan metode randomized clinical trials.78 Namun,
hasil yang tidak konsisten dantidak meyakinkan, mungkin karena masalah
ukuran sampel Dengan demikian, pertanyaan ini akan muncul untuk menjadi
79
kandidat yang baik untukstudi kasus-kontrol. Penelitian tersebut dilakukan,
dengan peneliti memperlakukan pertanyaan penelitian ini seolah-olah itu adalah
kategori (3) (b) pertanyaan pada Tabel 40.3. Namun, seperti studi tentang efek
lidocaine pada infark miokard,diragukan apakah seseorang dapat mengukur dan
kuantitas tepatnya risiko kematian dari infark miokard pada masa akut.
Penelitian ini mungkinlebih meyakinkan jika para peneliti telah
mengidentifikasi pasien dari praktisi yang selalu digunakan antikoagulan untuk
pasien dengan infark miokard, dan kemudian dibandingkan mereka untuk
kelompok kontrol pasien praktisi yangtidak pernah digunakan antikoagulan
untuk pasien mereka dengan miokard infark. Sejauh pilihan terapi di inipasien
tidak akan dibuat atas dasar apapun dirasakan perbedaan antara pasien dalam
risiko sekarat dari infark miokard, membingungkan oleh indikasi tidak akan
menjadi masalah. Tentu saja, jika para peneliti telah merancang penelitian
seperti yang kita sarankan, mereka kemudian akan harus mempertimbangkan
apakah dokter sendiri yang prediktor hasil, dan apakah ini konsisten terkait
dengan filosofi mereka dari menggunakan antikoagulan,di beberapa dokter.
Dengan demikian, uji acak benar-benar diperlukan untuk memberikan jawaban
atas pertanyaan ini, dan tentu saja dalam beberapa tahun terakhir, dengan
munculnya heparin berat molekul rendah dan terapi trombolitik, banyak telah
datang.

Generik vs obat ber merek


Potensi Penggunaan lain dari desain studi nonexperimental untuk mempelajari
efek menguntungkan dari obat muncul dengan bacaan dari 1984 Waxman-
Hatch Act di Amerika Serikat. obat generik sekarang dapat dipasarkan setelah
demonstrasi sederhana dari bioekivalensi,yaitu, setara bioavailabilitas, di 18
sampai 24 yang normal adults.80 Namun, tidak jelas apakah bioekivalensi
menjamin kesetaraan klinis, yang setara khasiat dantoksisitas. 81 klinis pada
kesetaraan lebih mungkin menjadi jelas sebagai perbedaan dalam efek
menguntungkan selain sebagai perbedaandampak buruk. Dalam
mengembangkan obat, dosis yang dicari yang mengoptimalkan khasiat obat.
Toksisitas, selain istimewa ataureaksi alergi, biasanya terjadi pada dosis yang
lebih tinggi dan konsentrasi dari yang diperlukan untuk keberhasilan. variasi
sederhana dalam
konsentrasi plasma pada obat aktif, yang diciptakan oleh menerima dosis yang
sama dalam persiapan yang berbeda, yang paling mungkin, karena itu, menjadi
masalah bagi khasiat obat daripada toksisitas obat. Variasi konsentrasi plasma
bahkanlebih mungkin menjadi masalah bagi efektivitas obat dan efektivitas
biaya. Bahkan perubahan sederhana dalam penampilan fisikobat dibayangkan
dapat menyebabkan penurunan kepatuhan dan, dengan demikian, efektivitas.
persiapan yang berbeda dari obat yang sama membutuhkan besarukuran sampel,
sebagai salah satu akan mencari yang relatif kecil perbedaan. Namun, ukuran
sampel tersebut dapat dicapai relatif mudah dan efisien sebagai bagian dari
nonexperimental Studi pharmacoepidemiology. Dengan demikian, saran
memilikitelah dibuat bahwa studi kesetaraan klinis mungkin bisadilakukan
sebagai studies.81 pengawasan postmarketing Mengacaukan oleh indikasi tidak
mungkin menjadi masalah karena, sejauh dokter yang bersangkutan, ia adalah
berurusan dengan produk yang berbeda dari obat yang sama, produ yang secara
teoritis dipertukarkan. Pilihan antaraterapi alternatif tidak sedang dibuat oleh
prescriber yang atas dasar karakteristik pasien, tetapi oleh apotekeratas dasar
produk ketersediaan-kategori (3) (a) (ii) ditabel 40.3 Sebuah studi
pharmacoepidemiology beberapa (tidak diterbitkan) dariefektivitas relatif dari
persiapan yang berbeda digunakan untuk tujuan yang sama telah dilakukan oleh
Strom, menggunakan Database Compass®. Studi-studi pasien
dibandingkanyang dimulai pada produk nama merek danberalih ke produk
generik ketika menjadi tersedia,dan pasien yang tetap pada produk merek.
Ituobat yang diteliti adalah thioridazine, klorpropamid, dan penyerapan lambat
teofilin. Studi ini secara alami meningkatkan keprihatinan tentang kemampuan
untuk mengidentifikasi produk yang sebenarnya ditiadakan. Sangat sedikit dari
pendekatan pharmacoepidemiology dijelaskandi Bagian III buku ini mampu
mengidentifikasi produk tertentu ditiadakan. Seringkali pendekatan bahkan
tidak membedakan apakah itu adalah produk nama merek atau produk generik
yangsedang dipakai. Bahkan ketika perbedaan dibuat-untuk Contoh yang paling
medis menggunakan Obat Nasional Kode untuk mengidentifikasi secara khusus
obat, produsen,bentuk sediaan, dan dosis-satu yang pasti ditinggalkan dengan
pertanyaan tentang apakah nama merek sedang ditagih untuk sementara obat
generik adalah ditiadakan. Selain itu, studi tersebut meningkatkan kekhawatiran
tentang bagaimana mendefinisikan variabel hasil klinis.Misalnya, bagaimana
khasiat obat tercermin dalam klaimDatabase? Studi yang dijelaskan di atas hasi
yang digunakanseperti jumlah kunjungan dokter, jumlah rawat inap,dan
penggunaan terapi tambahan untuk mendapatkan perkiraankhasiat
obat.Menggunakan hasil ini, para peneliti pertama menganalisisdata dasar,
membandingkan pengalaman, sebelum beralih,dari mereka yang akhirnya
beralih ke produk generik denganpengalaman mereka yang tidak beralih ke
generikproduk. Di masing-masing tiga studi, beralihberbeda dengan yang dari
tidak beralih, sebelumberalih. Dengan demikian, tampak bahwa pasien yang
harus diaktifkanuntuk produk generik yang berbeda dari pasien yang tinggal di
nama merek produk: membingungkan oleh indikasi itumemang beroperasi.
Karena itu, tidak ada analisis efikasisetelah dilakukan. karena
ini, dan pertanyaan tentang hasil klinis, itu memilih untuk tidak
mempublikasikan hasil
makalah ini.
Studi Biaya-Efektivitas
Kategori baru yang penting dari penelitian keuntungan efek obatEfek mencakup
studi efektivitas biaya mereka. Studi mengukur sumber daya yang diperlukan
untuk mencapai hasil tertentu yang menguntungkan, dan dengan demikian
memiliki dua kajian utama
variabel-satu yang klinis dan salah satu yang ekonomi.Misalnya, orang bisa
melakukan penelitian kohort membandingkan diperlakukan pasien untuk pasien
yang tidak diobati, dan menentukan apakah hasil klinis yang mereka alami dan
biayaperawatan medis mereka kemudian terima berbeda.dengan demikian,
orang akan perlu mempertimbangkan kemungkinan pembaur oleh indikasi
untuk kedua hasil klinisdan variabel biaya. Perlu dicatat bahwa indikasi
mungkin memiliki efek yang berbeda pada hasil klinis danbiaya. Dengan
demikian, saat melakukan penilaian hasil klinis,salah satu kebutuhan untuk
mempertimbangkan dan, berpotensi, mengukurimplikasi dari indikasi untuk
pengobatan pada klinik variabel hasil. Sebaliknya, saat melakukan penilaian
biaya, salah satu kebutuhan untuk mempertimbangkan dan, berpotensi,
mengukurimplikasi biaya indikasi pada kedua klinis hasil dan biaya. Subyek
ekonomi kesehatan sebagai
diterapkan untuk penggunaan narkoba dibahas secara lebih rinci dalam Bab 41.
Vaksin
Dalam beberapa tahun terakhir, desain studi nonexperimental telah banyak
digunakan untuk mengevaluasi efektivitas vaksin.Secara khusus, studi kasus-
kontrol telah digunakan untuk mengeksplorasi kemanjuran vaksin
82,83 84,85
pneumokokus, vaksin rubella, vaksin campak, 86-90
Hemophilus
91-100 101.102
influenzae tipe b polisakaridaVaksin, vaksin virus polio oral
meningococcusVaksin, 103-105 vaksin Japanese ensefalitis, 106
107-114
dan vaksin BCG dalam melindungi terhadap TBC, Vaksin toksoid difteri,
115
dan leprosy.116,117 Cohortpenelitian telah digunakan untuk mengeksplorasi
kemanjuran Hemophilusinfluenzae tipe vaksin b polisakarida, 93 campakvaksin,
118.119
dan pertusis vaccine.120,121 Sekali lagi, penelitian seperti ini idealnya harus
dilakukan sebagai acak klinispercobaan. Namun, frekuensi relatif dari penyakit
bahwa vaksin di atas dirancang untuk mencegah, khususnya pada populasi yang
sebagian divaksinasi, memanfaatkan ini
merancang sulit, meskipun tidak mustahil. Faktanya, Dalam salah satu situasi,
vaksin Japanese ensefalitis baru diproduksidi Cina dipelajari untuk keberhasilan
107
menggunakan kasus-kontrol desain, sementara studi keamanan, dilakukan
oleh yang sama penulis, digunakan uji coba klinis secara acak. 122 Dalam
mempertimbangkan penerapan desain studi nonexperimental,penggunaan relatif
sembarangan vaksin tersebut menempatkan
Penelitian dalam kategori (2) dari Tabel 40.3. Pasien yang menerimavaksin ini
berbeda dari mereka yang tidak di status sosial ekonomi mereka, akses mereka
ke perawatan medis, dan merekasikap dokter mereka terhadap vaksin. Namun,
untuk sebagian besar
vaksin, seorang dokter individu tidak mungkin hanya memberikanbeberapa
pasien yang memenuhi syarat nya vaksin, menahan daripasien yang memenuhi
syarat lainnya. Dengan demikian, pasien yang menerima vaksintidak mungkin
berbeda dari mereka yang tidak mendapatkan vaksin, diSetidaknya dalam
persepsi tentang pasien dokter mereka risikotertular penyakit ini. Studi
nonexperimental daripertanyaan tersebut harus menghasilkan hasil yang
valid.Memang, seperti terbukti dari banyaknya contoh,
ini menjadi standar dan pendekatan diterima. Kitamerujuk pembaca yang
tertarik untuk beberapa kertas metodelogi diseluk-beluk merancang studi
nonexperimental dari
efficacy.123-129 vaksin.
Skrining kanker
penggunaan yang lebih baru dan sering nonexperimentaldesain studi ini adalah
untuk mengevaluasi efektivitas skrining kankerprogram. Meskipun hal ini tidak
secara langsung berhubungan dengan obat-obatan,implikasi metodologis yang
sama, dan memilikitelah lebih baik diucapkan daripada di
pharmacoepidemiology yangliteratur. Penggunaan studi nonexperimental desain
untukmengevaluasi efektivitas program skrining kanker akansingkat dibahas di
sini, karena itu.Sekali lagi, idealnya pertanyaan tentang nilai skriningakan
ditangani menggunakan uji klinis acak.Namun, sebagian besar penyakit yang
diskrining untuk relatifluar biasa. Hanya sebagian kecil dari peserta
dalamprogram skrining luas bisa diharapkan untuk mendapatkan keuntungan
dariprogram skrining. Dengan demikian, uji klinis acak dariskrining bisa mahal
dan mungkin memerlukan beberapa tahun untuk menyelesaikan.Bahkan lebih
penting lagi, sekali prosedur penyaringan merupakanditerima secara luas,
bahkan tanpa data mendokumentasikan kemanjurannya,merekrut pasien
menjadi uji coba klinis secara acak dapattidak praktis dan mungkin benar-benar
tidak etis. Sebaliknya, peneliti telah menggunakan desain
nonexperimental.prosedur skrining yang telah dievaluasi berulang kalidalam
mode ini termasuk nilai "Pap" untuk servikscancer 130-145 dan mamografi dan
pemeriksaan diriuntuk payudara cancer.146-163Penelitian lain menyelidiki
skrininglangkah-langkah untuk cancer164,165 paru-paru dan lambung cancer.166
Semua ini adalah studi kasus-kontrol. Banyak lagi telah diterbitkansejak. Sekali
lagi, mereka menaikkan pertimbangan metodelogi yang samadari pembauran
dengan indikasi. Secara khusus, mengapabeberapa wanita memilih untuk
memiliki prosedur penyaringan danlain tidak? Salah satu uji klinis acak
didokumentasikanbahwa wanita yang menghadiri sesi screening berada di lebih
tinggirisiko mengembangkan kanker payudara dibandingkan wanita yang
ditawarkan skrining.167 Selain itu, kasus-kontrolStudi dari skrining ini
metodelogi berduri tambahanmasalah tentang bagaimana untuk menentukan
kasus, bagaimana mendefinisikankontrol, jangka waktu untuk memilih untuk
studi, etc.168-183Contoh lainnya
pekerjaan analog lainnya menggunakan desain studi kasus-kontrol
184
telahmenjelajahi efektivitas helm sepeda dalam mencegahcedera wajah,
185
profilaksis antibiotik dalam mencegahpasca-gigi infektif endokarditis, β-
blocker dalam mencegahmortalitas pada pasien dengan infark miokard akut,
186
beta-blocker dan insiden kejadian arteri koroner, 187 dll
MASA DEPAN
Dokter telah lama mengakui nilai pengamatan klinisdan penelitian
nonexperimental. Banyak dari kita saat inipengetahuan tentang kegunaan
intervensi medisberdasarkan informasi yang nonexperimental. Namun datadan
kesimpulan dari informasi yang berguna dan valid.Namun, informasi yang
teknik pengamatanmenghasilkan tidak dapat diterima secara tidak kritis.
Mungkin dalam reaksiketerbatasan studi nonexperimental, beberapa
ilmuwantelah menegaskan bahwa "uji coba klinis secara acak (RCT) adalah
Metode hanya ilmiah yang dapat diandalkan untuk penilaian dariefficacy (dan
risiko) dari perawatan klinis yang paling. "27 Sackettdkk. berpendapat: "untuk
bersaing dengan literatur klinis. membuang semua artikel tentang terapi yang
tidak acak uji coba. "188
Mengingat analisis yang disajikan di atas, posisi ini tampaknya terlalusederhana
dan jauh mencapai. Jika sombong, itu menghasilkan klinisinformasi yang
diperlukan dan berpotensi tersedia menjaditertagih dan tidak terpakai.
Keseimbangan yang tepat dalam sikaptentang nilai pendekatan ini mungkin
terletak di suatu tempatantara dua ekstrem. Mengutip Sir Austin BradfordHill,
salah satu pengembang dari uji coba secara acak: "Setiapkeyakinan bahwa uji
coba terkontrol adalah satu-satunya cara [untuk mempelajari terapi Khasiat]
akan berarti tidak hanya itu pendulum memilikimengayunkan terlalu jauh tetapi
hal itu telah datang langsung dari hook. "189Banyak peneliti sekarang
menerapkan desain nonexperimental
studi efek obat menguntungkan. Namun, perhatiankebutuhan yang harus
dibayar untuk kemungkinan pembaur oleh
indikasi. Beberapa pendekatan untuk masalah ini sekarang tersedia,
dan mudah-mudahan lebih akan tersedia di masa depan.
Namun, ketika pembaur oleh indikasi dapat diatasi,
pengamatan klinis dan penelitian nonexperimental dapat
bekas. Hasil penelitian nonexperimental tidak mungkin
menjadi sebagai kuat atau sebagai meyakinkan sebagai orang-orang dari
eksperimental
penelitian. Kami tidak menyarankan bahwa penelitian nonexperimental,
dan tentu saja kami tidak menyarankan nonexperimental yang
studi, digunakan sebagai pengganti untuk studi eksperimental.
Namun, ketika sebuah studi eksperimental dianggap
yang tidak perlu, tidak etis, tidak layak, atau terlalu mahal relatif terhadap
manfaat yang diharapkan, ada sering merupakan alternatif yang baik

Anda mungkin juga menyukai