Pendahuluan
Agar obat dapat diterima di pasar Amerika, obat harus terbukti aman dan
berkhasiat dengan cara dilakukan dilakukan investigasi/ penyelidikan yang
memadai dan terkendali dengan baik. Pada bab sebelumnya, telah di jelaskan
bahwa informasi dari studi premarketing seringkali tidak cukup untuk
memberikan beberapa informasi terkait toksisitas obat yang mana secara klinis
hal ini sangat penting. Hal yang sama juga terjadi terkait efek obat yang
menguntungkan (khasiat).
Dalam bab ini kita akan menjelaskan definisi yang berbeda terkait dengan
efek obat yang menguntungkan. Kemudian, kita akan membahas pentingnya
dilakukan studi post marketing terkait efektivitas obat. Selanjutnya kita akan
membahas permasalahan metodolgi unik yang terjadi terkait studi efek obat
yang menguntungkan dan solusi yang potensial untuk menyelesaikan masalah
ini. Dan pada akhirnya, kami akan mengevaluasi sfrekuensi dari solusi yang
disuguhkan yang mungkin akan berhasil. Contoh yang lebih spesifik seperti
pendekatan terhadap sudi efikasi juga akan disajikan.
Definisi
Setidaknya ada 4 jenis obat yang dapat diukur sesai denga efek menarik
yang dimiliknya untuk para penulis resep. Efek berbahaya yang tak terduga
adalah efek yang tidak diinginkan dari obat yang mana tidak dapat diprediksi
atas dasar profil studi farmakologi praklinis mereka atau dari hasil studi klinis
premarketing. Efek ini paling sering terjadi pada reaksi efek samping tipe B,
seperti yang telah didefinisikan dalam bab 1. Sebagai contoh, kloramfenikol
memiliki efek dapat menyebabka anemia aplastic pada waktu dipasarkan,
seperti halnya efek nyeri otot rangka terkait dengan penggunaan HMG-CoA
reduktaseyang kini diketahui. Tantangan utama dalam penilitian ini adalah
untuk menemukan efek berbahaya yang tak terduga yang mana itu penting
sesegera mungkin saat obat mulai dipasarkan. Kuantitas dari efek kejadian yang
muncul akan berguna dalam dunia medis.
Efek berbahaya yang telah di antisipasi adalah efek yang tidak diinginkan
pada obat yang sudah dapat diprediksi atas dasar praklinis dan studi
premarketing. Mereka dapat berupa tipe A atau tipe B (lihat bab 1). Salah satu
contoh adalah saat pasien mengalami pingsan setelah mengambil sosi prasozin
pertama. Meskipun efek ini telah diketahui akan terjadi pada saat dipasarkan,
pertanyaan utamanya adalah seberapa sering efek ini akan terjadi. Ini
merupakan tantangan dominan bagi para peneliti untuk menetapkan angka
kejadian pada beberapa tipe obat.
Efek menguntungkan yang tak terduga adalah efek yang diinginkan pada
suatu obat yang mana belum diketahui efeknya pada saat pemasaran. Meskipun
efek ini mungkin akan berguna pada dunia medis, itu tetap dikategorikan ke
dalam efek samping, jika efek tersebut bukan merupakan tujuan efek utama
dalam pengobatan. Sebagai contoh dari efek menguntungkan yang tak terduga
adalah efek kemampuan aspirin dalam mengurangi probabilitas pada pasien
infark miokard yang mana pasien tersebut diberikan analgesic atau anti
inflamasi. Namun, baru-baru ini selama aspirin telah beredar/ dipasarkan, telah
di konfirmasi bahwa aspirin memiliki indikasi yang baru. Tantangan utama bagi
para peneliti adalah untuk menemukan tipe efek obat. Seperti contoh, saat ini
timbul pertanayan besar apakah obat nati inflamasi non aspirin non steroid
memiliki efek menguntungkan yang sama? Walaupun data terkait hal tersebut
sedang dikumpulkan. Yang kedua, hal ini berguna untuk menentukan
banyaknya frekuensi kejadian.
Efek menguntungkan yang diperkirakan adalah efek diinginkan yang diketahui
yang mana merupakan efek suatu obat. Mereka merupakan alasan mengapa
suatu obat tersebut diresepkan. Studi tentang efek obat menguntungkan yang
diketahui memiliki 3 aspek. Studi terkait efikasi obat meng-investigasi apakah
obat tersebut benar-benar memiliki khasiat yang diinginkan. Idealnya, dengan
kepatuhan yang sempurna, dan tidak adanya interaksi dengan obat lain atau
penyakit lain, dll, apakah obat itu benar benar dapat memberikan efek obat yang
diinginkan?efikasi obat biasanya dipelajari dengan cara menggunakan
percobaan klinis secara acak.
Sebaliknya, studi efektivitas obat menyelidiki apakah di dunia nyata obat dapat
mencapai efek yang diinginkan. Misalnya, obat yang diberikan dalam tahap
eksperimen mungkin dapat menurunkan tekanan darah tetapi dapat
menyebabkan sedasi yang berat, sehingga, pasien menolak untuk meminumnya,
hal itu tidak akan efektif, sehingga membuat obat yang memiliki efikasi terlihat
kehilangan efikasinya. Studi efektifitas obat biasanya dilakukan setelah kasiat
obat ditetapkan. Sebaliknya, jika obat ini di tawarkan sebagai obat yang efektif,
hal itu karena jelas terbukti khasiatnya. Studi efektifitas obat umumnya lebih
baik dilakukan dengan menggunakan desain studi non eksperimental. Namun,
hal ini dapat menyebabkan masalah khusu terkait metodologi yang akan
dijelaskan di bawah.
Terakhir, sebuah studi terkait efisiensi menyelidiki apakah obat dapat membawa
efek yang diinginkan tanpa biaya yang mahal. Penelitian ini masuk dalam ranah
ekonomi kesehatan yang dibahas dalam bab 41.
Catatan bahwa variable hasil untuk studi ini didapat dari beberapa tipe yang
berbeda. Mereka dapat memberikan hasil/outcome klinis (penyakit/non
penyakit), atau biasa disebut “Hasil penelitian” seperti yang didefinisikan oleh
peneilit pelayanan kesehatan”, seperti yang didefinisikan oleh peneliti
pelayanan kesehatan (lihat Bab 45 untuk pembahasan masalah validitas yang
terlibat dalam mengukur hasil tersebut); mereka mampu untuk mengukur
kualitas hidup (lihat bab 42), Pada industry farmasi, sering disebut sebagai
“hasil penelitian”, mereka bisa menjadi ukuran utilitas, yaitu langkah globat
untuk mencapai hasi klinis yang diinginkan (lihat bab41 dan 42); mereka dapat
menjadi hasil ekonomi (lihat bab 41); dll. Apapun, metodologi yang sama dapat
berlaku di setiap lini.
Dalam rangka untuk membuat keputusan klinis yang optimal untuk obat
apakah yang digunakan, penulis resep perlu tau apakah, dan apa derajat, dari
obat tersebut apakah obat itu mampu untuk menghasilkan efek yang dimaksud
(lihat table 40.1). percobaan premarketing klinis secara acak umumnya
memberikan informasi apakah obat tersebut setidaknya menghasilkan satu efek
yang menguntungkan. Secara khusus, studi premarketing menyelidiki
kemanjuran obat dibandingkan terhadap placebo, ketika keduanya sama sama
digunakan untuk mengobati suatu penyakit tertentu. Studi-studi premarketing
terkait kemanjuran cenderung dilakukan dalam pengaturan klinis yang sangat
atipikal. Dibandingkan dengan mereka dimana nantinya obat akan digunakan.
Kepatuhan pasien saat proses studi sangat menentukan, dan pasien yang
dimasukkan kedalam studi memiliki yang sama terkait dengan yang lainnya
dalam hal usia dan jenis kelamin, tidak memiliki penyakit lain, dan tidak sedang
mengkonsumsi obat lain. Pembatasan tersebut dapat memaksimalkan
kemampuan penelitian premarketing untuk menunjukkan khasiat obat, jika obat
memang terbukti berkhasiat. Tambahan informasi dapat ditambakan bila perlu,
dalam praktek sehari hari di dunia medis, obat sebenarnya dapat mendapai efek
menguntungkan yang sama dan apakah obat tersebut dapat memiliki efek
menguntungkan yang lainnya. Selain itu, pada saat pemasaran mungkin ada
beberapa data yang rel;atif terkait alternative medis lainnya atau bedah yang
tersedia untuk indikasi yang sama. Akhirnya, sejumlah faktor yang ditemui
dalam praktek kedokteran dapat memodifikasi kemampuan obat untuk
mencapai efek yang menguntungkan. Termasuk variasi dalam regimen obat,
karakteristik indikasi untuk obat, dan karakteristik pasien yang menerima obat,
termasuk faktor demografi, status gizi, kehadiran bersamaan penyakit, konsumsi
obat-obatan, dan sebagainya. Banyak, dan tidak sebagian besar, dari faktor-
faktor ini yang dapat mempengaruhi efek obat tidak sepenuhnya dieksplorasi
sebelum pemasaran.
Tabel 40.1 . informasi klinis penting terkait efek obat yang menguntnungkan
(2) Apakah obat benar-benar mencapai efek yang diinginkan saat digunakan
dalam praktek?
(3) Dapatkah dan tidak obat memiliki efek bermanfaat lainnya, termasuk efek
jangka panjang untuk indikasi yang sama?
(4) Dapatkah obat mencapai efek yang diinginkan lebih baik dari obat alternatif
lain yang tersedia untuk indikasi yang sama?
(5) Untuk masing-masing di atas, apakah factor yang penting terkait efek
menguntungkan mengingat banyak faktor yang berbeda dalam praktek medis
(A) variasi dalam rejimen obat: dosis per satuan waktu, distribusi dosis dari
waktu ke waktu, durasi rejimen;
Dari 100 penggunaan obat umum, 31 belum disetujui oleh FDA pada saat
pemasaran awal, dan 18 masih belum disetujui pada saat perbandingan; 8 dari
18 penggunaan yang disetujui mungkin tidak pantas digunakan baik secara
medis mauoun terapi. Misalnya, penggunaan antibiotik tidak dibenarkan untuk
pengobatan infeksi virus, namu penggunaan tersebut telah umum digunakan.
Lainnya seperti korelasi antara obat dan indikasi yang tidak disetujui, bisa juga
keputusan yang tepat, tetapi tidak mengguanak proses regulasi yang ada
sehingga tidak mencerminkan praktek medis saat ini.
Dari 100 penggunaan obat umum, 8 didasarkan pada asumsi bahwa obat
memiliki efek jangka panjang tertentu, tetapi hanya efek intermediet yang telah
dipelajari sebelum dilakukan pemasaran. Misalnya, obat antihipertensi yang
diasumsikan untuk mencegah komplikasi kardiovaskular jangka panjang, namu
disetujui untuk dilakukan pemasaran atas dasar keampuannya untuk
menurunkan tekanan darah. mungkin baik untuk efek menengah atau efek
jangka panjang dari obat, tetapi hanya efek intermedietnya saja yang dipelajari
sebelum dilakukan pemasaran. Sebagai contoh, hipoglikemik agen dapat
digunakan untuk mengontrol gejala diabetes atau untuk mencegah komplikasi
diabetes vascular, tetapi hanya efek terdahulu saja yang dipelajari sebelum
pemasaran obat.
100 obat umum yang digunakan juga mengandung sejumlah factor klinis
yang mampu memodifikasi efek obat. Tetapi hal ini tidak ditemukan hingga
setelah pemasaran obat. Beberapa tercantum dalam Tabel 40.2., selain itu,
peresepan tambahan disertai 62% resep belajar, dan 41% resep didapat dari
pasein yang memiliki penyakit lain yang mana digunakan 1 jenis obat itu saja
yang digunakan untuk terapi. Dari 100 penggunaan obat umum, jumlah rata-rata
obat yang diberikan serentak berkisar 0,04-2,1. Jumlah rata-rata diagnosis
bersamaan berkisar 0,1-1,2. Namun, karena tidak ada penggunaan efek obat
modifikasi yang potensial yang digunakan bersamaan dengan obat lain yang
sepenunhyna dieksplorasi sebelum dilakukan pemasaran.
Proporsi resep yang mana kurang dari usia 20 berkisar antara 0.0%, dan
pada pengguan berumur 43, didapati sekitar 97%. Namun, banyak dari
penggunaan ini yang diujikan kepada anak-anak sebelum pemasaran.
Analoginya, hanya tiga dari obat yang disetujui pada pengguna ibu hamil,
namun telah kita ketahui bahwa penggunaan obat terhadap ibu hamil sering kita
jumpai.
Bias pada indikasi umumnya tidak bermasalah jika studi ini berfokus
pada efek obat yang belum diketahui. Ataupun efek samping, yang mana efek
tersebut bermanfaat atau merugikan. Dalam situasi ini, indikasi untuk
pengobatan biasanya tidak terkait dengan hasil variabel yang diteliti. Misalnya,
dalam sebuah studi perdarahan gastrointestinal dari nonsteroid obat anti-
inflamasi, yang mungkin terdapat indikasi untuk pengobatan, seperti radang
sendi, dismenore, dan nyeri akut, memiliki sedikit atau tidak ada hubungan
untuk dapat menyebabkan risiko perdarahan gastrointestinal. Namun demikian,
masalah bias terkait indikasi dapat muncul pada studi tentang efek obat yang
belum diketahui (baik menguntungkan maupun berbahaya). Misalnya, dalam
sebuah studi reaksi hipersensitivitasterkait dengan penggunaan obat anti-
inflamasi nonsteroid, peningkatan risiko reaksi hipersensitivitas jelas pada
pasien yang memakai obat anti inflamasi drugs adalah lebih tinggi pada mereka
yang menggunakan obat untuk nyeri akut dibandingkan pada mereka
menggunakan obat-obatan untuk osteoarthritis dan kondisi kronis lainnya. Ini
mungkin terjadi karena adanya efek intermiten (efek yang berselang) pada obat
obat yang digunakan untuk nyeri akut.
Tidak semua efek samping obat dapat dilakukan penelitian dengan cara acak.
Pertama, beberapa pertanyaan tidak memerlukan riset apa pun komparatif
(analitik) untuk mengetahui hasil dari penelitian ini. Maka dari itu, pengamatan
klinis sederhana, seperti yang dilaporkan dalam laporan kasus atau kasus seri,
bisa cukup. Misalnya, khasiat dan efektivitas nalokson, digunakan sebagai
antagonis narkotika, dapat dibuktikan hanya melalui observasi pasien tunggal.
Pertimbangkan koma pasien dari overdosis metadon. Suntikan nalokson
menghasilkan tingkat kesdaran yang cepat. Namun, 30 menit kemudian, sebagai
efek dari antagonis narkotik dapat hilang, dan pasien dapat kembali dalam
keadaan koma. Kemudian diberikan lagi injeksi nalokson dan beberapa menit
kemudian pasien kembali dalam keadaan koma. Urutan suatu kejadian dapat
menjelaskan tentang kemampuan dari suatu obat. Tidak ada studi yang rumit
yang diperlukan untuk membuat titik ini. Hal yang sama akan berlaku untuk
serangkaian kasus pasien yang diobati dengan penisilin untuk mengobati
pneumonia pneumokokus. Namun, dalam menerapkan pendekatan sederhana ini
pengamatan klinis berdasarkan laporan kasus atau kasus seri,
Penyakit yang diderita oleh pasien harus cukup diprediksi bahwa seseorang
dapat membedakan efek obat yang benar dari penyembuhan secara langsung.
Secara khusus, salah satu harus dapat mengecualikan regresi untuk mean
sebagai mekanisme perubahan yang diamati: individu yang dipilih untuk
berpartisipasi dalam sebuah studi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakit
mereka secara spontan dan biasanya akan cenderung untuk meningkat. Salah
satu contoh akan menjadi pasien dengan sakit kepala berulang. Pasien
kemungkinan besar akan mencari bantuan medis ketika sakit kepala yang paling
parah atau yang paling sering. Kembali spontan dengan pola dasar dari sakit
kepala umumnya bisa diharapkan. Namun, jika pasien dirawat di interim, maka
dokter yang merawat kemungkinan akan melihat kembali ke keadaan normal
sebagai bukti keberhasilan terapi, tidak peduli apa pengobatan digunakan atau
apakah itu memberikan kontribusi apa pun untuk pemulihan. Kedua, beberapa
pertanyaan tentang efek obat yang bermanfaat dapat dijawab dengan
menggunakan studi non experimental formal, karena tidak ada hubungan
dengan indikasi. Jika keputusan tentang apakah untuk mengobati tidak
didasarkan pada indikasi formal, tetapi pada beberapa faktor lain yang mungkin
tidak berkaitan dengan variabel hasil yang diteliti, seperti terbatasnya
ketersediaan obat tersebut, maka tidak ada kesempatan untuk mengacaukan oleh
indikasi. Situasi ini terjadi paling sering pada studi tentang pencegahan primer.
Penggunaan vaksin campak, secara rutin diberikan kepada bayi yang sehat,
adalah salah satu contoh. Ketiga, ada beberapa pengaturan yang
membingungkan dengan indikasi mungkin ada tetapi secara teoritis dapat
dikontrol. Bila indikasi dapat diukur dengan cukup baik, teknik epidemiologi
kemudian tradisional pengecualian, pencocokan, stratifikasi, dan pemodelan
matematika dapat diterapkan. Indikasinya jelas dapat cukup diukur jika
dikotomis atau biner. Situasi ini dapat di indikasikan baik ada atau tidak ada,
tetapi tidak memiliki gradasi dalam tingkat keparahan. Indikasinya juga dapat
cukup diukur jika ada gradasi dalam tingkat keparahan baik apakah yang
berhubungan dengan pilihan atau tidak untuk mengobati atau tidak terkait
dengan hasil yang diharapkan. Atau, terkadang orang dapat menemukan
pengaturan klinis khusus di mana gradasi tidak berhubungan dengan pilihan
terapi. Sebagai contoh, jika ketersediaan obat terbatas atau ada perbedaan
filosofis konsisten di antara resep untuk menggunakan atau tidak menggunakan
obat, kemudian gradasi di indikasi tidak akan berhubungan dengan pilihan
terapi. Akhirnya, jika indikasi yang dinilai tetapi dapat cukup tepat diukur,
dapat dikendalikan dengan pemodelan matematika menggunakan, misalnya,
regresi berganda. Kemudian pembaur oleh indikasi dapat dikontrol dan
dikesampingkan sebagai penyebab untuk efek menguntungkan diamati obat.
Baru-baru ini, para peneliti telah mulai menggunakan skor kecenderungan
menjelang akhir ini. Ini merupakan pendekatan yang menggunakan pemodelan
matematika untuk memprediksi eksposur, daripada pendekatan tradisional
memprediksi hasil. Hal ini, pada dasarnya, ukuran langsung dari indikasi. Satu
kemudian dapat menggunakan skor kecenderungan untuk membuat kategori
probabilitas paparan, dan kontrol untuk kategori-kategori dalam analisis.
SOLUSI CONTOH
(1) Studi banding yang tidak perlu
(a) efek obat yang jelas dalam Nalokson digunakan untuk metadon
individu pasien, atau overdosis
terkendali
terkendali
Ampisilin digunakan untuk
mengobati infeksi saluran kemih
PENERAPAN YANG DIUSULKAN PENDEKATAN
CONTOH KHUSUS