Anda di halaman 1dari 25

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2021


UNIVERSITAS HALU OLEO

PERDARAHAN SALURAN CERNA ATAS

Oleh:

Ratna Nurlia Safitri, S.Ked

K1B120049

Pembimbing:

dr. Laode Kardin, Sp.PD

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Ratna Nurlia Safitri, S.Ked

Nim : K1B120049

Program Studi : Profesi Dokter

Fakultas : Kedokteran

Refarat : Perdarahan Saluran Cerna Atas

Telah menyelesaikan tugas refarat dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo

September, 2021

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Laode Kardin, Sp.PD


Nip.198807212014041001

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv

A. Pendahuluan....................................................................................................1

B. Definisi............................................................................................................2

C. Epidemiologi...................................................................................................2

D. Etiologi............................................................................................................2

E. Patofisiologi ...................................................................................................4

F. Diagnosis........................................................................................................10

G. Talaksana........................................................................................................16

H. Kesimpulan.....................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anastomosisportocaval pada hipertensi porta.....................................5

Gambar 2. Sistem Skor Blatchford........................................................................14

Gambar 3. Sistem Skor Rockal.............................................................................15

iv
PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

A. Pendahuluan

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah kehilangan darah dalam

lumen saluran cerna dimana saja, mulai dari esofagus sampai dengan duodenum

di daerah ligamentum Treitz. Perdarahan SCBA termasuk salah satu kegawat

daruratan yang banyak ditemukan dirumah sakit seluruh dunia dan merupakan

salah satu indikasi perawatan di Rumah Sakit dan banyak menimbulkan kematian

bila tidak ditangani dengan baik. 1

Penyebab perdarahan SCBA terbagi atas pecah varises esofagus dan non-

varises seperti tukak peptik, gastritis erosive, Tumor, dll. Penyebab perdarahan

SCBA di Indonesia berbeda dengan di negara – negara barat. Penyebab

perdarahan SCBA terbanyak di Indonesia yaitu karena pecahnya varises

esophagus, sedangkan di Negara – Negara barat penyebab perdarahan SCBA

terbanyak (95%) ialah non-varises dengan sebanyak 50 – 70% kasus karena

perdarahan ulkus peptikum. Penting untuk anamnesis dengan teliti dan akurat

karena dapat membantu menentukan lokasi dan penyebab perdarahan. Riwayat

pemakaian aspirin, obat anti inflamasi non-steroid (AINS), riwayat tukak

sebelumnya, atau pemakaian obat tradisional yang bersifat penghilang nyeri,

merupakan petunjuk yang bermanfaat. Demikian pula pemeriksaan fisik, seperti

colok dubur dan adanya penyakit hati kronik dapat membantu mendiagnosis. 2

1
2

B. Definisi

Perdarahan saluran cerna bagian atas (Upper Gastro Intestinal Bleeding

(UGIB)) didefinisikan sebagai perdarahan di proksimal ligametum Treitz dengan

gejala hematemesis, melena atau terkadang hematokezia maupun kombinasi dan

dibagi menjadi variseal dan non-variseal.1

C. Epidemiologi

Insiden perdarahan SCBA di dunia diperkirakan, yaitu 100-150 perawatan di

rumah sakit per 100.000 populasi pertahun. Mortalitas akibat perdarahan SCBA

berkisar antara 7-14%, sedangkan mortalitas karena perdarahan ulang mendekati

40%, terutama pada pasien tua. Data yang dikumpulkan oleh American Society

of Gastrointestinal Endoscopy, pada tahun 1979 memperlihatkan sekitar 2.225

pasien dengan perdarahan SCBA, dan menunjukkan bahwa yang penyebab paling

sering perdarahan ialah gastritis erosiva (29,6%), ulkus duodenum (22,8%), ulkus

lambung (21,9%), varises (15,4%), dan esofagitis (12,8%). 2

Di Indonesia, dari 1.673 kasus perdarahan SCBA di Bagian Penyakit Dalam

RSU Dr. Sutomo Surabaya, penyebabnya 76,9% pecahnya varises esofagus, 19%

gastritis erosiva, 1,0% tukak peptik, 0,6% kanker lambung, dan 2,6% karena

sebab-sebab lain. 2

D. Etiologi

Etiologi dari perdarahan saluran cerna bagian atas yaitu; pecahnya varises

esophagus (terbanyak di Indonesia, lebih kurang 60 – 70%), tukak gaster,


3

gastritis karena obat aspirin/anti inflamasi non steroid, gastropati hipertensi

portal, tumor, angiodisplasia, dsb. 2

1. Variseal

Perdarahan saluran cerna bagian atas tipe variseal disebabkan karena

pecahnya varises esophagus. Varises esofagus adalah terjadinya distensi vena

submukosa yang diproyeksikan ke dalam lumen esofagus pada pasien dengan

hipertensi portal. Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan aliran darah

portal lebih dari 10 mmHg yang menetap, sedangkan tekanan dalam keadaan

normal sekitar 5 –10 mmHg. Hipertensi portal paling sering disebabkan oleh

sirosis hati. 1

2. Non-variseal

Perdarahan saluran cerna bagian atas tipe non –variseal paling sering

disebabkan karena ulkus peptik, gastritis, tumor, dsb.

a. Ulkus peptik

Ulkus peptic didefinisikan sebaai hilangnya lapisan epithelial mukosa

hingga submukosa dengan kedalaman >5 mm. Penyakit ulkus peptikum

terdiri dari ulkus gaster dan ulkus duodenum yang memiliki pathogenesis,

etiologi, dan manisfestasi klinis yang mirip satu sama lain, namun terdapat

beberapa karakteristik yang dapat membedakan keduanya. ulkus petikum

merupakan penyebab tersering perdarahan saluran cerna bagian atas. 3

Ulkus peptikum kebanyakan disebabkan infeksi Helycobacter Pylori

(HP) (30-60%) dan OAINS. Gejala klinis biasanya pasien datang dengan
4

keluhan nyeri di epigastrium. Rasa nyeri ulu hati pada ulkus gaster

biasanya muncul setelah makan. Hal ini disebabkan karena segera setelah

makan produksi asam lambung di lambung meningkat sehingga pasien

dengan ulkus gaster merasa nyeri. Lokasi nyeri ulu hati biasanya terletak

disebelah kiri. Adapun ulkus gaster karena riwayat penggunaan OAINS

dan tukak pada usia lanjut biasanya tidak menimbulkan keluhan, hanya

diketahui melalui komplikasinya berupa perdarahan dan perforasi. 3

b. Gastritis Erosif

Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa

lambung. Gastritis paling sering disebabkan oleh infeksi kuman

Helicobacter Pylori. Diagnostik ditegakan berdasarkan pemeriksaan

endoskopi dan histopatologi. 3

E. Patofisiologi

1. Patofisiologi Varises Esofagus

Sirosis merupakan fase akhir dari penyakit hati kronis yang paling

sering menimbulkan hipertensi portal (Gambar 1). Tekanan vena porta

merupakan hasil dari tahanan vaskuler intrahepatik dan aliran darah pada

portal bed. Pada sirosis, tahanan vaskuler intrahepatik dan aliran porta

keduanya sama-sama meningkat. 4

Bila ada obstruksi aliran darah vena porta, apapun penyebabnya, akan

mengakibatkan naiknya tekanan vena porta. Tekanan vena porta yang tinggi

merupakan penyebab dari terbentuknya kolateral portosistemik, meskipun


5

faktor lain seperti angiogenesis yang aktif dapat juga menjadi penyebab.

Walaupun demikian, adanya kolateral ini tidak dapat menurunkan hipertensi

portal karena adanya tahanan yang tinggi dan peningkatan aliran vena porta.

Kolateral portosistemik ini dibentuk oleh pembukaan dan dilatasi saluran

vaskuler yang menghubungkan sistem vena porta dan vena kava superior dan

inferior. Aliran kolateral melalui pleksus vena-vena esofagus menyebabkan

pembentukan varises esofagus yang menghubungkan aliran darah antara vena

porta dan vena kava.4

Pleksus vena esofagus menerima darah dari vena gastrika sinistra,

cabang-cabang vena esofagus, vena gastrika short/brevis (melalui vena

splenika), dan akan mengalirkan darah ke vena azigos dan hemiazigos.

Sedangkan vena gastrika sinistra menerima aliran darah dari vena porta yang

terhambat masuk ke hepar (Gambar 1). 4

Gambar 1. Anastomosisportocaval pada hipertensi porta. 4


6

Sistem vena porta tidak mempunyai katup, sehingga tahanan pada

setiap level antara sisi kanan jantung dan pembuluh darah splenika akan

menimbulkan aliran darah yang retrograde dan transmisi tekanan yang

meningkat. Anastomosis yang menghubungkan vena porta dengan sirkulasi

sistemik dapat membesar agar aliran darah dapat menghindari (bypass)

tempat yang obstruksi sehingga dapat secara langsung masuk dalam sirkulasi

sistemik. 4

Hipertensi portal paling baik diukur secara tidak langsung dengan

menggunakan wedge hepatic venous pressure (WHVP). Perbedaan tekanan

antara sirkulasi porta dan sistemik (hepatic venous pressure gradient, HVPG)

sebesar 10–12 mmHg diperlukan untuk terbentuknya varises. HVPG yang

normal adalah sekitar 5–10 mmHg. Pengukuran tunggal berguna untuk

menentukan prognosis dari sirosis yang kompensata maupun yang tidak

kompensata, sedangkan pengukuran ulang berguna untuk memonitoring

respon terapi obat-obatan dan progresifitas penyakit hati. 4

Bila tekanan pada dinding vaskuler sangat tinggi dapat terjadi

pecahnya varises. Kemungkinan pecahnya varises dan terjadinya perdarahan

akan meningkat sebanding dengan meningkatnya ukuran atau diameter

varises dan meningkatnya tekanan varises, yang juga sebanding dengan

HVPG. 4
7

2. Patofisiologi Ulkus Gaster

Ulkus dapat terjadi sebagai akibat dari ketidak seimbangan faktor

defensive dengan faktor ofensif. Faktor defensive mukosa terdiri dari tiga

lapis pertahanan. yaitu:

a. Pre-epitel

Pertahanan pre-epitel terdiri dari mucus dan bikarbonat. Mukus

membentuk lapisan hidrofobik sehingga tidak dapat ditembus oleh ion –

ion hydrogen dan pepsin. Bikarbonar berfungsi untuk menetralisir asam

lambung dan mempertahankan pH sel – sel epitel antara 6-7, wlaupun pH

lumen lambung berkisar antar 1-2.

b. Epitel

Sel-sel epitel mukosa lambung memproduksi mucus, mentranspor ion dan

bikarbonat ke ekstraseluler dan menjaga pH intaseluler. Selain itu,

terdapat tautan erat antar sel yang mecegah difusi ion H+ dan enzim. Sel –

sel epitel juga mengahsilkan heat shock protein, trefoil factor family

peptides dan cathelicidins yang berfungsi memproteksi sel dari stress

oksidatif, agen sitotoksik dan kenaikan temperatur, serta menstimulasi

regenerasi bila terjadi kerusakan.

c. Post/subepitel

Di bawah lapisan epitel muksa, terdapat jaringan pembuluh darah yang

ekstensif dan berperan penting mensuplai nutrisi, oksigen dan bikarbonat

sekaligus mengangkut hasil metabolic sampah yang bersifat toksik.


8

Faktor ofensif adalah sebagai berikut:

a. Eksogen: obat – obatan, alcohol, infeksi bakteri (terutama H.Pylori),

merokok.

b. Endogen: asam lambung, pepsin, enzim pancreas, empedu. 3

Infeksi Helicobacter Pylori

H. pylori adalah bakteri gram negatif berbentuk S-shaped yang

ditularkan secara fekal oral dan memiliki kemampuan unuk bertahan hidup

dalam suasana asam lambung, lalu melakukan penetrasi dan berkoloni.

H.pylori menghasilkan urease yang memecah urea menjadi ammonia

membuat lingkungan sekitarnya menjadi basa. Amonia bersama dengan

protein pro-inflamasi, sitotoksin dan enzim protease dan lipase yang

dihasilkan oleh bakteri bersifat dekstruktif terhadap mukosa. H.pylory juga

memiliki kemampuan menyebabkan dysfungsisel – sel imun, meningkatkan

produksi gastrin serta menurunkan produksi mucus dan bikarbonat, yang

berkontribusi terhadap terjadinya ulkus di lambung. 3

Obat – obatan Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS)

Mekanisme OAINS menyebabkan ulkus peptikum terdiri dari efek

langsung terhadap mukosa dan efek sistemik. OAINS bersifat asam sehingga

pada kontak lansung dengan mukosa dapat menyebabkan kerusakan epitel.

Efek sistemik OAINS adalah melalui inhibisi sistemik prostaglandin.

Prostaglandin memegan peranan penting dalam pertahanan dan regenerasi sel

epitel mukosa karena berfungsi menstimulasi produksi mucus dan


9

bicarbonate, menghambat produksi asam lambung oleh sel parietal dan

mempertahankan sirkulasi dan regenerasi. 3

OAINS bekerja menghambat enzim cycloogxigenase (COX) secara

non selektif sehingga menghilangkan efek protektif COX-1 di jaringan

lambung, ginjal, sel – sel endotel dan trombosit. 3

Asam Lambung dan Pepsin

HCL akan mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin dan keduanya

secara bersama – sama bersifat sangat erosive terhadap pertahanan mukosa

lambung. Bila pertahanan mukosa lambung rusak, ion H - dan pepsin dapat

berdifusi dan masuk kedalam parenkim menyebabkan inflamasi dan

kerusakan jaringan. 3

3. Gastritis Erosive

Mukosa barier lambung yang pada umumnya melindungi lambung

dari pencernaan lambung itu sendiri, prostaglandin memberikan perlindungan

ini ketika mukosa barier rusak maka timbul peradangan pada mukosa

lambung (gastritis). Setelah barier ini rusak terjadilah perlukaan mukosa yang

dibentuk oleh histamine dan stimulasi saraf cholinergic. Kemudian HCL

dapat berdifusi balik ke dalam mucus dan dapat menyebabkan luka pada

pembuluh darah kecil, dan mengakibatkan terjadinya bengkak, perdarahan,

dan erosi pada lambung. Alkohol, aspirin refluks isi duodenal diketahui

sebagai penghambat difusi barier. 3


10

Perlahan – lahan patologi yang terjadi pada gastritis termasuk kongesti

vaskuler, edema, peradangan sel supervisial. Manifestasi patologi awal pada

gastritis adalah penebalan. Kemerahan pada membrane mukosa dengan

adanya tonjolan. Sejalan dengan perkembangan penyakit dinding dan saluran

lambung menipis dan mengecil, atropi gastric progresif karena perlukaan

mukosa kronik menyebabkan fungsi sel utama parietal memburuk. 3

Ketika fungsi sel sekresi asam memburuk, sumber – sumber faktor

instrinsiknya hilang. Vitamin B12 tidak dapat terbentuk lebih lama, dan

penumpukan vitamin B12 dalam batas menipis secara merata yang

mengakibatkan anemia yang berat. Degenerasi mungkin di temukan pada sel

utama dan parietal sekresi asam lambung menurun secara berangsur, baik

jumlah maupun konsentrasi asamnya sampai tinggal mucus dan air. Resiko

terjadinya kanker gastric yang berkembang dikatakan meningkat setelah 10

tahun gastritis kronik. Perdarahan mungkin terjadi setelah satu episode

gastritis akut atau dengan luka yang disebabkan oleh gastritis kronis. 3

F. Diagnosis

Pendekatan diagnostik perdarahan saluran cerna bagian atas diperoleh dengan

melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Dalam anamnesis yang perlu ditekankan:

a. Sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan darah yang

keluar.
11

b. Riwayat perdarahan sebelumnya.

c. Riwayat perdarahan dalam keluarga.

d. Ada tidaknya perdarahan dibagian tubuh lain.

e. Penggunaan obat – obatan terutama anti inflamasi non-steroid dan anti

koagulan.

f. Kebiasaan minum alcohol.

g. Mencari kemungkinan adanya penyakit hati kronik, demam berdarah,

demam tifoid, gagal ginjal kronik, diabetes mellitus, hipertensi, alergi

obat-obatan.

h. Riwayat transfusi sebelumnya. 1

2. Pemeriksaan Fisis

Pemeriksaan fisis yang perlu diperhatikan:

a. Pemeriksaan kesadaran

b. Keadaan umum

c. Status gizi

d. Tanda – tanda vital (Tekanan darah, ndai, suhu, dan pernafasan)

e. Pemeriksaan mata mencari konjungtiva anemis dan sclera ikterik

f. Pemeriksaan dada mencari tanda – tanda penyakit hati seperti spider navy

g. Pemeriksaan abdomen mencari nyeri tekan epigastrium, pembesaran hepar

dan lien.

h. Pemeriksaan ekstermitas mencakup akral, edema palmaris,

i. Pemeriksaan Rectal Toucher evaluasi sfingter ani, mukosa, dan feses. 4


12

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan pelengkap yang peru diperhatikan:

a. Pemeriksaan Darah Lengkap, tes pembekuan darah dan beberapa

pemeriksaan kimia darah. Pemeriksaan darah rutin dapat memberikan

petunjuk adanya anemia atau trombositopenia.

b. Pemeriksaan feses rutin, untuk dteksi adanya lekosit, parasit dan kultur

bila ada kecurigaan infeksi saluran cerna.

c. Elektrolit (Na,K,Cl); perubahan elektrolit bisa terjadi karena perdarahan,

transfuse, atau kumbah lambung. 1

Sarana diagnostic yang bisa digunakan pada kasus perdarahan saluran

makanan ialah endoskopi gastrointestinal, radiografi dengan barium, radionuklid,

dan angiografi. Dengan pemeriksaan endoskopi, sebagian besar kasus penyebab

perdarahan SCBA dapat di tegakkan. Selain itu endoskopi bisa pula dilakukan

upaya terapeutik. Bila perdarahan masih tetap berlanjut atau asal perdarahan sulit

di identifikasi perlu dipertimbangkan pemeriksaan dengan radionuklid atau

angiografi yang sekaligus bisa digunakan untuk menghentikan perdarahan.


13

4. Stratifikasi Resiko Perdarahan Saluran Cerna

Stratifikasi risiko pasien dengan perdarahan saluran cerna dapat dilakukan

dengan memakai skor Blatchford dan skor Rockall yang dapat disesuaikan

dengan fasilitas endoskopi.

a. Skor Blatchford

Glasgow Blatchford Score (GBS) adalah alat penilaian prognosis pada

pasien perdarahan SCBA sebelum dilakukan penatalaksanaan lebih lanjut

diantaranya seperti pemberian obat antihipertensi portal, transfusi darah,

endoskopi dan pengobatan lain sesuai dengan gejala yang timbul akibat

perdarahan SCBA. GBS telah terbukti memiliki kepekaan yang cukup

baik untuk mengidentifikasi pasien perdarahan SCBA yang berisiko tinggi

mendapatkan intervensi. GBS menggunakan skala dari 0 sampai 23 sesuai

dengan besarnya risikonya. Skor 0 pada GBS risiko rendah dengan

prognosis baik dan dapat hanya dilakukan rawat jalan. Skor 1-5

merupakan risiko sedang dengan prognosis kurang baik karena terdapat

peningkatan intervesnsi dari pengobatan lain misalnya dilakukan

endoskopi dan dianjurkan rawat inap. Untuk skor ≥6 menandakan risiko

buruk karena memerlukan intervensi dari pengobatan, misalnya dilakukan

transfusi darah atau pembedahan. 5


14

Gambar 2. Sistem Skor Blatchford. 5

b. Sistem Skor Rockall

Skor Rockall dapat membantu memperkirakan risiko perdarahan

berulang dan kematian pada perdarahan gastrointestinal akut. Skor > 2

dikaitkan dengan perburukan prognosis. Skor Blatchford hanya menilai

faktor laboratorik dan klinis sehingga lebih cocok untuk dilakukan di

fasilitas pelayanan kesehatan dengan sarana terbatas. Namun 2 skor ini

sama-sama dapat digunakan untuk memprediksi kebutuhan pasien

terhadap endoskopi segera. 6


15

Gambar 3. Sistem Skor Rockal. 6

G. Tatalaksana

Langkah awal pada semua kasus perdarahan saluran makanan adalah

menentukan beratnya perdarahan dengan memfokuskan pada status

hemodinamik. Pemeriksaannya meliputi: 1). tekanan darah dan nadi posisi

baring, 2). perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi, 3). ada tidaknya

vasokontriksi perifer (akral dingin), 4). kelayakan napas, 5). tingkat kesadaran,

6). produksi urin. 2

Perdarahan akut dalam jumlah besar melebihi 20% volume intravascular akan

mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil, dengan tanda – tanda sebagai

berikut: 1). hipotensi (<90/60 mmHg atau MAP <70 mmHg) dengan frekuensi

nadi >100x/menit, 2). tekanan diastolic ortostatik menurun >10 mmHg atau

sistolik turun >20 mmHg, 3). darah segar pada aspirasi pipa nasogastrik dan
16

dengan lavase tidak segera jernih, 4). hipotensi persisten, 5). dalam 24 jam

menghabiskan transfuse darah melebihi 800-1.000 ml. 2

1. Stabilisasi Hemodinamik pada Perdarahan Saluran Cerna

Pada kondisi hemodinamik tidak stabil, berikan infus cairan kristaloid

(misalnya cairan garam fisiologis dengan tetesan cepat menggunakan 2 jarum

berdiameer besar (minimal 16 G) dan pasang monitor CVP (Central Venous

Pressure); tujuannya memulihkan tanda – tanda vital dan mempertahankan

tetap stabil. Biasanya tidak sampai memerlukan cairan koloid (misalnya

dextran) kecuali pada kondisi hipoalbunemia berat. Secepatnya kirim

pemeriksaan darah untuk menentukan golongan darah, kadar haemoglobin,

haematokrit, trombosit, leukosit. Adanya kecurigaan diathesis haemoragik

perlu ditinjaklanjuti dengan melakukan tes rumple leed, pemeriksaan waktu

perdarahan, waktu pembekuan, rektraksi pembekuan darah, PPT, dan aPTT. 2

Kapan transfusi darah diberikan tergantung jumlah darah yang hilang,

perdarahan aktif atau sudah berhenti, lamanya perdarahan berlangsung, dan

akibat klinik perdarahan tersebut. Pertimbangan transfuse darah pada

perdarahan SCBA dipertimbangkan pada keadaan berikut:

a. Perdarahan dalam kondisi hemodinamik tidak stabil

b. Perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1

liter atau lebih

c. Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan haemoglobin <10 g%

atau haematokrit <30%


17

d. Terdapat tanda – tanda oksigenasi jaringan yang menurun.

2. Terapi Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas

a. Perdarahan et causa varises esophagus non-endoskopi

Pada penanganan non-endoskopi pada varises esofasgus dapat

diberikan vitamin K, vasopressin, somatostatin dan analognya, kumbah

lambung, dan balon tamponade. Penanganan lain dapat dilakukan

endoskopi, terapi radiologi, dan pembedahan. 1

Salah satu usaha menghentikan perdarahan yang sudah lama dilakukan

adalah kumbah lambung lewat pipa nasogastrik dengan air suhu kamar.

Prosedur ini diharapkan dapat mengurangi distensi lambung dan

memperbaiki proses hemostatik, namun demikian manfaatnya dalam

menghentikan perdarahan tidak terbukti. 1

Vasopresin dapat menghentikan perdarahan SCBA lewat efek

vasokontriksi pembuluh darah splanik, menyebabkan aliran darah dan

tekanan vena porta menurun. Terdapat dua bentuk sediaan, yakni pitresin

yang mengandung vasopressin murni dan preparat pituitary gland yang

mengandung vasopressin dan oxcytocin. Pemberian vasopressin dengan

mengencerkan sediaan vasopressin 50 unit dalam 100 ml dextrose 5%,

diberikan 0,5 – 1 mg/menit/iv selama 20 – 60 menit dan dapat diulangi

tiap 3 – 6 jam; atau setelah pemberian pertama dilanjutkan per infuse 0,1 –

0,5 U/menit. Vasopressin dapat menimbulkan efek samping serius berupa

insufisiensi koroner mendadak, oleh karena itu pemberiannya disarankan


18

bersamaan preparat nitrat, misalnya nitrogliserin intravena dengan dosis

awal 40 mcg/menit kemudian titrasi dinaikan sampai maksimal 400

mcg/menit dengan tetap mempertahankan tekanan sistolik diatas 90

mmHg. 1

Somatostatin dan analognya (octreotide) diketahui dapat menurunkan

aliran darah splanknik, khasiatnya lebih selektif dibandingkan vasipressin.

Somatostatin dapat menghentikan perdarahan akut varises esofagus pada

70 – 80% kasus, dan dapat pula digunakan pada perdarahan non-varises.

Dosis pemberian somatostatin, diawali dengan bolus 250 mcg/iv

dilanjutkan per infuse 250 mcg/jam selama 12 – 24 jam atau sampai

perdarahan berhenti; okreotide dosis bolus 100 mcg/iv dilanjutkan per

infuse 24 mcg/jam selama 8 – 24 jam atau sampai perdarahan berhenti. 1

b. Endoskopi

Indikasi terapi endoskopi untuk perdarahan tukak uang masih aktif

atau tukak dengan pembuluh darah yang tampak. Metode terapi meliputi:

1). Contact thermal (monoporal atau bipolar elekrokoagulasi, heater

probe), 2). Noncontact thermal (laser), 3). Nonthermal (misalnya suntikan

adrenalin, polidokanol, alcohol, cyanooacrylate, atau pemakaian klip).

Terapi endoskopi yang relatif mudah dan tanpa banyak peralatan

pendukung ialah penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan

menggunakan adrenalin 1:10.000 sebanyak 0,5 – 1 ml tiap kali suntik

dengan batas dosis 10 ml atau alcohol absolute (98%) tidak melebihi 1 ml.
19

Penyuntikan bahan sklerosan seperti alkohol absolut atau polidokanol

umumnya tidak dianjurkan karena bahaya timbulnya tukak dan perforasi

akibat nekrosis jaringan di lokasi penyuntikan. 1

c. Terapi Radiologi

Terapi angiografi perlu dipertimbangkan bila perdarahan tetap

berlangsung dan belum bisa ditentukan asal perdarahan, atau bila terapi

endoskopi dinilai gagal dan pembedahan sangat beresiko. Tindakan

hemostatis yang bisa dilakukan dengan penyuntikan vasopressin atau

embolisasi arterial. Bila dinilain tidak ada kontraindikasi dan fasilita

dimungkinkan, pada perdarahan varises dapat dipertimbangkan TIPS

(Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt).1

d. Pembedahan

Pembedahan pada sadarnya dilakukan bila terapi medic, endoskopi

dan radiologi dinilai gagal. Ahli bedah seyogyanya dilibatkan sejak awal

dalam bentuk tim multidipliner pada pengelolaan kasus perdarahan SCBA

untuk menentukan waktu yang tepat kapan tindakan bedah sebaiknya

dilakukan. 1

e. Perdarahan et causa non-varises esophagus

Untuk penanganan non-endoskopi pada perdarahan SCBA non-varises

esofagus yaitu dapat diberikan obat –obatan golongan antisekresi asam

diantaranya Proton Pump Inhibitor (PPI) 1


20

Obat – obatan golongan anti sekresi asam yang dapat digunakan yaitu

inhibitor pompa proton dosis tinggi. Diawali bolus omerazole 80 mg/iv

kemudian dilanjutkan per infuse 8 mg/kgBB/jam selama 72 jam. Antasida,

sucralfat, dan antagonis resptor H2 masih boleh diberikan untuk tujuan

penyembuhan lesi mukosa penyebab perdarahan. 1

H. Kesimpulan

Penyebab perdarahan SCBA dapat digolongkan menjadi 2 kelompok,

perdarahan varises dan perdarahan non-varises. Perdarahan saluran makanan

secara aktif meliputi: evaluasi status hemodinamik, stabilisasi hemodinamik,

melanjutkan anmnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan lain yang dibutuhkan,

memastikan perdarahan saluran cerna bagian atas atau bawah, menegakan

diagnosis pasti, terapi spesifik.

Pemeriksaan endoskopi SCBA merupakan cara terpilih untuk menegakkan

diagnosis penyebab perdarahan dan sekaligus berguna untuk melakukan

hemostatis. Manfaat terapi medik tergantung macam kelainan yang menjadi

penyebab perdarahan. Somatostatin dapat digunakan untuk mengehntikan

perdarahan SCBA, terutama pada perdarahan varises. Pada perdarahan non-

varises dapat diberikan PPI intravena dosis tinggi bermanfaat untuk mencegah

perdarahan berulang.
DAFTAR PUSTAKA

1. Pangestu A. Pengelolaan perdarahan saluran cerna bagian atas. Dalam: Sudoyo


AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, ed. Ilmu penyakit dalam.
Edisi 1. Jakarta: Interna Publishing; 2009. hal. 447-53.
2. Effendi, J., Waleleng J, B., Sugeng C. 2016. Profil Pasien Perdarahan Saluran
Cerna Bagian Atas Yang Dirawat Di RSUP Prof.Dr.R.D Kandou Manado
Periode 2013 – 2015. Journal E-Clinic. 4(2): 2
3. Arifputera A, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV. Media
Aesculapius. Jakarta. 2. 670-677
4. Du, A. 2013. Hematemesis Melena Et Causa Gastritis Erosif Dengan Riwayat
Penggunaan Obat Nsaid Pada Pasien Laki-Laki Lanjut Usia. Medula. 1(1). 74-75.
5. Nabillah, dkk. 2017. Gambaran Karakteristik Dan Prognosis Pasien Perdarahan
Saluran Cerna Bagian Atas Berdasarkan Glasgow Blachtford Score Di Rs Dustira
Tahun 2016. Journal. 1(1). 3
6. Dewan, dkk. 2018. Complete Rockall Score in Predicting Outcomes in Acute
Upper Gastrointestinal Bleeding. Journal of College of Medical Sciences-Nepal.
14(4). 180.

21

Anda mungkin juga menyukai