Anda di halaman 1dari 37

PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN STATUS VAKSINASI DENGAN TINGKAT KEPARAHAN


COVID-19
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Terapan Keperawatan

DISUSUN OLEH:
TAJUDIN HUDAIBY NIZAR
P1337420617057

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Covid-19 atau biasa disebut Coronavirus Disease 2019 merupakan


penyakit jenis baru yang sangat menular disebabkan oleh severe acute
respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS–CoV-2) (Cascella et al., 2021). Pada
30 Januari 2020, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa wabah
SARS-CoV-2 merupakan darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian
internasional (WHO, 2020). Pandemi COVID-19 saat ini telah mendesak
komunitas ilmiah internasional untuk menemukan jawaban dalam hal terapi dan
vaksin untuk mengendalikan SARS-CoV-2 (Kaur & Gupta, 2020). Menurut
Center of Disease Control [CDC] status vaksin dibedakan menjadi 3 yaitu fully
vaccinated, partially vaccinated dan un-vaccinated (CDC, 2021). Menurut
National Institutes of Health (NIH, 2021) Covid-19 dapat dikelompokkan ke
dalam kategori keparahan penyakit berikut; tanpa gejala, gejala ringan, gejala
sedang, gejala berat, dan kritis.

Kementerian Kesehatan Indonesia mencatat per tanggal 22 September 2021


terdapat kasus sebanyak 4.198.678 sejak kasus Covid-19 masuk di Indonesia, dan
kematian sebanyak 140.954 (Kemkes. RI., 2021). Menurut data Worldometer
Indonesia menduduki angka kematian peringkat 8 dan peringkat ke 14 kasus
terbanyak di dunia. Jawa Tengah menduduki total kasus ke 3 terbanyak yaitu
456.579 kasus dan prevelensi kematian tertinggi di Indonesia dengan 32.401
(Dinkes Prov Jateng, 2021). Berdasarkan data Pemerintah Kabupaten
Purbalingga kasus corona per tanggal 8 November 2021 di Kecamatan
Purbalingga sebanyak 1854 kasus dengan kematian 112 kasus, peringkat 2
setelah Kecamatan Kalimanah (Dinkes Kabupaten Purbalingga, 2021). Hal ini
membuat prevelensi kematian di daerah tersebut sebanyak 6% yang hampir dua
kali lipat angka kematian nasional (Dinkes Kabupaten Purbalingga, 2021). Studi
yang dilakukan oleh WHO mengemukakan bahwa cakupan vaksinasi yang tinggi
mampu menekan angka kematian (WHO, 2021). Menurut data dari Kementerian
Kesehatan RI bahwa angka vaksinasi dosis pertama di Kabupaten Purbalingga
per 8 November baru sebanyak 45% dari total populasi dan sangat jauh dari
rerata nasional 60% (Kemkes. RI., 2021).

Dampak yang terjadi pada lonjakan kasus yang begitu tinggi maka
kemungkinan ada sebagian penduduk yang tidak akan tertampung di rumah sakit
dan ini berdampak pada tingginya angka kematian dan angka penularan
(Kemkes. RI., 2021). Berdasarkan data yang dihimpun oleh website pemerintah
kelompok umur yang memiliki kematian tertinggi adalah diatas 60 tahun (Satgas
Covid-19, 2021). Salah satu penyebab dari tingginya kematian lansia yang
menderita Covid-19 disebabkan oleh vaksinasi yang rendah di kalangan lansia
(Kemkes RI, 2021). Menurut data dari Kementerian Kesehatan per 8 November
dosis 1 vaksin yang baru diberikan 9.299.745 orang atau 43 % dari total target
pada lansia (Kemkes. RI., 2021). Keraguan akan efektifitas dan keamanan vaksin
menjadi salah satu alasan lambatnya vakinasi di masyarakat (Putri et al., 2021).
Percepatan vaksinasi sangat penting mengingat Kementerian Kesehatan
Indonesia memperkirakan akan muncul gelombang 3 pada awal tahun 2022
(Kemkes. RI., 2021).

Tindakan yang tepat untuk mengurangi mortalitas akibat Covid-19


adalah kampanye imunisasi massal untuk mencegah atau merespons kejadian
luar biasa (KLB) penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dan penyakit-
penyakit berdampak tinggi/high impact disease (PD3I/HID) adalah strategi yang
efektif untuk mengurangi kematian dan penyakit (WHO, 2021). Vaksin adalah
salah satu intervensi kesehatan masyarakat yang paling andal dan hemat biaya
yang pernah diterapkan yang menyelamatkan jutaan nyawa setiap tahun (El-
Elimat et al., 2021). Indonesia menggunakan berbagai macam vaksin: Sinovac,
Sinopharm, Pfizer, Astrazeneca, Moderna, dan Novavak (Kemkes. RI., 2021).
Fokus awal vaksin SARS-CoV-2 adalah untuk mencegah penyakit
yang bergejala dan seringkali parah (WHO, 2021). Penelitian tentang efektivitas
vaksin sinovac sudah pernah dilakukan di Chile dengan efikasi 65,9% untuk
pencegahan Covid-19 dan 87,5 untuk pencegahan rawat inap (Jara et al., 2021).
Penelitian yang sudah dilakukan di Inggris tentang vaksin ChAdOx1 atau
AstraZaneca dengan hasil mampu mencegah Covid-19 yang bergejala sebanyak
73-85% setelah dosis ke dua (Pritchard et al., 2021). Penelitian yang dilakukan
oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI terhadap
71.455 tenaga kesehatan di DKI Jakarta meliputi perawat, bidan, dokter, teknisi,
dan tenaga umum lainnya pada periode Januari-Juni 2021 menunjukkan lama
masa perawatan tenaga kesehatan yang divaksinasi relatif lebih singkat yaitu 8
hingga 10 hari dibandingkan tenaga kesehatan yang belum divaksinasi (9-12
hari). Dari total tenaga kesehatan yang dirawat, 2,3% memerlukan perawatan
intensif di ICU dan sebagian besar (91%) dari tenaga kesehatan yang
memerlukan perawatan intensif adalah tenaga kesehatan yang belum divaksinasi
atau baru mendapatkan vaksinasi 1 dosis (Kemkes. RI., 2021)

Berdasarkan wawancara dengan 10 penyintas Covid-19 dengan


pengambilan secara acak di RT 03 RW 09 Kelurahan Purbalingga Wetan
menunjukkan bahwa 5 responden sudah divaksin ketika terinfeksi, dan 5
responden belum divaksin ketika terinfeksi. Dari 5 responden yang sudah
divaksin hanya mengalami gejala ringan sampai dengan tidak bergejala ketika
terpapar Covid-19 dan hanya memerlukan isolasi mandiri. Sedangkan 5 yang
belum divaksin, 2 diantaranya dirawat rumah sakit dikarenakan memiliki gejala
berat, dan 3 diantaranya mengalami gejala batuk dan demam tinggi dan
menjalani isolasi mandiri.

Dari hasil-hasil penelitian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa


penelitian tentang efektifitas vaksin sudah dilakukan di berbagai negara dan
dilakkan terhadap petugas kesehatan di Indonesia, namun belum pernah
dilakukan di Purbalingga. Penelitian sebelumnya membuktikan adanya hubungan
status vaksinasi dengan tingkat keparahan pada penyintas Covid-19. Dari
fenomena-fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang hubungan status vaksin dengan tingkat keparahan Covid-19 di Kel
Purbalingga Wetan. Penelitian ini akan dilakukan di wilayah Kelurahan
Purbalingga Wetan karena angka vaksinasi di daerah Kabupaten Purbalingga
tergolong rendah yaitu hanya 40% dari target populasi per 8 November 2021
(Kemkes RI, 2021).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka masalah penelitian yang dapat


dirumuskan adalah “Adakah Hubungan Status Vaksin dengan Tingkat Keparahan
Covid-19?”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui


hubungan status vaksin dengan tingkat keparahan Covid-19.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah teridentifikasinya:

a. Menggambarkan distribusi frekuensi responden berdasarkan


karakteristik umur, jenis kelamin, jenis vaksin, pekerjaan,
komorbid.

b. Mendeskripsikan status vaksinasi Covid-19 di Kelurahan


Purbalingga Wetan.

c. Mendeskripsikan keparahan Covid-19 pada penderita yang sudah


divaksin dosis pertama, dosis kedua, dan belum divaksin
d. Menganalisis hubungan status vaksinasi dengan keparahan
penyakit Covid-19

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Aplikatif
a. Bagi Peneliti
Dapat menjadi sarana yang bermanfaat dalam
mengimplementasikan pengetahuan peneliti tentang hubungan
vaksin Covid-19 dan tingkat keparahan Covid-19.

b. Bagi klien Covid-19, keluarga dan masyarakat

Jika hasil penelitian ini terbukti bahwa terdapat hubungan


antara yang sudah dan belum di vaksin Covid-19 terhadap gejala
Covid-19 maka dapat menjadi sumber informasi tentang
pengetahuan vaksin Covid-19.

c. Bagi Perawat

Hasil dari penelitian ini jika terdapat hubungan antara


antara yang sudah divaksin dan belum divaksin terhadap
perbedaan gejala Covid-19, maka dapat menjadi sumber
informasi sehingga dapat disosialisasikan kepada masyarakat.

d. Bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar untuk


menambahkan intervensi yang akan diberikan yaitu
peningkatan pemahaman vaksin yang bisa disosialisasikan
kepada masyarakat dan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
manajemen untuk mengambil kebijakan.
e. Manfaat Keilmuan

Jika penelitian ini terbukti terdapat hubungan status


vaskinasi terhadap perbedaan gejala pada pasien Covid-19,
maka hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bukti ilmiah
dan dapat sebagai acuan pembelajaran. Dan dapat dijadikan
rujukan untuk pengembangan ilmu terhadap vaksin Covid-19.

f. Manfaat Metodologis

Jika penelitian ini terbukti, bahwa status vaksin sangat


berhubungan pada tingkat keparahan pasien Covid-19, maka
penelitian ini dapat menjadi dasar pertimbangan untuk
penelitian yang lebih luas selanjutnya, sehingga hasilnya dapat
di generalisasikan.
E. Keaslian Penelitian

Tabel 1. Keaslian Penelitian


No Penulis, Tahun Nama Jurnal Rancangan Variabel Hasil
Penelitian
1. Jara, Alejanrdro et Effectiveness of Peneliti menggunakan Semua orang Setelah
al an Inactivated kohort observasional berusia 16 dilakukan
, 2021 SARS-CoV-2 prospektif di tingkat tahun atau analisis
Vaccine in Chile nasional. Kohort lebih menggunakan
penelitian termasuk memenuhi Thompson et al.
peserta berusia 16 syarat untuk membuktikan
tahun atau lebih yang menerima bahwa vaksin
berafiliasi dengan vaksin, sesuai Corona-
Fondo Nacional de dengan jadwal Vac(Sinovac),
Salud (FONASA), vaksinasi efektif sekitar
program asuransi nasional. Kami 65,5% mecegah
kesehatan masyarakat mengklasifikas penyakit covid
nasional, yang ikan peserta bergejala.
mencakup sekitar 80% menjadi tiga
dari populasi Chili kelompok:
mereka yang
tidak
divaksinasi,
mereka yang
diimunisasi
sebagian (≥14
hari setelah
menerima
dosis vaksin
pertama dan
sebelum
menerima
dosis kedua),
Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah:

1. Sasaran fokus responden yang akan diteliti adalah masyarakat Purbalingga


Wetan, sementara penelitian sebelumnya sasaran adalah petugas Kesehatan di
rumah sakit.
2. Metode yang digunakan Cohort, survei berbasis populasi online, pada
penelitian ini populasi berdasarkan laporan kejadian Covid-19 di Kabupaten
Purbalingga.
3. Menggunakan variabel dependen status vaksin dan variable independent
tingkat keparahan Covid-19, sementara penelitian sebelumnya variable
bebasnya adalah jenis vaksin tertentu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Coronavirus Disease-19 (Covid-19)


1. Pengertian Covid-19
Coronavirus jenis baru ditemukan pada tahun 2019 bulan
Desember di Provinsi Hubei China (C. Wang et al., 2020). Setelah
dilakukan isolasi dan dilakukan tes RT-PCR didapatkan bahwa wabah
ini disebabkan oleh virus corona baru 2019-nCoV Novel coronavirus
(2019-nCoV) yang lebih familiar dengan sebutan Covid-19 (C. Wang
et al., 2020)
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2020)
coronavirus sebagai keluarga virus yang biasa menginfeksi pada
manusia dan hewan Keluarga virus corona pada manusia dapat
menyebabkan penyakit flu dengan gejala ringan maupun dengan gejala
berat seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) di Kerajaan
Arab Saudi pada tahun 2015 dan juga Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS) yang pernah mewabah di China pada tahun 2003
(Kemkes. RI., 2020).
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Covid-19
merupakan virus jenis baru dari keluarga coronavirus.

2. Etiologi Covid -19


Virus corona yang menyebabkan Covid-19 termasuk dalam
genus Betacoronavirus (Pal et al., 2020). Hasil analisis filogenetik
menunjukkan bahwa virus tersebut berada dalam subgenus yang sama
dengan dengan coronavirus yang menyebabkan perkembangan
penyakit pernapasan akut yang parah (SARS) 2002-2004, yaitu
Salvecovirus (Zhu et al., 2020).
SARS-CoV-2 ini memiliki bentuk bulat atau elips dan sering
pleomorfik dan diameter sekitar 60-140 nm. Seperti CoV lainnya, ia
sensitif terhadap sinar ultraviolet dan panas (Cascella et al.,
2021). Dalam hal ini, meskipun suhu tinggi menurunkan replikasi
spesies virus manapun. Saat ini, suhu penonaktifan SARS-CoV-2
masih diteliti . Permukaan baja tahan karat yang dipegang pada suhu
udara 54,5°C (130 °F) menghasilkan penonaktifan 90% SARS-CoV-2
dalam waktu sekitar 36 menit. Pada 54,5°C, waktu untuk penurunan
infektivitas 90% adalah 35,4 ± 9,0 menit dan waktu paruh virus adalah
10,8 ± 3,0 menit (Cascella et al., 2021).

Gambar 2.1 - Virus Corona di perwarnaan (NIAID,


2020)

3. Gejala Covid-19

Gejala pada pasien covid sangat bervariasi bagi setiap individu


tergantung dari respons imun masing-masing, dan diperkirakan 17,9%
hingga 33,3% pasien yang terinfeksi akan tetap asimtomatik
(Mizumoto et al., 2020)

Menurut penelitian penelitian (Chen et al., 2020; Guan et al.,


2020; Hummel et al., 2017; Lechien et al., 2020; Zhu et al., 2020),
terdapat gejala yang muncul antara lain :
a. Demam
Covid 19 sangat berhubungan dengan demam, karena demam
merupakan respons alamiah tubuh untuk melawan infeksi.
Penelitian yang dilakukan Guan et al (2020) disebutkan 43,4%
menderita demam dari total subyek 1099. Pada penelitian yang lain
yang dilakukan oleh Chen et al (2020) disebutkan 87,1 % penderita
covid mengalami demam.
b. Batuk
Covid-19 sangat erat kaitanya dengan batuk. Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Guan et al (2020) disebutkan 67% dari total
penderita covid mengalami gejala batuk, sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Chen et al (2020) ditemukan penderita batuk
sebanyak 36,5% dari total subyek.
c. Pilek
Menurut penelitian oleh (Guan et al., 2020) dan (Chen et al., 2020)
penderita pilek sangat jarang ditemui pada penderita covid-19
namun penyebabnya masih dalam penelitian lebih lanjut.
d. Kelelahan
Kelelahan diakui sebagai salah satu gejala yang sering muncul pada
penderita Covid-19 bahkan sering menjadi long Covid. Walaupun
dari patofisiologis kelelahan itu sendiri belum diketahui secara
dengan pasti, namun dalam dalam laporan awal tentang
karakteristik klinis dari mereka yang terinfeksi SARS-CoV-2
sebagai keluhan utama pada 44-69,4% pasien (Huang,. et al 2020 &
Xu,. et al 2020).
e. Anosmia
Anosmia terjemahkan sebagai hilangnya semua atau sebagian
penciuman, yang dapat disebabkan oleh berbagai penyebab, dengan
infeksi saluran pernapasan atas menjadi penyebab yang sering, di
antara berbagai patogen, yang paling umum adalah virus, dan
coronavirus adalah salah satunya (Hummel et al., 2017).

Pada penelitian tentang Olfactory and gustatory dysfunctions


disebutkan bahwa 85,6 % dari total obyek sebanyak 357 memiliki
gejala anosmia (Lechien et al., 2020).
f. Diare
Rekam medis dari Komisi Kesehatan Nasional China, menunjukan
data 1099 pasien Tiongkok yang di diagnosis terkonfirmasi Covid-
19 pada 31 Januari 2020, 42 subjek mengalami diare (3,8%). Hasil
utama yang dikombinasikan dengan unit perawatan intensif,
penggunaan ventilator pada pasien dengan gejala diare terjadi 4
pasien (6%) (Guan et al., 2020).
g. Nyeri Kepala
Nyeri kepala merupakan salah satu gejala yang dialami oleh pasien
Covid-19. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Chen et al.
(2020), di Rumah Sakit Jinyintan di Wuhan, Cina menunjukan 8
dari 99 pasien mengalami gejala nyeri kepala.
h. Nyeri Tenggorokan
Nyeri tenggorokan merupakan salah satu gejala yang dialami oleh
pasien Covid-19. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chen
et al. (2020), di Rumah Sakit Jinyintan di Wuhan, Cina
menunjukan 5 dari 99 pasien mengalami gejala nyeri tenggorokan.
i. Sesak nafas
Pada penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Jinyintan di
Wuhan, Cina menunjukan bawah 31 dari 99 responden penelitian
menderita sesak nafas atau sekitar 31% (Chen et al., 2020).
4. Tingkat Keparahan Covid-19

Berdasarkan berat ringannya penyakit yang muncul meliputi


gejala klinis, kelainan laboratorium dan radiografi, hemodinamik, dan
fungsi organ. National Institutes of Health (NIH) mengeluarkan
pedoman yang mengklasifikasikan COVID-19 menjadi lima jenis
berbeda (NIH, 2021).

a. Infeksi asimtomatik atau presimtomatik


Seseorang individu dengan tes SARS-Cov-2 positif namun tanpa
gejala klinis yang konsisten dengan Covid-19.
b. Gejala Ringan
Individu yang memiliki gejala Covid-19 seperti demam, batuk, sakit
tenggorokan , malaise, nyeri otot, mual, anosmia namun tanpa
disertai sesak nafas.
c. Gejala Sedang
Individu dengan gejala klinis yang dibuktikan dengan pencitraan
radiologis penyakit pernafasan dengan saturasi oksigen (SpO2) 94%
di udara kamar.
d. Gejala Berat
Individu yang memiliki (SpO2) 94% pada udara ruangan; rasio
tekanan parsial oksigen arteri terhadap fraksi oksigen inspirasi,
(PaO2/FiO2) <300 dengan takipnea yang nyata dengan frekuensi
pernapasan >30 kali/menit atau infiltrat paru >50%.
e. Kritis
Individu yang sudah mengalami gagal nafas, syok septic dan
disfungsi organ multiple. Pasien dengan penyakit Covid-19 yang
parah dapat berkembang menjadi (ARDS) acute respiratory
distress syndrome.
5. Faktor Resiko
Berdasarkan penelitian penelitian yang dilakukan oleh (Aveyard et al.,
2021; Gao et al., 2020; Leon-Abarca et al., 2021; Russell et al., 2021;
Sabatino et al., 2020; S. Wang et al., 2020), menunjukan beberapa
penyakit bawaan yang dapat menambah keparahan dari Covid-19
antara lain:
a. Diabetes
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Meksiko pasien dengan
penyakit penyerta DM memiliki peningkatan risiko terpajan Covid-
19 21,8% dan peningkatan risiko pneumonia sebanyak 120,2%
(Leon-Abarca et al., 2021).
b. Penyakit kardiovaskuler
Di antara 77317 pasien rawat inap dari 21 studi, 12,86% memiliki
komorbiditas kardiovaskular atau RF. Komplikasi kardiovaskular
tercatat pada 14,09% kasus selama rawat inap (Sabatino et al.,
2020).
c. Hipertensi
berdasarkan penelitian yang dilakukan di Cina dengan total pasien
147 dan pasien yang memiliki hipertensi sebanyak 37 pasien.
Pasien dengan tipe berat pada kelompok hipertensi lebih banyak
dibandingkan dengan kelompok non-hipertensi (32,4 vs 19,1%, p =
0,092) (S. Wang et al., 2020).
d. Malignancy
Penelitian yang dilakukan di  Guy's Cancer Center dan King's
College Hospital sebanyak 29% dari 306 pasien memiliki kondisi
klinis yang berat (Russell et al., 2021).
e. Penyakit Pernafasan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di 1205 praktek umum di
Inggris termasuk rumah sakit.individu dengan asma berat memiliki
peningkatan terjadinya keparahan Covid-19 sebanyak 39% dan
individu dengan COPD memiliki dikaitkan dengan 54%
peningkatan risiko kematian (Aveyard et al., 2021).
f. Obesitas
Obesitas sangat berhubungan dengan kondisi kardiovaskuler dan
respiratory. Individu dengan obesitas yang terpajan Covid-19
memiliki resiko terpajan penyakit 34 % dari individu yang tidak
memiliki obesitas. Setiap 1 unit peningkatan BMI juga dikaitkan
dengan peningkatan 12% dalam risiko Covid-19 yang parah
Khususnya, hubungan antara obesitas (atau peningkatan nilai BMI)
dan keparahan Covid-19 yang lebih besar tetap signifikan bahkan
setelah disesuaikan untuk usia, jenis kelamin, status merokok,
hipertensi, diabetes, dan dislipidemia (Gao et al., 2020).
6. Cara Penularan dan Pencegahan
a. Cara Penularan
Penyebaran SARS-CoV-2 dapat menyebar melalui cara langsung
(droplet dan penularan manusia ke manusia) dan kontak secara
tidak langsung, yaitu benda yang terkontaminasi juga penularan dari
udara. Sementara alat pelindung diri (APD) juga bisa menjadi
sumber penyebaran Covid-19 (Liu et al., 2020).

Transmisi Covid-19 dari manusia ke manusia terjadi ketika melalui


cairan pernafasan, ketika pasien batuk, berbicara, dan bahkan
menyanyi. Cairan umumnya tidak dapat menyebar lebih dari 6 kaki
(hamper 2 meter) dan tetap diudara untuk waktu yang terbatas.
Namun SARS-CoV-2 tetap utuh dan dapat menular melalui tetesan
(berdiameter kurang dari 5 mikron) dan dapat melayang di udara
selama 3 jam (van Doremalen et al., 2020). Oleh karena itu, isolasi
udara, ventilasi ruangan, dan aplikasi desinfektan yang tepat
(terutama di toilet) dapat membatasi penyebaran virus secara
aerosol (Cascella et al., 2021).
b. Pencegahan
Menurut penjelasan WHO bawah, edukasi, isolasi, pencegahan,
pengendalian penularan, dan pengobatan merupakan langkah
penting dalam mengendalikan penyakit menular seperti Covid-19
(WHO, 2021).
1) Cuci Tangan
Kebersihan tangan adalah Langkah penting untuk menghindari
transmisi kuman berbahaya dan mencegah perawatan kesehatan
terkait infeksi, oleh karena itu perlunya cuci tangan
menggunakan formulasi berbasis alkohol dan cuci tangan 6
langkah menggunaka sabun (WHO, 2009).
2) Social Distancing
Jaga jarak merupakan menjaga jarak 1,5 m antara orang-orang,
yang dapat mencegah penyebaran sebagian besar penyakit
menular pernapasan. Social Distancing adalah salah satu langkah
paling efektif untuk mengurangi penyebaran virus yang
ditularkan melalui tetesan udara. Tetesan yang dihasilkan oleh
batuk, bersin atau dipaksa berbicara memiliki jarak transmisi
tertentu. Dengan menjaga jarak ini, kita dapat mengurangi
penyebaran virus (Qian & Jiang, 2020).
3) Masker
Penggunaan masker di tempat umum sangat penting karena
keefektifannya dalam pencegahan transmisi droplet Covid-19
baik penggunaan masker bedah maupun N95 (Y. Wang et al.,
2021).
4. Jauhi Krumunan
Menjauhi keramaian adalah protokol kesehatan yang harus
dipatuhi. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
(Kemenkes), masyarakat diminta menjauhi keramaian di luar
rumah (Kemkes RI, 2021).
5) Mengurangi Mobilitas
Pemerintah mengimbau masyarakat untuk mengurangi mobilitas,
hal ini bertujuan untuk menekan angka penularan virus (Kemkes
RI, 2021).
7. Penegakan Diagnosis
a. Pengujian Molekuler
Modus diagnostik standar pengujian adalah menguji swab
nasofaring untuk asam nukleat SARS-CoV-2 menggunakan uji real-
time PCR (Hassan et al., 2020). Sensitivitas dari hasil tes PCR
tergantung dari beberapa faktor yang meliputi sampel, waktu
terpajan, cara pengambilan sampel, serta pengiriman ke
laboratorium. Semua uji PCR memiliki sensitivitas mendekati
100% asalkan tidak ada kontaminasi silang (Cascella et al., 2021).

b. Tes Serologi
Tes antibodi dapat mengidentifikasi adanya antibodi di dalam tubuh
yang diakibatkan pajanan virus. Meskipun tes berbasis antibody
sensitivitas tidak setinggi tes PCR, namun tes tersebut sudah
mampu untuk mengawasi dan mengevaluasi Covid-19 secara luas
di masyarakat (Cascella et al., 2021).

8. Penatalaksanaan
Pada mulanya, di awal pandemic pengetahuan tentang Covid-19 dan
manajemen teraupetik sangatlah terbatas, menciptakan urgensi untuk
menemukan cara mengurangi gejala yang timbul dari virus baru ini.
(Cascella et al., 2021).
a. Tanpa gejala
Individu yang tidak memiliki gejala klinis yang konsisten dengan
COVID 19 dan dinyatakan positif SARSCoV2 harus diinstruksikan
untuk mengisolasi diri dan memantau gejala klinis (Cascella et al.,
2021)
b. Gejala ringan
Sebagian besar pasien dengan penyakit ringan dapat diobati dengan
telemedicine atau melalui telepon, baik rawat jalan atau di rumah.
Pada pasien sehat dengan COVID 19 ringan, tidak ada pencitraan
khusus atau tes laboratorium yang ditampilkan secara rutin,
sehingga fasilitas kesehatan terkait perlu memantau secara berkala
(NIH, 2021).
c. Gejala sedang
Pasien dengan penyakit COVID-19 sedang harus dirawat di rumah
sakit untuk pemantauan ketat (Cascella et al., 2021). Semua pasien
rawat inap harus menerima perawatan suportif dengan resusitasi
cairan isotonik ketika volume menurun dan suplementasi oksigen
harus dimulai jika SpO2 dipertahankan dan tidak melebihi 96%.
(Alhazzani et al., 2020). Pasien dengan Covid-19 berisiko
mengalami kejadian vena dan tromboemboli dan harus
dipertahankan pada profilaksis tromboemboli dengan antikoagulan
yang sesuai. Remdesivir dan deksametason dapat dipertimbangkan
untuk pasien yang dirawat di rumah sakit dan membutuhkan
oksigen tambahan (Cascella et al., 2021).
d. Gejala berat & Kritis
Pasien yang memiliki gejala berat/kritis harus menjalani rawat inap
di rumah sakit.  Semua pasien harus dipertahankan pada
antikoagulasi profilaksis, mengingat Covid-19 dikaitkan dengan
keadaan protrombotik. Pasien perlu menjalani prosedur seperti
intubasi endotrakeal, bronkoskopi, trakeostomi, dan ventilasi
manual. (Cascella et al., 2021).

B. Vaksin Covid 19
Pengembangan vaksin yang efektif untuk memerangi penyakit menular
adalah proses multi-tahun dan multi-pemangku kepentingan yang
kompleks. Untuk mempercepat pengembangan vaksin untuk penyakit
coronavirus 2019 (Covid-19), patogen baru yang muncul pada akhir 2019
dan menyebar secara global pada awal 2020 (Bok et al., 2021).
1. Pengertian Vaksin Covid
Vaksin menurut definisi adalah agen biologis yang menimbulkan
respon imun terhadap antigen spesifik yang berasal dari patogen
penyebab penyakit menular (Czochor & Turchick, 2014).  Vaksin
dapat memainkan peran penting dalam meningkatkan kekebalan
populasi, mencegah penyakit parah, dan mengurangi krisis kesehatan
yang sedang berlangsung. Sebagai tanggapan, upaya global yang cepat
untuk mengembangkan dan menguji vaksin terhadap SARS-CoV-2
telah menghasilkan jumlah kandidat vaksin yang belum pernah terjadi
sebelumnya yang memulai uji klinis selama tahun 2020. Saat ini, 48
vaksin sedang dalam evaluasi klinis (Voysey et al., 2021).
2. Manfaat Vaksin
Manfaat dari vaksin Covid-19 adalah dapat mencegah penyakit
simtomatik, rawat inap, atau kematian akibat Covid-19 dan risiko efek
samping serius setelah vaksinasi (Lee, 2021).
3. Jenis Jenis Vaksin Covid-19\
Kementerian Kesehatan RI (2020) menjelaskan bahwa pemerintah
sudah menetapkan ada 6 jenis vaksin Covid-19 yang akan digunakan
di Indonesia di antaranya ialah:
a. Vaksin Merah Putih

Vaksin Merah Putih dikembangkan oleh enam lembaga yaitu


Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan Protein
rekombinan fusi, Universitas Airlangga mengembangkan
Adenovirus dan Adeno-Associated Virus-Vector Based & Peptide
Vaccine, Institut Teknologi Bandung dengan Adenovirus,
Universitas Gajah Mada dengan pengembangan protein
rekombinan, Universitas Indonesia dengan DNA, mRNA, Virus-
Like-Particles dan Lembaga Eijkman mengembangkan Platform
Subunit protein rekombinan  mamalia based dan yeast based
(Pinandito., 2021).

b. AstraZeneca

Astra Zeneca adalah vaksin vektor virus untuk pencegahan COVID-


19 . Dikembangkan di Inggris oleh Universitas Oxford dan
perusahaan Inggris-Swedia AstraZeneca. Vaksin vektor virus
(adenovirus) dari AstraZeneca/Oxford telah menunjukkan
kemanjuran rata-rata 70,4% (Voysey et al., 2021)

c. China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm)

Sinopharm dikembangkan di Cina oleh Beijing Bio-Institute of


Biological Products. Di Indonesia , vaksin Sinopharm
didistribusikan oleh PT Kimia Farma dengan nama SARS-Cov-2
Vaccine Vero Cell Inactivated. Vaksin ini umumnya diberikan
melalui program Vaksinasi Gotong Royong. Vaksin SinoPharm
memiliki efikasi sekitar 78,1% dan mampu mengurangi
kemungkinan dirawat di rumah sakit sebesar 73,1% (WHO, 2021).
d. Moderna

Vaksin moderna dikembangkan bersama oleh Moderna, Inc.,


sebuah perusahaan bioteknologi yang berbasis di Cambridge,
Massachusetts, dan Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular
(NIAID).  Uji coba dimulai pada 27 Juli 2020, dan mendaftarkan
30.420 sukarelawan dewasa di lokasi penelitian klinis di seluruh
Amerika dari hasil penelitian tersebut didapatkan kemanjuran
vaksin adalah 95,2% (Baden et al., 2021).

e. Pfizer Inc and BioNTech

Vaksi Pfizer adalah sebuah mRNA berbasis Covid-19 vaksin yang


dikembangkan oleh perusahaan bioteknologi Jerman BioNTech dan
untuk pengembangannya berkolaborasi dengan Amerika
perusahaan Pfizer , untuk dukungan dengan uji klinis , logistik, dan
manufaktur. Regimen dua dosis BNT162b2 memberikan
perlindungan 95% terhadap Covid-19 pada orang berusia 16 tahun
atau lebih. Keamanan selama rata-rata 2 bulan mirip dengan vaksin
virus lainnya (Polack et al., 2020).

f. Sinovac Biotech Ltd


Sinovac diproduksi oleh Sinovac Biotech Ltd yang berbasis di
Beijing China. Vaksin Sinovac, yang menunjukkan khasiat 65,3
persen, dinyatakan aman. Ini memiliki efek samping tetapi ringan
dan reversibel. Kekhawatiran terkait peningkatan antibodi-
dependen (ADE), seperti yang banyak disebutkan di media sosial
dan ditakuti, tidak terjadi dalam uji klinis Sinovac di Indonesia,
Turki, dan Brasil. (Salma, 2021)
4. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kemanjuran Vaksin
a. Usia
Usia merupakan faktor penting yang mempengaruhi respons vaksin,
terutama pada usia kehidupan yang ekstrem. Bayi harus menerima
imunisasi sedini mungkin untuk meminimalkan waktu mereka rentan
terhadap infeksi. Namun, neonatus memiliki tingkat produksi antibodi
yang lebih rendah dan, terlebih lagi, antibodi ibu yang didapat secara
pasif mengganggu respons vaksin (Zimmermann & Curtis, 2019).

b. Komorbid
Individu dengan penyakit bawaan seperti penyakit celiac pada anak-
anak terbukti respons antibodi yang lebih rendah terhadap vaksinasi
HepB (Zimmermann & Curtis, 2019). Orang dewasa dengan gagal
ginjal kronis yang menjalani hemodialisis memiliki respons
antibodi yang lebih rendah terhadap difteri (Zimmermann & Curtis,
2019).
c. Jarak Vaksin
Penelitian yang dilakukan dengan melibatkan 504 pada orang
dewasa dengan umu 18-59 (Pan Hongxing et al, 2021). Menunjukan
jarak vaksin selama 6 bulan dengan jenis Sionovac menunjukan
penurunan antibody sehingga tersisa antara 16,9 persen dan 35,2
persen.
d. Perilaku
Pada penelitian yang dilakukan oleh (Zimmermann & Curtis, 2019).
Menunjukan bahwa perilaku merokok dapat menurunkan respons
antibody terhadap vaksin.
C. Status Vaksinasi
Menurut (CDC, 2021) status vaksin dibedkan menjadi 3 yaitu:
1. Fully Vacvinated
Berdasarkan penjelasan oleh CDC, Fully vaccinated merupakan
individu yang sudah menyelesaikan >14 hari semua dosis yang sudah
disetujui oleh FDA.
2. Partially Vaccinated
Fully vaccinated merupakan individu yang sudah menjalani vakinasi
seri primer atau tidak menyelesaikan dosis selanjutnya.
3. Un-vaccinated
Merupakan individu yang tidak divaksinasi Covid-19.

D. Hubungan Status Vaksinasi dengan Kejadian Penyakit Covid-19.


Pada penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan (Badan LITBANGKES) tahun 2021 periode
April-Juni, kepada 71.455 responden tenaga kesehatan di DKI Jakarta
menunjukkan tenaga kesehatan yang terkonfirmasi positif hampir tidak ada
perbedaan antara yang telah divaksinasi dosis 1 (4,02%) dengan yang telah
diberikan dosis 2 (5,03%). Hal ini berbeda dengan tingkat perawatan.
Pravelensi tingkat perawatan pada tenaga kesehatan yang divaksin dosis
pertama dan tidak divaksin tidak ada perbedaan yaitu masing masing
(0,31%) dan (0,35%), namun pada tenaga kesehatan yang sudah
divaksinasi lengkap jauh lebih rendah yaitu 0.17%. Hal ini juga terjadi
pada tingkat kematian, tidak ada perbedaan antara yang belum divaksin
dan divaksinasi parsial (0.03%). Namun tenaga kesehatan yang divaksinasi
sepenuhnya memiliki angka kematian yang sangat rendah sebesar 0,003%.
Derajat kepercayaan 95%
Penelitian yang dilakukan di Malaysia membandingkan jumlah
kematian sebanyak 20.823 kasus dengan status vaksinasi menunjukan
terdapat perbedaan yang signifikan antara penderita Covid-19 yang
meninggal tidak divaksinasi sebanyak 43,2 kali dari tingkat kemaian
standar usia per 100.000 penduduk dibandingkan yang divaksinasi
sepenuhnya dengan nilai P≥0,05 dan derajat kepercayaan 95% (Abdul
Taib et al., 2022).
Penelitian oleh Muthukrishnan et al. (2021) yang dilakukan di New
Delhi India dengan melibatkan 1168 pasien menyatakan bahwa pasien
yang tidak divaksinasi menyumbang angka kematian terbesar sbanyak 218
kematian dari 718 pasien yang belum divaksinasi, pada pasien yang sudah
diberikan dosis pertama menyumbang angka kematian sebesar 91
kematian dari 266 pasien yang mendapat dosis pertama dan yang sudah
divaksin sepenuhnya menyumbang kematian terkecil yaitu 23 kematian
dari 184 pasien yang sudah divaksin sepenuhnya. Lebih lanjut rishnan et
al. (2021) menyimpulkan ada pengaruh status vaksin dengan kematian
responden (p=0,001).
Penelitian oleh Pritchard et al. (2021) yang dilakukan di Ingris Raya
menggunakan AstraZeneca & Pfizer pada 383.812 responden antara 1
Desember 2020 hingga 8 Mei 2021. Hasil temuanya individu PCR-positif
tertinggi pada mereka yang tidak divaksinasi dan sebelumnya tidak
memiliki PCR atau antibodi positif. Penelitian ini juga memperlihatkan
temuan individu yang diberikan dosis pertama dengan interval 7 hari
setelah suntikan, 21 hari setelah dosis pertama, setelah vaksin lengkap &
sebelumnya pernah terinfeksi menunjukan penurunan gejala sampai
dengan tidak bergejala. . Lebih lanjut (Pritchard et al., 2021)
menyimpulkan ada pengaruh status vaksin dengan kematian responden
(95% CI = 90-97%; P  <0,001).
E. Kerangka Teori

Vaksin Covid-19

Faktor Host
Status vaksin

1. Un-vaccinated 1. Usia
2. Partially 2. Jarak
vaccinated vaksin
3. Fully 3. Merokok
vaccinated 4. Komorbid
4.

Keparahan
Covid-19

1. Tanpa gejala
2. Gejala sedang
3. Gejala sedang
4. Gejala berat
5. Kritis

Perbedaan Gejala Covid-19

Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian (Susilo et al., 2020), (CDC, 2021), (NIH, 2021),
(Zimmermann & Curtis, 2019)
F. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Status Vaksin Tinkat Keparahan Covid-


19

Bagan 2.2 Kerangka Konsep Penelitian


G. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban atau dugaan awal dari rumusan masalah yang
akan diteliti (Nursalam, 2016). Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan hipotesis alternatif (Ha). Hipotesis alternatif dapat diartikan
sebagai kebalikan dari hipotesis nol (H0). Hipotesis alternatif digunakan
untuk menunjukkan adanya hubungan, perbedaan, dan efek dari dua atau
lebih variabel yang diselidiki.Hipotesis alternatif (Ha) pada penelitian ini
yaitu adanya hubungan antara status vaksin dengan tingkat keparahan
Covid-19.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian cross-sectional merupakan jenis penelitian yang
menekankan ketika pengukuran/ observasi data variabel independen dan
dependen hanya satu kali dalam satu saat. Pada jenis ini, variabel independen
dan dependen dievaluasi secara simultan dalam suatu saat, jadi terdapat tindak
lanjut. Tentunya nir seluruh subjek penelitian wajib diobservasi dalam hari atau
dalam ketika yang sama, akan namun baik variabel independen juga variabel
dependen dievaluasi hanya satu kali saja. Dengan studi ini, akan diperoleh
prevalensi atau efek suatu fenomena (variabel dependen) dihubungkan
menggunakan penyebab (variabel dependen)

Penelitian ini akan mengidentifikasi hubungan status vaksin pada


tingkat keparahan Covid-19. Variable independen dalam penelitian ini yaitu
status vaksin, sedangkan variable dependen yaitu tingkat keparahan Covid-19.
Kedua variable tersebut diukur dalam waktu bersamaan dalam satu kali
pengambilan.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Peneliti ini akan dilakukan di wilayah Purbalingga Wetan pada tanggal 1-26
Februari 2022.

3.3 Pupulasi Penelitian

Populasi adalah semua objek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan
oleh penulis (Nursalam, 2017). Populasi dalam penelitian ini adalah warga yang
pernah terinfeksi Covid-19 di wilayah Kelurahan Purbalingga.

3.3.1 Populasi Target


Populasi target adalah jumlah kriteria sampling yang menjadi tujuan akhir
penelitian (Nursalam, 2017). Kelompok populasi target adalah warga yang sudah
pernah terinfeksi Covid-19 baik yang sudah divaksin maupun belum divaksinasi
wilayah Kelurahan Purbalingga.

3.3.2 Populasi Terjangkau


Populasi yang peneliti dapat jangkau dan memenuhi kriteria penelitian
adalah pengertian dari pupulasi terjangkau (Nursalam, 2017). Populasi
terjangkau pada penelitian ini yaitu warga yang pernah terinfeksi Covid-19. Studi
pendahuluan di Puskesmas Purbalingga. Populasi adalah seluruh objek yang
telah memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh peneliti. Populasi dalam penelitian
ini adalah warga yang pernah terinfeksi Covid-19. Berdasarkan data yang
diperoleh, sampai dengan bulan Desember 2021 terdapat 227 warga yang pernah
terinfeksi Covid-19 di Kelurahan Purbalingga Wetan dan diestimasikan penderita
jauh lebih banyak.

3.4 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang diharapkan mampu mewakili populasi
dalam penelitian. Menurut Sugiyono (2017:81)

3.4.1 Kriteria Restriksi

a. Kriteria inkulusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu
popolusi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2015).
1) Warga yang pernah terinfeksi Covid-19 sebelum divaksin.
2) Warga yang pernah terinfeksi Covid-19 sesudah divaksin
3) Warga yang bersedia dan mendatangani inform consent.
4) Warga yang memiliki Riwayat Covid-19
5) Berusia lebih dari 18 tahun
b. Kriteria Eksklusi
1) Warga tidak kooperatif
2) Berusia kurang dari 18 tahun

3.4.2 Teknik Sampling

Sampling merupakan adalah proses menyortir sampel dari populasi agar


mewakili suatu populasi tertentu dalam sebuah penelitian (Nursalam,
2017). Teknik sampling yang digunakan peneliti ialah Menurut
Sugishirono (2009:63), teknik pengambilan adalah Sampel untuk
penelitian ini adalah sampel keseluruhan. Pengambilan sampel total adalah
teknik Pengambilan sampel dimana jumlah sampel sesuai dengan populasi

3.5 Variabel Penelitian


Variabel adalah perilaku tindakan atau suatu karakteristik yang
memberi pembeda terhadap sesuatu baik itu benda, manusia atau yang lainnya
(Nursalam, 2017).
Variabel Independen Menurut Sugiyono (2018:39), variabel bebas
adalah variabel yang mempengaruhi munculnya perubahan atau variabel
terikat (mengikat), atau menjadi penyebabnya. Variabel independen pada
penelitian ini adalah status vaksin

Variabel Dependen Menurut Sugiyono (2018:39), variabel terikat


atau dependent adalah variabel yang dipengaruhi atau merupakan hasil dari
variabel bebas. Variabel dependen pada penelitian ini adalah tingkat
keparahana Covid-19.

3.6 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan yang menerangkan mengenai


objek yang dibatasinya (Nursalam, 2017).

Tabel 13.1 : Definisi Operasional


No
Variabel Definisi Operasional Alat dan Cara Ukur Hasil Ukur Skala
.
A. Independen
1. Status Kondisi penerimaan Alat ukur : 1) Fully vaccinated Nominal
Vaksin dosis vaksin yang telah Kuesioner 2) Partially
diberikan vaccinated
3) Un-vaccinated
B. Dependen
Keparahan Kondisi manifestasi Alat ukur : 1) Tanpa Gejala Ordinal
Covid-19 klinis Pasien Covid-19 Kuesioner 2) Gejala ringan
yang dibagi 3) Gejala sedang
berdasarkasn gejala dan 4) Gejala berat
kondisi klini pasien 5) Kriti

3.7 Pengumpulan Data


3.7.1 Persiapan Pengambilan Data
1) Mengajukan judul penelitian kepada dosen pembimbing 1 dan
dosen pembimbing 2.
2) Mengajukan surat permohonan melakukan studi pendahuluan
untuk penelitian kepada Sekretaris Jurusan Keperawatan
Semarang setelah judul penelitian disetujui oleh dosen
pembimbing 1 dan dosen pembimbing.
3) Mengajukan surat permohonan melakukan studi pendahuluan
untuk penelitian kepada Dinas Kesehatan Kabupaten
Purbalingga berdasarkan surat permohonan untuk melakukan
studi pendahuluan dari Jurusan Keperawatan Semarang.
4) Mengurus perizinan dengan memberikan surat dari Dinkes
kepada Adminitrasi Puskesmas Purbalingga Kabupaten
Purbalingga

3.7.2 Tahap pelaksanaan pengumpulan data


1) Melakukan studi pendahuluan di Puskesmas Purbalingga
untuk mengetahui fenomena dan juga permasalahan
mengenai vaksinasi Covid-19 dan mengetahui populasi
penderita Covid -19
2) Mengurus izin untuk melakukan penelitian dan pengambilan
data penelitian sesuai dengan proposal skripsi yang telah di
setujui kepada Kesbangpol Kabupaten Purbalingga.
3) Menyusun proposal skripsi dan melakukan sidang proposal
skripsi untuk menyepakati perihal penelitian yang akan
dilaksanakan bersama dengan dosen pembimbing dan dosen
penguji.
4) Menemui Kepala Puskesmas Purbalingga untuk
menyampaikan teknis pengambilan data.

3.7.3 Proses Pengambilan Data


Pada penelitian ini proses pengambilan data dilakukan dengan
langkah-langkah berikut :
a. Melakukan studi pendahuluan di Puskesmas Purbalingga untuk
mengetahui hasil sementara pelaksanaan program vaksinasi COVID-19.
b. Menyusun proposal skripsi dan melakukan sidang proposal skripsi
untuk menyepakati perihal penelitian yang akan dilaksanakan bersama
dengan dosen pembimbing dan dosen penguji.
c. Mengurus izin untuk melakukan penelitian dan pengambilan data
penelitian sesuai dengan proposal skripsi yang telah di setujui kepada
Kesbangpol Kabupaten Purbalingga
d. Menemui Kepala Puskesmas Purbalingga untuk menyampaikan teknis
Pengumpulan data. .

3.7.4 Tahap Pelaksanaan Pengumpulan Data


a. Melakukan koordinasi dengan bagian koordinator di Puskesmas
purbalingga untuk mengetahui penyintas Covid di wilayah Purbalingga
Wetan.
b. Melakukan sampling sebanyak x yang sesuai dengan kriteria inklusi
c. Melakukan koordinasi dengan petugas puskemas dan kader kesehatan
d. Sebelum pengambilan data, peneliti akan menjelaskan kepada calon
responden terkait maksud dan tujuan penelitian
e. Peneliti memberikan kesempatan kepada calon responden untuk
bertanya tentang penelitian yang dilakukan.
f. Pada pengambilan data secara langsung, peneliti menanyakan kesediaan
penyintas Covid-19 untuk dipilih menjadi responden. Penyintas Covid-
19 yang bersedia mengikuti penelitian akan diminta untuk
menandatangani informed consent untuk menjadi responden. Pada
pengambilan data lewat tautan google form, peneliti akan meminta
persetujuan ibu hamil pada halaman awal google form.
g. Penyintas Covid-19 yang setuju akan dijelaskan mengenai cara dalam
memberikan jawaban pada kuesioner serta diperbolehkan untuk
bertanya terkait cara pengisian kuesioner yang diajukan.
h. Tata tertib pengisian kuesioner secara langsung :
1) Kuesioner dibagikan oleh peneliti dan kader kepada responden.
2) Pengisian kuesioner dilakukan bersama-sama saat itu juga dengan
mematuhi protokol kesehatan dan diawasi oleh peneliti dan kader.
3) Lamanya waktu pengisian kuesioner adalah sekitar 10-15 menit.
4) Responden wajib mengisi identitas dan mengisi seluruh soal.
5) Responden tidak diperbolehkan untuk melakukan browsing di
smartphone, memberikan atau menerima jawaban dari responden
lain, maupun menanyakan jawaban kepada peneliti/kader.
6) Kuesioner yang sudah terisi lengkap dikumpulkan kepada peneliti
untuk selanjutnya diolah dan dianalisa.
i. Tata tertib pengisian kuesioner secara online (google form) :
1) Responden mengisi informed consent di halaman awal.
2) Responden wajib mengisi identitas dan mengisi seluruh soal.
3) Responden diharapkan jujur dalam pengisian kuesioner dan tidak
melakukan browsing untuk mencari jawaban yang benar.
4) Responden tidak perlu mengonfirmasi selesainya pengisian kuesioner
karena sudah otomatis terdeteksi dalam sistem.
1. Tahap Evaluasi Pengumpulan Data
a. Setelah dilakukan pemberian kuesioner kepada para penyintas Covid-
19, peneliti mendapatkan data penelitian yang dibutuhkan selanjutnya
peneliti melakukan proses pengolahan data.
b. Sebelum melakukan pengolahan data peneliti menghitung jumlah
kuesioner yang kembali kepada peneliti agar jumlahnya sesuai dengan
kuesioner yang disebarkan.
c. Pendokumentasian dilakukan dengan memfoto proses pemberian
kuesioner dan proses komunikasi dengan responden.
d. Pendokumentasian digunakan untuk mendukung dan mengabadikan
proses penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang kemudian akan
dimuat di dalam lampiran dari laporan skripsi yang dibuat oleh peneliti.

Anda mungkin juga menyukai