Anda di halaman 1dari 29

PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN STATUS VAKSINASI DENGAN TINGKAT


KEPARAHAN COVID-19
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Terapan Keperawatan

DISUSUN OLEH:
TAJUDIN HUDAIBY NIZAR
P1337420617057

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Covid-19 atau biasa disebut Coronavirus Disease 2019 merupakan


penyakit jenis baru yang sangat menular disebabkan oleh severe acute
respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS–CoV-2 ) (Cascella et al., 2021).
Kementerian Kesehatan Indonesia mencatat per tanggal 22 September 2021
terdapat kasus sebanyak 4.198.678 sejak kasus Covid-19 masuk di Indonesia, dan
kematian sebanyak 140.954 (Kemkes. RI., 2021). Menurut data WorldMeter
Indonesia menduduki angka kematian no 8 dan jumlah kasus terbanyak no 14 di
dunia. Jawa Tengah menduduki total kasus ke 3 terbanyak yaitu 456.579 orang
dan kematian tertinggi di Indonesia sebanyak 32.401 orang hal ini membuat Jawa
Tengah Memiliki pravelensi kematian tertinggi di Indonesia (Dinkes Prov Jateng,
2021). Berdasarkan data Pemerintah Kabupaten Purbalingga kasus corona per
tanggal 8 November 2021 di Kecamatan Purbalingga sebanyak 1854 dengan
kematian 112 kasus no 2 setelah Kecamatan Kalimanah (Dinkes Kabupaten
Purbalingga, 2021). Hal ini membuat prevelensi kematian di daerah tersebut
sebanyak 6% yang hampir dua kali lipat angka kematian nasional (Dinkes
Kabupaten Purbalingga, 2021). Studi yang dilakukan oleh WHO mengemukakan
bahwa cakupan vaksinasi yang tinggi mampu menekan angka kematian (WHO,
2021). Menurut data dari Kementerian Kesehatan bahwa angka vaksinasi dosis
pertama di Kabupaten Purbalingga per 8 November baru sebanyak 45% dari total
populasi dan sangat jauh dari rerata nasional 60% (Kemkes. RI., 2021).

Salah satu penyebab dari tingginya kematian lansia yang menderita Covid-
1 disebabkan oleh vaksinasi yang rendah di kalangan lansia (Kemkes RI, 2021).
Menurut data dari Kementerian Kesehatan dosis 1 vaksin yang baru diberikan
9.299.745 orang atau 43 % dari total target pada lansia (Kemkes. RI., 2021).
Keraguan akan efektifitas dan keamanan vaksin menjadi salah satu alasan
lambatnya vakinasi di masyarakat (Putri et al., 2021). Percepatan vaksinasi
sangat penting mengingat Kementerian Kesehatan Indonesia memperkirakan
akan muncul gelombang 3 pada awal tahun 2022(Kemkes. RI., 2021).

Vaksin adalah salah satu intervensi kesehatan masyarakat yang paling


andal dan hemat biaya yang pernah diterapkan yang menyelamatkan jutaan
nyawa setiap tahun (El-Elimat et al., 2021). Berdasarkan data dari Kementrian
Kesehatan Indonesia, Indonesia menggunakan berbagai macam vaksin : Sinovac,
Sinopharm, Pfizer, Astrazeneca, Moderna, dan Novavak (Kemkes. RI., 2021).
Fokus awal vaksin SARS-CoV-2 adalah untuk mencegah penyakit yang
bergejala dan seringkali parah. Penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI terhadap 71.455 tenaga kesehatan
di DKI Jakarta meliputi perawat, bidan, dokter, teknisi, dan tenaga umum lainnya
sepanjang periode Januari-Juni 202 menunjukan lama perawatan tenaga
kesehatan yang divaksinasi relatif lebih singkat yaitu 8 hingga 10 hari
dibandingkan tenaga kesehatan yang belum divaksinasi (9-12 hari). Dari total
tenaga kesehatan yang dirawat, 2,3% memerlukan perawatan intensif di ICU dan
sebagian besar (91%) dari tenaga kesehatan yang memerlukan perawatan intensif
adalah tenaga kesehatan yang belum divaksinasi atau baru mendapatkan
vaksinasi 1 dosis (Kemkes RI, 2021). Penelitian tentang efektivitas vaksin sudah
dilakukan di berbagai negara namun belum pernah dilakukan di wilayah
Purbalingga. Penelitian tentang efektivitas vaksin sinovac sudah pernah
dilakukan di Chile dengan efikasi 65,9% untuk pencegahan Covid-19 dan 87,5
untuk pencegahan rawat inap (Jara et al., 2021). Penelitian yang sudah dilakukan
di Inggris tentang vaksin ChAdOx1 atau AstraZaneca dengan hasil mampu mencegah
Covid-19 yang bergejala sebanyak 73-85% setelah dosis ke dua (Pritchard et al., 2021).
Penelitian yang dilakukan di Brasil dengan  melibatkan 43.774 orang dewasa
menunjukkan hasil vaksin sinovac dua dosis CoronaVac adalah 47% efektif
dalam mencegah gejala covid-19, dengan efektivitas yang lebih tinggi terhadap
hasil klinis yang parah (Ranzani et al., 2021). Dalam studi kasus-kontrol yang
melibatkan 4.513 orang dewasa yang dirawat di rumah sakit di 18 negara bagian
AS. 1983 adalah pasien kasus dengan COVID-19 dan 2530 adalah kontrol tanpa
COVID-19. Pasien yang tidak divaksinasi menyumbang 84,2% (1669/1983) dari
rawat inap COVID-19 (Tenforde et al., 2021).

Berdasarkan wawancara dengan 10 penyintas dengan pengambilan secara acak


Covid-19 di RT 03 RW 09 Kelurahan Purbalingga Wetan menunjukan bahwa 5
sudah divaksin ketika terinfeksi, dan 5 yang belum divaksin ketika terinfeksi.
Menunjukan keseluruhan yang sudah divaksin hanya mendapati gejala ringan
sampai dengan tidak bergejala sehingga hanya memerlukan isolasi mandiri,
sedangkan 5 yang belum divaksin 2 diantaranya perlu penangan rumah sakit
dikarenakan memiliki gejala berat.

Dari latar belakang di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian


tentang efektifitas vaksin sudah dilakukan di berbagai negara, namun belum
pernah dilakukan di Purbalingga. Penelitian sebelumnya membuktikan adanya
hubungan status vaksinasi dengan tingkat keparahan pada penyintas Covid-19.
Dari fenomena-fenomena tersebut, peneliti tertarik utk melakukan penelitian tentang
Hubungan Status Vaksin Dengan Tingkat Keparahan Covid-19 Di kel Purbalingga
Wetan .Penelitian ini akan dilakukan di wilayah Kelurahan Purbalingga Wetan
karena angka vaksinasi di daerah Kabupaten Purbalingga tergolong rendah yaitu
hanya 40% dari target populasi (Kemkes RI, 2021).

1.2 Rumusan Masalah


Covid- 19 merupakan penyakit menular yang menjadi permasalahan
Kesehatan yang baru. Indonesia menduduki peringkat 20 besar dengan jumlah
kasus tertinggi di dunia dan Jawa Tengah menduduki pravelensi kematian Covid-
19 tertinggi di Indonesia. Kecamatan Purbalingga sendiri adalah salah satu
Kecamatan dengan kasus Covid-19 tertinggi kedua di Kabupaten Purbalingga.
Setelah dilakukan pengambilan data di berbagai website milik
pemerintah didapatkan, data angka vaksinasi di Kabupaten Purbalinga tergolong
rendah dan pravelensi kematian di Kabupaten Purbalingga tergolong tinggi.
Peneliti berasumsi vaksin beperngaruh terhadap perbedaan gejala pada pasien
yang sudah dan belum di vaksinasi. Penelitian sebelumnya telah meneliti
bagaimana efek vaksin terhadap pencegahan Covid-19 .Berdasarkan rumusan
masalah, pertanyaan penelitian yang dirumuskan adalah sebagai berikut “Adakah
Hubungan Status Vaksin dngan Tingkat Keparahann Covid-19?”

1.1 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis


hubungan status vaksin dengan tingkat keparahan Covid-19.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah teridentifikasinya:

a. Karakteristik umur, jenis kelamin, jenis vaksin, pekerjaan, komorbid,


pada penyintas Covid-19

b. Gambaran status vaksinasi Covid-19 di lingkungan Purbalingga


wetan.

c. Gambaran keparahan Covid-19 pada penderita yang sudah


divaksin dosis pertama, dosis kedua, dan belum divaksin

d. Gambaran hubungan status vaksinasi dengan keparahan penyakit.


1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Aplikatif

1.4.1.1 Bagi Peneliti


Dapat menjadi sarana yang bermanfaat dalam
mengimplementasikan pengetahuan peneliti tentang hubungan
vaksin Covid-19 dan tingkat keparahan Covid-19.

1.4.1.2 Bagi klien covid dan keluarga

Jika hasil penelitian ini terbukti bahwa terdapat


hubungan antara yang sudah dan belum di vaksin Covid-19
terhadap gejala Covid-19 maka diharapkan klien dapat
menyadari pentingnya vaksin Covid 19. Keluarga dapat
menjadi sadar dan sukarela mengikuti vaksin Covid 19.

1.4.1.3 Bagi Perawat

Hasil dari penelitian ini jika terdapat hubungan antara


antara yang sudah divaksin dan belum divaksin terhadap
perbedaan gejala Covid-19. Maka dapat mejadi bahan perawat
untuk melakukan edukasi dan intervensi kepada masyarakat.

1.4.1.4 Bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar untuk


menambahkan intervensi yang akan diberikan yaitu
peningkatan pemahaman vaksin yang bisa disosialisasikan
kepada masyarakat.
1.4.2 Manfaat Keilmuan

Jika penelitian ini terbukti terdapat hubungan status vaskinasi


terhadap perbedaan gejala pada pasien Covid-19. hasil penelitian ini
dapat dijadikan sebagai bukti ilmiah dan dapat sebagai acuan
pembelajaran.

1.4.3 Manfaat Metodologis

Jika penelitian ini terbukti, bahwa status vaksin sangat


berpengaruh pada tingkat keparahan pasien Covid-19, maka penelitian
ini dapat menjadi dasar pertimbangan untuk penelitian yang lebih luas
selanjutnya.

1.5 Keaslian Penelitian


Tabel 1. 1 Keaslian Penelitian
N Penulis, Nama Jurnal Rancangan Variabel Hasil
o Tahun Penelitian
1. Jara, Effectiveness Peneliti Semua orang Setelah dilakukan
of an menggunakan berusia 16 tahun analisis
Alejanrdr Inactivated kohort atau lebih menggunakan

o et al SARS-CoV-2 observasional memenuhi syarat Thompson et al.


, 2021 Vaccine in prospektif di untuk menerima membuktikan
Chile tingkat vaksin, sesuai bahwa vaksin
nasional. Kohor dengan jadwal Corona-
t penelitian vaksinasi Vac(Sinovac),
termasuk nasional. Kami efektif sekitar
peserta berusia mengklasifikasika 65,5% mecegah
16 tahun atau n peserta menjadi penyakit covid
lebih yang tiga kelompok: bergejala.
berafiliasi mereka yang tidak
dengan Fondo divaksinasi,
Nacional de mereka yang
Salud diimunisasi
(FONASA), sebagian (≥14 hari
program setelah menerima
asuransi dosis vaksin
kesehatan pertama dan
masyarakat sebelum menerima
nasional, yang dosis kedua), dan
mencakup mereka yang
sekitar 80% dari diimunisasi
populasi Chili lengkap (≥14 hari
setelah
penerimaan
vaksin). dosis
kedua
2. (Al Kaabi Effect of 2 Percobaan Setelah dilakukan
Variable
et al., Inactivated double-blind, Analisa data vaksin
SARS-CoV-2 independent ;
2021) Vaccines on acak, fase 3 covid mampu
Inactivated SARS-
Symptomatic dengan 40.382 meberikan
COVID-19 CoV-2 Vaccines
Infection in peserta yang perlindungan
AdultsA Variable dependen
Randomized diacak untuk sebanyak 76% dari
; Symptomatic
Clinical Trial menerima pada sampel yang
COVID-19
setidaknya 1 hanya
Infection
dosis dari 2 menggunakan
vaksin atau placebo
control. alumunium
hidroksida
sehingga vaksin
SARS-CoV-2
yang tidak aktif
secara signifikan
mengurangi
risiko gejala
COVID-19, dan
efek samping
yang serius
jarang terjadi
3 (Pritchard Impact of Metode Penulis
Variable
vaccination on
et al., penelitian yang menemukan bahwa
new SARS- independent ;
2021) CoV-2 digunakan ialah vaksinasi dengan
vaccination
infections in
dengan survei vaksin ChAdOx1
the United
Kingdom besar berbasis Variable dependen atau BNT162b2
komunitas ; new SARS-CoV- telah mengurangi
terhadap 2 infections infeksi SARS-
individu yang CoV-2 21 hari
tinggal di setelah dosis
rumah tangga pertama (61%
pribadi yang (95% confidence
dipilih secara interval (CI) = 54–
acak di seluruh 68%) versus 66%
Inggris. (95% CI = 60-
71%), dengan
pengurangan yang
lebih besar diamati
setelah dosis kedua
(79% (95% CI =
65-88%) versus
80% (95% CI =
73-85%), masing-
masing). Penuruna
n terbesar diamati
untuk infeksi
simtomatik
dan/atau infeksi
dengan beban virus
yang lebih tinggi.
4 (Tenforde Association  Analisis Vaksinasi
Variable
et al., Between kasus-kontrol dengan vaksin
mRNA independent ;
2021) Vaccination 21 lokasi AS mRNA COVID-19
mRNA
and COVID- dari 4.513 secara signifikan
19 Vaccination
Hospitalizatio orang dewasa lebih kecil
Variable dependen
n and Disease yang dirawat kemungkinannya
Severity ; COVID-19
di rumah sakit di antara pasien
Hospitalization
antara 11 dengan rawat
and Disease
Maret dan 15 inap COVID-19
Severity
Agustus 2021, dan
dengan data perkembangan
hasil 28 hari penyakit hingga
tentang kematian atau
kematian dan ventilasi
ventilasi mekanis. Temua
mekanis n ini konsisten
tersedia untuk dengan
pasien yang pengurangan
terdaftar risiko di antara
hingga 14 Juli infeksi terobosan
2021. vaksin
dibandingkan
dengan tidak
adanya vaksinasi

(p< 0,001)

Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah:

1. Sasaran fokus responden yang akan diteliti adalah masyarakat Purbalingga Wetan.
2. Metode yang digunakan Cross-sectional, survei berbasis populasi online.
3. Menggunakan variabel dependen status vaksin dan variable independent
tingkat keparahan Covid-19.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Covid-19

2.1.1 Pengertian Covid-19

Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia


mendefinisikan coronavirus sebagai keluarga virus yang biasa
menginfeksi pada manusia dan hewan. Keluarga virus corona
pada manusia dapat menyebabkan penyakit flu dengan gejala
ringan maupun dengan gejala berat seperti Middle East
Respiratory Syndrome (MERS) di Kerajaan Arab Saudi pada
tahun 2015 dan juga Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS) yang pernah mewabah di China pada tahun 2003
(Kemkes 2020).

Coronavirus jenis baru ditemukan pada tahun 2019


bulan Desember di Provinsi Hubei China. Setelah dilakukan
isolasi dan dilakukan tes RT-PCR didapatkan bahwa wabah ini
disebabkan oleh virus corona baru 2019-nCoV novel
coronavirus (2019-nCoV) sehingga lebih familiar dengan
sebutan Covid-19 (Wang Chen et al 2020)

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Covid-


19 merupakan virus jenis baru dari keluarga coronavirus yang
dapat menyebabkan berbagai permasalahan kesehatan.
2.1.2 Etiologi Covid -19
COVID-19 disebabkan oleh novel sindrom pernapasan
akut coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Infeksi SARS-CoV-2
mungkin tidak menunjukkan gejala atau dapat menyebabkan
spektrum gejala yang luas, seperti gejala ringan infeksi saluran
pernapasan atas dan sepsis yang mengancam jiwa. COVID-19
pertama kali muncul pada Desember 2019, ketika sekelompok
pasien dengan pneumonia yang tidak diketahui penyebabnya
ditemukan di Wuhan, Cina. Pada 1 Juli 2020, SARS-CoV-2
telah mempengaruhi lebih dari 200 negara (Wiersinga., et al
2020).
SARS-CoV-2 adalah betaCoV baru yang termasuk
dalam subgenus yang sama dengan coronavirus sindrom
pernafasan akut yang parah (SARS-CoV) dan Coronavirus
Sindrom Pernafasan Timur Tengah (MERS-CoV), yang
sebelumnya telah terlibat dalam SARS-CoV dan MERS
Epidemi -CoV dengan tingkat kematian masing-masing hingga
10% dan 35% (Chan JF., 2020).
SARS-CoV-2 Ini memiliki bentuk bulat atau elips dan
sering pleomorfik dan diameter sekitar 60-140 nm. Seperti
CoV lainnya, ia sensitif terhadap sinar ultraviolet dan
panas. Dalam hal ini, meskipun suhu tinggi menurunkan
replikasi spesies virus manapun. Saat ini, suhu penonaktifan
SARS-CoV-2 masih diteliti . Permukaan baja tahan karat yang
dipegang pada suhu udara 54,5°C (130 °F) menghasilkan
penonaktifan 90% SARS-CoV-2 dalam waktu sekitar 36
menit. Pada 54,5°C, waktu untuk penurunan infektivitas 90%
adalah 35,4 ± 9,0 menit dan waktu paruh virus adalah 10,8 ±
3,0 menit (Zhang, T., Wu, Q., & Zhang, Z, 2020).

Gambar 1- Virus Corona di perwarnaan oleh NIAID


Sama seperti virus-virus yang lain, virus Covid-19
sangat rentan terhadap perubahan materi genetic atau
terjadinya mutasi. CDC dan WHO membagi secara independen
telah menetapkan sistem klasifikasi untuk membedakan varian
yang muncul dari SARS-CoV-2 menjadi variants of concern
(VOCs) and variants of interest (VOIs).(WHO 2020)

2.1.3 Gejala Covid-19

Gejala pada pasien covid sangat bervariasi bagi setiap


individu tergantung dari respons imun masing-masing, dan
diperkirakan diperkirakan 17,9% hingga 33,3% pasien yang
terinfeksi akan tetap asimtomatik (Mizumoto , Kagaya ,
Zarebski A.,2020).

Menurut penelitian yang diadakan di Provinsi Gansu,


China dengan subjek 1099 pasien penderita covid. Terdapat
gejala yang muncul antara lain :
a. Demam
Covid 19 sangat berhubungan dengan demam,
karena dema merupakan respons alamiah tubuh
untuk melawan infeksi. Penelitian yang dilakukan
Guan et al (2020) disebutkan 43,4% menderita
demam dari total subyek 1099. Pada penelitian yang
lain yang dilakukan oleh Chem et al (2020)
disebutkan 87,1 % penderita covid mengalami
demam.

b. Batuk
Covid-19 sangat erat kaitanya dengan batuk.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Guan et al
(2020) disebutkan 67% dari total penderita covid
mengalami gejala batuk, sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Chen j et al (2020) ditemukan
penderita batuk sebanyak 36,5% dari total subyek.

c. Pilek
Menurut penelitian oleh (Guan et al., 2020) dan
(Chen et al., 2020) penderita pilek sangat jarang
ditemui pada penderita covid-19 namun
penyebabnya masih dalam penelitian lebih lanjut.
d. Kelelahan
Kelelahan diakui sebagai salah satu gejala yang
sering muncul pada penderita Covid-19 bahkan
sering menjadi long Covid. Walaupun dari
patofisiologis kelelahan itu sendiri belum diketahui
secara dengan pasti, namun dalam dalam laporan
awal tentang karakteristik klinis dari mereka yang
terinfeksi SARS-CoV-2 sebagai keluhan utama
pada 44-69,4% pasien ( Huang c et al 2020 & Xu et
al 2020)

e. Anosmia
Anosmia terjemahkan sebagai hilangnya semua atau
sebagian penciuman, yang dapat disebabkan oleh
berbagai penyebab, dengan infeksi saluran
pernapasan atas menjadi penyebab yang sering , di
antara berbagai patogen, yang paling umum adalah
virus, dan coronavirus adalah salah
satunya (Hummel et al.,2017).

Pada penelitian tentang Olfactory and gustatory


dysfunctions ( Lechien et al., 2020 ) disebutkan
bahwa 85,6 % dari total obyek sebanyak 357
memiliki gejala anosmia.
f. Diare
Walaupun gejala diare pada penderita Covid-19
jarang terjadi namun perlu tetap menjadi
kewaspadaan.
g. Nyeri Kepala
Nyeri kepala merupakan salah satu gejala yang
dialami oleh pasien Covid-19. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh (Chen et al., 2020),
di Rumah Sakit Jinyintan di Wuhan, Cina
menunjukan 8 dari 99 pasien mengalami gejala
nyeri kepala.
h. Nyeri Tenggorokan
Nyeri tenggorokan merupakan salah satu gejala
yang dialami oleh pasien Covid-19. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh (Chen et al., 2020),
di Rumah Sakit Jinyintan di Wuhan, Cina
menunjukan 5 dari 99 pasien mengalami gejala
nyeri tenggorokan.
i. Sesak nafas
Pada penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit
Jinyintan di Wuhan, Cina menunjukan bawah 31
dari 99 peserta penelitian menderita sesak nafas
atau sekitar 31% (Chen et al., 2020).

2.1.4 Tingkat Keparahan Covid-19

Berdasarkan berat ringannya penyakit yang muncul


meliputi gejala klinis, kelainan laboratorium dan radiografi,
hemodinamik, dan fungsi organ. National Institutes of Health
(NIH) mengeluarkan pedoman yang mengklasifikasikan
COVID-19 menjadi lima jenis berbeda.

a. Infeksi asimtomatik atau presimtomatik


Seseorang individu dengan tes SARS-Cov-2 positif namun
tanpa gejala klinis yang konsisten dengan COVID-19
b. Gejala Ringan
Individu yang memiliki gejala COVID-19 seperti demam,
batuk, sakit tenggorokan , malaise, nyeri otot, mual,
anosmia namun tanpa disertai sesak nafas
c. Gejala Sedang
Individu dengan gejala klinis yang dibuktikan dengan
pencitraan radiologis penyakit pernafasan dengan saturasi
oksigen (SpO2) 94% di udara kamar.
d. Gejala Berat
Individu yang memiliki (SpO2) 94% pada udara
ruangan; rasio tekanan parsial oksigen arteri terhadap fraksi
oksigen inspirasi, (PaO2/FiO2) <300 dengan takipnea yang
nyata dengan frekuensi pernapasan >30 kali/menit atau
infiltrat paru >50%.
e. Kritis
Individu yang sudah mengalami gagal nafas, syok septic
dan disfungsi organ multiple. Pasien dengan penyakit
COVID-19 yang parah dapat berkembang menjadi (ARDS)
acute respiratory distress syndrome.

2.1.5 Faktor Resiko


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zheng Zhaohai et
al.(2020) dengan metode mengumpulkan data yang
dipublikasikan dari 1 Januri 2020 sampai dengan 20 Maret
2020, menunjukan beberapa penyakit bawaan yang dapat
menambah keparahan dari Covid-19 antara lain :
a. Diabetes
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Meksiko
pasien dengan penyakit penyerta DM memiliki
peningkatan risiko terpajan Covid-19 21,8% dan
peningkatan risiko pneumonia sebanyak 120,2%
(Leon-Abarca et al., 2021)
b. Penyakit kardiovaskuler
Di antara 77317 pasien rawat inap dari 21 studi,
12,86% memiliki komorbiditas kardiovaskular atau
RF. Komplikasi kardiovaskular tercatat pada 14,09%
kasus selama rawat inap (Sabatino et al., 2020)
c. Hipertensi
berdasarkan penelitian yang dilakukan di Cina dengan
total pasien 147 dan pasien yang memiliki hipertensi
sebanyak 37 pasien. Pasien dengan tipe berat pada
kelompok hipertensi lebih banyak dibandingkan dengan
kelompok non-hipertensi (32,4 vs 19,1%, P = 0,092) (S.
Wang et al., 2020)
d. Malignancy
Penelitian yang dilakukan di  Guy's Cancer Center dan
King's College Hospital sebanyak 29% dari 306 pasien
memiliki kondisi klinis yang berat (Russell et al.,
2021).
e. Penyakit Pernafasan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di 1205 praktek
umum di Inggris termasuk rumah sakit.individu dengan
asma berat memiliki peningkatan terjadinya keparahan
Covid-19 sebanyak 39% dan individu dengan COPD
memiliki dikaitkan dengan 54% peningkatan risiko
kematian (Aveyard et al., 2021).
f. Obesitas
Obesitas sangat berhubungan dengan kondisi
kardiovaskuler dan respiratory. Individu dengan
obesitas yang terpajan Covid-19 memiliki resiko
terpajan penyakit 34 % dari individu yang tidak
memiliki obesitas. Setiap 1 unit peningkatan BMI juga
dikaitkan dengan peningkatan 12% dalam risiko
COVID-19 yang parah Khususnya, hubungan antara
obesitas (atau peningkatan nilai BMI) dan keparahan
COVID-19 yang lebih besar tetap signifikan bahkan
setelah disesuaikan untuk usia, jenis kelamin, status
merokok, hipertensi, diabetes, dan dislipidemia (Gao et
al., 2020).
2.1.6 Cara Penularan dan Pencegahan
a. Cara Penularan
Penyebaran SARS-CoV-2 dapat menyebar melalui cara
langsung ( droplet dan penularan manusia ke manusia) dan
kontak secara tidak langsung, yaitu benda yang
terkontaminasi juga penularan dari udara. Sementara alat
pelindung diri (APD) juga bisa menjadi sumber
penyebaran Covid-19 (Liu et al., 2020)

Transmisi Covid-19 dari manusia ke manusia terjadi ketika


melalui cairan pernafasan, ketika pasien batuk, berbicara,
dan bahkan menyanyi. Cairan umumnya tidak dapat
menyebar lebih dari 6 kaki (hamper 2 meter) dan tetap
diudara untuk waktu yang terbatas. Namun SARS-CoV-2
tetap utuh dan dapat menular melalui tetesan (berdiameter
kurang dari 5 mikron) dan dapat melayang di udara selama
3 jam (van Doremalen et al., 2020). Oleh karena itu, isolasi
udara, ventilasi ruangan, dan aplikasi desinfektan yang
tepat (terutama di toilet) dapat membatasi penyebaran virus
secara aerosol.

b. Pencegahan
Menurut penjelasan WHO bawah, edukasi, isolasi,
pencegahan, pengendalian penularan, dan pengobatan
merupakan langkah penting dalam mengendalikan penyakit
menular seperti Covid-19. (WHO 2020).
Tetap tinggal di rumah dan menghindari kontak langsung
terhadap orang yang tidak di kenal atau yang mungkin
terinfeksi. Mengurangi mobilitas fisik jika memang tidak
mengharuskan keluar rumah, menjaga jarak setidaknya dua
meter serta menghindari tempat kerumunan, sering
mencuci tangan minimal 20 detik menggunakan sabun dan
air atau pembersih alcohol minimal 60%, menghindari
menyentuh mata, hidung, dan mulut dengan tangan yang
tidak dicuci; dan desinfektan permukaan menggunakan
semprotan atau tisu rumah tangga.
2.1.7 Penegakan Diagnosis
a. Pengujian Molekuler
Modus diagnostik standar pengujian adalah menguji swab
nasofaring untuk asam nukleat SARS-CoV-2 menggunakan
uji real-time PCR (Hassan et al., 2020). Sensitivitas dari
hasil tes PCR tergantung dari beberapa faktor yang
meliputi sampel, waktu terpajan, cara pengambilan sampel,
serta pengiriman ke laboratorium. Semua uji PCR memiliki
sensitivitas mendekati 100% asalkan tidak ada kontaminasi
silang. (Cascella et al., 2021)
b. Tes Serologi
Tes antibodi dapat mengidentifikasi adanya antibodi di
dalam tubuh yang diakibatkan pajanan virus. Meskipun tes
berbasis antibody sensitivitas tidak setinggi tes PCR,
namun tes tersebut sudah mampu untuk mengawasi dan
mengevaluasi COVID-19 secara luas di masyarakat
(Cascella et al., 2021)

2.1.8 Penatalaksanaan
Pada mulanya, di awal pandemic pengetahuan tentang Covid-
19 dan manajemen teraupetik sangatlah terbatas, menciptakan
urgensi untuk menemukan cara mengurangi gejala yang timbul
dari virus baru ini.(Cascella et al., 2021)

a. Terapi Antivirus
1) Remdesivir  adalah agen antivirus spektrum luas
yang sebelumnya menunjukkan aktivitas antivirus
terhadap SARS-CoV-2 in vitro. (M. Wang et al.,
2020).
Berdasarkan 3 uji klinisacak tekontrol yang
menunjukan remdesivir lebih unggul daripada
placebo dan dapat mempersingkat durasi pemulihan
pasien dewasa yang dirawat dengan kondisi klinis
ringan sampai berat. (Cascella et al., 2021).
Remdesivir yang disetujui untuk penggunaan klinis
pada orang dewasa dan pasien anak-anak (di atas
usia 12 tahun dan berat setidaknya 40 kilogram atau
lebih) untuk merawat pasien rawat inap dengan
COVID-19

2) Hydroxychloroquine dan chloroquine


diusulkan sebagai pengobatan antivirus untuk
COVID-19 pada awalnya selama pandemi. Namun,
data dari uji coba kontrol acak mengevaluasi
penggunaan hidroksiklorokuin dengan atau tanpa
azitromisin pada pasien rawat inap tidak
meningkatkan status klinis atau kematian secara
keseluruhan dibandingkan dengan plasebo(Cascella
et al., 2021)
3) Ivermectin
adalah  obat anti-parasit yang disetujui FDA yang
digunakan di seluruh dunia dalam pengobatan
COVID-19 berdasarkan penelitian in vitro yang
menunjukkan penghambatan replikasi SARS-CoV-
2

2.2 Vaksin Covid 19


Pengembangan vaksin yang efektif untuk memerangi penyakit
menular adalah proses multi-tahun dan multi-pemangku kepentingan yang
kompleks. Untuk mempercepat pengembangan vaksin untuk penyakit
coronavirus 2019 (COVID-19), patogen baru yang muncul pada akhir
2019 dan menyebar secara global pada awal 2020 (Bok et al., 2021)
2.2.1 Pengertian Vaksin Covid
Vaksin menurut definisi adalah agen biologis yang
menimbulkan respon imun terhadap antigen spesifik yang
berasal dari patogen penyebab penyakit menular(Czochor &
Turchick, 2014).  Vaksin dapat memainkan peran penting
dalam meningkatkan kekebalan populasi, mencegah penyakit
parah, dan mengurangi krisis kesehatan yang sedang
berlangsung. Sebagai tanggapan, upaya global yang cepat
untuk mengembangkan dan menguji vaksin terhadap SARS-
CoV-2 telah menghasilkan jumlah kandidat vaksin yang belum
pernah terjadi sebelumnya yang memulai uji klinis selama
tahun 2020. Saat ini, 48 vaksin sedang dalam evaluasi klinis
(Voysey et al., 2021).
2.2.2 Manfaat Vaksin
Manfaat dari vaksin Covid-19 adalah dapat mencegah penyakit
simtomatik, rawat inap, atau kematian akibat Covid-19 dan
risiko efek samping serius setelah vaksinasi.(Lee, 2021)
2.2.3 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kemanjuran Vaksin
1. Usia
Usia merupakan faktor penting yang mempengaruhi respons
vaksin, terutama pada usia kehidupan yang ekstrem. Bayi
harus menerima imunisasi sedini mungkin untuk
meminimalkan waktu mereka rentan terhadap
infeksi. Namun, neonatus memiliki tingkat produksi antibodi
yang lebih rendah dan, terlebih lagi, antibodi ibu yang
didapat secara pasif mengganggu respons vaksin
(Zimmermann & Curtis, 2019)
2. Komorbid
Individu dengan penyakit bawaan seperti penyakit
celiac pada anak-anak terbukti respons antibodi yang
lebih rendah terhadap vaksinasi HepB (Zimmermann &
Curtis, 2019). Orang dewasa dengan gagal ginjal kronis yang
menjalani hemodialisis memiliki respons antibodi yang lebih
rendah terhadap difteri (Zimmermann & Curtis, 2019).
3. Jarak Vaksin
Penelitian yang dilakukan dengan melibatkan 504 pada
orang dewasa dengan umu 18-59 (Pan Hongxing et al.,
2021). Menunjukan jarak vaksin selama 6 bulan dengan
jenis Sionovac menunjukan penurunan antibody
sehingga tersisa antara 16,9 persen dan 35,2 persen.
4. Perilaku
Pada penelitian yang dilakukan oleh (Zimmermann &
Curtis, 2019). Menunjukan bahwa perilaku merokok
dapat menurunkan respons antibody terhadap vaksin.
2.2.4 Jenis Jenis Vaksin Covid-19
Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto mengatakan
bahwa pemerintah sudah menetapkan ada 6 jenis vaksin Covid-
19 yang akan digunakan di Indonesia (Kemenkes RI, 2020a),
di antaranya ialah
1. Vaksin Merah Putih
Vaksin Merah Putih dikembangkan oleh enam lembaga
yaitu Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan
Protein rekombinan fusi, Universitas Airlangga
mengembangkan Adenovirus dan  Adeno-Associated Virus-
Vector Based  & Peptide Vaccine, Institut Teknologi Bandung
dengan Adenovirus, Universitas Gajah Mada dengan
pengembangan protein rekombinan, Universitas Indonesia
dengan DNA, mRNA, Virus-Like-Particles dan Lembaga
Eijkman mengembangkan Platform Subunit protein
rekombinan  mamalia based  dan yeast based (Dr. Mego
Pinandito M.Eng., 2021)
2. AstraZeneca
Astra Zeneca adalah vaksin vektor virus untuk pencegahan
COVID-19 . Dikembangkan di Inggris oleh Universitas
Oxford dan perusahaan Inggris-Swedia AstraZeneca .
Vaksin vektor virus (adenovirus) dari AstraZeneca/Oxford
telah menunjukkan kemanjuran rata-rata 70,4% (Voysey et
al., 2021)
3. China National Pharmaceutical Group Corporation
(Sinopharm)
Sinopharm dikembangkan di Cina oleh Beijing Bio-
Institute of Biological Products. Di Indonesia , vaksin
Sinopharm didistribusikan oleh PT Kimia Farma dengan
nama SARS-Cov-2 Vaccine Vero Cell Inactivated. Vaksin
ini umumnya diberikan melalui program Vaksinasi Gotong
Royong. Vaksin SinoPharm memiliki efikasi sekitar 78,1%
dan mampu mengurangi kemungkinan dirawat di rumah
sakit sebesar 73,1% (WHO, 2021)

4. Moderna
Vaksin moderna dikembangkan bersama oleh Moderna,
Inc., sebuah perusahaan bioteknologi yang berbasis di
Cambridge, Massachusetts, dan Institut Nasional Alergi
dan Penyakit Menular (NIAID).  Uji coba dimulai pada 27
Juli 2020, dan mendaftarkan 30.420 sukarelawan dewasa di
lokasi penelitian klinis di seluruh Amerika dari hasil
penelitian tersebut didapatkan kemanjuran vaksin adalah
95,2% (Baden et al., 2021).
5. Pfizer Inc and BioNTech
adalah sebuah mRNA berbasis COVID-19 vaksin yang
dikembangkan oleh perusahaan bioteknologi
Jerman BioNTech dan untuk pengembangannya
berkolaborasi dengan Amerika perusahaan Pfizer , untuk
dukungan dengan uji klinis , logistik, dan manufaktur.
Regimen dua dosis BNT162b2 memberikan perlindungan
95% terhadap Covid-19 pada orang berusia 16 tahun atau
lebih. Keamanan selama rata-rata 2 bulan mirip dengan
vaksin virus lainnya (Polack et al., 2020).
6. Sinovac Biotech Ltd
Sinovac diproduksi oleh Sinovac Biotech Ltd yang berbasis
di Beijing China. Vaksin Sinovac, yang menunjukkan
khasiat 65,3 persen, dinyatakan aman. Ini memiliki efek
samping tetapi ringan dan reversibel. Kekhawatiran terkait
peningkatan antibodi-dependen (ADE), seperti yang
banyak disebutkan di media
sosial dan ditakuti, tidak terjadi dalam uji klinis Sinovac di
Indonesia, Turki, dan Brasil. (Salma, 2021)

2.3 Kerangka Teori

Vaksin Covid-19

Gejala Faktor Host


Jenis Vaksin
1. Sinovac 1. Demam 1. Usia
2. Moderna 2. Batuk 2. Jarak
3. Pfitzer 3. Pilek vaksin
4. Sinopharm 4. Kelelahan 3. Merokok
5. Astrazaneca 5. Anosmia 4. Komorbid
6. Diare
7. Nyeri kepala
8. Nyeri
tenggorokan
9. Sesak nafas

Perbedaan Gejala Covid-19

Sumber : (Susilo et al., 2020)(Chen et al., 2020)(Zimmermann & Curtis, 2019)

2.4 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Status Vaksin Tinkat Keparahan Covid-


19
2.5 Hipotesis Penelitian
Hipotesis Alternatif (Ha)
Hipotesis alternatif (Ha) yaitu adanya hubungan yang signifikan antara
status vaksin pada tingkat keparahan Covid-19.

Anda mungkin juga menyukai