Anda di halaman 1dari 18

Makalah Psikologi Kepribadian

Dosen Pengampuh :
Zainab Canu, S.Pd.I, M.Si

Disusun Oleh :
1. Nurhasty Yusup
2. Amelia Febriyani
3. Suriyanti Bun
4. Dalfi Sagaf

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) TERNATE
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami hanturkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas
kelompok untuk mata kuliah Psikologi Kepribadian, dengan judul makalah “Dinamika
Kepribadian, Prinsip-Prinsip dan Fungsi Energi Psikis Carl Gustav Jung ”.
Dalam proses penulisan makalah ini kami menyadari bahwa makalah ini tidak terlepas
dari bantuan banyak pihak yang senantiasa memberikan kritik dan saran sehingga makalah ini
dapat terselesaikan.
Kami menyadari bahwa makalah ini sepenuhnya masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki. Oleh karena itu kami
mengharapkan segala kritik maupun saran yang membangun dari teman-teman dan dosen
sekalian. Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan, ilmu, serta manfaat
yang baik bagi para pembaca sekalian.

Ternate, 17 Desember 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
BAB II PEMBAHASAN
A. Teori Kepribadian Psikoanalitik Jung
B. Struktur Kepribadian
C. Dinamika Kepribadian
D. Perkembangan Kepribadian
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pandangan Jung tentang manusia terfokus pada keberadaan totalitas kepribadian yang
disebut sebagai psyche, yang terdiri dari sejumlah sistem yang berbeda tetapi saling memiliki
keterkaitan. Melalui psyche, energi psikis yang bersifat real mengalir secara kontinu dengan arah
yang beragam dari ketidaksadaran menuju ke kesadaran dan kembali lagi, serta dari dalam ke
luar realitas dan kembali lagi (Budiraharjo, 1997: 41). Dalam hal ini Jung berbeda dengan Freud,
bahwa proses seksualitas merupakan salah satu aspek tetapi bukan aspek utama. Energi psikis
(libido) ini seperti halnya energi fisik yang tidak dapat dilihat, tetapi dapat diketahui atas dasar
efek yang ditimbulkan. Energi psikis ini timbul berkat konflik yang terjadi antara kekuatan-
kekuatan dalam kepribadian. Dapat dikatakan bahwa psyche adalah suatu sistem dinamis yang
mengatur diri secara spontan, tanpa adanya pertentangan-pertentangan, tidak akan ada
keseimbangan psikis dan tidak ada pula sistem regulasi ini (Jung, 1987: 26). Keseluruhan dari
sistem tersebut secara terus menerus berlangsung terarah pada satu tujuan yaitu tercapainya
keutuhan kepribadian. Suatu proses realisasi diri terjadi saat adanya proses saling
menyeimbangkan antara kesadaran dan ketidaksadaran, antara ego dan shadow, sesuatu yang
negatif tidak ditekan tetapi diterima secara jujur keberadaannya (Budiraharjo, 1997: 47). Proses
tersebut menggambarkan terjadinya keseimbangan antara ketegangan aktif dengan ketenangan
pasif, yang merupakan suatu kerja yang berjalan terus menerus dan bukan merupakan
kesempurnaan yang bersifat statis. Hal ini berbeda dengan konsepsi Freud yang hanya
memperhatikan tahap kanak-kanak sampai masa sekolah atas dasar sebab seksualitas yang hadir
berulang-ulang, tetapi dalam teori Jung digambarkan adanya suatu proses yang menuju pada
tujuan tertentu (teleologis). Suatu proses keseimbangan tersebut terjadi dalam kerjasama dan
relasi timbal balik yang kompleks antara kesadaran dan ketaksadaran (Jung, 1987: 27).
Pandangan Jung ini terkait dengan keberadaan simbol Mandala (lingkaran magis) yang
merupakan gambaran atas keseluruhan yang utuh. Hal tersebut dapat dijumpai dalam beberapa
kebudayaan, seperti dalam Taoisme dan Budhisme. Struktur kepribadian diri dalam pandangan
Jung terarah pada sistem yang menyusunnya, antara lain yang terpenting adalah: ego,
ketidaksadaran pribadi, dan ketidaksadaran kolektif. Ketiga susunan struktur kepribadian
tersebut memiliki beberapa persamaan dengan konsepsi kesaradan, pra sadar, dan ketidaksadaran
dari Freud, tetapi dalam beberapa hal terdapat perbedaan yang cukup mencolok. Ego
adalah jiwa sadar yang terdiri dari persepsi, ingatan, pikiran, dan perasaan sadar (Lindzey, 1993:
182). Ego tersebut berkedudukan di kesadaran yang menekankan adanya perasaan identitas dan
kontinuitas seseorang. Ego membantu menyesuaikan diri dengan realitas yang khususnya realitas
luar. Ego dapat dikatakan sebagai pusat dari bidang kesadaran, dan sejauh mencakup kepribadian
empiris (Jung, 1987: 93). Dalam hal ini ego tidak sama dengan psyche, ego hanyalah merupakan
satu aspek pemusatan dalam psyche yaitu terletak pada kesadaran. Self unconscious atau
ketidaksadaran pribadi merupakan bagian dari psyche yang berada dibawah ego. Ketidaksadaran
pribadi terdiri dari pengalaman-pengalaman yang pernah berada dalam kesadaran tetapi
direpresi, disupresikan, dilupakan atau diabaikan (Lindzey, 1993: 183). Pengalaman tak sadar ini
merupakan rangkaian pengalaman dan kesan-kesan yang hadir dalam kehidupan sehari-hari
tetapi terlalu lemah untuk diterima di alam sadar. berpengaruh dalam tingakah laku secara tidak
sadar. Sedangkan Collective unconscious merupakan bagian terpenting dalam struktur
kepribadian dalam pandangan Jung. Isi dari ketidaksadaran kolektif ini adalah apa yang
dikatakan sebagai arketipe, yang merupakan bentuk bawaan lahir dari psyche, pola dari psikis
yang selalu ada secara potensial sebagai kemungkinan (Jung, 1987: 7). Ketidaksadaran kolektif
ini adalah bagian paling dalam dari kepribadian. Ketidak sadaran kolektif adalah sisa psikis
perkembangan evolusi manusia, sisa yang menumpuk sebagai akibat dari pengalaman-
pengalaman yang berulang selama banyak generasi (Lidzey, 1993: 184). Dalam hal ini Jung
menghubungkannya dengan kesamaan struktur otak tiap ras manusia yang disebabkan oleh
evolusi umum, dan ketidaksadaran kolektif pada dasarnya memiliki sifat universal dan kurang
lebih sama pada setiap manusia. Arketipe adalah salah satu konsep yang cukup dikenal dalam
teori Jung. Arketipe merupakan suatu bentuk-bentuk tidak langsung dari bagian struktur insting
yang hanya dapat disimpulkan dengan bayangan visual ataupun dengan bahasa (Nimpoeno,
2003: 55). Arketipe memberi suatu gambaran dan berbagai visi yang dalam kehidupan sadar
akan berkaitan dengan situasi tertentu, dan perkembangan arketipe yang terbentuk secara baik
akan cukup mempengaruhi fungsi kepribadian manusia. Arketipe ini merupakan isi dari
ketidaksadaran kolektif, yang merupakan bentuk pembawaan lahir dari psyche, pola dari
kelakuan psikis yang selalu ada secara potensial sebagai kemungkinan dan apabila diwujudkan
nampak sebagai gambaran spesifik (Jung, 1987: 7). Bentuk arketipe dalam teori Jung mencakup
pesona, shadow, anima, dan animus, self, dan juga ekstovert dan introvert. Pesona adalah topeng
yang dipakai sang pribadi sebagai respon terhadap tuntutan kebiasaan tradisi masyarakat, serta
terhadap kebutuhan arketipal sendiri (Lindzey, 1993: 188). Pesona ini dalam beberapa hal dapat
dikatakan memiliki kemiripan dengan konsep super ego dari Freud. Super ego dalam konsepsi
Freud berhubungan dengan aspek sosial yang memuat nilai-nilai ideal. Super ego
merupakan suatu identifikasi diri dengan ukuran moral dari lingkungan sosial, terutama dari
orang tua (Hall, 2000: 49). Begitu pula dengan konsepsi Jung tentang pesona, pesona merupakan
topeng yang membantu seseorang menyesuaikan dirinya dengan orang lain, tetapi pesona juga
dapat memiliki sisi negatif yaitu saat seseorang terperangkap dalam peran tertentu dan
kehilangan sifat-sifat individualnya yang berkaitan dengan perasaan yang sebenarnya
(Budiraharjo, 1997: 45). Shadow atau bayang-bayang mencerminkan sisi binatang pada kodrat
manusia yang diwarisi manusia dalam evolusinya dari bentuk-bentuk kehidupan yang lebih
rendah (Lindzey, 1993: 190). Dapat dikatakan bahwa arketipe shadow ini adalah suatu sisi gelap
dalam kepribadian manusia. Shadow ini dapat dikatakan sebagai suatu problem moral yang
menantang keseluruhan kepribadian ego, karena tidak seorang pun dapat menyadari shadow-nya
tanpa usaha moral yang besar (Jung, 1987: 99). Dalam hal ini menjelaskan bahwa shadow
mengarahkan pada tindakan-tindakan yang bersifat emosional karena keberadaan adaptasi yang
sangat lemah. Dapat dikatakan konsep shodaw ini memiliki kemiripan dengan pandangan Id oleh
Freud, yang mengarahkan pada proses pemuasan insting biologis. Perbedaan yang mendasar
adalah bahwa shadow ini berhubungan dengan ketidaksadaran kolektif, shadow mengandung
sifat universal dari kejahatan dalam psyche manusia (Budiraharjo, 1997: 45). Shadow hadir
dalam seluruh kepribadian manusiadalam berbagai bentuk, seperti perasaan ingin merusak,
menghancurkan, dan berbagai tindakan tidak menyenangkan yang patut dicela dalam kesadaran.
Anima dan animus adalah arketipe yang menggambarkan suatu karakteristik seksual yang hadir
disetiap pria maupun wanita. Arketipe elemen feminin dalam pria adalah anima, sedangkan
animus yang berkaitan dengan akal, budi dan rasio merupakan arketipe elemen maskulin pada
wanita (Jung, 1987: 106, 107). Anima dan animus ini berperan dalam relasi-relasi yang berada
dalam ketaksadaran dalam mengimbangi kesadaran dari pria maupun wanita. Arketipe ini
berlangsung dari produk pengalaman ras pria dengan wanita dan wanita dengan pria, kehidupan
bersama antara pria dan wanita selama berabad-abad kemudian mempengaruhi masing-masing
jenis memiliki cirri lawan jenisnya (Lindzey, 1993: 189, 190). Dapat dikatakan bahwa terjadinya
anima animus ini berlangsung secara kolektif dan universal, keduanya merupakan personifikasi
dari ketaksadaran yang menjadi perantara terhadap kesadaran diri. Self atau diri dapat juga
dikatakan sebagai psyche yang merupakan kepribadian secara keseluruhan. Tetapi dalam hal ini
self yang dimaksud adalah suatu arketipe yang mencerminkan perjuangan manusia ke arah
kesatuan (Lindzey, 1993: 1991). Hal tersebut dilambangkan dengan Mandala. Diri ini merupakan
puncak arketipe yang dituju setiap manusi, didalamnya terdapat dorongan untuk mendapatkan
kebulatan diri. Diri dikonsepsikan sebagai suatu cetak biru energy yang memiliki kemampuan
merealisasikan atau yang disebut sebagai individuasi.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan teori kepribadian psikoanalitik jung!
2. Jelaskan struktur kepribadian!
3. Jelaskan dinamika kepribadian!
4. Jelaskan perkembangan kepribadian!

C. Tujuan Pembahasan
1. Agar dapat mengetahui teori kepribadian psikoanalitik dari Carl Gustav Jung.
2. Agar dapat mengetahui tentang struktur kepribadian.
3. Agar dapat mengetahui tentang dinamika kepribadian.
4. Agar dapat mengetahui perkembangan kepribadian.
BAB II
PEMBAHASAN

Teori Kepribadian C.G. JUNG


Dasar pemikiran psikoanalitik Jung sebenarnya banyak persamaannya dengan Freud, yakni
sama-sama berpijak pada analisis ketidaksadaran jiwa manusia. Bahwa unsur ketidaksadaran ini
amat penting, hal ini tercermin dalam ucapan atau kalimat dalam buku Memories, dreams,
reflection yang ditulis Jung : Kehidupanku adalah suatu kisah realisasi dari ketidaksadaran (Hall
dan Lindzey, I, ter. 1990, P. 179). Pernyataan Jung ini semakna dengan pandangan Freud, bahwa
energy hidup manusia itu terdapat dalam ketidaksadaran jiwa, laksana es yang terendam dalam
lautan.
Jung melandasi teorinya pada gagasan bahwa terdapat dua level dalam psyche, yakni
kesadaran dan ketidaksadaran. Kesadaran merupakan pengalaman yang bersifat personal
sedangkan ketidaksadaran berkaitan dengan keberadaan masa lalu. Di titik ini, Jung sampai pada
kesimpulan bahwa psyche andil membentuk dan mengubah kepribadian dan kepribadian tercipta
melalui sebuah proses evolusi psyche yang kompleks dan mutual.

A. TEORI KEPRIBADIAN PSIKOANALITIK JUNG


Sebelum Jung bertemu dengan Freud, Jung telah mempunyai teori psikoanalisis dan metode
terapinya sendiri yang kemudian terkenal dengan nama psikoanalitik, dan secara konsisten
dikembangkannya selama ia bersatu dengan Freud (Jung, 1913). Dasar-dasar teori psikoanalitik
Jung antar lain :
1) Teorinya disebut psikoanalitik, karena mendasarkan ketidaksadaran jiwa, tetapi
mempunyai banyak perbedaan dengan teori Freud.
2) Jung memandang manusia dengan menghubungkan teleologi (tujuan) dan kausalitas
(sebab – akibat).
3) Bahwa tingkah laku manusia ditentukan oleh sejarah individu dan rasnya (kausalitas),
dan tujuan-tujuan dan aspirasi (teleologi). Jadi factor-faktor masa lalu dan masa yang
akan datang berpengaruh pada tingkah laku manusia.
4) Bahwa tingkah laku manusia dibimbing baik oleh masa lalu sebagai aktualitas dan masa
yang akan datang sebagai potensialitas.
5) Kepribadian manusia dipandang sebagai prospektif, dalam arti bahwa Jung melihat ke
depan ke arah garis perkembangan sang pribadi di masa depan, dan retrospektif dalam
arti dia mempertahankan masa lampau. Dalam hal ini Jung menyatakan bahwa : “ Orang
hidup dibimbing oleh tujuan-tujuan maupun sebab-sebab”.
6) Penekanan Jung pada masa depan, menyebabkan teorinya berbeda dengan teori Freud,
yang menekankan pada masa lampau dan motif-motif atau insting sebagai sebab-sebab
utama tingkah laku manusia.
7) Jung menganggap, bahwa ada perkembangan yang konstan dan seringkali kreatif,
pencapaian kearah kesempurnaan dan kepenuhan serta kerinduan lahir kembali.
8) Teori kepribadian Jung berbeda dengan teori-teori lainya karena ia menekankan pada
dasar-dasar ras, dan filogenetik kepribadian.
9) Dengan dasar-dasar diatas Jung berpendapat bahwa kepribadian individu adalah produk
dan wadah sejarah leluhurnya.
10) Jadi, dasar-dasar kepribadian bersifat arkais, primitif, bawaan, tidak sadar dan mungkin
universal.
Lain halnya dengan Freud, yang menyatakan bahwa : asal-usul kepribadian manusia
berasal dari masa kanak-kanak ; kerangka kepribadian  dasar telah terbentuk pada umur lima
tahun.  Sedangkan menurut Jung asal-usul kepribadian adalah ras, yang secara turun-temurun
berasal dari leluhur manusia. Bayi lahir di dunia telah mewarisi kecenderungan-kecenderungan
dari leluhurnya, dan kecenderungan-kecenderungan ini membimbing tingkah lakunya, dan
sebagian menentukan apa yang disadarinya, dan diresponnya di dalam dunia pengalaman ini.
Jung menyebutkan adanya kepribadian kolektif yang di bentuk sebelumya oleh dasar ras dan
secara selektif menjangkau dunia pengalaman dan diubah serta diperkaya oleh pengalaman-
pengalaman yang diterimanya. Jadi, kepribadian individu itu merupakan hasil daya-daya batin
yang mengenai dan dikenai daya-daya dari luar. 

B. STRUKTUR KEPRIBADIAN
Jung tidak berbicara kepribadian melainkan tentang psyche. Adapun yang dimaksud
dengan psyche adalah totalitas segala peristiwa psikis baik yang disadari maupun yang tidak
disadari. Jadi jiwa manusia terdiri dari 2 alam.yaitu :
 Alam sadar (kesadaran)
 Alam tak sadar (ketidaksadaran)
Kedua alam itu tidak hanya saling mengisi, tetapi berhubungan secara kompensatoris.
Adapun fungsi keduanya adalah penyesuaian yaitu, alam sadar berfungsi untuk penyesuaian
terhadap dunia luar dan alam tak sadar berfungsi untuk penyesuaian terhadap dunia dalam. Batas
kedua alam itu tidak tetap, melainkan dapat berubah-ubah, artinya luas daerah kesadaran atau
ketidak sadaran itu dapat bertambah atau berkurang.
a. Struktur Kesadaran
Kesadaran mempunyai 3 komponen pokok, yaitu Ego, Fungsi Jiwa, dan Sikap Jiwa, yang
masing – masing mempunyai peranan penting dalam orientasi manusia dalam dunianya.
 Ego
Ego adalah jiwa sadar yang terdiri atas persepsi-persepsi, ingatan-ingatan, pikiran-
pikiran, dan perasaan-perasaan sadar. Ego itu melahirkan identitas dan kontinuitas individu.
Dipandang dari segi sang pribadi, ego berada dalam kesadaran jiwa.
 Fungsi Jiwa
Fungsi jiwa yang dimaksud oleh Jung adalah suatu bentuk aktivitas kejiwaan yang secara
teori tiada berubah dalam lingkungan yang berbeda-beda. Jung membedakan 4 fungsi pokok
diantaranya yang pertama Fungsi Pikiran, bersifat rasional. Berpikir itu melibatkan ide-ide dan
intelek. Tujuan berpikir untuk memahami hakikat dunia dan dirinya sendiri. Berpikir itu mencari
kebenaran atau kesalahan sesuatu. Yang kedua, Fungsi Perasaan, adalah fungsi evaluasi, menilai.
Perasaan adalah nilai benda-benda, baik positif maupun negatif bagi subjek. Dengan perasaan
maka orang akan memperoleh pengalaman-pengalaman subjektifnya, misalnya kenikmatan, rasa
sakit, amarah, ketakutan, kesedihan, kegembiraan dan cinta. Ketiga, Fungsi Pendriaan, adalah
fungsi perseptual atau fungsi kenyataan. Pendriaan itu menghasilkan fakta-fakta konkret, atau
bentuk-bentuk representasi dunia ini, macam benda dengan segala kualitasnya. Dan yang
keempat Fungsi Intuisi, adalah persepsi melalui proses-proses tidak sadardan isi dibawah ambang
kesadaran. Misalnya orang yang intuitif melampaui fakta-fakta, perasaan-perasaan, dan ide-ide
dalam mencari hakikat kenyataan.
Dengan dasar-dasar empiris murni, Jung menyimpulkan bahwa, hanya terdapat empat
macam fungsi psikologis. Dengan penalaran bahwa keempat fungsi tersebut bersama-sama
menghasilkan suatu totalitas.
Pikiran memungkinkan untuk mengetahui artinya, Perasaan mengatakan pada kita apa
nilainya, Pendriaan menetapkan apa yang senyatanya ada, dan Intuisi menyatakan pada
kemungkinan-kemungkinan, seperti dari mana datangnya, dan kemana perginya dalam situasi
tertentu.
Dengan cara tersebut manusia dapat mempunyai orientasi penuh dalam dunia nyata
sebagaimana menetapkan tempat secara geografis berdasarkan garis lintang dan garis bujur.
Selanjutnya empat macam fungsi jiwa tersebut dikelompokkan menjadi dua fungsi :
1) Fungsi-fungsi rasional, yang dilakukan oleh pikiran dan perasaan karena mereka
memakai akal, abstraksi dan generalisasi.
2) Fungsi Irrasional, yang dilakukan oleh pendriaan dan intuisi, didasarkan pada persepsi
hal-hal yang konkret, khusus dan aksidental.

b. Struktur Ketidaksadaran
Ketidaksadaran itu ada 2 yaitu ketidaksadaran pribadi dan ketidaksadaran kolektif.
 Ketidaksadaran Pribadi
Ketidaksadaran pribadi berisikan hal-hal yang diperoleh individu selama hidupnya.
Kesadaran pribadi ini terdiri atas :
 Pengalaman-pengalaman yang pernah sadar tetapi kemudian direpresikan, disupresikan,
dilupakan atau diabaikan.
 Pengalaman-pengalaman yang terlalu lemah untuk membentuk kesan sadar pada sang
pribadi. Isi ketidaksadaran pribadi sama seperti isi bahan prasadar pada teori Freud, yakni
lapisan jiwa prasadar. Isi tersebut dapat sadar dan berlangsung banyak hubungan dua arah
antaraego dan ketidaksadaran pribadi.
 Kompleks-kompleks merupakan kelompok yang terorganisir atau konstelasi perasaan-
perasaan, pikiran-pikiran, persepsi-persepsi, dan ingatan-ingatan yang terdapat dalam
ketidaksadaran pribadi. Kompleks ini mempunyai inti yang berfungsi seperti magnet
dapat menarik atau mengonstelasikan berbagai pengalaman kearah kompleks studi.
 Ketidaksadaran Kolektif
Ketidaksadaran kolektif disebut juga transpersonal, merupakan salah satu diantara segi-
segi teori psikoanalitik Jung, yang paling original dan kontroversial. Ketidaksadaran kolektif
mengandung isi-isi yang diperoleh selama pertumbuhan jiwa seluruhnya, yaitu pertumbuhan
jiwa seluruh jenis manusia, melalui generasi yang terdahulu. Jung sendiri merumuskan
ketidaksadaran kolektif itu sebagai suatu warisan kejiwaan yang besar daripada perkembangan
kemanusiaan, yang terlahir kembali dalam struktur tiap-tiap individu, dan membandingkannya
dengan apa yang disebut oleh Levy Bruhl tanggapan mistik kolektif orang-orang primitif.
Ketidaksadaran adalah tidak disadari, pengetahuan mengenai ketidaksadaran itu diperoleh
secara tidak langsung, yaitu melalui manifestasi daripada isi-isi ketidaksadaran itu. Manifestasi
ketidaksadaran  itu dapat berbentuk symptom dan kompleks, mimpi, archetypus.
 Bentuk khusus isi ketidaksadaran
 Bayang-bayang
 Di dalam kepribadian terdapat pula baying-bayang, yaitu segi lain ataubagian gelap
daripada kepribadian, kekurangan yang tak disadari. Bayang-bayang ini terbentuk dari fungsi
inferior serta sikap jiwa yang inferior, yang karena pertimbangan-pertimbangan moral
dimasukkan ketidaksadaran, karena tidak serasi dengan kehidupan alam sadar.
 Proyeksi : Imago
Proyeksi disisni diartikan “ dengan secara tidak sadar menempatkan isi-isi batin sendiri
pada objek-objek diluar dirinya. Bayang-bayang itu adalah sifat-sifat atau kualitas-kualitas
ketidaksadaran sendiri yang dihadapi sebagai sifat-sifat atau kualitas-kualitas orang lain.
Peristiwa ini terjadi secara mekanis, tidak disadari. Jung menamakan isi kejiwaan yang
diproyeksikan kepada orang lain itu imago.
 Anima dan Animus
Tiap-tiap manusia itu bersifat bi-sexual , jadi tiap-tiap manusia mempunyai sifat-sifat
yang terdapat pada jenis kelamin lawannya.; orang laki-laki ketidaksadrannya adalah betina
(anima) dan orang perempuan ketidaksadarannya adalah jantan (animus). Walaupun animus dan
anima dapat diwariskan melalui kromosom-kromosom, ia juga merupakan produk pengalaman-
pengalaman ras pria dan wanita sepanjang sejarah manusia.
Selanjutnya arketipe-arketipe tersebut tidak hanya menyebabkan masing-masing jenis
menunjukkan ciri-ciri lawan jenisnya, tetapi juga berperan sebagai berikut :
 Gambaran-gambaran kolektif yang menggambarkan masing-masing jenis untuk tertarik
kepada dan memahami anggota jenis lawannya.
 Bahwa pria memahami kodrat wanita berdasarkan animanya; dan wanita memahami
kodrat pria berdasarkan animusnya.
C. DINAMIKA KEPRIBADIAN
Jung berpendapat bahwa struktur psyche tidak statis, melainkan dinamis dalam gerak
yang terus menerus. Dinamika ini disebabkan oleh energi psikis yang oleh Jung disebut libido.
Libido itu tidak lain dari intensitas kejadian psikis, yang hanya dapat diketahui lewat peristiwa-
peristiwa psikis itu.
1) Hukum-hukum atau Prinsip-prinsip
 Hukum pasangan berlawanan
Hukum pasangan berlawanan : tiada suatu sistem yang mengatur diri sendiri tanpa
kebalikan. Sebenarnya Herakleitos telah menemukan hukum psikologis yang sangat penting itu,
yang dinamakannya enantiodromia; enantiodromia diartikan bahwa segala sesuatu itu pada suatu
kali akan berubah menjadi kebalikan atau lawannya. Tetapi ini tidak berarti meniadakan yang
lama dan mengganti dengan yang lawannya sebagai yang baru, melainkan mempertahankan nilai
yang lama dengan mengenal lawan-lawannya atau kebalikannya.
 Prinsip Ekuivalens
Prinsip-prinsip ekuivalens itu analog (sama) dengan hukum penyimpangan energi dalam
thermodinamika, yang mula-mula dirumuskan oleh Helmholtz, yaitu mengatakan bahwa jumlah
energi itu selalu tetap hanya distribusinya yang berubah-ubah. Prinsip ekuivales menyatakan
bahwa apabila sesuatu nilai menurun atau hilang, maka jumlah energi yang di didukung oleh
nilai itu tidak hilang dari psyche melainkan akan muncul kembali dalam nilai baru. Jadi dalam
seluruh sistem kejiwaan itu banyaknya energi tetap hanya distribusinya yang berubah-ubah.
Karena itu hal-hal yang berpasangan-berlawanan itu berhubungan secara komplementer atau
kompensatoris, artinya pengurangan energi pada suatu aspek berarti pertambahan pada aspek
pasangan lawannya.
 Prinsip Entropi : Psychological Homeostatis
Hukum homeostatis mengatakan bahwa apabila dua benda yang berlainan panasnya
bersentuhan, maka panas akan mengalir dari yang lebih panas kepada yang lebih dingin.
Bekerjanya prinsip entropi ini menghasilkan keseimbangan kekuatan. Benda yang dipanaskan
berkurang energinya dan mengalir kepada yang lebih dingin sampai kedua benda itu sama
panasnya. Prinsip ini diambil oleh Jung untuk menggambarkan dinamika psyche, yaitu distribusi
energi di dalam psyche itu selalu menuju keseimbangan. Prinsip Entropi inilah yang
menimbulkan hubungan kompensatoris antara pasangan-pasangan yang berlawanan seperti telah
disebut dimuka. Aspek yang lemah akan berusaha memperbaiki statusnya dengan menggunakan
aspek yang kuat (pasangan lawannya) dan ini menimbulkan teganggan dalam kepribadian atau
psyche.
2) Arah dan Intensitas Energi
 Arah Energi: Progresi dan Regresi
Gerak energi itu mempunyai arah dan gerakannya itu dapat dibedakan antara gerak
progresif dan gerak agresif. Gerak progresif adalah gerak ke kesadaran dan berbentuk proses
penyesuaian yang terus-menerus terhadap tuntutan-tuntutan kehidupan sadar. Gerak regresif
terjadi apabila dengan gagalnya penyesuaian secara sadar dan karenanya terbangunkan
ketidaksadaran. Hal ini dapat berakibat individu kembali kepada fase perkembangan yang telah
dilewatinya, atau menderita neurosis, atau bila terjadi pembalikan total dimana ketidaksadaran
masuk ke kesadaran maka orang yang bersangkutan akan menderita psikosis.
Apabila progresi terjadi atas dasar keharusan penyesuaian terhadap dunia luar, maka
regresi itu terjadi atas keharusan penyesuaian kedalam, jadi penyesuaian dengan batin sendiri.
 Intensitas Energi : Gambaran
Bentuk khusus manifestasinya energi itu di dalam jiwa adalah gambaran. Gambaran itu
adalah hasil fantasi mencipta yang menonjolkan bahan-bahan dari ketidaksadaran menjadi
gambaran seperti yang terdapat pada mimpi. Dalam mimpi itu gambaran merupakan lambang-
lambang yang isinya atau maknanya tergantung kepada banyak sedikitnya energi, jadi dapat
disamakan dengan Werteintensitat energi. Adapun werteintensitat itu tergantung pada konstelasi
dimana gambaran itu muncul, yaitu nilai gambaran itu dalam keseluruhan konteks proses psikis
itu; gambaran yang sama pada konteks yang satu merupakan pemegang peran utama, dapat pada
konteks lain hanya memegang peran tidak penting.
3) Interaksi antara Aspek-aspek psyche atau kepribadian
Keempat fungsi jiwa yang pokok dan kedua sikap jiwa serta berbagai sistem yang
membentuk keseluruhan kepribadian berinteraksi satu sama lain dalam 3 macam cara yaitu:
 Sesuatu aspek atau sistem mengkompensasikan kelemahannya terhadap yang lain.
 Sesuatu aspek atau sitem menentang aspek atau sistem yang lain.
 Satu atau dua sistem mungkin bersatu untuk membentuk sintesis
Kompensasi dapat terjadi pada pasangan-pasangan yang berlawanan, dan dengan mudah
dapat ditunjukkan dalam hal fungsi jiwa dan sikap jiwa.
Pertentangan atau perlawanan terjadi antara berbagai aspek dalam kepribadian, antara
pikiran-perasaan, intuisi dan pendriaan, antara aku dan baying-bayang, antara pesona dan anima
atau animus. Pasangan-pasangan itu selalu saling berlawanan, berhubungan secara
komplementer dan kompensatoris, dan hal ini menyebabkan psyche atau kepribadian itu selalu
bersifat dinamis.

D. PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
1) Jung menjangkau  ke belakang dan kedepan
Jung berpendapat hukum kausalitas dan teleologi kedua-duanya sangat penting dalam
psikologi. Seorang psikologi dalam memahami kehidupan psikis harus bermuka rangkap, muka
yang satunya memandang masa lampau manusia, sedang muka yang satu lagi memandang masa
depannya.
2) Jalan Perkembangan : Progresi dan Regresi
Di dalam proses perkembangan terdapat gerak maju (progresi) dan gerak mundur
(regresi). Progresi oleh Jung adalah bahwa aku sadar dapat menyesuaikan diri secara memuaskan
baik terhadap tuntutan-tuntutan dunia luar maupun kebutuhan-kebutuhan ketidaksadaran. Dalam
Progresi normal kekuatan-kekuatan penghalang dipersatukan secara selaras dan koordinatif oleh
proses-proses kejiwaan.
Apabila gerak maju ini terganggu oleh satu atau lain rintangan, dan karenanya libido
tercegah untuk digunakan secara maju atau dalam orientasi ekstraves, maka libido lalu membuat
regresi, kembali ke fase yang dilewati atau masuk ke ketidaksadaran, jadi dipergunakan dalam
oientasi introvers.
3) Pemindahan energi Psikis
Energi psikis itu dapat dipindahkan, artinya dapat ditaransfer dari satu aspek atau sistem
ke lain aspek atau sistem, dan transfer ini berlangsung atas dasar prinsip-prinsip pokok dinamika
yaitu ekuivalens dan entropi. Transfer yang progresif disebut sublimasi, yaitu transfer dari
proses-proses yang lebih primitf, instinktif dan rendah diferensiasinya keproses-proses yang
lebih bersiafat kultural, spiritual dan tinggi differensiasinya.
4) Jalan Kesempurnaan : Proses Individuasi
Bahwa kepribadian mempunyai kecenderungan untuk berkembang ke arah suatu
kebulatan yang stabil, adalah hal yang sentral dalam psikologi Jung terlebih-lebih dalam
psikoterapinya. Perkembangan adalah semacam pembeberan kebulatan asli yang semula tak
punya diferensiasi dan tujuan; pembeberan ini adalah realisasi atau penemuan diri.
Supaya tujuan itu dapat tercapai maka semua aspek kepribadian harus mengalami
diferensiasi dan berkembang sepenuhnya. Krena apabila ada salah satu aspek yang diabaikan ,
maka aspek kepribadian yang diabaikan itu akan menjadi perintang, yang akan brusaha
merampas energi dari sistem yang lebih berkembang atau lebih tinggi diferensiasinya.
Apabila rintangan-rintangan itu terlalu banyak maka orangnya dapat menderita neurosis.
Untuk mencapai kepribadian yang integral serta sehat maka tiap sistem atau aspek kepribadian
harus mencapai taraf diferensiasi dan perkembangan yang sepenuhnya. Prose ini dapat pula
disebut proses pembentukan diri atau penemuam diri yang disebut Jung proses individuasi.
Proses individuasi itu ditandai oleh bermacam-macam perjuangan batin dan melalui
bermacam-macam fase yaitu:
 Fase Pertama
Membuat sadar fungsi-fungsi pokok serta sikap jiwa yang ada dalam ketidaksadaran.
Dengan cara ini tegangan dalam batin berkuran dan kemampuan untuk mengadakn orientasi
serta penyesuaian diri meningkat.
 Fase Kedua
Membuat sadar imago-imago. Dengan menyadari ini orang akan mampu melihat
kelemahan-kelemahannya sendiri yang diproyeksikan
 Fase Ketiga
Menginsyafi bahwa manusia hidup dalam tegangan pasangan-pasangan yang berlawanan,
baik rohaniah maupun jasmaniah, dan bahwa manusia harus tabah menghadapi hal-hal ini serta
dapat mengatasinya.
 Fase Keempat
Adanya hubngan yang selaras antara kesadaran dan ketidaksadran. Jadi antara segala
aspek daripada kepribadian yang ditimbulkan oleh titik konsentrasi umum, yaitu : Diri. Diri
menjadi titik pusat kepribadian dan menerangi, menghubungkan serta mengkoordinasikan
seluruh aspek kepribadian. Inilah manusia Integral atau manusia sempurna.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori kepribadian dari Carl Gustav Jung memberikan suatu gambaran yang cukup kompleks
tentang proses yang terjadi dalam struktuk susunan kepribadian manusia. Pandangan yang
banyak terpengaruh oleh hasil penelitian terhadap alam ketidaksadaran yang diinterpretasi dalam
paralel-paralel bidang sejarah dan mitologi tersebut menyingkap bagian terdalam dari psyche
yaitu ketidaksadaran kolektif. Ketidaksadaran kolektif tersebut merupakan salah satu ide utama
dalam teori kepribadian Jung, isi dari ketidaksadaran kolektif ini adalah arketipe-arketipe yang
merupakan gambaran primordial atau pola perilaku yang didasari oleh pengalaman-pengalaman
perkembangan umat manusia dari generasi satu ke generasi lainnya yang terjadi secara berulang-
ulang.
Pandangan Jung tentang manusia terfokus pada keberadaan totalitas kepribadian yang
disebut sebagai psyche, yang terdiri dari sejumlah sistem yang berbeda tetapi saling memiliki
keterkaitan. Melalui psyche, energi psikis yang bersifat real mengalir secara kontinu dengan arah
yang beragam dari ketidaksadaran menuju ke kesadaran dan kembali lagi, serta dari dalam ke
luar realitas dan kembali lagi (Budiraharjo, 1997: 41). Dalam hal ini Jung berbeda dengan Freud,
bahwa proses seksualitas merupakan salah satu aspek tetapi bukan aspek utama. Energi psikis
(libido) ini seperti halnya energi fisik yang tidak dapat dilihat, tetapi dapat diketahui atas dasar
efek yang ditimbulkan. Energi psikis ini timbul berkat konflik yang terjadi antara kekuatan-
kekuatan dalam kepribadian. Dapat dikatakan bahwa psyche adalah suatu sistem dinamis yang
mengatur diri secara spontan, tanpa adanya pertentangan-pertentangan, tidak akan ada
keseimbangan psikis dan tidak ada pula sistem regulasi ini (Jung, 1987: 26). Keseluruhan dari
sistem tersebut secara terus menerus berlangsung terarah pada satu tujuan yaitu tercapainya
keutuhan kepribadian. Suatu proses realisasi diri terjadi saat adanya proses saling
menyeimbangkan antara kesadaran dan ketidaksadaran, antara ego dan shadow, sesuatu yang
negatif tidak ditekan tetapi diterima secara jujur keberadaannya (Budiraharjo, 1997: 47). Proses
tersebut menggambarkan terjadinya keseimbangan antara ketegangan aktif dengan ketenangan
pasif, yang merupakan suatu kerja yang berjalan terus menerus dan bukan merupakan
kesempurnaan yang bersifat statis.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Carl_Gustav_Jung
http://mypsikologiawesome.blogspot.com/2013/11/teori-kepribadian-cg-jung.html
https://e-journal.iahn-gdepudja.ac.id/index.php/SD/article/view/171

Anda mungkin juga menyukai