NIM : 017.06.0001
Topik : Penanggulangan Pasca Bencana dengan Penanganan Kesehatan Jiwa
Oleh : dr. I Dewa Gede Basudewa Sp.KJ
1. Definisi Bencana
A. Berdasarkan Penyebabnya :
Bencana Alam : Bencana yang murni diakibatkan oleh alam seperti
gempa bumi, gunung meletus, angin kencang dan yang lainnya.
Bencana Non Alam : Bencana yang disebabkan oleh kegagalan
teknologi seperti maupun pesawat jatuh, bocornya reaktor nuklir
dan yang lainnya.
Bencana Ulah Manusia : Bencana yang disebabkan oleh ulah
manusia seperti konflik bersenjata, serangan teroris dan yang
lainnya (UU Nomor 24 Tahun 2007).
B. Berdasarkan Waktu Kejadian
Slow Onset : Bencana yang sebelum kejadiannya menimbulkan
tanda-tanda seperti gunung meletus dan banjir. Adanya tanda-tanda
ini memberikan kesempatan untuk melakukan evakuasi.
Sudden Onset : Bencana yang datang secara tiba-tiba tanpa adanya
tanda-tanda sebelum kejadian seperti gempa bumi dan tsunami
(Mulyadi, 2008).
Seperti yang telah dijelaskan di atas, beberapa tahun terakhir hampir seluruh
provinsi di Indonesia mengalami bencana, baik bencana alam maupun bencana yang
diakibatkan oleh ulah manusia. Dalam menanggapi berbagai jenis bencana, setiap orang
memiliki respon yang beragam menanggapi bencana. Terdapat beberap afase respon
psikologi individu dan masyarakat ketika terjadinya bencana seperti:
1. Heroik
Pada fase pertama dan berikutnya, orang merasa terpanggil untuk
melakukan aksi heroik seperti menyelamatkan nyawa dan harta orang lain.
Altruisme (perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan
diri sendiri) menonjol. Bersedia membantu orang lain untuk bertahan dan pulih
(Basudewa, 2021).
2. Bulan Madu
Biasanya 1 mingggu – 6 bulan setelah bencana. Untuk yang terkena
langsung biasanya ada strong sense akan bahaya lain, situasi katastropik.
Komunitas biasanya ada kohesi dan kerjasama untuk pulih. Bantuan biasanya
sudah berjalan lancar, ada harapan yang tinggi untuk cepat pulih. Emosi yang
muncul biasanya rasa syukur dan harapan-harapan (Basudewa, 2021).
3. Kekecewaan
Biasanya dialami selama 2 bulan – 2 tahun setelah bencana terjadi. Realita
pemulihan sudah ditetapkan. Orang-orang akan merasa kecewa, frustasi, marah,
benci dan kesal jika terjadi kemunduran dan janji bantuan tidak terpenuhi, terlalu
sedikit atau terlambat. Lembaga bantuan dan relawan mulai hilang, kelompok
masyarakat lokal mulai melemah. Mereka yang paling terkena dampaknya akan
sadar bahwa banyak hal yang harus dilakukan sendiri dan kehidupan mereka
tidak selalu sama. Perasaan kebersamaan akan mulai hilang karena mulai fokus
pada membangun kembali kehidupannya sendiri dan mengatasi masalah
individual. Emosi yang muncul berupa keraguan, kehilangan, kesedihan dan
isolasi (Basudewa, 2021).
4. Rekonstruksi
Biasanya berlangsung selama bertahun-tahun setelah bencana. Mereka yang
bertahan mempunyai fokus perhatian pada membangun kembali rumahnya,
bisnis, ladang dan kehidupannya. Muncul bangunan-bangunan baru,
perkembangan program-program baru, dan rencana meningkatkan kepercayaan
dan kebanggan masyarakat dan kemampuan individu untuk membangun
kembali. Namun proses ini ada pasang surutnya, misal ada peristiwa-peristiwa
lain yang memicu reaksi emosional atau kemajuan yang tertunda (Basudewa,
2021).
Terkadang bencana datang secara mendadak dan menimbulkan situasi stres berat
yang datang bersamaan dengan ketidak berdayaan individu, hancurnya struktur
kehidupan, kerusakan materi dan kehilangan sanak keluarga. Tidak jarang juga mereka
harus mengungsi dan beradaptasi dengan tempat yang baru. Hal inilah yang
menimbulkan semakin besarnya potensi timbulnya gangguan jiwa pada masyarakat
yang terdampak bencana. Berikut ini adalah beberapa jenis gangguan jiwa yang terjadi
pasca bencana :
1. Depresi
Depresi ialah salah satu gangguan jiwa pada alam perasaan afektif dan
mood ditandai dengan kemurungan, tidak bergairah, kelesuan, putus asa,
perasaan tidak berguna dan sebagainya. Depresi adalah salah satu gangguan jiwa
yang ditentukan banyak pada masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi.
Hal ini erat kaitannya dengan ketidak mampuan, kemiskinan atau ketidaktahuan
masyarakat. Depresi ini adalah gangguan kejiwaan yang paling sering dialami
oleh masyarakat yang terdampak bencana, ini diakibatkan masyarakat yang
terkena dampak bencana akan cenderung memikirkan dampak ekonomi, biaya
penghidupan dan kerusakan material yang dialam isehingga timbullah depresi
(KEPMENKES, 2015).
2. Gangguan Psikosis Akut
Gangguan Psikotik Akut adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan
ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat
halusinasi, waham atau perilaku kacau/aneh. Gangguan Psikosis akut memiliki
onset kurang dari 2 minggu dengan gejala berupa sindrom polimorfik
(KEPMENKES, 2015).
3. Gangguan Kecemasan
Pada dasarnya kecemasan adalah hal yang normal yang merupakan respon
adaptif tubuh yang memiliki lifesaving qualities, mengingatkan akan adanya
cedera pada tubuh, nyeri, ketidakberdayaan, kemungkinan hukuman, atau
frustasi dari kebutuhan social atau tubuh, perpisahan dari orang yang dicintai,
gangguan pada keberhasilan atau status seseorang, dan akhirnya ancaman pada
kesatuan dan keutuhan seseorang (KEPMENKES, 2015).
Sedangkan pada gangguan cemas, seseorang akan mengalam ketegangan,
rasa tidak aman atau kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan terjadi
sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi sumbernya sebagian besar tidak
diketahui (KEPMENKES, 2015).
4. Gangguan Somatoform
WHO. Building back better. Sustainable mental health care after emergencies. Geneva:
World Health Organization; 2013. Available from
http://apps.who.int/iris/beatstream/10665/85377/1/978241564571_eng.pdf?u
a=1
Yosep, Iyus dan Titin Sutini. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: PT.
Rafika Aditama.