Soekarno dan
Soerhato, dimana Soekarno berkuasa selama 21 tahun dan Soeharto secara berkelanjutan menjabat
selama 32 tahun. Itu merupakan penyimpangan terhadap pasal 7 UUD 1945. Pengaturan pada pasal 7
tersebut tidak diikuti dengan pengaturan batasan atas masa jabatan Presiden RI serta Wakil Presiden RI
di Indonesia. Sehingga pada prakteknya terjadi pemilihan pengulangan Presiden yang sama dipilih
kembali secara terus menerus.
UUD 1945 yang disahkan sebagai konstitusi negara Indonesia sehari setelah kemerdekaan
Indonesia yaitu tanggal 18 Agustus 1945, sudah dirubah sebanyak 4 (empat kali) . Jika MPR pada tahun
1999 bisa merubah Undang-Undang Dasar RI dengan pasal 7 yang menentukan pembatasan masa
jabatan Presiden, maka jika kondisi suatu saat mayoritas rakyat Indonesia menginginkan masa jabatan
Presidin dirubah menjadi tiga periode, tentu saja itu bisa dilakukan melalui amandemen MPR dengan
mempertimbankan kepentingan semua rakyat, karena segala perubahan dapat dilakukan jika kondisi
dan situasi mengizinkan demi kepentingan rakyat. Amandemen dapat dilakukan jika sebanyak 1/3
(sepertiga) anggota MPR mengusulkan amandemen sesuai dengan pasal 37 UUD 1945. Perubahan masa
jabatan Presiden sebanyak tiga periode sangat jauh berbeda dengan masa jabatan Presiden seumur
hidup yang bercenderung otoritas
Selain sistem pembatasan yang sudah kita anut selama dua dekade ini, contoh
sistem satu periode juga mewarnai banyak presidential term di banyak negara
di dunia. Selain itu, ada juga masa jabatannya selama 6-7 tahun serta dapat
dipilih kembali satu kali/berkali kali dengan berselang periode untuk jabatan
yang sama.
Untuk term terakhir menarik untuk dikaji dan dikembangkan menjadi
diskursus publik, apalagi ke depan pelaksanaan pemilu digelar serentak,
nasional dan lokal. Artinya bangsa ini ke depan akan menguras banyak energi,
dari urusan pemilihan Bupati/Walikota/Gubernur dan DPRD
Kabupaten/Kota/Provinsi, sampai pada pemilihan DPR/DPD RI dan Presiden
RI, sudah kebanyang kerentanan dan tingkat resiko yang bakal dihadapi.
Untuk negara yang telah baik saja secara demokrasi, seperti Amerika Serikat
secara frontal mengahadapi resiko dimaksud pada pemilihan presiden AS
2020. padahal penyelenggaraannya hanya satu pemilu saja, namun
nyaris seluruh kekuatan negara paman sam tersebut dengan segala aneka
konfigurasinya terkuras untuk menghalau kekuatan petahana yang gagal
bertarung.
Apabila setiap ganti presiden, kebijakan dan program juga ikut berganti.
Maka, hal itu tentu menghambat Indonesia menjadi negara
maju.
Presiden yang menjabat selama 3 periode akan menghasilkan perkembangan
Indonesia yang signifikan.
polarisasi -pembagian atas dua bagian (kelompok orang yang berkepentingan dan sebagainya) yang
berlawanan-
fenomena polarisasi politik ini semakin hari semakin keras. Pengalaman
Indonesia di Pemilu 2014, Pilkada Jakarta 2017, dan Pilpres 2019
menunjukan bahwa polarisasi itu terjadi dengan kencang di Indonesia.
Ia mengatakan hal ini juga terjadi di belahan dunia lain. Yang paling kentara
adalah di Amerika Serikat pada Pilpres 2020 lalu, yang berujung aksi
kekerasan.
Polarisasi politik tersebut di era sekarang ini akan punya peluang untuk
semakin kuat di Pemilu 2024, karena kita hidup di dunia digital. Apalagi,
Indonesia punya pengalaman panjang isu rasial maupun agama yang
berujung pada kekerasan bahkan pertumpahan darah. Atas dasar itu,
amandemen Undang-Undang menjadi wajar dan bahkan diperlukan untuk
memastikan Indonesia tak terbelah lebih dalam di 2024 nanti.
program kerjanya bisa dilihat dengan jelas. Berbeda yang hanya 1 periode, belum
ada kemajuan, semua sistem diubah oleh presiden yang baru, ngulang lagi.
.Situasi politik sangat aman, nyaman dan kondusif saat itu.Ekonomi Indonesia mengalami masa jaya-
jayanya pada tahun 1980 an. Sukses dengan program REPELITA-nya (Rencana Pembangunan Lima
Tahun). Pernah swasembada pangan, sukses program transmigrasi. Investor asing mau menanamkan
modal di Indonesia