Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH PERUNDANG-UNDANGAN

TRANSPORTASI DARAT MENGENAI SARANA


PERKERETAAPIAN

Disusun oleh:

Shalloom Destiyadwira Az Zahra

(2101365)

TRANSPORTASI DARAT SARJANA TERAPAN

2022
BAB I
DASAR HUKUM

Dasar hukum penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian


3. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang
Perkeretaapian
4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan
Kereta Api
5. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
PM 20 TAHUN 2021 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN
MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 31 TAHUN 2012 TENTANG
PERIZINAN PENYELENGGARAAN SARANA PERKERETAAPIAN UMUM
6. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
PM 18 TAHUN 2019 TENTANG STANDAR TEMPAT DAN PERALATAN
PERAWATAN SARANA PERKERETAAPIAN

BAB II
PENGERTIAN

Dalam PM 18 Tahun 2019.diatur beberapa pengertian yang berkaitan dengan


sarana perkeretaapian, diantaranya:
1. Perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, dan
sumber daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk
penyelenggaraan transportasi Kereta Api. (Pasal 1 angka 1)
2. Kereta Api adalah sarana Perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri
maupun dirangkaikan dengan Sarana Perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun
sedang bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan Kereta Api. (Pasal 1 angka
2)
3. Sarana Perkeretaapian adalah kendaraan yang dapat bergerak di jalan rel. (Pasal 1
angka 3)
4. Perawatan Sarana Perkeretaapian adalah kegiatan yang dilakukan untuk
mempertahankan keandalan Sarana Perkeretaapian agar tetap laik operasi. (Pasal 1
angka 4)
5. Pemeriksaan Sarana Perkeretaapian adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui
kondisi dan fungsi Sarana Perkeretapian. (Pasal 1 angka 5)
6. Tempat Perawatan Sarana Perkeretaapian adalah balai yasa, depo, atau tempat
perawatan lainnya. (Pasal 1 angka 6)
7. Peralatan Perawatan adalah peralatan yang terdapat di depo dan balai yasa untuk
digunakan dalam melaksanakan Perawatan Sarana Perkeretaapian. (Pasal 1 angka 7)
8. Fasilitas Perawatan adalah fasilitas yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan
kegiatan Perawatan Sarana Perekeretaapian. (Pasal 1 angka 8)
9. Tenaga Perawatan Sarana Perkeretaapian adalah tenaga yang memenuhi kualifikasi
kompetensi dan diberi kewenangan untuk melaksanakan Perawatan Sarana
Perkeretaapian. (Pasal 1 angka 9)
10. Tenaga Pemeriksa Sarana Perkeretaapian adalah tenaga pemeriksa sarana yang
memenuhi kualifikasi kompetensi dan diberi kewenangan untuk melaksanakan
Pemeriksaan Sarana Perkeretaapian. (Pasal 1 angka 10)

BAB III
SUBSTANSI
 Sarana Perkeretaapian
Sarana perkeretaapian wajib memenuhi persyaratan teknis dan kelaikan operasi
yang berlaku bagi setiap jenis sarana perkeretaapian. Menurut Pasal 96 UU No. 23 Tahun
2007, Sarana perkeretaapian menurut jenisnya terdiri dari:
a) Lokomotif, terdiri atas lokomotif diesel dan lokomotif elektrik.
b) Kereta, terdiri atas kereta yang ditarik lokomotif dan kereta dengan penggerak sendiri.
c) Gerbong, terdiri atas gerbong datar, gerbong tertutup, gerbong terbuka, dan gerbong
tangki.
d) peralatan khusus, terdiri atas peralatan khusus yang ditarik lokomotif dan peralatan
khusus dengan penggerak sendiri.

 Pembinaan
Dalam UU No. 23 Tahun 2007 tepatnya pada Bab IV mengenai pembinaan,
dijelaskan bahwa perkeretaapian dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan
oleh Pemerintah. Dalam melakukan pembinaan, Pemerintah dan Pemerintah Daerah
harus mengintegrasikan perkeretaapian dengan moda transportasi lainnya.
Pembinaan perkeretaapian nasional yang dilaksanakan oleh Pemerintah,
meliputi:
a) penetapan arah dan sasaran kebijakan pengembangan perkeretaapian nasional,
provinsi, dan kabupaten/kota;
b) penetapan, pedoman, standar, serta prosedur penyelenggaraan dan pengembangan
perkeretaapian;
c) penetapan kompetensi pejabat yang melaksanakan fungsi di bidang
perkeretaapian;
d) pemberian arahan, bimbingan, pelatihan, dan bantuan teknis kepada Pemerintah
Daerah, penyelenggara dan pengguna jasa perkeretaapian;
e) pengawasan terhadap perwujudan pengembangan sistem perkeretaapian.

Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota memiliki kesamaan tugas


pembinaan perkeretaapian yang dijabarkan dalam Pasal 14 UU No. 23 Tahun 2007.
Hanya saja yang membedakan keduanya yaitu lokasi pembinaan tersebut
dilaksanakan. Adapun tugas pembinaan yang dimaksud, meliputi:
a) penetapan arah dan sasaran kebijakan pengembangan perkeretaapian
b) pemberian arahan, bimbingan, pelatihan, dan bantuan teknis kepada
penyelenggara dan pengguna jasa perkeretaapian;
c) pengawasan terhadap penyelenggaraan perkeretaapian

 Penyelenggaraan

Pada Pasal 25 UU No. 23 Tahun 2007 dijelaskan bahwa Penyelenggaraan


sarana perkeretaapian umum meliputi kegiatan:
a. pengadaan sarana;
Pengadaan sarana perkeretaapian umum wajib memenuhi persyaratan
teknis sarana perkeretaapian. (Pasal 26 UU No. 23 Tahun 2007)
b. Pengoperasian sarana;
Pengoperasian sarana perkeretaapian umum wajib memenuhi standar
kelaikan operasi sarana perkeretaapian. (Pasal 27 UU No. 23 Tahun 2007)
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang mengoperasikan sarana
perkeretaapian tidak memenuhi standar kelaikan operasi sarana
perkeretaapian, dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis,
pembekuan izin, dan pencabutan izin operasi. (Pasal 28 UU No. 23 Tahun
2007)
c. perawatan sarana;
Perawatan sarana perkeretaapian umum wajib memenuhi standar
perawatan sarana perkeretaapian dan dilakukan oleh tenaga yang memenuhi
persyaratan dan kualifikasi keahlian di bidang sarana perkeretaapian. (Pasal 29
UU No. 23 Tahun 2007)
d. pengusahaan sarana
Pengusahaan prasarana perkeretaapian umum wajib dilakukan berdasarkan
norma, standar, dan kriteria perkeretaapian. (Pasal 30 UU No. 23 Tahun 2007)

Penyelenggaraan sarana perkeretaapian umum dilakukan oleh Badan Usaha


sebagai penyelenggara, baik secara sendiri-sendiri maupun melalui kerja sama. Badan
Usaha yang menyelenggarakan prasarana dan sarana perkeretaapian umum wajib
memiliki izin usaha, izin pembangunan, dan izin operasi.
Jika tidak ada badan usaha yang menyelenggarakan sarana perkeretaapian
umum, maka Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menyelenggarakan sarana
perkeretaapian.

 Perawatan
Setiap jenis Sarana Perkeretaapian wajib dilakukan Perawatan Sarana
Perkeretaapian yang dilaksanakan oleh penyelenggara Sarana Perkeretaapian sesuai
dengan jadwal yang ditetapkan.
1. Jadwal Perawatan
Pada Pasal 4 PM 18 Tahun 2019 disebutkan bahwa Jadwal Perawatan Sarana
Perkeretaapian meliputi perawatan berkala dan perbaikan untuk mengembalikan
fungsinya. Perbaikan untuk mengembalikan fungsinya dilakukan terhadap
konstruksi dan komponen yang mengalami kerusakan untuk dapat berfungsi
kembali dan dilakukan dengan tidak terjadwal.
2. Tempat Perawatan
Berdasarkan Pasal 7 PM 18 Tahun 2019, tempat Perawatan Sarana
Perkeretaapian, terdiri atas:
a) Depo, sebagai tempat perawatan harian, perawatan bulanan, perawatan 6
(enam) bulanan dan perawatan tahunan.
b) balai yasa, sebagai tempat perawatan 2 (dua) tahunan atau semi perawatan
akhir, perawatan 4 (empat) tahunan atau perawatan akhir, dan rehabilitasi atau
modifikasi.
3. Peralatan Perawatan
Pada Bab V PM 18 Tahun 2019 diatur mengenai standar peralatan perawatan.
Untuk melaksanakan kegiatan Perawatan Sarana Perkeretapian diperlukan
Peralatan Perawatan dan fasilits pendukung perawatan yang harus
memperhatikan:
a. jenis Sarana Perkeretaapian yang dirawat
b. beban kerja
c. Teknologi
d. kehandalan.
4. Fasilitas pendukung perawatan
Fasilitas pendukung perawatan paling sedikit terdiri atas: (Pasal 32 PM 18
Tahun 2019)
a. pesawat angkut;
b. sistem udara tekan;
c. instalasi pencucian;
d. peralatan mesin perkakas;
e. instalasi pengisian bahan bakar atau sumber tenaga dan oli;
f. pembangkit listrik cadangan
g peralatan pengelasan.

 Sertifikasi
Dijelaskan dalam Pasal 35 PM 18 Tahun 2019 bahwa Tenaga Perawatan dan
Tenaga Pemeriksa Sarana Perkeretaapian harus memiliki sertifikat kompetensi dari
Direktorat Jenderal Perkeretaapian.
BAB IV
ANALISIS
 UU Cipta Kerja

Pengesahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja juga


berdampak terhadap bidang perkeretaapian, salah satunya terjadi revisi pada peraturan
pemerintah (PP) tentang penyelenggaraan perkeretaapian. Hal itu dilakukan untuk
memudahkan investasi di sektor kereta api.

Dalam Pasal 33 ayat 2 UU Nomor 23 Tahun 2007 disebutkan badan usaha


kereta api wajib memiliki izin pengadaan/pembangunan dan izin operasi. Namun,
pada UU Cipta Kerja, pasal tersebut direvisi sehingga dua izin tersebut dihapus.
Badan usaha kereta api cukup mengantongi Perizinan Berusaha.

Selain itu, bagi penyelenggaraan sarana perkeretaapian dibuat pula


penyederhanaan persyaratan dalam mengajukan izin usaha. Kemenhub
menghilangkan perjanjian kerja sama dengan penyelenggara prasarana perkeretaapian
ketika ada badan usaha hanya sebagai penyelenggara sarana perkeretaapian.

Adapun, ketentuan penyelenggara sarana kereta api yang sebelumnya wajib


memiliki rangkaian kereta api sesuai kebutuhan dan menyediakan fasilitas perawatan
sarana kereta api beserta SDM diubah menjadi hanya perlu memiliki atau menyewa
atau bekerja sama dengan pihak lain yang menyediakan kebutuhan tersebut.

 PM 31 TAHUN 2012

PM 31 Tahun 2012 sudah tidak sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat


sehingga perlu disesuaikan. Agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini,
dilakukan pengesahan terhadap PM 31 Tahun 2012 tentang Perizinan
Penyelenggaraan SaranaPerkeretaapian Umum.

Adapun, Beberapa ketentuan dalam PM 31 Tahun 2012 diubah, salah satunya


ketentuan pada Pasal 3 PM 31 Tahun 2012 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Badan Usaha yang akan melakukan penyelenggaraan Sarana Perkeretaapian
Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib mengajukan izin usaha
penyelenggaraan sarana perkeretaapian kepada Menteri melalui Lembaga Online
Single Submission (OSS).
(2) Izin usaha penyelenggaraan sarana perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), diberikan kepada Badan Usaha yang telah memenuhi persyaratan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan
perizinan berusaha berbasis risiko.
(3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. memiliki nomor induk berusaha; dan
b. memiliki rencana kerja.

Anda mungkin juga menyukai